Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
mencerminkan sensitivitas saham perusahaan terhadap indikator pasar. Beta saham akan dihitung dengan menggunakan metode indeks tunggal :
i m
i i
i
e R
R +
+ =
β α
4.5.10 Dimana
:
i
R : Return saham i
m
R : Return indeks pasar
i
α : Bagian return saham i yang tidak dipengaruhi kinerja pasar
i
β : Ukuran kepekaan
return saham i terhadap perubahan return saham
i
e : Kesalahan
residual
4.6. Metode Analisis Data
Untuk memperoleh nilai yang tidak bias dan efisien dari model persamaan linier, maka haruslah memenuhi asumsi-asumsi klasik yang mendasari model linier
Gujarati, 2003, melalui uji asumsi klasik. Setelah data memenuhi asumsi klasik, maka data layak dianalisis lebih lanjut untuk pengujian hipotesis dengan analisis
regresi linier.
1. Uji Asumsi
Klasik
Karena data yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk menentukan ketepatan model perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang
mendasari model regresi. Penyimpangan asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas dan
multikolinearitas yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah model regresi dalam penelitian, antara variabel dependen dengan variabel independen keduanya
memiliki distribusi normal atau tidak. Untuk dapat dianalisis data harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Cara mendeteksi normalitas adalah
dengan pengamatan melalui nilai residual. Cara lain adalah dengan melihat distribusi dari variabel-variabel yang akan diteliti. Jika variabel tidak berdistribusi
secara normal menceng kekiri atau menceng kekanan maka hasil uji statistik akan terdegradasi. Normalitas suatu variabel umumnya dideteksi dengan grafik
atau uji statistik sedangkan normalitas nilai residual dideteksi dengan metode grafik. Secara statistik ada dua komponen normalitas yaitu skewness dan kurtosis.
Skewness berhubungan dengan simetris distribusi. Skewed variabel variabel menceng adalah variabel yang nilai mean-nya tidak di tengah-tengah distribusi.
Sedangkan kurtosis berhubungan dengan puncak dari suatu distribusi. Jika variabel terdistribusi secara normal maka nilai skewness dan kurtosis sama
dengan nol Ghozali dalam Pratisto, 2009. Normalitas variabel dideteksi juga dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan cara melihat nilai
probabilitas signifikan yang bernilai diatas nilai 0.05 maka data berdistribusi normal dan selain itu juga dengan metode grafik histogram data.
Jika data tidak berdistribusi normal, maka dapat dilakukan transformasi agar menjadi normal. Untuk menormalkan data harus diketahui terlebih dahulu
bagaimana bentuk grafik histogram dari data yang ada apakah moderate positive
Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
skewness, subtansial positive skewness, severe positive skewness dengan bentuk L dan sebagainya. Dengan mengetahui bentuk grafik histogram data, maka dapat
ditentukan bentuk transformasinya. Berikut ini bentuk transformasi yang dapat dilakukan sesuai dengan grafik histogram.
Tabel 4.3. Bentuk Transformasi Data Bentuk Grafik Histogram Bentuk
Transformasi
Moderate positive skewness SQRT x atau akar kuadrat
Subtansial positive skewness LG10x atau logaritma 10 atau LN
Severe positive skewness dengan bentuk L 1x atau inverse
Moderate negative skewness SQRT k-x
Subtansial negative skewness LG10 k-x
Severe negative skewness dengan bentuk L 1k-x
Sumber: Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS Dimana k adalah konstanta yang berasal dari setiap skor dikurangkan sehingga
skor terkecil adalah 1 Ghozali dalam Pratisto,2009. Setelah dilakukan transformasi data maka, normalitas data dilihat kembali dengan menggunakan
metode grafik normalitas P-P Plot dengan aturan melihat sebaran data yang mengikuti garis diagonal maka data berdistribusi normal atau mendekati distribusi
normal. b. Uji
Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu seperti dalam data time series atau ruang seperti dalam data cross sectional. Adanya autokorelasi dalam model regresi artinya ada korelasi
Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada observasi yang menggunakan data time series Algifari,
2000. Cara mendeteksi adanya gejala autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson DW. Asumsi penggunaan analisis DW ini jika digunakan untuk
autokorelasi tingkat pertama dan model regresi yang ada mempunyai intercept constant serta tidak terdapat variabel lagi. Penggambilan keputusan bila
menggunakan uji DW adalah sebagai berikut: 1. Nilai DW terletak di antara du dan 4-du maka autokorelasi sama dengan nol,
dan dapat diartikan tidak ada autokorelasi. du DW 4-du. 2. Nilai DW terletak di bawah lower boud dl, maka akan mempunyai koefisien
korelasi lebih besar dari nol dan memiliki autokorelasi positif. 3. Nilai DW 4-dl, maka koefisien korelasi kurang dari nol, sehingga
memiliki autokorelasi negatif. 4. Nilai DW terletak di antara batas atas du dan batas bawah dl atau terletak
antara 4-du dan 4-dl sehingga hasilnya tak dapat disimpulkan. Cara untuk mengatasi autokorelasi diantaranya adalah dengan menggunakan
metode Hidrent-Lu, yaitu jika menemukan autokorelasi yang positif atau negatif dari model yang ditelitinya maka dapat menggunakan dimulai dari -0.9, -0.8,…,
0.8, 0.9. Untuk setiap nilai yang di coba, dilakukan proses transformasi yang diikuti dengan perhitungan regresi yang bersangkutan. Dari setiap hasil regresi
kemudian diperoleh dan yang terbaik adalah melihat jumlah kuadrat yang terkecil sum of square residuals dari model regresinya Arief, 2006.
Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
c. Uji Heterokedastisitas
Menurut Santoso 2002, pengujian heterokedastisitas dilakukan dalam sebuah model regresi, dengan tujuan bahwa apabila suatu regresi tersebut terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari setiap pengamatan. Jika varians residual dari pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda maka disebut
heteroskedastisitas. Dalam perhitungan heteroskedastisitas dapat dilakukan dalam banyak model salah satunya adalah menggunakan chart diagram pencar,
dengan dasar pemikiran bahwa: a. Jika ada pola tertentu, terdapat titik-titik poin-poin yang ada membentuk
suatu pola yang beraturan bergelombang, kemudian menyempit maka terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar keatas dan di bawah nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi
Gujarati,2003. Uji Multikolinearitas dapat diukur dengan collinearity statistics dengan menggunakan Tolerance Value atau lawannya Variace Inflation Factor
VIF. Dengan menggunakan VIF nilai yang terbentuk harus kurang dari 10 dan nilai tolerance harus lebih dari 10, bila tidak maka terjadi multikolinearitas dan
model regresi tidak layak untuk digunakan. Uji Variace Inflation Factor VIF dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Jamalul Abidin : Analisis Faktor Fundamental Keuangan Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, 2009
4.6.1
2. Uji Regresi