24
pasal 76 KHI disebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya.
B. Nasab Dalam Hukum Islam
Nasab dalam doktrinal Islam merupakan sesuatu yang sangat penting, hal ini dapat dilihat dalan sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat
seorang anak yang bernama Zaid bin Haritsah. Kemudian oleh orang-orang, anak angkat tersebut dinasabkan kepada Nabi. Kemudian Nabi pun
mendapatkan teguran dari Allah SWT. Dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 4-5
yang berbunyi:
.
ا آا :
5 -
4
“Allah sekali-sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hatidalam rongganya; dan dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzibar itu
sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak- anak kandungmua sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulut
saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya. Dan dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai
25
nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka panggillah mereka
sebagai saudara-sauadaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf kepadanya, tetapi yang ada
dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang”. QS. Al-Ahzab : 4-5.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak kandung, ini dipahami dari lafaz wa maja‟ala ad‟iya-akum abna-akum.
Dan kemudian dijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya, bukan kepada bapak angkatnya. Ini dipahami dari lafaz ud‟u-hum
li abaihim.
17
Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “barang siapa menisbahkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu
bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga”.
18
Dalam keterangan hadist di atas dijelaskan bahwa seseorang tidak boleh menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, apabila ia tahu siapa
ayahnya. Hal ini dipahami dari lafaz fal jannatu „alaihi haramum. Orang tidak
boleh masuk surga adalah orang yang berdosa. Jadi apabila seseoran
17
KHO Sholeh, HAA. Dahlan, MD. Dahlan, Asbabun Nuzul, Bandung: Diponegoro, tt, h. 385
17
Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, tth, h. 52
26
menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, sedangkan dia tahu bahwa itu bukan ayahnya maka dia termasuk orang yang berdosa.
19
Secara etimologis istilah nasab berasal dari bahasa arab “an-nasab” yang berarti keturunan, kerabat, memberikan ciri dan menyebutkan keturunannya.
Nasab juga dapat dipahami sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu akibat dari perkawinan yang sah.
Ulama fikih mengatakan bahwa nasab merupakan salah satu fondasi yang kokoh dalam membina suatu kehidupan rumah tangga yang bisa mengikat antar
pribadi berdasarkan kesatuan darah. Nasab merupakan nikmat yang paling besar yang diturunkan Allah SWT kepada hamba-Nya, sesuai dengan firman
Allah SWT :
20
: 25
54
Dan Dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan musaharah hubungan kekeluargaan yang berasal
dari perkawinan dan adalah Tuhanmu yang Maha Kuasa QS. Al-Furqan 25: 54..
19
Jumni Nelli, Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nasional,
Hal.5 Makalah
diaksesdari www.uinsuka.infosyariahattachments145_jumni20Nelli.pdf
, pada tanggal 3 Januari 2011
19
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: IchtiarBaru van Hoeve, 1996, cet. ke-1, jilid 4, hal. 1304
27
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa nasab merupakan nikmat yang berasal dari Allah. Hal ini dipahami dari lafaz fa ja‟alahu nasabaa. Dan nasab
juga merupakan salah satu dari lima maqasid al-syariah.
21
Sedangkan secara terminologis, term nasab ada beberapa definisi diantaranya sebagai berikut:
1. Keturunan atau ikatan keluarga sebagai hubungan darah, baik karena
hubungan darah ke atas bapak, kakek, ibu,nenek, dan seterusnya, dan ke bawah anak, cucu, dan seterusnya, maupun ke samping saudara, paman,
bibi, dan seterusnya.
22
2. nasab adalah keturunan ahli waris atau keluarga yang berhak menerima harta
warisan karena adanya pertalian darah atau keturunan.
23
3. Nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai
salah satu akibat dari perkawinan yang sah. Dan nasab merupakan salah satu fondasi yang kokoh dalam membina suatu kehidupan rumah tangga yang
bisa mengikat pribadi berdasarkan kesatuan darah. 4.
Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan
21
Al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari
‟
ah, Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tth, juz.II, h.12-23
22
Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan Anak dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Hal. 154
23
M.Abdul Mujieb, Mabruri, Syafi’I AM, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta : Pustaka Firdaus,1994, h. 59
28
berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya,
dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang- orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah.
24
5. Sedangkan menurut Ibn Arabi nasab didefinisikan sebagai ibarat dari hasil
percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-
keturunan syar’i.
25
Para Ulama sepakat bahwa nasab seseorang kepada ibunya disebabkan karena kehamilan yang disebabkan karena adanya hubungan seksual yang
dilakukan dengan seorang laki-laki, baik hubungan tersebut dilakukan berdasarkan akad nikah maupun perzinaan.
26
Adapun nasab dari seorang anak kepada bapaknya bisa terjadi dikarenakan oleh beberapa hal yaitu :
1. melalui perkawinan yang sah;
2. melalui perkawinan yang fasid;
3. melalui hubungan senggama karena adanya syubhat an-nikah nikah
syubhat yaitu
berarti kemiripan,
keserupaan, persamaan,
dan ketidakjelasan.
27
.
24
Wahbah al- Zuhailiy, Al-Fiqh al- Islamiy wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1997, cet. Ke-2 . Hal. 7247
25
Ibid, hal. 7247
26
Wahbah al-Zuhailiy, Al-Fiqh al- Islamiy wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1997, cet. Ke-2 . hal. 7249
27
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, Ihya „Ulumuddin, Semarang:
Toha Putra,tth, jilid II, hal. 99
29
Adapun cara menetapkan nasab menurut Ulama Fikih sepakat bahwa nasab seorang anak dapat ditetapkan melalui tiga cara yaitu :
28
1. Melalui nikah shahih atau fasid. Para Ulama sepakat bahwa nikah yang sah
dan fasid merupakan salah satu cara dalam menetapkan nasab seorang anak kepada bapaknya sekalipun pernikahan dari kelahiran anak itu tidak
didaftarkan secara resmi pada instansi terkait 2.
Melalui pengakuan atau gugatan terhadap anak. 3.
Melalui alat bukti. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan al-Syaibani, alat bukti yang dibutuhkan adalah berupa pengakuan dua
orang lelaki, atau satu orang lelaki dan dua orang wanita. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Maliki, pengakuan itu dikemukakan dua orang
lelaki saja. Adapun menurut mazhab Syafi’I, Mazhab Hanbali, dan Imam Abu Yusuf adalah pengakuan tersebut harus datang dari seluruh ahli waris
yang mengaku. Dalam hubungan ini, para ulama sepakat bahwa kehadiran saksi untuk dapat membenarkan pengakuan tersebut, juga harus benar-benar
mengetahui keadaan dan sejarah anak yang akan dinasabkan.
C. Hak dan Status Anak