Khasiat tanaman obat tidak terlepas dari kandungan kimiawinya, sedangkan kandungan kimia dari masing-masing tanaman obat bisa berbeda disetiap wilayah
atau negara karena tergantung pada iklim, ketinggian, jenis tanah, perlakuan terhadap tanaman dan cara pengolahannya seperti infus, dekok, tingtur dan
sebagainya Dhanutirto 2001. Di dalam proses industri kita mengenal adanya senyawa aktif dan senyawa penciri. Senyawa penciri dapat aktif atau tidak aktif,
tetapi harus bersifat stabil selama proses. Oleh karena obat tradisional, baik dalam bentuk simplisia tunggal maupun
ramuan, sebagian besar penggunaan dan kegunaannya masih berdasarkan pengalaman maka data yang meliputi kegunaan, dosis dan efek samping sebagian
besar belum memiliki landasan ilmiah yang kuat. Demikian pula tentang kandungan senyawa aktif dan penciri dalam tanaman obat belum mendapat
perhatian yang baik, padahal pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif dan penciri suatu tanaman obat dapat memberi arahan tentang kegunaan dan cara
penggunaan tanaman obat tersebut Hadiwigeno 1993.Penentuan konsentrasi secara kimia dilakukan melalui penentuan kandungan senyawa aktif atau senyawa
penciri. Proses penentuan konsentrasi ini dilakukan melalui proses yang panjang meliputi penghancuran bahan, pelarutan, dan pengukuran dengan HPLC dan
FTIR. Proses ini memerlukan waktu dan biaya yang relatif mahal. Alternatif cara penentuan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan model
kalibrasi yang menyatakan hubungan antara kandungan senyawa aktif atau penciri hasil pengukuran HPLC dengan data hasil pengukuran FTIR absorban.
Ketersediaan model ini akan menghemat waktu dan biaya. Proses penentuan kandungan senyawa aktif atau penciri dapat dilakukan melalui sampel secara
sederhana dan cepat. Selain itu penentuan ini dapat dilakukan berdasarkan serbuk kasar sehingga tidak perlu proses yang panjang. Hal ini akan menunjang industri
dan perdagangan serbuk kasar tanaman obat.
G. Model Dasar Kalibrasi
Model kalibrasi menggambarkan hubungan antara berbagai respons dari instrumen analitik dengan satu atau lebih karakteristik dari suatu bahan aktif.
Model ini mengandung parameter yang nilainya harus diduga dari referensi agar dapat digunakan untuk menduga karakteristik dari bahan aktif baru yang belum
diketahui. Dalam proses pendugaannya, biasanya parameter ini dianggap konstan dan jika seandainya berbagai respon instrumen tadi tidak bersifat kolinear maka
dapat dihasilkan penduga yang optimum. Secara umum kalibrasi menggunakan suatu fungsi matematik dengan data
empirik dan pengetahuan untuk menduga informasi pada y yang tidak diketahui berdasarkan informasi pada X yang tersedia Martens Naes 1989. Dalam
bidang kimia, model kalibrasi pada spektroskopi merupakan suatu fungsi hubungan antara absorban X pada panjang gelombang yang dihasilkan oleh
spektrometer dengan konsentrasi y larutan unsur atau senyawa yang akan dianalisis Nur Adijuwana 1989. Dengan kalibrasi, konsentrasi larutan contoh
dapat diketahui berdasarkan absorbannya. Pendugaan model kalibrasi dapat menggunakan model peubah tunggal atau
peubah ganda tergantung pada spektrometer yang digunakan. Spektrometer UV- VIS menghasilkan spektrum yang berbentuk satu puncak absorban, sehingga
model kalibrasinya adalah model peubah tunggal. Spektrometer NIR atau FTIR menghasilkan spektrum dengan banyak puncak absorban, sehingga akan terbentuk
suatu model kalibrasi peubah ganda. Model kalibrasi suatu senyawa lebih tepat menggunakan spektrum dengan banyak puncak daripada satu puncak absorban
Nur Adijuwana 1989. Pada pendugaan model kalibrasi ganda sering timbul masalah kolinearitas di antara peubah absorban Naes 1985, sehingga metode
baku seperti Metode Kuadrat Terkecil tidak dapat digunakan. Permasalahan lain yang dijumpai adalah jumlah pengamatan yang relatif kecil dibandingkan jumlah
peubah bebas yang ada. Hal ini umumnya dikarenakan permasalahan biaya, waktu atau keterbatasan kemampuan untuk melakukan pengamatan dengan
ukuran besar. Beberapa penelitian dalam pendugaan model kalibrasi yaitu, Khristiningrum
1997 yang menunjukkan bahwa metode regresi komponen utama menduga model kalibrasi lebih baik daripada regresi bertatar. Herwindiati 1997 telah
membandingkan metode regresi komponen utama, regresi ridge dan regresi dengan metode PLS berdasarkan nilai PRESS, koefisien determinasi R
2
, penduga ragam acak S
2
dan nilai bias koefisien regresi. Hasilnya menunjukkan bahwa metode PLS dapat mengatasi masalah kolinearitas dengan memberikan
penduga model kalibrasi yang lebih baik. Dengan data yang sama hasil metode PLS juga lebih baik dari metode NIPALS Wigena Aunuddin, 1997.
du Plessis dan van der Merwe 1995 telah mengkaji metode Bayes dan membandingkannya dengan metode klasik Brown 1982 secara simulasi dan
menerapkannya untuk pendugaan kandungan protein dalam gandum. Hasil kajian menunjukkan bahwa metode Bayes lebih baik dari metode Brown. Sebagai
analisis pendahuluan dengan data yang sama Wigena dan Aunuddin 1998 menggunakan metode PLS. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode Bayes
yang dikemukakan oleh du Plessis dan van der Merwe 1995 relatif lebih baik daripada metode PLS.
West 2003 menggunakan pendekatan Bayes untuk menganalisa data spectral dengan p=300 dan n=39. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat
ketepatan pendugaan yang sangat baik dengan R
2
yang dihasilkan sebesar 99.995.
Rahayu 2003, Melakukan pendugaan parameter regresi menggunakan pendekatan Bayes dengan dua model. Model pertama mengasumsikan parameter
regresi β saling bebas, sedangkan model kedua mengasumsikan parameter regresi
β berkorelasi. Data yang digunakan adalah data Naes 1985 untuk menduga kadar lemak pada ikan Trout. Hasil pendugaan yang diperoleh menunjukkan
bahwa model kedua menghasilkan Jumlah Kuadrat Galat yang lebih kecil daripada model pertama.
Notodiputro 2003, membandingkan antara Regresi Kuadrat Terkecil RKTP, regresi atas Koefisien Fourier RKF, Jaringan Syaraf Tiruan JST dan
pendekatan Bayes. Keempat metode tersebut dicobakan pada data simulasi dan data dari Naes 1985. Kriteria kebaikan model yang diperoleh dilihat dari
koefisien Jumlah Kuadrat Galat JKG dan R
2
. Hasil yang diperoleh menunjukkan pendekatan Bayes dan JST lebih unggul dari RKTP, sedangkan performans RKF
sangat tergantung pada jenis data yang dihadapi.
H. Pendekatan Bayes