Klasifikasi Kalimat Berdasarkan Perwujudan Kalimat

69 Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat perintah, dan termasuk perintah menyuruh. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa Nubawi disuruh beristirahat sejenak dari pekerjaannya menggambar geber kethoprak. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah dalam kumpulan cerita misteri Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang tahun 2001 bertujuan untuk mengidupkan suasana dalam cerita sehingga seakan-akan peristiwa yang terjadi di dalam cerita tersebut adalah nyata.

4.2.1.5 Klasifikasi Kalimat Berdasarkan Perwujudan Kalimat

Berdasarkan perwujudan kalimatnya, kalimat dalam bahasa Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu kalimat langsung dan kalimat tak langsung. Berikut ini klasifikasi kalimat berdasarkan perwujudan kalimatnya dalam kumpulan cerita misteri Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang tahun 2001: 1 “Terus pesen apa dhewekne,” pangoyakku ora sranta. K, KGKKalno 10 hlm 14 “Lalu dia berpesan apa,” pertanyaanku tidak sabaran. Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat langsung. Kalimat tersebut merupakan tanggapan dari Lusianto karena dirinya ditelepon penggemar. 2 Budheku nyedhak karo ngendika, “Cah kuwi angger ketemu yen durung ubrug rak durung marem.” DSTJKGKKalno 42 hlm 14 ‘Budheku mendekat sambil bilang, “Anak itu ketika ketemu jika belum guyon belum puas.” 70 Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat tak langsung langsung. Kalimat tersebut melaporkan bahwa budhe ikut mengomentari sang tokoh Aku dan kakaknya yang jika bertemu selalu bercanda. 3 Mireng dhawuhe bu Lis mau, pak Agung mung menjeb... “Hmh, sampeyan kok percaya ngono-ngono iku. Yen aku ora ngandel.” DMSKGKKalno 45 hlm 14 ‘Mendengar perkataan bu Lis tadi pak Agung hanya mencibir... “Hmh, anda kok percaya dengan yang begitu-begitu. Kalau saya tidak percaya.” Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat tak langsung langsung. Kalimat tersebut memberi efek menakutkan bagi pembaca yaitu ketika pak Agus dan bu Lis membicarakan persoalan percaya akan adanya hantu atau tidak, tetapi pak Agus tidak percaya kepada hal-hal yang tidak nyata seperti adanya hantu atau semacamnya. 4 Sumali murid mletik sing kalebu bocah paling kendel protes, “Nek ngoten , bangsane jim setan niku wau sejatosipun wonten saestu lan leres wonten, napa boten Pak?” DMSKGKKalno 45 hlm 15 ‘Sumali murid yang termasuk anak paling berani protes, “Kalau begitu, bangsa jin setan itu tadi sebenarnya ada dan benar ada apa tidak Pak?” Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat tak langsung langsung. Kalimat tersebut melaporkan bahwa Sumali berani protes terhadap gurunya mengenai hal-hal yang tidak nyata seperti adanya hantu atau semacamnya, dan memberikan efek menakutkan bagi pembaca karena di saat pelajaran sekolah berlangsung membicarakan masalah adanya hantu atau tidak. 5 Nalika Ratno kandha dititipi ali-ali saka Danur, bapake Danur njumbul sajak kaget banget. “Sampeyan kapan kepanggih anak kula?” DAKKalno 52 hlm 15 71 ‘Ketika Ratno bilang dititipi cincin dari Danur, bapaknya Danur berdiri dari duduknya terlihat kaget sekali. “Anda kapan ketemu dengan anak saya?” Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat tak langsung langsung. Kalimat tersebut melaporkan bahwa bapaknya Danur sangat kaget mendengar Ratno dititipi sebuah cincin dari anaknya yang ternyata sudah meninggal sehingga juga menimbulkan kesan menyeramkan bagi pembaca. 6 “Lho, apa pacar sampeyan mata dhuwiten?” Ratno nekat ngajak guyon. DAKKalno 52 hlm 14 “Lho apa pacarmu mata duitan?” Ratno nekat mengajak bercanda. Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat langsung. Kalimat tersebut merupakan pertanyaan basa-basi Ratno kepada danur tentang pacarnya yang suka belanja. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kalimat langsung dan kalimat tak langsung dalam kumpulan cerita misteri Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang tahun 2001 bertujuan untuk membuat pembaca mempersepsikan apa yang terjadi dalam kutipan kalimat dialog tersebut. Selain itu berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan kalimat langsung dan kalimat tak langsung tersebut menimbulkan kesan menyeramkan bagi pembaca karena seolah-olah pembaca merasakan apa yang terjadi dalam cerita tersebut yaitu ditemukan hanya pada kalimat tak langsung. Misalnya pada kutipan kalimat “Mireng dhawuhe bu Lis mau, pak Agung mung menjeb... “Hmh, sampeyan kok percaya ngono- ngono iku. Yen aku ora ngandel.” DMSKGKKalno 45 hlm 14. Kalimat pada kutipan tersebut merupakan kalimat tak langsung langsung. Kalimat 72 tersebut memberi efek menakutkan bagi pembaca yaitu ketika pak Agus dan bu Lis membicarakan persoalan percaya akan adanya hantu atau tidak, tetapi pak Agus tidak percaya kepada hal-hal yang tidak nyata seperti adanya hantu atau semacamnya.

4.2.2 Jenis Frase Dalam Kumpulan Cerita Misteri Jagading Lelembut