Saham dengan risiko sistematik lebih dari satu dapat dikatakan sebagai saham yang agresif, artinya bahwa saham sangat peka terhadap perubahan pasar
atau memiliki risiko di atas rata-rata pasar. Saham agresif ini akan memberikan tingkat keuntungan lebih besar dari rata-rata pasar bila kondisi pasar sedang
membaik. Sebaliknya, memberi keuntungan yang lebih rendah dari rata-rata pasar bila kondisi pasar melemah. Sedangkan saham yang mempunyai risiko sistematik
kurang dari satu, dikatakan sebagai saham yang defensif. Artinya, saham perusahaan kurang peka terhadap perubahan pasar. Saham defensif ini memiliki
risiko dibawah rata-rata pasar Hidayat, 2001. Palupi 2006 dalam penelitiannya menemukan bahwa risiko sistematik
memberikan pengaruh terhadap koefisien respon laba. Hasil serupa ditemukan oleh Mulyani dkk 2007, dan Susanto 2012. Berpengaruhnya risiko sistematik
terhadap koefisien respon laba dapat menggambarkan bahwa semakin besar risiko maka semakin besar pula koefisien respon laba. Hal ini dikarenakan investor
menilai bahwa semakin tinggi risiko yang harus ditanggung maka semakin tinggi pula keuntungan yang didapatkannya.
H5: risiko sistematik berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba
2.5.6 Pengaruh Peluang Bertumbuh terhadap Koefisien Respon Laba
melalui Struktur Modal
Salah satu penilaian terhadap kemungkinan prospek kemajuan sebuah perusahaan nampak dari tumbuh tidaknya sebuah perusahaan. Bagi pihak internal
dan eksternal, peluang bertumbuh merupakan kondisi yang diinginkan.
Pertumbuhan perusahaan menjadi hal yang penting karena perusahaan memiliki prospek positif. Salah satu prospek positif yang diperoleh perusahaan yang
mengalami pertumbuhan adalah terbukanya kesempatan investasi ekspansi. Margin laba yang diperoleh perusahaan bertumbuh dapat diinvestasikan kembali
ke proyek-proyek yang dianggap memiliki nilai tambah di masa yang akan datang. Investasi pada proyek yang menguntungkan memberi kesempatan bagi
perusahaan untuk menghasilkan laba secara konsisten dan memiliki kinerja yang baik.
Aspek lain yang juga berhubungan dengan peluang bertumbuh perusahaan adalah kebijakan pendanaan. Menurut Chua dan Mcconnell 1982
kebijakan pendanaan pada perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh memiliki perbedaan. Perusahaan yang tumbuh mempunyai leverage yang lebih kecil
daripada perusahaan yang tidak tumbuh. Pendapat tersebut didukung hasil penelitian Myers 1984, Gaver dan Gaver 1993, Kallapur dan Trombley 1999
dalam Setiati dan kusuma 2004, yang menemukan hubungan negatif antara pertumbuhan dengan hutang. Barclay, Smith dan Watts 1998 dalam Subekti
2001 menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai opsi tumbuh lebih besar akan mengutamakan penggunaan dana internal dalam mendanai investasinya.
Pertumbuhan perusahaan merefleksikan ketersediaan laba ditahan dalam jumlah besar yang dapat digunakan untuk pendanaan investasi. Berdasarkan
pecking order theory, pilihan pertama dalam keputusan pendanaan adalah dengan menggunakan retained earning, baru kemudia menggunakan hutang dan ekuitas.
Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka akan semakin kecil penggunaan
hutang yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena perusahaan dapat menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba ditahan. Apabila kebutuhan
dana belum tercukupi, perusahaan dapat menggunakan hutang. Jika dana internal dan hutang masih juga belum mencukupi, perusahaan akan menerbitkan saham.
Menurut sawir 2004:2 ada dua aspek pertimbangan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu tingkat pengembalian return dan risiko risk.
Keputusan keuangan yang berhubungan dengan struktur modal akan membawa konsekuensi pada peningkatan risiko perusahaan dan pemegang saham. Risiko
tersebut terdiri dari risiko bisnis dan risiko keuangan. Risiko bisnis berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa
mendatang. Sedangkan risiko keuangan yang terjadi karena adanya penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan yang mengakibatkan perusahaan harus
menanggung beban tetap secara periodik berupa beban bunga. Risiko keuangan adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa
akibat pengambilan keputusan pendanaan dengan hutang. Risiko keuangan timbul karena pemberi pinjaman yang menerima bayaran bunga secara tetap dianggap
tidak menanggung risiko bisnis. Penggunaan dana internal pada perusahaan bertumbuh diorientasikan pada
usaha meminimalkan biaya modal yang akan dikeluarkan. Biaya modal secara potensial akan mengurangi pembayaran deviden tunai kepada para pemegang
saham. Jika biaya modal dapat diminamalisir, jumlah deviden tunai yang dibayarkan akan meningkat, dan hal ini akan memaksimalkan harga saham. Pada
kondisi tidak ada asimetri informasi dan informasi yang sampai pada para pelaku
pasar cukup untuk menginterpretasikan informasi laba perusahaan, pelaku pasar akan merespon pertumbuhan perusahaan secara positif. Penilaian pasar akan
nampak dari harga saham yang terbentuk sebagai suatu nilai ekspektasi terhadap manfaat masa depan yang akan diperolehnya.
H6: struktur modal secara signifikan memediasi pengaruh peluang bertumbuh terhadap koefisien respon laba
2.5.7 Pengaruh Peluang Bertumbuh terhadap Koefisien Respon Laba