Faktor biologi Faktor Genetik Faktor psikososial

17

2.10.4. Terapi psikoreligius

Terapi keagamaan psikoreligius terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Larson, dkk 1982 dalam penelitiannya membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita skizofrenia. Dari kelompok yang mendapat terapi keagamaan menpunyai respon gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya impairment lebih cepat teratasi, kemapuan adaptasi lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat terapi keagamaan. 9 Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sholat, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain sebagianya. Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan adanya gejala- gejala waham delusi keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan. 9 Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali ke jalan yang benar.

2.11. Definisi depresi

Depresi merupakan suatu keadaan terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 1

2.12. Etiologi Depresi

Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. 1

2.12.1. Faktor biologi

Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi. 1 18 Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi. 1

2.12.2. Faktor Genetik

Penelitian Lesler 2001, Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. 1

2.12.3. Faktor psikososial

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. 1 Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. 1 Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif mempunyai resiko yang rendah. 1 Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. 1 19 Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi. 1

2.13. Depresi pada skizofrenia

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Medan Tahun 2001

0 42 85

Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan gejala Negatif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010

0 11 45

Demografi, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan Autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010-2012

0 4 62

Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan gejala Negatif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010

0 8 45

PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN PERBEDAAN DERAJAT DEPRESI IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT INAP DENGAN IBU DARI PENDERITA SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.

0 0 6

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRES KERJA PERAWAT BANGSAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN

0 3 27

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL (SOCIAL SUPPORT) DENGAN KEJENUHAN KERJA (BURNOUT) PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA - Repository Fakultas Ekonomi UNJ

0 0 17