Pandangan HAM Tentang Hukuman Mati

pemidanaan yang menjerakan, karena sistem pemidanaan modern terus mengarah ke upaya merehabilitasi terpidana treatment. Dari penjelasan di atas, setidak-tidaknya terdapat kekurangan dan kelebihan anatara hukum positif dan hukum Islam, kekurangan dan kelebihan tersebut anatara lain: 1. Hukum Islam berasal dari Allah yang dibawa oleh Rasulullah saw. yang ma’shum, sedangkan Allah maha mengetahui apa yang diperlukan oleh hamba-Nya sehingga Dia memberian hukum yang dapat mewujudkan segala kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat bagi mereka. Allah tidak perlu dengan hamba-Nya, Dia Maha kaya dan Maha penyayang dengan hamba-Nya. Adapun hukum positif yang menetapkannya adalah manusia, semua serba terbatas baik dari segi kemampuan, ilmu dan kebutuhan mereka dengan Allah, selain ia juga sangat tergantung pada faktor kecakapan, lingkungan, zaman, dan adaptasi kebiasaan. 2. Bahwa hukum Islam mengatur hubungan antara Allah dan hamba-Nya atas dasar agama yang berlandaskan kepada pamrih ukhrawi dan perhitungan terhadap amal-amal zhahir dan batin. Adapun hukum positif tidak memiliki semua itu, tidak ada perhitungan dan pamrih kecuali yang tampak saja dan berhubungan dengan orang lain. Jadi, tidak ada filter yang terkait dengan hati nurani. 3. Hukum Islam memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar. Ia mencakup segala bentuk kebaikan dan memotivasinya, mencegah yang munkar dan mewanti-wantinya. Adapun hukum positif hanya mengatasi masalah kerusakan akibat negatif dan andaikan ada kebaikan, itu hanya konsekuensi logis. Oleh karena itu balasannya hanya bersifat duniawi yang dilaksanakan oleh para penguasa. Sedangkan hukum Islam, taat dan patuh dinilai sebagai ibadah, mendapat pahala dan mendapat kebaikan duniawi, melanggarnya dianggap maksiat dan dosa. 4. Hukum positif terkadang melegalkan yang haram dengan alasan manfaat manusia. Sedangkan hukum Islam tidak seperti itu karena Allah maha mengetahui dengan semua kebaikan walaupun manusia tidak mengetahuinya. Tetapi dalam hal ini bukan berarti hukum positif tidak mempunyai kelebihan yang melahirkan sebuah manfaat walaupun dibuat oleh manusia tepatnya orang-orang romawi. Tetapi kita juga tidak dapat mengatakan, bahwa sistem hukum positif yang kita kenal sekarang ini adalah sepenuhnya mencerminkan ciri romawinya.

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM PANCUNG DALAM FIQIH DAN HAM

A. Substansi Hukum

Selama ini, banyak tuduhan terhadap konsep hukuman dalam sistem pidana Islam yang sering kali digambarkan sebagai sesuatu yang kejam, tidak manusiawi dan sadis. Dalam sistem hukum pidana Islam, dikenal hukuman mati bagi pelaku pembunuhan qishash. Konsep hukum pidana Islam semata-mata hanya dilihat dari satu aspek saja, yaitu kemanusiaan menurut standar dunia modern, tanpa melihat alasan, maksud, tujuan dan keefektifan hukuman-hukuman tersebut. 59 Padahal, diperkenankannya menjatuhkan hukuman mati tentunya harus setelah melalui proses dan etika hukum yang sangat ketat. Dalam hukum qishash, hukuman mati diberlakukan bagi orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan secara sengaja pembunuhan terencana, maka ia harus dihukum bunuh mati melalui penggunaan metode yang sesuai dengan cara dia membunuh. 60 Hukum Islam ini menuai kritik-kritik Barat yang dilancarkan terhadap hukuman tersebut bukan semata karena mereka tidak suka terhadap konsep hukuman fisik, tetapi lebih disebabkan perasaan moral mereka yang belum terbangun seutuhnya. Adanya kritik juga disebabkan tidak disadarinya alasan keagamaan spiritual dari adanya hukuman, yaitu bahwa hukuman bukanlah dijatuhkan secara kejam oleh seseorang kepada orang lain. Akan tetapi, hukuman semata-mata melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum 59 Mohammed Iqbal Siddiqi, the Penal Law of Islam, Lahore: Kazi Publication, 1985, h. 30 60 Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ Al-Jinaiy, h. 113-114. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh Al-Islami wa Adillathu, h. 261 52 dalam doktrin agama Islam. Sebab, ketaatan kepada hukum agama bagaimanapun adalah karakter dasar bagi masyarakat muslim yang sesungguhnya. 61 Hak asasi manusia dalam Islam merupakan bagian yang utuh dari seluruh tatanan syari’at Islam yang menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat untuk memperjuangkan, memelihara dan menegakkannya. Konsep hak asasi manusia dalam Islam inheren dalam ajaran-ajaran syari’ah yang telah diturunkan Allah kepada manusia. Di dalam ajaran-ajaran itu terkandung motif-motif kemanusiaan, kebebasan, kesetaraan, kesemestaan, penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia, menghapus penindasan serta ketidakadilan. Pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dapat dijumpai dalam ketentuan al-Quran dan sunnah sebagai sumber ajaran normatif bagi umat Islam. Al-Quran dan sunnah meletakkan hak asasi manusia sebagai satu tujuan mengikat baik dalam bentuk kewajiban moral maupun dalam sitem hukum yang harus dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain Islam telah menjamin hak-hak manusia dengan penuh tanggung jawab sebagai khalifah Allah di muka bumi. Agama Islam memiliki nilai-nilai yang tinggi yaitu universalitas, keadilan, kesetaraan, persatuan dan toleransi. Secara interistik tujuan dari syari’at Islam adalah menjamin tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Sejak awal Islam menciptakan revolusi sosial dan kemanusiaan yang merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang menempatkan manusia sebagai mahluk terhormat dan mulia. 62 Hak-hak ini sebelumnya tidak atau belum sepenuhnya diakui secara utuh. Berbicara tentang Hak Asasi Manusia, berarti berbicara tentang hak manusia yang paling dasar dan fundamental. Setiap manusia di muka bumi berhak atas hak ini dan di mana pun 61 Abdul Jalil Salam, Polemik Hukuman Mati di Indonesia, h. 171 62 Arddjo Alkostar, Pengadilan HAM, Indonesia dan Peradaban, Yogyakarta: PUSHAM-UII, 2004, h. 24 tempat mereka tinggal seharusnya Hak Asasi Manusia harus dijunjung tinggi. Walaupun konteks praktis dari Hak Asasi Manusia ini tidak bisa seragam dan sama di setiap negara, tetapi setiap negara setidaknya mempunyai pikiran ideal yang sama mengenai Hak Asas Manusia ini. Manusia sebagai pribadi maupun sebagai rakyatwarga negara, dalam mengembangkan diri, berperan dan memberikan sumbangan dalam kehidupan, ditentukan oleh pandangan hidupnya sesuai dengan kepribadian bangsa. Bagi para pegiat HAM, kehidupan adalah modal paling berharga manusia yang darinya semua kemungkinan lain bersumber. Maka itu, ada kesepakatan mengenai fakta bahwa hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling tinggi dan mendasar. Tanpa hak ini, semua hak asasi manusia lain menjadi tidak bermakna. Para sarjana berpendapat bahwa hak hidup adalah jus cogens dalam hukum internasional. Hak ini tidak bisa dikurangi atau disimpangkan non derogable. 63 Khusus di Indonesia, munculnya gugatan terhadap penerapan hukuman mati di Indonesia secara lebih rinci didasarkan atas pemikiran sebagai berikut: Pertama, hukuman mati saat ini tidak mampu memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat modern kerena menyerahkan keputusan hidup-mati seseorang ke tangan hakim yang tidak luput dari kesalahan. Kedua, hukuman mati tidak selalu efektif sebagai salah satu upaya pencegahan ataumembuat orang jera untuk melakukan kejahatan. Ketiga, atas dasar pertimbangan kemanusiaan, hukuman mati melanggar nilai-nilai HAM yang menutup kesempatan seorang terpidana untuk memperbaiki diri. Dari sini, para aktivis HAM menilai hukuman mati merupakan bentuk peninggalan masa lalu yang harus ditinggalkan. Meski bukan tindakan yang menentang hak hidup secara langsung, 63 Mashood A. Baderin, Hukum Internasional, Hak Asasi Manusia Hukum Islam, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007, h. 66-67. namun penerapan hukuman mati sesungguhnya merupakan bentuk tindak pembunuhan yang telah direncanakan atas nama hukum negara. 64 Hukuman mati mungkin akan membuat kejahatan si pelaku terbalaskan, setidaknya bagi keluarga korban, dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan serupa, namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri si pelaku, karena kesempatan hidup sudah tidak ada lagi. Sebaliknya, tanpa dihukum mati pun, seorang pelaku kejahatan dapat merasakan pembalasan atas tindakannya dengan bentuk hukuman lain, misalnya dihukum seumur hidup atau penjara. 65 Hukuman mati hanya akan dijatuhkan pada kasus tertentu, bukan pada kasus pembunuhan selayaknya hukum qishash dalam fiqih. Di Indonesia, hukuman mati sampai saat ini masih diberlakukan pada kasus-kasus tertentu, seperti pada kasus kejahatan tentang terorisme, dalam undang-undang nomer 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme pasal 6 menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun”. Namun, hukuman mati yang ada di Indonesia bukanlah merupakan hukuman qishash seperti yang ada dalam fiqih, di mana hukuman mati yang ada di Indonesia hanya akan diterapkan pada kasus-kasus tertentu bukan pada kasus pembunuhan yang disengaja pada perseorangang saja. Dalam hal ini, Indonesia memang masih menggunakan hukuman mati pada 64 Barda Nawawi Arief, Kebijakan dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Semarang: CV Ananta, 1994, h. 18. 65 J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati, h. 216-217.