Skizofrenia Paranoid Diagnostik skizofrenia paranoid Definisi depresi Depresi pada skizofrenia

14 3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal. 4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan overall quality dan beberapa aspek perilaku pribadi personal behavior, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri self-absorbed attitude, dan penarikan diri secara sosial.

2.8. Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang sering dijumpai di negara manapun.menurut DSM-IV-TR kriteria diagnostik pada skizofrenia paranoid harus ditemukan 2 gejala yaitu adanya delusi waham dan halusinasi. Adapun kriteria diagnostik lainnya adalah kekacauan ucapan, tingkah laku dan gejala-gejala negatif namun ini tidak dominan. 2 Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki dibandingkan perempuan. Prognosis sizofrenia paranoid lebih baik dibandingkan tipe-tipe yang lain karena mempunyai respon yang baik dalam pengobatan. 2

2.9. Diagnostik skizofrenia paranoid

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ -111 : 14 1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia 2. Sebagai tambahan berupa :  Halusinasi danatau waham harus menonjol : a Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit whistling, mendengung humming, atau bunyi tawa laughing. b Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau lain- lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. 15 c Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan delusion of control, dipengaruhi delusion of influence, atau passivity delusion of passivity,dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.  Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyatatidak menonjol.

2.10. Pengobatan skizofrenia

Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut kronis, menahun. Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan watu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambukan relaps. Terapi pada skozofrenia bersifat komprehensif yaitu meliputi terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius. 9

2.10.1 Terapi psikofarmaka

Skizofrenia diobati dengan obat antipsikotik yang tipikal dan atipikal. 10 Obat yang golongan tipikal meliputi : Klorpromazin,Flufenazin, Tioridazin, Haloperidol dan lain-lain, sedangkan obat golongan atipikal meliputi : Klozapin, Olanzapin, Risperidon, Quetapin, Aripiprazol dan lain-lain. Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi gejala negatif dan kemunduran kognitif. 12 Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal:  Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.  Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik, misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolik. 12 Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin, bila memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres 16 emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain,dan merusak sekitar. 11 Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik. 12

2.10.2. Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas reality testing abilityRTA sudah kembali pulih dan pemahaman diri insight sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka. 9 Psikoterapi ini banyak macamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit pramorbid, sebagai contoh mislanya : psikoterapi suportif, psikoterapi Re-edukatif, psikoterapi Re-konstruktif, psikoterapi kognitif, psikoterapi psikodinamik, psikoterapi perilaku, psikoterapi keluarga. Secara umum tujuan dari psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, mematangkan kepribadian maturing personality, memperkuat ego ego strength, meningkatkan citra diri self esteem, memulihkan kepercayaan diri self confidence, yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat meaningfulness of life. 9

2.10.3. Terapi psikososial

Salah satu dampak dari gangguan jiwa skozofrenia adalah terganggunya fungsi sosial penderita atau hendaya impairment. Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap menjalani terapi psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita skizofrenia diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul silaturrahmisosialisasi. 9 17

2.10.4. Terapi psikoreligius

Terapi keagamaan psikoreligius terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Larson, dkk 1982 dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok yang mendapat terapi keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya impairment lebih cepat teratasi, kemapuan adaptasi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan. 9 Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya. Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala- gejala waham delusi keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan. 9 Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar.

2.11. Definisi depresi

Depresi merupakan suatu keadaan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 1

2.12. Etiologi Depresi

Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. 1

2.12.1. Faktor biologi

Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. 1 18 Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi. 1

2.12.2. Faktor Genetik

Penelitian Lesler 2001, Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. 1

2.12.3. Faktor psikososial

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. 1 Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. 1 Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif mempunyai resiko yang rendah. 1 Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. 1 19 Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi. 1

2.13. Depresi pada skizofrenia

Timbulnya gejala depresi pada penderita skizofrenia akan menimbulkan kualitas hidup penderita lebih buruk seperti perawatannya lebih lama, meningkatnya angka kematian akibat bunuh diri serta memperburuk respon terapi. Prevalensi penderita skizofrenia dengan gejala depresi cukup besar sekitar 7- 75. 6 Gejala depresi pada penderita skizofrenia susah dibedakan dengan gejala negatif, untuk membedakannya dapat digunakan alat ukur menggunakan skala CDSS Calgary Depression Scale for Schizophrenia. 6 Gejala depresi pada penderita skizofrenia dapat muncul pada saat gejala prodromal, pada saat fase akut dan post-skizofrenia. Sekitar 50 gejala depresi bisa muncul pada fase prodromal. Gejala depresi yang timbul pada fase prodromal merupakan faktor yang bisa mempercepat terjadinya skizofrenia. 15 Orang yang depresi akan mengalami konflik kejiwaanya yang bisa bersumber dari konflik internal maupun eksternal. Orang yang tidak mampu menyelesaikan konflik ini akan jatuh pada frustasi yang mendalam, sebagai kelanjutannya yang bersangkutan menarik diri withdrawn, melamun day dreaming, hidup dalam dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala- gejala berupa kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya. Yang bersangkutan tidak lagi mampu menilai realitas reality testing ability-RTA, terganggu dan pemahaman diri insight buruk, yang merupakan perjalanan awal skizofrenia. 9 Gejala depresi yang timbul pada fase akut bisa berhubungan dengan perjalanan penyakit itu sendiri atau karena efek samping dari obat anti psikosis. Sekitar 22-80 penderita skizofrenia mengalami gejala depresi pada fase akut. Gejala depresi yang muncul pada fase akut dibutuhkan perawatan yang baik karena mempunyai resiko terjadinya bunuh diri pada pasien. 15 20 Gejala depresi yang terjadi setelah skizofrenia bisa muncul akibat adanya gangguan psikis pada pasien misalnya karena adanya rasa kekhawatiran terjadinya

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Medan Tahun 2001

0 42 85

Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan gejala Negatif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010

0 11 45

Demografi, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan Autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010-2012

0 4 62

Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan gejala Negatif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010

0 8 45

PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 0 6

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRES KERJA PERAWAT BANGSAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN

0 3 27

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 17