ﳌا ةﺪﺋﺎ
5 :
45
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya At-Taurat bahwasannya jiwa dibalas denngan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishash”. Al-Maidah5 : 45
15
Dalam pidana qishash, hukuman mati diberlakukan bagi orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan secara sengaja pembunuhan terencana, maka ia harus dihukum bunuh
mati melalui penggunaan metode yang sesuai dengan cara dia membunuh. Pembunuhan sengaja dalam syariat Islam diancam dengan beberapa macam hukuman, sebagian merupakan
hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi merupakan hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja adalah qishash dan kafarat, sedangkan penggantinya adalah
diyat dan tazir. Adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan wasiat.
16
Qishash dalam arti bahasa adalah tattabaa al-atsar yang artinya menelusuri jejak. Pengertian tersebut digunakan untuk arti hukuman, karena orang yang berhak atas qishash
mengikuti dan menelusuri jejak tindak pidana dari pelaku. Qishash juga diartikan al-mumatsalah, yaitu keseimbangan dan kesepadanan.
17
Dari pengertian yang kedua inilah kemudian diambil pengertian menurut istilah.
15
Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1984.
16
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ Al-Jinaiy, h. 113-114. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh Al-Islami wa Adillathu, h. 261
17
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, h. 739
Secara istilah, qishash adalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.
18
Dalam redaksi yang berbeda, Abdul Mujieb dan Ibrahim Unais mendefinisikan qishash sebagai hukuman kepada pelaku kejahatan persis seperti apa yang dilakukannya. Jika
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa yang lain membunuh, maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
B. Tujuan dan Manfaat diberlakukannya Hukum Pancung
Dalam literatur fiqih hukum Islam, hukum pidana lebih dikenal dengan sebutan al- Ahkam al-Jina’iyyah, yaitu hukum-hukum yang mengatur baik ucapan, sikap atau perbuatan
orang-orang mukallaf dewasa yang berkenaan dengan berbagai tindak pelanggaran atau kejahatan jarimahjinayah yang disertai jenis-jenis ancaman hukuman yang patut diberikan.
Dalam istilah hukum pidana Islam, pemidanaan ataupun hukuman disebut dengan istilah uqubah. Kata uqubah memiliki akar kata sama dengann iqabah, berarti hukuman, siksaan, dan
sakit atau pedih.
19
Uqubah merupakan bentuk balasan bagi seseorang atas perbuatannya yang dianggap telah melanggar syara yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya demi kemaslahatan
manusia. Menurut Abdul Qadir Audah hukuman merupakan penderitaan yang dibebankan kepada seseorang akibat perbuatan melanggar aturan. Dengan demikian, secara terminologi,
uqubah adalah sebutan bagi sesuatu yang menyakitkan atau tidak menyenangkan yang dikenakan atau ditimpakan kepada pelaku tindak kejahatan dalam rangka mencegah
18
M. Abdul Mujieb dan Mabruri Tholhah, Kamus Istilah Fiqh, h. 177
19
Muhammad Amin Suma, Seminar: Hukum Pidana Islam: Visi, Misi dan Filosofinya dalam Perspektif Quran dan Sunnah, Jakarta, 23-24 Juni 1999 h. 12
menghalangi pelaku. Atau sesuatu yang tidak menyenangkan menyakitkan yang disyariatkan oleh Allah untuk mencegah timbulnya berbagai kerusakan atau mafasid.
20
Tujuan dari adanya hukuman dalam Islam merupakan realisasi dari tujuan hukum Islam, sebagai pembalasan atas perbuatan jahat, pencegahan secara umum dan pencegahan secara
khusus, serta perlindungan terhadap hak-hak si korban. Pemidanaan penghukuman dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan umat dan mencegah kezaliman atau
kemudharatan.
21
Sementara menurut Abu Zahrah, hukuman dimaksudkan untuk menciptakan ketentraman individu dan masyarakat serta mencegah perbuatan-perbuatan yang bisa
menimbulkan kerugian terhadap anggota masyarakat, baik berkenaan dengan jiwa, harta, maupun kehormatan.
Adapun prinsip dasar mencapai tujuan pemidanaan dalam hukum Islam adalah: 1. Hukuman harus bersifat universal, yaitu dapat menghentikan orang dari perbuatan jahat serta
menyadarkan dan mendidik pelaku kejahatan. 2. Penerapan materi hukuman sejalan dengan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat.
3. Seluruh bentuk hukuman yang dapat menjamin dan mencapai kemaslahatan pribadi dan masyarakat harus didasarkan pada hukuman yang telah disyariatkan.
4. Hukuman dalam Islam bukanlah untuk membalas dendam, tetapi untuk melakukan perbaikan terhadap pelaku tindak pidana.
5. Hukuman hanya dikenakan kepada pelaku tindak pidana, karena pertanggung jawaban tindak pidana hanya diberlakukan kepada pelakunya, sementara orang lain tidak boleh.
20
Mohammad Hasyim Kamali, Hukuman Dalam Undang-undang Islam: Suatu Penelitian Terhadap Hukum Hudud Kelantan dan Terengganu,
Skripsi, Jakart a: Fakult as Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayat ullah Jakart a, 2009,
h. 112
21
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 188
6. Hukuman harus berlaku universal bagi seluruh orang, karena pelaku tindak pidana dimuka hakim hukum adalah sama sederajat, tanpa membedakan status, jenis kelamin, dan
sebagainya.
22
Hukuman yang ditegakkan dalam syariat Islam mempunyai dua aspek, represif- preventive pencegahan dan represif-educatif pendidikan. Dengan diterapkan kedua aspek
tersebut akan dihasilkan satu aspek kemaslahatan utility, yaitu terbentuknya moral baik, dan menjadikan masyarakat aman, tentram, damai dan penuh keadilan, karena moral yang dilandasi
agama akan membawa perilaku manusia sesuai dengan tuntunan agama.
23
Dalam tradisi hukum pidana Islam, konsep ataupun tujuan hukuman memiliki keunikan- keunikan yang tidak dimiliki oleh hukum positif yang ada di negara-negara modern saat ini,
termasuk Indonesia. Terdapat beberapa perbedaan karakter penghukuman antara hukum positif dengan hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal:
Pertama, tujuan hukum pidana Islam menyatu dengan tujuan hidup manusia, yaitu mengabdi kepada Allah Swt. Dalam konteks ajaran Islam, hukum berfungsi mengatur kehidupan
manusia, baik pribadi maupun masyarakat, yang sesuai dengan kehendak Allah Swt, untuk kebahagiaan terlingkup dalam kesadaran taabbudi umatnya.
24
Sedangkan dalam hukum pidana positif barat, justru menafikkan hubungannya dengan Tuhan, dan lebih menekankan pada
pencapaian kedamaian dalam masyarakat dengan mengatur kepentingan-kepentingan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat.
22
Abdul Jalil Salam, Polemik Hukuman Mati di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010 h. 211-212
23
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, h. 38
24
Sofjan Satrawidjaja, Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Dasar Peniadaan Pidana, Bandung: Amrico, 1995, h. 33-35
Kedua, dalam hukum pidana Islam, metode penemuan hukumnya deduktif-kasuistik. Setiap peristiwa hukum diatur menurut aturan-aturan pokok yang ada dalam sumber-sumber
hukum Islam. Adanya aturan hukum terlepas dari ada tidaknya masyarakat. Hukum diberlakukan kepada siapa saja, meskipun ia tinggal sendirian di suatu pulau terpencil. Jelas berbeda dengan
metode yang digunakan oleh hukum pidana positif modern yang bersifat induktif, yaitu penciptaan aturan-aturan umum yang didasarkan pada pengamatan terhadap perbuatan-perbuatan
dan sikap anggota masyarakat. Dalam pidana positif modern hukum baru muncul apabila ada suatu komunitas masyarakat, minimal dua orang manusia. Jadi, dalam hukum positif modern,
orang yang hidup sendirian di suatu tempat tidak dibebani hukum apalagi hukuman.
25
Ketiga, konsep keadilan yang menjadi prioritas hukum pidana Islam adalah keadilan didasarkan dan ditentukan oleh keadilan Tuhan. Keadilan yang lebih mengedepankan naluri
keimanan dari pada sekedar nalar logika manusia semata. Sedangkan keadilan yang ditentukan oleh hukum pidana positif adalah keadilan yang didasarkan pada penalaran manusia logika,
yaitu keadilan yang ada dalam pikiran masyarakat.
26
C. Hal-hal Yang Menyebabkan Seseorang Dihukum Pancung
Hal-hal yang menyebabkan seseorang dihukum pancung adalah karena telah melakukan pembunuhan yang disengaja, yang mengakibatkan seseorang meninggal dunia. Apabila
diperhatikan, dari sifat perbuatan seseorang dan atau beberapa orang dalam melakukan pembunuhan, maka dapat diklasifikasikan atau dikelompokkan menjadi: disengaja amad, tidak
25
Sofjan Satrawidjaja, Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Peniadaan Pidana, h. 34
26
Sofjan Satrawidjaja, Hukum Pidana: Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Peniadaan Pidana, h. 35