Halangan Pernikahan TINJAUAN TEORITIS

34 hubungan perkawinan orang tua si anak putus. Suatu perceraian atau pembatalan perkawinan tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa atau dapat berdiri sendiri. Dengan demikian hubungan antara orang tua dengan anaknya tidak akan terputus sampai kapanpun, meskipun anak yang dihasilkannya dari perkawinan yang dilarang oleh agama, tetap saja ayah ibunya berkewajiban memberikan kasih sayang kepadanya dan juga berkewajiban memberikan pemenuhan hidup anaknya sampai ia dewasa. Lain halnya jika status anak yang dilahirkan adalah anak luar kawin atau anak zina, ia hanya mendapatkan pemenuhan hak dari pihak ibunya dan keluarga ibunya sebab hubungan nasabnya sudah terputus dan hanya dinasabkan kepada ibu dan keluarga ibu.

D. Halangan Pernikahan

Untuk memudahkan pencegahan terjadinya kekeliruan dalam sebuah perkawinan, yang mengakibatkan timbulnya kesyubhatan, maka di bawah ini adalah pemaparan hal-hal yang mengakibatkan perkawinan itu dilarang untuk dilakukan baik secara selamanya atau sementara antara seorang lelaki dan perempuan. Secara garis besar, larangan kawin antara sesama pria dengan seorang wanita menurut Syara’ dibagi dua yaitu hubungan abadi dan halangan sementara. Diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati adalah 35 karena ada hubungan nasab keturunan, karena pembesanan karena pertalian kerabat semenda, dan karena sesusuan. 33 Larangan kawin karena sebab adanya keturunan nasab, menurut al- Qur’an ada tujuh macam wanita yang termasuk golongan ini, ialah: a. Ibu, termasuk nenek dan seterusnya menurut garis lurus ke atas, b. Anak perempuan, termasuk cucu dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah c. Saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak atau seibu d. Bibi saudara perempuan bapak sekandung, sebapak, dan seibu. e. Bibi saudara perempuan ibu sekandung, sebapak, dan seibu f. Anak perempuan dari saudara laki-laki, baik saudara kandung, sebapak, seibu dan seterusnya ke bawah g. Anak perempuan dari saudara perempuan kandung, sebapak, atau pun seibu dan seterusnya ke bawah. Ketujuh macam wanita yang digolongkan di atas, termaktub dalam surat An-Nisa : 23.                          33 Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003 cet I, hal.103 36                               23 diharamkan atas kamu mengawini ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu mertua; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu dan sudah kamu ceraikan, Maka tidak berdosa kamu mengawininya; dan diharamkan bagimu isteri-isteri anak kandungmu menantu; dan menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang QS. An-Nisa :23. Tidak diragukan lagi bahwa keharaman terhadap sejumlah besar perempuan-perempuan yang disebutkan di atas memiliki hikmah yang sangat besar yaitu seorang ibu yang berhak atas anaknya berupa kebaikan, pelayanan, dan kesungguhan dalam memuliakannya dan begitu pun dengan seorang anak masih berhak mendapatkan cinta kasih orang tuanya, pemberian pendidikan, dan nafkah serta tidak akan terjadi pemutusan ikatan kekerabatan dan pertentangan. As-Sakaki berkata sesungguhnya menikahi mereka mengakibatkan pemutusan kekerabatan, karena pernikahan itu tidak lepas dari kelapangan yang terjalin antara suami istri secara tradisi dan karena sebab-sebab ini 37 menjadikan kekerasan hati diantara mereka. Suatu ketika hal tersebut membawa terputusnya hubungan kerabat, sehingga menikahi dengan mereka menjadi penyebab untuk memutus kerabat. Penyebab keharaman hukumnya juga haram. 34 Ada sebuah kaidah yang menyatakan bahwa :”wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan kekeluargaan nasab adalah semua keluarga yang dekat dengan lelaki haram untuk dinikahi, kecuali anak pamannya baik dari pihak ayah atau ibu, dan anak bibinya baik dari pihak ayah atau ibu. 35 Keempat kelompok di atas, diperbolehkan untuk dinikahi oleh Rasulullah Saw, dan itu tidak dikhususkan untuk nabi saja, namun berlaku juga untuk semua orang-orang beriman. 36 Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT :                                   34 Ali Yusuf as-Subki, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam,Penerjemah Nurkhozin, Nidzomul Usroh fi al-Islami, Jakarta: Amzah, 2002, cet I, Hal. 122 35 Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa Tentang Nikah, Penerjemah Abu Fahmi Huaidi dan Syamsuri an-Nasab,Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 cet 1, hal. 61 36 Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa Tentang Nikah, Penerjemah Abu Fahmi Huaidi dan Syamsuri an-Nasab, hal. 62 38           50:33 Hai Nabi, Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang Termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki- laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. QS. Al-Ahzab33:50 Adapun mengenai perkawinan yang diharamkan untuk selamanya karena sebab semenda musaharah terbagi atas empat macam yaitu: 37 a. Istri bapak, istri kakek dan seterusnya ke atas, baik kakek dari jalur bapak maupun ibu, tidak ada bedanya apakah sudah dicampuri atau belum b. Istri anak dan istri cucu, baik cucu dari jalur anak laki-laki maupun dari jalur anak perempuan c. Ibu istri mertua yaitu ibu kandung dan ibu susuannya, baik wanita yang dikawini itu sudah dicampuri atau belum, namun haram kawin dengan mertua. Rasulullah Saw bersabda :”Barangsiapa mengawini seorang wanita, baik sempat dicampurinya atau pun tidak, namun tidak halal baginya mengawini ibu wanita itu”. 38 37 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988 Hal.179-180 38 Hadits at-tirmidzi ا ت اف خدي ا خدف ا ا ن ج يا س ي ع ها ي ص ي ا ق ي ت ا ا 39 d. Anak perempuan dari istrimu anak tirimu kalau istrimu itu sudah kamu campuri sesudah akad nikah yang sah ataupun yang fasid, akan tetapi kalau istrimu belum kamu campuri maka boleh kawin dengan anak perempuan itu. Kemudian larangan kawin ketiga yang bersifat selamanya adalah karena adanya hubungan sesusuan. Dalam hubungan sesusuan seorang laki- laki atau perempuan yang mempunyai hubungan ini dilarang melakukan perkawinan, sebagaimana Hadits Nabi Muhammad Saw : 39 Diriwayatkan dariIbnu Abbas r.a. Dia telah berkata: Sesungguhnya Nabi Saw hendak dijodohkan dengan putrid Hamzah. Akan tetapi beliau bersabda:sesungguhnya dia tidak halal bagiku, dia adalah putrid saudara laki-laki sepersusuanku sendiri. Pengharaman disebabkan sepersusuan itu sama seperti pengharaman karena keturunan keluarga. HR. Bukhari dan Muslim Berdasarkan hadits di atas, jelas bahwa ibu susuan dan saudara perempuan susuan menduduki hukum yang sama dengan ibu dan saudara perempuan yang senasab tentang keharaman kawin dengan mereka, maksudnya kita diharamkan kawin dengan nasab keturunan kita yang berjumlah 7 orang sebagaimana tersebut dalam surat an-Nisa ayat 23. Maka 39 Ahmad Mudjab Mahalli, dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits-hadits Mutafaq Alaih Bagian Munakahat dan Mu‟amalat, Jakarta: Kencana, 2004, cet I, hal 53 40 apabila kita sudah menyusu kepada perempuan lain, haram pula kita kawin dengan nasab ibu susu. 40 Para Ulama sependapat bahwa keharaman susuan radla sama dengan keharaman nasab dalam urusan pernikahan. Apabila seorang wanita menyusukan seorang anak, haramlah atas anak tersebut dan atas anak-anaknya terhadap kerabatnya ibu susu itu, segala yang diharamkan atas anak itu dari jalan nasabnya. 41 Akan tetapi, tidak diharamkan ibu susu terhadap ayah dari anak susunya dan terhadap saudara anak susunya. Juga tidak haram atas anak susu itu menikahi ibu saudara perempuannya dari jalan susuan, jika ibu itu bukan ibu anak susu sendiri dan bukan pula istri dari ayahnya. 42 Sedangkan halangan-halangan sementara antara lain sebagai berikut: a. Mengumpulkan dua orang wanita mahram b. Istri yang sudah ditalak tiga c. Kawin dengan budak d. Kawin lebih dari empat orang istri e. Kawin dengan istri orang lain f. Haram kawin dengan wanita yang masih dalam masa iddah 40 A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram-Ibnu Hajar al-Asqalani, Bandung: Dipenogoro, 2006 cet XXVII, Hal 510 41 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjaun Antar Mazhab, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001 cet II, Hal. 237 42 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjaun Antar Mazhab, hal 237 41 g. Kawin dengan wanita musyrik dan ahli kitab h. Dilarang kawin sedang dalam ihram 43 Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa halangan perkawinan pun dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam KHI Baba VI pasal 39 sampai 44. 43 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988 Hal. 188-197 42

BAB III DESKRIPSI KASUS

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN SEBAGAI AKIBAT SALAH SANGKA TERHADAP STATUS SUAMI (Studi Putusan Pengadilan Agama Ketapang Nomor 198/Pdt.G/2011/PA.Ktp)

0 18 17

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Pencabutan hak asuh anak dari Ibu : Studi analisis putusan pengadilan agama Depok Nomor 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk

1 15 74

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN SEPERSUSUAN DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP ANAK YANG DILAHIRKAN Proses Penyelesaian Perkara Pembatalan Perkawinan Sepersusuan Dan Akibat Hukum Terhadap Anak Yang Dilahirkan (Analisis Putusan Pengadilan Agama S

0 4 19

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN Proses Penyelesaian Perkara Pembatalan Perkawinan Sepersusuan Dan Akibat Hukum Terhadap Anak Yang Dilahirkan (Analisis Putusan Pengadilan Agama Surakarta).

0 3 12

PENDAHULUAN Proses Penyelesaian Perkara Pembatalan Perkawinan Sepersusuan Dan Akibat Hukum Terhadap Anak Yang Dilahirkan (Analisis Putusan Pengadilan Agama Surakarta).

0 3 13

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor : 1624/Pdt.G/2009/PA.SDA).

0 2 77

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor : 1624/Pdt.G/2009/PA.SDA).

0 0 77

Analisis yuridis terhadap status perwalian anak akibat pembatalan nikah : studi putusan pengadilan agama Probolinggo No.154/Pdt.G/2015/PA.Prob.

0 2 77

PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Sumber No.3512/Pdt.G/2009) - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 99