Demografi, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan Autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010-2012
i
DEMOGRAFI, FAKTOR RISIKO, DAN TERAPI PASIEN
ANAK DENGAN AUTISME DI RSJ Dr. SOEHARTO
HEERDJAN TAHUN 2010-2012
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Salwa
NIM: 109103000043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA TAHUN 1433 H/2012 M
(2)
(3)
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul “Demografi, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan Autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2010-2012”
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagipenulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulisingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And,dr. H.M. Djauhari Wijajakusumah, AIF, PFK, dan Dra. Farida Hamid, M.Pd selaku Dekan dan pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bidang kemahasiswaan.
2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.
3. Dr. Yanti Susianti, Sp.A dan dr. Isa Multazam Noor, Sp.KJ selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan penelitian ini. 4. Staf Litbang dan semua petugas rekam medis RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta yang telah mengizinkan penggunaan dan membantu mempermudah penggunaan rekam medis pasien autisme untuk penelitian ini.
5. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(6)
vi
6. Bapak dan Ibu serta keluarga yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dorongan baik moril maupun materil.
7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2009 atas semuabantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Saya sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaanpenelitian ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan, insya Allah penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi adik-adik selanjutnya.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka bila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al Insyirah:6-7)”
(7)
ABSTRAK
Salwa. Pendidikan Dokter. Demografi, Faktor Risiko, dan Terapi Pasien Anak dengan Autisme Di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010-2012.
Autisme adalah gangguan pada anak yang menyebabkan hendaya berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan berperilaku stereotipik.Saat ini prevalensinya mencapai 20-40 per 10.000 anak. Rasio jenis kelamin pada autisme sebesar 4:1 untuk laki-laki : perempuan. Penyebab autisme banyak faktor diantaranya faktor genetik, faktor perinatal, faktor biologis, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui demografi, faktor risiko, dan terapi pada pasien anak dengan autisme di RSJ Soeharto Heerdjan. Desain penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 23. Selanjutnya data dianalisis dengan SPSS 16. Prevalensi autisme di RSJ Soeharto Heerdjandari tahun 2010-2012 adalah 4,5%, rasio jenis kelamin laki-laki : perempuan adalah 7:1 dan distribusi kelompok umur terbanyak 5-9 tahun dan 10-14 tahun yaitu 9 pasien (39,1%). Riwayat kejang demam terdapat pada 6 pasien (26%) dan BBLR pada 4 pasien (17,3%). Terapi farmakologi yang paling sering digunakan adalah asam folat 19 pasien (82,6%),
risperidone dan vitamin B6 16 pasien (69,9%) , aripriprazole8 pasien (34,8%),terapi psikososialyang terbanyak dilakukan adalah SI 17 pasien(73,9%) dan terapi wicara 16 pasien (69,6%).
Kata kunci: autisme, anak, demografi, faktor risiko, terapi ABSTRACT
Salwa. Medical Education. Demography, Risk Factor, and Theraphy of Autism Children In RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Year 2010-2012. Autism is a disorder in children that causes impairment of social interaction, communication, and stereotyped behavior. Prevalence autism was 20-40 per 10,000 children. Sex ratio in autism of 4:1 for male: female. The cause of autism were many factors, including genetic factors, perinatal factors, biological theories, etc. The aim of study to describe autism in RSJ Soeharto Heerdjan. The design of this study used cross-sectional study with a sample size of 23 patients. Then, the data were analyzed with SPSS 16. The prevalence of autism in RSJ Soeharto Heerdjan in 2010-2012 was 4.5%, sex ratio is 7:1 for male : female, and the most distribution of age groups are 5-9 years and 10-14 years in 9 patients (39.1%). History of seizures 6 patients (26%) and LBW 4 patients (17.3%). The most often used of Pharmacological therapy are folic acid in 19 patients (82.6%), risperidone and vitamin B6 16 patients (69.9%), whereas psychosocial therapy is most commonly used SI 17 patients (73.9%) and speech therapy 16 patients (69.6%),. Keywords: Autism, children, demography, risk factors, treatment
(8)
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
BAB I ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
1.4. Manfaat Penelitian ... 2
BAB II ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Pendahuluan ... 4
2.2. Definisi ... 5
2.3. Epidemiologi ... 5
2.4. Etiologi ... 7
2.5. Diagnosis ... 12
2.6. Deteksi Dini ... 14
2.7. Diagnosis Banding ... 15
2.8. Penatalaksanaan ... 16
2.9. Kerangka Teori ... 22
2.10.Kerangka Konsep ... 23
2.11.Definisi Operasional ... 24
BAB III ... 25
RANCANGAN PENELITIAN ... 25
3.1. Metode penelitian ... 25
3.2. Waktu dan Tempat penelitian ... 25
(9)
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26
3.5. Metode dan Besar Sampel ... 26
3.6. Cara kerja ... 27
BAB IV ... 29
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29
4.1. Keterbatasan Penelitian ... 29
4.2. Prevalensi Pasien Anak dengan PDDs dan Autisme ... 30
4.3. Pola Distribusi Pasien Anak dengan Autisme ... 32
4.3.1. Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32
4.3.2. Berdasarkan Kelompok Umur ... 33
4.3.3. Berdasarkan RiwayatKejang ... 34
4.3.4. Berdasarkan Berat Bayi Lahir ... 35
4.4. Terapi Farmakologi Pasien Anak Dengan Autisme ... 36
4.5. Terapi Psikososial Pasien Anak dengan Autisme ... 38
BAB V ... 38
SIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1. Simpulan ... 38
5.2. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
LAMPIRAN ... 43
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Epidemiologi Representatif dari Autisme……... 6 Tabel 2.2. Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM-IV-TR…… 12 Tabel 2.3. Obat Psikiatrik yang Lazim pada Anak dan Remaja……… 16 Tabel 2.4. Definisi Operasional Penelitian……… 23 Tabel 4.1. Distribusi Pasien Autisme Berdasarkan Jenis Kelamin…… 30 Tabel 4.2. Distribusi Pasien Autisme Berdasarkan Kelompok Umur... 31 Tabel 4.3. Distribusi Pasien Berdasarkan Riwayat Kejang………….. 32 Tabel 4.4. Distribusi Pasien Autisme Berdasarkan Berat Lahir……… 33 Tabel 4.5. Terapi Farmakologi Pasien Autisme……… 34 Tabel 4.6. Terapi Psikososial Pasien Autisme……….. 36
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Grafik Perbandingan Pasien Autisme Berdasarkan Jenis Kelamin…... 7 Gambar 4.1. PDDs di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta 2010-2012………..…… 29 Gambar 4.2. Pemberian Terapi Farmakologi Autisme………... 35
(12)
xii
DAFTAR SINGKATAN
BBLR :Berat Bayi Lahir Rendah
CDD :Childhood Disintegrative Disorder
CSS :Cairan Serebro Spinal
DSM-IV-TR :Diagnostic and Statictical mental - IV- text revised
GABA :GammaAminobutyric Acid
OT :Okupasi Terapi
PDD-NOS :Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified
PDDs :Pervasive Developmental Disorders
(13)
1
BAB I
PENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Masalah
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang terutama ditandai oleh ketidakmampuan dalam komunikasi, sosialisasi, dan imajinasi.1,2Autisme merupakan salah satu dari lima kriteria pervasive developmental disorder (PDDs) atau gangguan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan ini ditandai dengan gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif, dan pada interaksi sosial timbal balik. 3,4,5Di antara gejala-gejala utama pada autisme antara lain tidak peduli dengan lingkungan sosial, tidak dapat bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya, keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa, dan penurunan reaksi pengamatan terhadap lingkungan yang terbatas dan berulang-ulang.3
Prevalensi autisme sampai saat ini menunjukkan adanya suatu peningkatan yang cukup besar. Sejak suatu penelitian epidemiologi yang pertama kali dilakukan pada tahun 1996 hingga tahun 2000 diperkirakan terjadi peningkatan 10 kali lipat yaitu jika pada tahun 1966 diperkirakan sebesar 4-5 per 10.000, maka pada tahun 2000 menjadi sebesar 40 sampai 60 per 10.000 anak5, 6Saat ini data prevalensi dunia menunjukkan bahwa prevalensi autisme mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15% - 0,20%. Jika asumsi angka kelahiran di Indonesia 6 juta per tahun, maka jumlah pasien autisme akan bertambah 9000 anak per tahun.2,4 Sedangkan perbandingan jenis kelaminuntuk anak laki-laki dan perempuan adalah 4:13,5
Sampai saat ini penyebab autisme belum diketahui dengan pasti, banyak beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab autisme, diantaranya faktor prenatal, natal dan postnatal, seperti toksoplasmosis, berat bayi lahir rendah (BBLR), dan kejang demam, kemudian faktor psikososial, teori biologis, teori
(14)
2
genetik,model neuroanatomi, hipotesis neurokimia, infeksi virus,teori imunologis,dan lain-lain 1,3
Dengan banyaknya teori yang berkembang mengenai faktor-faktor yang menyebabkan autisme dan berkembangnya data epidemiologi demografi persebaran autisme maka dari itu saya tertarik mengetahui gambaran pasien anak dengan autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010-2012.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimanademografi, faktor risiko, dan terapi pada pasien anak dengan autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010-2012.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui demografi, faktor risiko, dan terapi pasien anak dengan autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010-2012.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi institusi
1. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
2. Dapat mengetahui demografi pasien anak dengan autisme di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
3. Dapat mengetahui faktor risiko pada pasien anak dengan autisme di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
4. Dapat mengetahui terapi yang diberikan pada pasien anak dengan autisme di RSJ dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
5. Dapat memberikan informasi mengenai prevalensi pasien anak dengan autismedi RSJ dr.Soeharto Heerdjan.
(15)
6. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih dalam untuk peneliti yang lain untuk menolong dan meningkatkan kualitas hidup pasien anak dengan autisme.
1.4.2. Bagi peneliti
1. Mengetahui prevalensi autisme.
2. Mengetahui demografi pasien anak dengan autisme dilihat dari usia, dan jenis kelamin.
3. Mengetahui faktor risiko dari pasien anak dengan autisme. 4. Mengatahui terapi yang diberikan pada anak dengan autisme.
5. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang kesehatan jiwa anak.
7. Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan menggunakan ilmu metodologi yang sudah diperoleh selama perkuliahan.
(16)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pendahuluan
Autisme merupakan satu dari lima kriteria pervasive developmental disorders
(PDDs) atau gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berusia 3 tahun.3Autisme dalam diagnostic and statistical manual of mental disorders text revised (DSM-IV-TR) merupakan satu dari lima jenis
pervasive developmental disorder (PDDs) atau gangguan perkembangan pervasif diluar attention deficit hyperactive disorder/ hiperaktif (ADHD).6 PPDs adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan yang mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku, Jenis-jenis PDDs yang lain adalah:
1. Sindrom Asperger. 2. Sindrom Rett.
3. Childhooddisintegrative disorder atau gangguan disintegrasi pada anak. 4. Pervasive developmental disorders not otherwise specified
(PDD-NOS)ataugangguan perkembangan pervasif yang tidak memenuhi kriteria Autisme, Asperger, dan Rett atau disebut juga dengan autisme atipikal. 6,7 Diagnosis autisme pada seorang anak dapat dibuat apabila memenuhi kriteria diagnosis dari DSM-IV-TR akan tetapi beberapa penelitian terhadap pasien menunjukkan banyak kasus memiliki manifestasi klinis autisme yang sangat bervariasi, tidakkhas, dan gejala lebih sedikit atau lebih ringan. Kasus-kasus tersebut jelas menunjukkan adanya gangguan tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis autisme. Keadaan ini disebut sebagai gangguan pervasif yang tidak ditentukan (pervasive Developmental Disorder not Otherwise Specified/ PDD-NOS) atau disebut juga dengan autisme atipikal. 6
(17)
2.2.Definisi
Autisme atau sering disebut dengan autis, gangguan autistik atau autistic spectrum disorder adalah suatu gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal, gangguan interaksi sosial dan gangguan tingkah laku, yang terjadi sebelum anak berusia 30 bulan.3,5
Menurut Cohen BJ, autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir maupun masa balita. Autisme sering juga disebut dengan autismeinfantil.Gangguan ini ditandai dengan penurunan bahkan ketidakmampuan berinteraksi sosial, tidak bisa berkomunikasi, dan berperilaku stereotipik. Menurut DSM-IV-TR, kelainan-kelainan tersebut harus ditemukan pada anak usia kurang dari 3 tahun. Lebih dari 2/3 anak dengan autisme dijumpai dengan retardasi mental. 5,6
2.3.Epidemiologi
Pada tahun 2005, suatu penelitian di Inggris menemukan prevalensi gangguan perkembangan pervasif sebesar 58,7% per 10.000 anak. Kemudian pada tahun 2006 suatu penelitian di Canada menemukan prevalensi gangguan perkembangan pervasif sebesar 64,9 per 10.000 anak,dengan autisme sebesar 21,6 per 10.000 anak, PDD-NOS 32,8 per 10.000 anak, dan gangguan asperger sebesar 10.1 per 10.000 anak. Penelitian di Canada yang lain juga menemukan prevalensi autisme sebesar 6,5 per 1000 anak dan PDD-NOS sebesar 3,3 per 1000 anak.8
Penelitian epidemiologi pertama autisme dilaporkan oleh Lotter V, tahun 1966, yang mendapatkan prevalensi autisme sebesar 4,5 per 10.000 anak usia 8-10 tahun di Negara Inggris bagian Utara. Selanjutnya banyak penelitian epidemiologi yang diadakan setelah penelitian Lotter, seperti penelitian Wing mendapatkan prevalensi autisme sebesar 4-5 per 10.000 anak dibawah usia 12 tahun.9Prevalensi autismsemakin lama semakin meningkat, sebagai contoh penelitian epidemiologi
(18)
6
autismeoleh Tanoe di Jepang yang dilakukan setelah 3 dekade didapatkan lebih dari 13 per 10.000.9,10
Prevalensi autisme sampai saat ini menunjukkan adanya suatu peningkatan yang cukup besar. Sejak suatu penelitian epidemiologi yang pertama kali dilakukan pada tahun 1996 hingga tahun 2000 diperkirakan terjadi peningkatan 10 kali lipat yaitu jika pada tahun 1966 diperkirakan sebesar 4-5 per 10.000, maka pada tahun 2000 menjadi 40 sampai 60 per 10.000 anak5, 6
Tabel 2. 1 Penelitian Epidemiologi Representatif dari Autisme
Peneliti, tahun Tempat Berdasarkan populasi
Rata-rata prevalensi
Kriteria yang digunakan
Lotter, 1967 Britania raya
Ya 4,5/ 10.000 Creak, 1961
Treffet, 1970 Wisconsin Tidak 2,5/10.000 NS
Wing et al, 1976 Britania raya
Tidak 4,8/10.000 NS
Gillberg, 1984 Swedia Ya 2,0/10.000 Rutter, 1978
Steinhausen et al, 1986 Jerman Tidak 1,9/10.000 Rutter, 1978
Bryson et al, 1988 Kanada Ya 10/10.000 Denckla,1986
Tanoue et al, 1988 Jepang Tidak 13,9/10.000 DSM-III, 1980
Ritvo et al, 1989 Utah Tidak 4,0/10.000 DSM-III, 1980
Sumber :Wiener JM, Dulcan MK. Autistic disorder in textbook of child and adolescent psychiatry.2004.5
Di Indonesia sendiri belum pernah ada penelitian mengenai prevalensi autisme secara keseluruhan, tetapi tercatat dalam penelitian di divisi neurologi IKA RSCM Jakarta terdapat 281 kasus autisme dari tahun 2001 sampai 2007.9Kemudian penelitian pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Yuniar di Surabaya menunjukkan adanya peningkatan kasus autisme yang konsisten mulai tahun 1998 sampai tahun 2001. Kunjungan pasien baru autisme dalam 1 tahun pertama pada tahun 1998 adalah 87 kasus, meningkat menjadi 88 pada tahun
(19)
1999, dan meningkat menjadi 144 pada tahun 2000, dan meningkat lagi menjadi 198 pada tahun 2001.25
Jenis kelamin
Insidens tertinggi autisme ditemukan pada anak laki-laki. Dengan perbandingan anak laki-laki : anak perempuan mulai dari 2,6 : 1 sampai 4:1. Kaplan menyebutkan bahwa anak laki-laki memiliki ketahanan fungsi otak yang lebih rendah dibanding dengan anak perempuan.3,4
Gambar 2. 1 Grafik Perbandingan Pasien Anak dengan Autisme Berdasarkan Jenis Kelamin 10
Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2007, didapatkan perbandingan pasienautisme anak laki-laki dibanding anak perempuan sekitar 7:1.Penelitian ini juga masih luascakupannya yaitu untuk anak dengan PDDs yang lain selain autisme seperti sindrom Asperger.10
2.4.Etiologi
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berhubungan dengan perilaku yang umumnya disebabkan oleh kelainan struktur otak atau fungsi otak. Ada beberapa faktor bukti yang mendukung penyebab autismeyaitu : faktor psikodinamik, faktor keluarga, kelainan neuroloik-biologik, faktor genetik, faktor imunologik, faktor perinatal, faktor neuroanatomi, dan faktor biokimia. 9,11,15
(20)
8
2.4.1. Teori Psikososial
Autisme ini pada awalnya dianggap mempunyai dasar psikososial atau psikodinamik walaupun beberapa penelitian terakhir menunjukkan banyak bukti yang mendukung dasar biologis.9Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil bahwa beberapa anak dengan gangguan ini memberikan respon terhadap stressor psikososial seperti kelahiran sibling atau pindah rumah baru.5,7
2.4.2. Teori Biologis
Petunjuk dini untuk dasar biologis autisme termasuk tingginya angka tingkat keterbelakangan mental yang terkait, yaitu 1:4 untuk anak perempuan: anak laki-laki, peningkatan kejadian kejang, dan kondisi medis seperti Rubella kongenital dan fenilketonuria yang tidak diobati dapat dikaitkan dengan kejadian autisme ini.16, Saat ini diyakini bahwa autisme adalah kumpulan gejala perilaku yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi yang mengenai SSP. Sampai saat ini kelainan biologis yang mendasari gangguan tersebut memang belum diketahui secara pasti, tetapi banyak dari beberapa kasus autisme menunjukkan hubungan kelainan genetik atau medis dengan kerusakan SSP yang jelas. 5,16
2.4.3. Kejang Demam
Salah satu faktor yang dianggap berpengaruh terhadap kejadian autisme adalah kejang demam.14Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure,kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, yang biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan dan 5 tahun, kejang ini sering berhubungan dengan demam tetapi belum ada bukti yang jelas yang menghubungkannya.28
Penggolongan kejang demam menurut Nationale Collaborative Perinatal Projectterbagi menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.28
a. Kejang demam sederhana : kejang demam yang lama kejangnya selama kurang dari 15 menit, umum, dan tidak berulang pada satu episode demam.
(21)
b. Kejang demam kompleks : kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal maupun multipel.
Kejang demam menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh.Apabila kejang ini berlangsung dalam waktu lama dapat menimbulkan kekurangan glukosa, kekurangan oksigen dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga terjadi gangguan sel yang dapat menyebabkan kerusakan neuron.14,23
2.4.4. Faktor Genetik
Penelitian-penelitian sejak 1980 menunjukkan bahwa autisme merupakan kelainan genetik.Kesimpulan ini didasarkan pada data penelitian keluarga, pasangan kembar dan kromosomal.Autisme dilaporkan berhubungan dengan berbagai kelainan kromosom yaitu: kromosom X, kromosom Y, kromosm 8, kromosom 2, kromosom 4, kromosom 12, dan kromosom 7. 5,6
Berbagai sindrom genetik dikaitkan dengan autisme, termasuk fenilketonuria, dan Sindrom X-fragile. Beberapa peneliti menemukan peningkatan Sindrom X-Fragile pada pasienanak dengan autisme, tetapi penelitian yang laintidak menemukan hal ini.4,5,6
Dalam studi pertama, para peneliti dari Stanford University mengidentifikasi 192 pasangan kembar dari pencatatan anak-anak negara bagian California, Amerika Serikat, yang menerima layanan untuk pengembangan kecacatan. Sedikitnya satu pasangan kembar didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme yang dikonfirmasi para peneliti dengan memeriksa dan menguji setiap anak.Penelitian melibatkan 54 pasangan kembar identik dan 138 pasangan kembar fraternal.Para peneliti mengatakan bahwa sekitar 42,5 % dari kembar pria dan 43 % dari kembar wanita untuk kembar identik masing-masing mengalami autisme.10 2.4.5. Faktor Perinatal
Sejumlah studi menunjukkan peningkatan komplikasi prenatal, perinatal, dan neonatal pada anak dengan autismeKomplikasi terbanyak yang dilaporkan
(22)
10
diantaranya perdarahan pada trimester pertama, cairan mekonium yang ada pada cairan ketuban, gawat janin, dan BBLR. 5,14
BBLR adalah suatu keadaan bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram.BBLR dapat diakibatkan karena kurangnya nutrisi saat masih dalam kandungan. Gangguan nutrisi akan menyebabkan peredaran darah ibu ke janin menjadi turun sehingga kebutuhan glukosa maupun oksigen di otak tidak terpenuhi dengan baik. Sehingga janin dapat mengalami iskemia otak dan menyebabkan kerusakan sel-sel saraf di otak. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan metabolism yaitu hipoglikemia dan hipoksia, keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya metabolism anaerob sehingga sel-sel saraf di otak mengalami kerusakan pada periode perinatal.14
2.4.6. Model Neuroanatomi
Beberapa peneliti mengatakan bahwa kelainan anatomis otak tidak banyak berpengaruh terhadap kejadian autisme.Tetapi pada era 1970-an, kelainan pada lobus temporal diduga memiliki pengaruh terhadap kejadian autisme. Terutama pelebaran dari ventrikel kiri lateral banyak terdeteksi pada anak dengan autisme menggunakan pneumoencephalograms. Selain itu data CT-SCAN pada anak dengan autisme, didapatkan 15% mengalami pelebaran ventrikel kiri.Pelebaran ventrikel tersebut mengindikasikan adanya pengurangan substansi otak besar hemisfer kiri karena terdapat penipisan hipokampus yang merupakan bagian dari sistem limbik dan berperan pada kegiatan mengingat, dan pengaturan emosi. 3,5
Data otopsi yang lain juga menyebutkan bahwa terdapat perubahan makroskopik pada amigdala dan hipokampus. Sel-sel saraf pada hipokampus relatif 1/3 lebih kecil dibandingkan normalnya dan terdapat peningkatan densitas sel saraf pada amigdala. Pada hewan percobaan, lesi pada daerah tersebut menyebabkan hiperaktifitas, ketidakmampuan berinteraksi sosial, perilaku stereotipik, dan kehilangan keanekaragaman perilaku.9Selain di lobus temporal, di otak kecil (cerebellum) juga menjadi perhatian para peneliti, karena dengan menggunakan MRI dilaporkan terdapat penurunan ukuran otak kecil dan
(23)
hipoplasia dari lobus VI dan VII (tetapi tidak semua peneliti menyetujuinya). Lebih jauh lagi, dengan menggunakan data otopsi, dilaporkan 90% anak dengan autisme didapatkan penurunan jumlah sel purkinje dan sel granul baik di vermis serebelum ataupun hemisfer serebri. 1,3,5
1.9.5. Hipotesis Neurokimia
Sejak ditemukannya 1/3 dari anak dengan autisme ditemukan peningkatan level serum serotonin pada tahun 1961.Fungsi neurotransmiter pada anak dengan autisme menjadi perhatian besar untuk diteliti lebih lanjut.1,5
a. Serotonin
Pada pasien autisme sering ditemukan peningkatan kadar serotonin dalam darah, baikautisme dengan retardasi mental maupun tanpa retardasi mental. Akhir-akhir ini peningkatan kadar serotonin (hiperserotoninemia) dalam darah sering dijadikan petanda (marker) wajib autisme, karena hal tersebut menandakan peningkatan serotonin di SSP. 1,5,6
b. Dopamin
Peningkatan kadar dopamin di SSP dapat menjelaskan hiperaktifitas dan perilaku stereotipik pada pasiendengan autisme. Beberapa penelitian tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kadar asam homovanilik (metabolit dopamin) di CSS dengan kadar dopamin. Tetapi, pemberian obat haloperidol (antagonis dopamin) sangat efektif untuk menurunkan perilaku stereotipik dan hiperaktifitas pada pasien autisme. 1,5,6
(24)
12
c. Opioid endogen
Pada kenyataannya, banyak pasien autisme sering tidak merasa kesakitan dan jarang mengeluh sakit, hal ini disebabkan terdapat peningkatan kadar endorphin pada autisme.Obat-obatan seperti trexan (antagonis opiat) dapat dijadikan pengobatan pada pasiendengan gangguan autistik. 1,5,6
2.5.Diagnosis
2.5.1. Diagnosis Autisme
Untuk mendiagnosis autisme, anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun, harus memiliki setidaknya 6-12 gejala-gejala autisme yang tertulis di DSM-IV-TR,(minimal 2 dari gejala gangguan interaksi sosial, 1 dari gejala gangguan komunikasi, dan 1 dari gejala gangguan perilaku yang khas). Adapun gejala-gejalanya diantara lain:19
Tabel 2. 2 Kriteria Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM-IV-TR
Kriteria diagnosis untuk autisme
A. Total 6 (atau lebih) dari kelompok berikut kelompok 1a
( minimal 2 dari gejala pada interaksi sosial)
Kelompok 2b
(minimal 1 dari gejala gangguan komunikasi)
Kelompok 3c
(minimal 1 dari gejala pada gangguan perilaku seperti berulang-ulang,
stereotip,dll) Gangguan yang jelas dalam
perilaku non verbal (perilaku yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur interaksi sosial
Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain misalnya mimik dan bahasa tubuh
Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam intensitas dan fokus
(25)
Tidak bermain dengan teman sebayanya dengan cara yang sesuai.
Bila dapat berbicara terlihat gangguan kesanggupan
memulai atau mempertahankan
komunikasi dengan orang lain
Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel
Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan orang lain, misalnya tidak memperlihatkan mainan pada orang tua, tidak menunjuk pada suatu benda yang menarik tidak berbagi kesenangan dengan orangtua
Penggunaan bahasa stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat dimengerti
Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari, dan gerakan tubuh yang kompleks
Kurangnya interaksi sosial timbal balik, misalnya tidak berpartisipasi secara aktif dalam bermain, lebih senang bermain sendiri
Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain meniru secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.
Preokupasi terhadap bagian-bagian dari benda
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada minimal 1 bagian berikut yang muncul pada usia kurang dari 3 tahun
1. Interaksi sosial
2. Bahasa yang digunakan untuk komunikasi sosial 3. Bermain imajinatif dan simbolik
C. Bukan merupakan gejala Sindrom Rett.
(26)
14
2.6.Deteksi Dini
Gejala-gejala dini autisme sangat berkaitan dengan usia anak. Gejala-gejala dini tersebut pada dasarnya sudah dapat diketahui sejak dini bahkan sejak lahir. Sebagian besar orangtua dapat menyadari adanya suatu masalah dalam perkembangan anaknya pada saat anak berusia 18 bulan.6,11Suatu pengisian ceklis yang dikembangkan oleh Harris dapat digunakan untuk membantu orangtua dalam mendeteksi gejala dini autisme pada bayi, yaitu:11
a. Bayi lahir – usia 6 bulan
a) Anak terlalu tenang atau baik
b) Sering menangis dan sulit untuk ditenangkan
c) Jarang menyodorkan kedua lengan untuk meminta diangkat d) Jarang mengoceh
e) Jarang menunjukkan senyuman sosial f) Jarang menunjukkan kontak mata
g) Perkembangan gerakan kasar tampak normal b. Usia 6 bulan – 2 tahun
a) Tidak mau dipeluk
b) Tidak peduli terhadap orangtua
c) Tidak bisa mengikuti permainan sederhana seperti “ciluk-ba” d) Tidak berusaha menggunakan kata-kata
e) Tidak ada ketertarikan terhadap boneka atau binatang mainan untuk bayi
f) Bisa berupa sangat tertarik pada kedua tangannya sendiri c. Usia 2 – 3 tahun
a) Tidak tertarik atau tidak menunjukkan perhatian khusus b) Menunjukkan kontak mata yang terbatas
c) Mungkin mencium atau menjila-jilat benda
d) Menolak dipeluk atau menjadi tegang ketika dipeluk a) Relatif tidak perduli terhadap orangtuanya
(27)
d. Usia 4-5 tahun
a) Jika anak sudah dapat berbicara, tidak jarang ekolalia atau mengulang-ngulang apa yang dikatakan orang lain
b) Menunjukkan nada suara aneh, biasanya bernada tinggi dan monoton
c) Kontak mata masih sangat terbatas walaupun sudah terdapat perbaikan
d) Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berngsur-angsur berkurang
e) Melukai diri sendiri 2.7.Diagnosis Banding
Autisme harus dibedakan dari penyakit berikut yaitu: 9,16 a. Sindrom Asperger
Merupakan sindrom yang dinyatakan oleh Asperger sebagai gangguan kepribadian yang muncul setelah usia 3 tahun. Ciri utamanya adalah kurangnya interaksi sosial sehingga muncul tingkah laku aneh, sulit menjalin hubungan dengan orang lain, kecerdasan normal tetapi koordinasi dan persepsi visuospasialnya lemah, dan terdapat preokupasi obsesif atau pola minat yang terbatas. 4,16
b. Sindrom Rett
Anak dengan sindrom ini mempunyai gambaran klinisautisme pada tahap regresi perkembangan cepat (biasanya pada usia 1-2 tahun). Tanda-tanda ini meliputi tidak adanya ketertarikan pada benda atau orang, respon-respon stereotipik terhadap stimulus lingkungan, tidak adanya atau kurangnya kontak interpersonal, manifestasi cemas atau ketakutan saat menghadapi situasi baru, dan yang paling khas adalah gerakan tangan stereotipik (misalnya gerakan mencuci tangan didepan mulut atau dada,
(28)
16
gerakan menggosok), gemeretak gigi, memegang lidah, dan gerakan-gerakan lain. Sindrom ini hanya didiagnosis pada anak perempuan. 9,16 c. Gangguan disintegratif pada anak
Gangguan disintegratif pada anak merupakan gangguan dengan penunurunan intelektual progresif dan munculnya tanda-tanda neurologis. Pada keadaan ini perkembangan anak biasanya normal atau mendekati normal hingga usia 3-4 tahun, kemudian terjadi regresi dan disintegrasi tingkah laku. Anak dengan gangguan disintegrasi biasanya menunjukkan gejala-gejala seperti hilangnya kemampuan sosial dan ketertarikan pada objek, penurunan kemampuan berbahasa dan berbicara, dan perilaku stereotipik.4,16
d. Retardasi mental umum
Pasien retardasi mental umum menunjukkan kelainan tingkah laku yang menyerupai autisme. Walaupun manifestasi klinis pada autisme dan retardasi mental sangat berbeda, pada anak dengan retardasi mental seperti pada sindrom Downmempunyai daya ingat atau dapat mengenali wajah orang yang didekatnya dengan baik.4,6,16
2.8.Penatalaksanaan
2.8.1. Terapi Farmakologi
Sejauh ini memang belum ada obat yang diakui secara legal oleh FDA sebagai terapi untukautisme.16 Beberapa terapinya diberikan untuk mengontrol gejala-gejala seperti agresifitas, hiperaktif, dan perilaku-perilaku ritual. Obat-obat yang diberikan antara lain: 4,16
(29)
Tabel 2. 3 Obat Psikiatrik yang Lazim pada Anak dan Remaja
Obat Indikasi Dosis Efek samping dan
pemantauan
Antipsikotik- juga dikenal sebagai transkuilizer mayor atau neuroleptik,
1) potensi tinggi, dosis rendah misal haloperidol, pimozide, trifluoroperazine, thiotixen; 2) Potensi rendah dosis tinggi –lebih sedative misal chlorpromazine
3) antipsikosis atipikal misal risperidone, olanzapine, quetiapin, clozapine.
- Psikosis, autisme, gangguan tourette, perilaku menciderai diri sendiri teragitasi pada RM
Semua dapat dibagikan dalam 2- 4 dosis terbagi atau digabungkan menjadi satu dosis setelah ditingkatkan.
a) Haloperidol 0.5-6 mg/hari b) Clozapine<60
0mg/hari c) Risperidone
1-3mg/hari d) Olanzapine
2.5-10 mg/hari e) Quetiapin
25-500 mg/hari a) Sedasi, peningkatan berat badan, b) Hiperprolaktine mia pada atipikal kecuali quetiapin c) Monitor tekanan darah Stimulant
Methylphenidate, dan pemolin Pada ADHD untuk hiperaktifit as, impulsivita s, dan tidak ada perhatian
a) Methyphenida t10-60mg/hari
Insomnia, anoreksia, berat badan turun, sakit kepala, takikardia, Antidepresan Imipramin, clomipramin, notryptilin Gangguan depresi mayor, ansietas, gangguan tidur sambil berjalan
a. Imipramin1,5 mg/kg/hari b. Clomipramin
50 mg/hari
Mulut kering, konstipasi, takikardi, aritmia
Sumber :Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan perkembangan pervasif .2010. 4
1. Antipsikosis tipikal
Antipsikosis potensi rendah seperti Chlorpromazine memiliki efek terapetik yang kecil bahkan tidak ada karena menyebabkan sedasi yang kuat, walaupun dengan pemberian dosis yang rendah. Sementara itu haloperidol, suatu neuroleptik potensi tinggi menunjukkan efikasi jangka pendek maupun jangka panjang pada 40 anak autisme berusia 2,6-7,2 tahun. 6,17,24
(30)
18
2. Agonis, antagonis, dan bloker
- Fenfluramine, suatu antiserotonergik, pertama kali dilaporkan menujukkan efek positif, namun data selanjutnya dari pusat penelitian lain gagal menunjukkan efek positifnya. 6
- Clomipramine, suatu bloker ambilan kembali 5-HT dengan komponen antiobsesif menunjukkan efektifitasnya dalam mengurangi kompulsif dan perilaku ritual, stereotipik, agresifitas, perilaku impulsif, dan memerbaiki hubungan sosial.6,16
- Fluoxetine, suatu bloker ambilan kembali 5-HT lain juga dilaporkan mengurangi gejala gangguan autisme secara keseluruhan, tetapi juga menginduksi efek samping yang lain seperti kegelisahan, hiperaktifitas, agitasi, penurunan nafsu makan, dan insomnia.6,16
- Setraline, suatu bloker ambilan kembali 5-HT lainnya, dilaporkan efektif dalam mengurangi tindakan mencederai diri sendiri dan agresifitas pada pasiendengan gangguan autisme, retardasi mental, kecemasan dan agitasi pada anak autis. 6
- Clonidine, suatu antagonis reseptor α-2 adrenergik menunjukkan efektifitasnya dalam mengurangi gejala hiperakifitas dan memperbaiki hubungan sosial. 4,6
- Risperidone, suatu antagonis 5-HT dan antagonis dopamin-D2 poten, akan mengurangi perilaku repetitive, agresifitas, kecemasan, depresi, iritabilitas, mencederai diri sendiri, dan gejala perilaku lain secara keseluruhan.4,6,24
- Olanzapine, merupakan antagonis monoaminergik selektif terhadap reseptor serotonin 5-HT2A dan 2C, dopamin-D1- D4, muskarinik M1-M5, histamine H1, dan adrenergik.24
- Quetiapin, suatu antagonis resseptor beberapa neurotransmitter di otak, reseptor serotonin 5-HTIA, 5-HT2, dopamin D1 dan D2, histamine H1 dan α-1 adrenergik, serta α-2 adrenergik.24
(31)
- Naltrexone, suatu antagonis opiate dillaporkan memilki efek positif terhadap hiperaktifitas, hubungan sosial, dan mencederai diri sendiri.4,24
3. Stimulan
Penggunaan stimulan pada autismebelum diterima secara luas.Tetapi obat golongan ini sudah banyak diberikan sebagai terapi autisme.Diantaranya adalah methylphenidat. Handen melaporkan 8 dari 13 anak dengan autisme menunjukkan respon positif terhadap methylphenidat.6
4. Antikonvulsan
Antikonvulsan digunakan untuk mengobati gejala autisme. Hollander melaporkan sebanyak 10 dari 14 pasien anak dengan autisme mendapat
natrium divalproex dan rata-rata mereka berespon baik terhadap pengobatan. Hal ini menunjukkan responden memiliki gambaran ketidakstabilan perasaan, impulsivitas, dan agresivitas, begitu pula riwayat kejang atau abnormalitas elektroensefalografi.6Antikonvulsan yang lain adalah Piracetam, yaitu suatu golongan obat yang merupakan turunan levetirasetam, ia bekerja dengan cara memodifikasi pelepasan glutamatedan GABA di ujung vesikelnya.17
5. Medikasi lain 16
Piridoksin (vitamin B6), digunakan sebagai terapi farmakologi autisme, perannya bukan sebagai kofaktor untuk mengatur fungsi enzim dalam tubuh tetapi untuk memodulasi fungsi enzim neurotransmiter seperti triptofan hidroksilase, dan tirosin hidroksilase.6,16
2.8.2. Terapi Psikososial 1. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh Lovaas, OI PhD dari University of California Los Angeles (UCLA) pada tahun 2007.20Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian “reinforcement” positif setiap kali anak berespons benar
(32)
20
sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.16,20
Dalam penelitian Lovaas dikatakan anak autisme dengan terapi perilaku yang intensif selama 1-2 tahun, dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi intensif. Bahkan pada akhir terapi sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum.20
2. Terapi SensoriIntegrasi
Sensori Integrasi berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.4,16Disfungsi dari Sensori Integrasi atau disebut juga disintegrasi sensoris berarti ketidak mampuan untuk mengolah rangsang sensoris yang diterima. Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari : pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi,kognitif, psikososial, dan mengolah rangsang. Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan diagnosis yang berbeda.16
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anakautisme mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus.4 Gerak‐geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke dalam mulut, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot motorik halusnya dengan benar.16
(33)
4. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi khusus bagi anak autisme yang dalam pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif dari orang tua. Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif verbal dan non verbal yang memungkinkan orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak autisme mereka dan lebih mengenal lagi berbagai kondisi anak secara mendetail guna membantu proses penyembuhan anak. 4,16
(34)
22
2.9.Kerangka Teori
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
Asperger Diagnosis DSM-IV
Rett Gangguan Perkembangan Pervasif CDD
farmakologi PDD-NOS
demografi
Terapi Autisme
- Usia - Jenis kelamin
antipsikosis psikososial
Etiologi
stimulan
Terapi perilaku antikonvulsan
kejang Teori biologis
Terapi Okupasi
Terapi wicara Vitamin+suplemen
Teori genetik
BBLR Teori perinatal
psikoterapi
Teori neurotransmitter
(35)
2.10. Kerangka Konsep
Variabel terikat Variabel bebas
Usia Demografi
Jenis Kelamin
Prevalensi Autisme
Terapi Faktor resiko
Berat Lahir
Riwayat Kejang
Terapi Farmakologi
(36)
24
2.11. Definisi Operasional
Tabel 2. 4 Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Autisme Gangguan anak yang
mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk berkomunikasi, interaksi sosial dan gangguan tingkah laku.3 Rekam medik /DSM-IV / PPDGJ
Baca Mengalami Tidak mengalami
Nominal
2. Usia usia pasien saat dibawa pertamakali ke Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
Rekam medik
Baca Dalam bentuk tahun, dikategorikan atas: 1 = 0-4 tahun 2 = 5-9 tahun 3 = 10-14 tahun 4 = 15-20 tahun
Ordinal
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin pasien Rekam medik
Baca 1 = laki-laki 2 = perempuan
Nominal 4 Riwayat
kejang
Riwayat pasien pernah mengalami kejang dulunya antara usia 0-4 tahun baik yang didahului demam maupun tidak.14
Rekam medik
Baca Memiliki Tidak memiliki
Nominal
6. Berat lahir Berat badan pasien aat dilahirkan
Rekam medik
Baca Dalam bentuk
(kg)14 1 = < 2,50 (BBLR) 2 = 2.51 – 3.00 3 = 3,01 – 3,50 4 = 3,51 – 4,00
Ordinal
5.. Terapi farmakologi
Terapi medikasi yang diberikan oleh psikiater anak saat kunjungan pertama dan kunjungan terakhir
di RSJ Dr.
Soeharto Heerdjan
Rekam medik
Baca Macam-macam terapi farmakologi
Kategorik
6. Terapi psikososial
Terapi non-farmakologi yang diberikan oleh psikiater anak saat kunjungan pertama dan kunjungan terakhir di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Rekam medik
Baca Macam-macam
terapi selain terapi farmakologi
(37)
25
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
3.1.Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitan deskriptif dengan desain potong lintang atau
cross-sectional. Penelitian ini mengambil seluruh data yang diperlukan yang terdapat dalam rekam medis.
3.2.Waktu dan Tempat penelitian
Lokasi penelitian di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja dan Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Dr. Soehardjo Heerdjan Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2012.
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi umum penelitian ini adalah rekam medis seluruh pasien anak di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja, sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah Rekam medis pasien anak dengan diagnosis autisme.
3.3.2. Sampel Penelitian
Seluruh populasi menjadi sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
(38)
26
3.4.Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
Rekam medis pasien anak dengan diagnosis autisme (f.84.0) dengan data yang terisi lengkap yang meliputi:
- Data demografi : usia, jenis kelamin - Riwayat kelahiran : berat badan saat lahir - Riwayat kejang
- Pemberian terapi : terapi farmakologi dan terapi psikososial.
3.4.2. Kriteria Eksklusi
- Rekam medis pasien anak dengan diagnosis autisme yang tidak lengkap.
- Rekam medis autisme yang berubah diagnosis sepanjang perawatan di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta.
3.5.Metode dan Besar Sampel
3.5.1. Pemilihan dan Penghitungan Sampel Minimal
n1= Z2 .p.q L2 n1 : jumlah sampel awal
Zα : 1.96
P : keadaan yang akan dicari = 40/10,000 anak 0,004
Disebabkan karena belum ada data tentang hal tersebut sebelumnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maka diambil angka: q = 1-p = 0,996
(39)
d = derajat kesalahan yang dapat diterima, dalam hal ini digunakan 2% = 0,002
n1 = Z2 .p.q d2
=(1,96)2 x 0,004 x 0,996 = 38 sampel 26 (0,002)2
Penelitian ini menggunakan metode total sampling. 3.6.Cara kerja
Meminta izin dari bagian LitBang RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dengan melihat buku registrasi kunjungan pasien
Mendapatkan nama pasien dan nomor rekam medis berdasarkan diagnosis kerja F.84.0dari buku registrasi kunjungan pasien secara total sampling
Instalasi Rekam Medis RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Melihat dan mencatat 23data sampel sesuai variable penelitian
Data siap di input ke dalam program SPSS 16.0 Kriteria inklusi dan eksklusi
(40)
28
3.7.Manajemen Data
3.7.1. Pengumpulan Data
Data diambil dengan melihat rekam medis pasien anak dengan diagnosisautisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010-2012.
3.7.2. Pengolahan Data
Data dimasukkan ke dalam komputer melalui data entry pada program SPSS versi 16.0 dengan penjabaran deskriptif bentuk ‘batang’, ‘pie chart’, dan ‘statistik’.
3.7.3. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, dan tabel. 3.7.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi, dan prevalensi.
3.7.5. Interpretasi Data
Data diinterpretasikan secara deskriptif. 3.7.6. Pelaporan Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian yang diinterpretasikan di hadapan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(41)
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja dan Instalasi RekamMedisRSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada bulan Mei-Juli 2012. Pada penelitian ini, data yang didapat adalah rekam medis pasien anak dengan diagnosis autismedi Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010-2012.
Sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini sangat besar yaitu 368, karena jumlah pasien autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tidak mencukupi maka diambil metode total sampling. Awalnya sampel dengan diagnosis autisme (f.84.0) yang didapatkan berdasarkan buku registrasi kunjungan pasien sebesar 40 pasien, namun saat dilihat di Instalasi Rekam Medis terdapat 2 sampel yang diekslusikan karena data tidak lengkap, 9 sampel berupa atau berubah diagnosis menjadi PDD-NOS, 4 sampel berupa diagnosis ADHD dan 2 sampel berupa diagnosis Sindrom Asperger, sehingga sampel penelitian ini hanya berjumlah 23 rekam medis.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan gambaran pasien anak dengan autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010-2012 berdasarkan beberapavariabel, yaitu: usia, jenis kelamin, berat lahir, riwayat kejang, pemberian terapi farmakologi, dan terapi psikososial.
4.1.Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan kali ini mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional atau potong lintang sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.
(42)
30
2. Dalam penelitian ini tidak diketahui jenis instrumen yang digunakan dalam mendiagnosis autisme, sehingga diagnosisnya hanya berdasarkan data pada rekam medis.
3. Sampel yang ada sangat sedikit, sehingga tidak mencukupi sampel minimal, maka diambillah metodetotal sampling dalam penelitian ini.
4.2.Prevalensi Pasien Anak dengan Gangguan Perkembangan Pervasif dan Autisme
Dari hasil pengumpulan data di Instalasi Rekam Medik RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, didapatkan jumlah keseluruhan pasien anak yang datang ke Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja dari tahun 2010-2012 adalah sebesar 511 orang. Kemudian didapatkan jumlah pasien dengan diagnosisautisme sebanyak 23 anak, PDD-NOS 9 anak, Sindrom Asperger 2 anak, Sindrom Rett 0 (tidak ada), dan CDD (Childhood Disintegrative Disorder)/ gangguan disintegrasi pada anak 0 (tidak ada)
Gambar 4. 1 Gangguan Perkembangan Pervasif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2010-2012
0 5 10 15 20 25
autisme PDD-NOS Asperger Rett CDD
ju
ml
a
h
k
a
su
s
diagnosis
Gangguan Perkembangan Pervasif di RSJ
Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010-2012
(43)
Rumus prevalensi adalah:
Keterangan : ∑ = jumlah; konstanta = 100%
Dari rumus tersebut, maka prevalensi gangguan perkembangan pervasif di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010-2012 sebesar 34/511=6,6%, sedangkan prevalensi autisme sendiri sebesar 23/511 = 4,5%.
Pada tahun 2005, suatu penelitian di Inggris menemukan prevalensi gangguan perkembangan pervasif sebesar 58,7 per 10.000 anak. Kemudian pada tahun 2006 suatu penelitian di Canada menemukan prevalensi gangguan perkembangan pervasif sebesar 64,9 per 10.000 anak,dengan autisme sebesar 21,6 per 10.000 anak, PDD-NOS 32,8 per 10.000 anak, dan Sindrom Asperger sebesar 10.1 per 10.000 anak. Penelitian di Canada yang lain juga menemukan prevalensi autisme sebesar 6,5 per 1000 anak dan PDD-NOS sebesar 3,3 per 1000 anak.8 Sedangkan menurut literatur, prevalensi autisme pada populasi adalah 20 per 10.000 anak atau (0.02%).4,5
Adapun penelitian mengenai prevalensi autisme di Indonesia baru tercatat di divisi Neurologi RSCM terdapat 281 kasus dari tahun 2001 sampai 2007, sedangkan penelitian yang dilakukan Yuniar di Surabaya pad tahun 1998 terdapat 87 kasus, dan tahun 1999 terdapat 88 kasus, dan tahun 2000 terdapat 144 kasus. Hal ini menunjukkan terdapat kecenderungan kenaikan jumlah kasus autisme tiap tahunnya.9,25
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi autisme yang lebih besar dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya dikarenakan penelitian dilakukan di RS rujukan pasien anak dengan gangguan kesehatan jiwa dan merupakan tempat rujukan autisme dan gangguan perkembangan pervasif yang lain. Sedangkan penelitian prevalensi sebelumnya dilakukan di populasi.
������������������� =∑pasien lama ±∑pasien baru
(44)
32
4.3.Pola Distribusi Pasien Anak dengan Autisme
4.3.1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. 1Distribusi Pasien Anak dengan Autisme Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010-2012
Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase(%)
Laki-laki 20 86,9
Perempuan 3 13,1
Total 23 100
Dari hasil yang didapat (Tabel 4.1), pasien autisme pada anak laki-laki sebanyak 20 pasien (87,5%),Sedangkan pada anak perempuan sebanyak 3 pasien (12,5%)sehingga rasio jenis kelamin pasien anak dengan autisme adalah 7:1 untuk anak laki-laki : anak perempuan.
Berdasarkan literatur, pada pasienautisme, rasio jenis kelamin anak laki-laki dibanding anak perempuan adalah 3 sampai 4 banding 1 (3 sampai 4 : 1)3,5. Pada penelitian yang dilakukan Lingam, didapatkan rasio laki-laki dan perempuan yang paling besar yaitu 4,8 :1, sedangkan rasio yang paling kecil didapatkan pada penelitian Morgan yaitu 1,25 :1.22Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris tahun 2011, rasio jenis kelamin pada pasien anak dengan autisme adalah 7 : 1, akan tetapi dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa mereka juga memasukkan diagnosis gangguan perkembangan pervasif yang lain seperti Sindrom Asperger.10
Suatu penelitian biologi molekuler di Amerika Serikat menemukan alasan mengenai lebih banyaknya penderita autisme pada anak laki-laki daripada anak perempuan adalah terdapatnya suatu gen retinoic acid-related orphan receptor alfa (RORA)pada sel neuron. Mereka menemukan bahwa gen RORA tersebut mengatur suatu enzim aromatase yaitu suatu enzim yang merubah testoteron menjadi esterogen. Mereka juga menemukan lebih lanjut bahwa enzim aromatase ini secara signifikan mengurangi jumlah korteks serebri bagian frontal.29
(45)
Pada penelitian ini didapatkan pasien anak laki-laki autisme sebanyak 20 (87,5%) dan pasien anak perempuan sebanyak 3 (12,5%) atau dengan rasio jenis kelamin anak laki-laki : anak perempuan 7:1. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai demografi pasien autisme berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan di Inggris pada tahun 2011 yang mendapatkan rasio jenis kelamin sebesar 7:1 juga yang bisa disebabkan karena adanya gen RORA yang disebut-sebut terdapat pada anak laki-laki sehingga autisme lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki.29
4.3.2. Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4. 2 Distribusi Pasien Anak dengan Autisme Berdasarkan Kelompok Umur di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010-2012
Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase (%)
0-4 tahun 3 9,1
5-9 tahun 9 39,1
10-14 tahun 9 39,1
15-20 tahun 2 8,6
Total 23 100
Pada tabel 4.2. didapatkan pasien autisme terbanyak di kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 9 pasien (39,1%) dan kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 9 pasien (39,1%).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh William kelompok umur terbanyak untuk autisme adalah 2-5 tahun 27Pada penelitian kali ini kelompok umur terbanyak adalah usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun, hal ini disebabkan karena definisi operasional yangdigunakan di penelitian ini mengenai umur adalah umur pasien saat pertama kali dibawa ke RS dan tempat penelitian merupakan RS rujukan sehingga besar kemunginan pasien anak autisme sudah pernah didiagnosis sebelumnya dan di rujuk ke RSJ Dr. Soeharto Heerdjan ini.
(46)
34
4.3.3. Berdasarkan RiwayatKejang
Tabel 4. 3Distribusi Pasien Anak dengan Autisme Berdasarkan Riwayat Kejang Di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010-2012
Riwayat kejang Jumlah (orang) Persentase (%)
Kejang 6 26
Tidak kejang 17 74
Total 23 100
Pada tabel 4.3 Riwayat kejang terdapat pada 6pasien (26%) dan yang tidak memiliki riwayat kejang sebesar 17 pasien (74%).
Menurut suatu penelitian yang dilakukan Roassia pada tahun 1999 pada 60 pasien dengan autisme 23 diantaranya memiliki riwayat kejang (38,3%).23 Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Muhartomo menunjukkan tidak ada hubungan antara riwayat kejang dengan kejadian autisme (p = 0,176).14
Kejang demam menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh, sehingga apabila kejang demam ini berlangsung dalam watu yang lama atau sering dapat menyebabkan kekurangan glukosa, oksigen dan penurunan perfusi darah ke otak, sehingga dapat menyebabkan kerusakan neuron.
Pada penelitian ini didapatkan riwayat kejang pada pasien anak dengan autisme lebih sedikit dibandingkan penelitian yang dilakukan Roassia.23Hal ini dapat disebabkan sampel pada penelitian ini terlalu sedikit sehingga sulit memberikan gambaran riwayat kejang pada pasien anak dengan autisme.
(47)
4.3.4. Berdasarkan Berat Bayi Lahir
Tabel 4. 4Distribusi Pasien Anak dengan Autisme Berdasarkan Berat Lahir di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010-2012
Beratlahir (kg) Autisme Persentase (%)
<2.50 4 17,3
2.51 – 3.00 6 26
3.01 – 3.50 7 30,4
<3.51 6 26
Total 23 100
Pada tabel 4.4. Pada pasien anak dengan autisme didapatkan lahir dengan berat lahir yang normal 19 dari 23 pasien autisme (82,6%), hanya 4 anak (17,3%) saja yang mempunyai riwayat BBLR. Suatu penelitian pernah dilakukan untuk mengetahui hubungan BBLR dengan autisme, dari 40 anak pasien autisme, 9 (22,2%) diantaranya mempunyai riwayat BBLR, tetapi pada penelitan tersebut tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara BBLR dengan kejadian autisme (p = 0.1).14
BBLR dapat diakibatkan karena kurangnya nutrisi saat dalam kandungan.Dan gangguan nutrisi akan menyebabkan peredaran darah ibu ke janin menjadi turun sehingga kebutuhan glukosa maupun oksigen di otak tidak terpenuhi dengan baik. Keadaan ini dapat menyebabkan janin dapat mengalami iskemia otak dan menyebabkan kerusakan sel-sel saraf di otak. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipoksia, keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya metabolism anaerob sehingga sel-sel saraf di otak mengalami kerusakan pada periode perinatal.14
Penelitian ini mendapatkan riwayat BBLR pada 4 pasien anak dengan autisme (17,3%), persentase ini sebenarnya hampir sama dengan penelitian sebelumnya (22,2%) karena tempat penelitian sebelumnya dilakukan di satu tempat dan dengan jumlah sampel yang sedikit walaupun tidak terdapat hubungan yang bermakna anatara BBLR dengan autisme.15
(48)
36
4.4.Terapi Farmakologi Pasien Anak Dengan Autisme
Tabel 4. 5. Terapi Farmakologi Pasien Anak dengan Autisme di RSJ dr. Soeharto Heerdjan
No Terapi Diberikan Persentase Tidak diberikan
Persentase
1 Asam folat 19 82,6 4 17,4
2 Vitamin B6 16 69,9 7 30,4
3 Risperidone 16 69,9 7 30,4
4 Aripriprazole 8 34,8 15 65,2
5 Olanzapine 1 4,3 22 95,7
6 Clozapine 4 17,4 19 82,6
7 Quetiapin 1 4,3 22 95,7
8 Trihexylphenidil 7 30,4 16 69,6
9 Methylphenidat 5 21,7 18 78,3
10 Piracetam 1 4,3 22 95,7
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemberian terapi farmakologi yang paling banyak diberikan adalah asam folat yaitu 19 pasien(82,6%), risperidone dan vitamin B6 sebanyak 16 pasien(69,9%), aripriprazole8 pasien (34,8%), trihexylphenidil 7 pasien (30,4%), methylphenidat5 pasien(21,7%), clozapine 4 pasien, dan yang paling sedikit diberikan adalah olanzapine,quetiapin, dan piracetam diberikan kepada 1 pasien.
(49)
Gambar 4. 2 Pemberian Terapi Farmakologi Autisme di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan tahun 2010-2012
Jika dilihat dari jenis terapi, yang paling banyak diberikan sebagai terapi farmakologi autisme adalah golongan antipsikotik atipikal yaitu golongan obat yang sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal seperti risperidone, aripriprazole, clozapine, olanzapinedan quetiapin.18,24 Sedangkan jika dilihat dari cara kerja obatnya, risperidone, olanzapine, aripriprazole, dan quetipine bekerja di reseptor serotonin dan dopamin di sistem saraf pusat hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pada pasien autisme didapatkan peningkatan serotonin maupun dopamin dalam darah sehingga mempengaruhi perilaku aktifitas berlebih dan ketidakmampuan berinteraksi sosial.
Risperidone bekerja sebagai antagonis serotonin dan dopamin, ia menunjukkan efektifitasnya dalam mengurangi beberapa perilaku repetitif, agresivitas, kecemasan, depresi, iritabilitas, mencederai diri sendiri, dan gejala perilaku lain secara keseluruhan.6,16
Methylphenidat cukup banyak diberikan pada pasien autisme di Instalasi yaitu sebesar 5 pasien (21,7%).6 Berdasarkan penelitian Handen pada tahun 2000, dilaporkan sebanyak 8 dari 13 pasien autisme menunjukkan respon positif dengan methylphenidat.6
Sedangkan trihekxylphenidil diberikan pada 7 pasien (30,4%) dan piracetam
(obat anti kejang) diberikan kepada 1 dari 23 pasien autisme di Instalasi (4,3%).Pasien yang mendapat terapi ini adalah pasien anak usia 1 tahun yang orangtuanya mengaku
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00%
p
er
sen
ta
se
diagnosis+jumlah pasien
Terapi Farmakologi Autisme di RSJ
Soeharto Heerdjan
(50)
38
anaknya baru saja mengalami kejang. Hollander dkk melaporkan sebanyak 10 dari 14 pasien autisme mendapatkan terapi natrium divalproek (anti konvulsan).6
Suatu survey penelitian prevalensi dan pola terapi medikasi pasien autisme di California Utara tahun 1995, menemukan 33,8% sampel survey mendapatkan obat-obatan neuroleptik dan vitamin, sedangkan penelitian yang dilakukan Yale tahun 1996 pada 114 anak, 60 anak mendapat obat neuroleptik (55%), 34 anak mendapat antidepresan (32,1%),dan20 anak mendapat stimulan (20,2%).6 Tetapi pada penelitian kali ini pasien autisme di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja diberikan terapi antipsikosis atipikal, stimulan, antikonvulsan dan suplementasi vitamin B6 dan asam folat, dan tidak ada pasien autisme di sini yang diberikan obat antidepresan.6
4.5.Terapi Psikososial Pasien Anak dengan Autisme
Tabel 4. 6. Terapi Psikososial Pasien Anak dengan Autisme di RSJ dr. Soeharto Heerdjan No Terapi Diberikan Persentase
(%)
Tidak diberikan
Persentase (%)
1 Terapi wicara 16 69,6 7 30,4
2 Sensori integrasi 17 73,9 6 26,1
3 Terapi perilaku 6 26,1 17 73,9
4 Terapi keluarga 1 4,3 22 4,3
5 Terapi Okupasi 1 4,3 22 4,3
Secara keseluruhan terapi psikososial yang diberikan di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja RSJ Dr Soeharto Heerdjan adalah terapi wicara 16 pasien (69,6%), terapi sensori integrasi 17 pasien(73,9%), terapi perilaku 6 pasien (26,1%), dan terapi keluarga dan terapi okupasi 1 pasien (4,3%).
Menurut teori biologi, pasien anak dengan autisme didapatkan penurunan sel purkinje pada cerebellum, padahal sel purkinje ini berfungsi untuk memilih stimulus yang masuk dan memberikan responnya.Pada anak autisme semua stimulus masuk begitu saja dan tidak ada penyeleksian sehingga terapi yang diberikan adalah sensori integrasi agar anak autisme dapat memberikan respon yang baik dan dan dapat berinteraksi seperti anak-anak yang normal.
Sejauh ini belum pernah ada penelitian yang mencari gambaran pola terapi psikososial pada autisme, tetapi menurut literatur Wiley terapi untuk autisme memang harus dilaksanakan secara komprehensif, sehingga tidak hanya terapi farmakologi yang diberikan tetapi juga terapi psikososial seperti terapi perilaku, terapi sensori integrasi,
(51)
terapi keluarga, terapi bermain, terapi musik, dan terapi wicara.16 Tetapi yang dilaksanakan di Instalasi Kesehatan Jiwa anak dan remaja adalah terapi sensori integrasi 17 pasien (73,9%), terapi wicara 16 pasien (69,6%), terapi perilaku 6 pasien (26,1%), okupasi terapi 1 pasien dan terapi keluarga 1 pasien (4,3%).
(52)
38
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Prevalensi pasien anak dengan autisme pada tahun 2010-2012 di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan sebanyak 4,5%.
2. Distribusi pasien anak dengan autisme berdasarkan jenis kelamin adalah anak laki-laki sebanyak 20 pasien (87,5%) sedangkan pada anak perempuan sebanyak 3 pasien (12,5%) atau dengan rasio 7:1.
3. Distribusi pasien anak dengan autisme terbanyak berdasarkan kelompok umur adalah kelompok umur 5-9 tahun dan 10-14 tahun yaitu sebanyak 9 pasien (39,1%).
4. Sebanyak 6 pasien (26%) anak dengan autisme memiliki riwayat kejang demam. 5. Sebanyak 4 pasien (17,3%) anak dengan autisme memiliki riwayat BBLR.
6. Terapi Farmakologi yang paling banyak digunakan sebagai terapi pada pasien anak dengan autisme adalah golongan antipsikosis atipikal, antikonvulsan, stimulan, suplemen, dan vitamin yaitu; asam folat 19 pasien(82,6%), risperidone
dan vitamin B6 sebesar 16 pasien(69,9%), aripriprazole8 pasien (34,8%),
trihexylphenidil 7 pasien (30,4%), methylphenidate 5 pasien(21,7%), clozapine 4 pasien(17,4%), dan yang paling sedikit digunakan adalah olanzapine,quetiapin,
(53)
7. Terapi psikososial yang paling banyak diberikan pada pasien anak dengan autisme adalah terapi wicara 16 pasien (69,6%), terapi sensori integrasi 17 pasien(73,9%), terapi perilaku 6 pasien (26,1%), terapi okupasi 1 pasien dan terapi keluarga 1 pasien (4,3%).
5.2.Saran
1. Banyak pasien anak dengan autisme yang terlambat didiagnosis oleh psikiater anak sehingga perlu diadakannya penyuluhan mengenai deteksi dini autisme karena ketidaktahuan orangtua terhadap gejala-gejala dini dari gangguan tersebut. 2. Banyak pasien anak dengan autisme yang putus terapi dikarenakan keputus-asaan orangtua dalam menghadapi anaknya tersebut, sehingga sebagaimana firman Allah dalam surat Al Isra’ ayat 31 orangtua tidak boleh berputus asa terhadap anaknya.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Al isra’: 31) 3. Sampel yang diambil dalam penelitian kali ini tidak mencukupi sampel minimal,
sehingga untuk penelitian selanjutnya sebaiknya penelitian dilakukan di beberapa tempat untuk mendapatkan sampel yang lebih banyak.
4. Beberapa faktor resiko seperti BBLR, riwayat kejang, jenis kelamin, dan usia dapat dicari hubungannya dengan kejadian autisme.
5. Beberapa terapi farmakologi dapat diteliti lebih lanjut mengenai efektifitasnya dalam mengontrol gejala-gejala autisme.
(54)
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Herman A. Neurobiological insights into infantile autism. Harvard: The Harvard Brain Spring; 1996.h.14-56.
2. Kementrian Kesehatan. Rencana aksi tahun 2010-2014. Jakarta: Warta Yanmed;2010.h.9-13.
3. Behrman RE, Kliegman R, Arvin MA. Pervasive developmental disorders and childhood psychosis in Nelson textbook of pediatrics 15th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;1996.h.120-6.
4. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan perkembangan pervasif dalam buku ajar psikiatri klinis. Ed 2.Jakarta: EGC;2010. h.588-96.
5. Campbell M, Shay J. Pervasive developmental disorders. In clinical psychiatry. US: 2007. h.2277-92.
6. Wiener JM, Dulcan MK. Autistic disorder in textbook of child and adolescent psychiatry 3rd ed. Washington:The American Psychiatry Publishing;2004.h.1-58. 7. Gamayanti I. Aspek psikologis pada anak autisme. Yogyakarta: Temu ilmiah
dietetic IV; 2003.
8. Fombonne E, Zakarian R, Bennet A, Linyang M, Heywood DM. Pervasive developmental disorders in Montreal, Quebec, Canada: 2006;118.h.139-50.
9. Susianti Y. Perbandingan uji tapis modifikasi baru pada anak normal dan anak dengan gangguan perkembangan pervasive yang berusia 1 sampai 3 tahun. Jakarta: Dep.IKA.FKUI;2008.h.6-20.
10. Whitley P, Todd L, Carr K, Shattock P. Gender ratios in autisme, asperger syndrome and autism spectrum disorder in Journal autism insights. UK: Libertas Academica;2010.h.17-24.
11. Young R, Brewer N, Pattinson C. Parental identification of early behavioral anomalies in children wih autistic disorder. South Australia: SAGE Publication;2003.
12. Russo AJ. Autism etiology: Genes and the environment. USA: Libertas Academica; 2009.h.521-6.
(55)
13. Sunartini. Aspek medis autisme pada anak. Yogyakarta: Temu ilmiah dietetic IV; 2003.
14. Hexanto M.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap autisme. Semarang: Biomedik Diponegoro University; 2004.
15. Rutter M, Schopler E. Autism and pervasive developmental disorder concept and diagnosis issues. Journal of autism and developmental disorders; 1997.
16. Kay J, Tasman A. Childhood disorders; the autism spectrum disorder dalam Essential of psychiatry.England: John Wiley & sons,Ltd;2006.h.304-20.
17. Roger J, Porter M, Meldrum BS. Obat anti kejang dalam farmakologi dasar dan klinis. In; Katzung BG, editors. Jakarta: EGC;2010.h.383-98.
18. Purbaningrum V, Wardhani YF. Terapi medikasi untuk penyandang autisme. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI;2008.
19. Veskarisyanti GA. Terapi autisme. Yogyakarta: pustaka anggrek;2008.
20. Rudy LJ, What is the differences between ABA, discrete trials, and the lovaas method; 2007.
21. Betrand J, Mars A, Boyle C, Bove F, Allsop MY. Prevalence of autism in united states population. New Jersey: The Brick Township; 2001.
22. Lingam R, Miller E, Stowe J, Taylor B. Prevalence of autism and parentally reported triggers in north east London population. London: Arch Dis child;2003.h.340-50.
23. Roassia PG, Possar A, Permeggiani A. Epilepsy in adolescents and young adult with autistic disorder in journal of pediatric;1999.
24. Arozal W, Gan S. Psikotropik dalam farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007.h.161-78.
25. Yuniar S. Masalah perilaku pada gangguan spektrum autisme. Konferensi nasional autisme I. Jakarta: 2003.
26. Dahlan MS. Membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Ed 2 Jakarta: Sagung Seto;2009.h. 79-96.
27. William E, Kate T, Helen S, Alan E. Prevalence and characteristic autistic spectrum disorders in ALSPAC cohort. 2008. Diunduh dari
(56)
42
d=2&fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=125 8547162&clientId=63928. Diakses tanggal 21 Juni 2012.
28. Deliana M, Tata laksana kejang demam pada anak. Jakarta: Sari Pediatri; 2002.h.59-62.
29. Sarachana T, Xu M, Wu RC, Hu VW. Sex hormones in autism: androgens and esterogens differentially and reciprocally regulate RORA, a novel candidate gene for autism.Plos One. 2011 Feb 1;6(2):1-8
(57)
LAMPIRAN
.RIWAYAT PENULIS
Identitas:Nama : Salwa Jenis kelamin : Perempuan
TTL : Makkah, 30 April 1991
Alamat : Jl. Cikoko Barat III no. 22 Pancoran Jakarta-Selatan No. telepon : +6285714005870
E-mail : [email protected]
Pendidikan :
• 2009 – sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
• 2006 – 2009 : MA Raudlatul Ulum Pati
• 2003 – 2006 : MTS Raudlatul Ulum Pati
• 2002 - 2003 : Diniyyah Raudlatul Ulum Pati
• 1996 – 2002 : MI Raudlatul Ulum Pati
(58)
45
Lampiran 3
usiapasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 17.4 17.4 17.4
2 9 39.1 39.1 56.5
3 9 39.1 39.1 95.7
4 1 4.3 4.3 100.0
Total 23 100.0 100.0
Kjg Frequen
cy Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid tidak 15 65.2 65.2 65.2
iya 8 34.8 34.8 100.0
Total 23 100.0 100.0 Jk
Frequen
cy Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 20 87.0 87.0 87.0
2 3 13.0 13.0 100.0
(59)
berat lahir2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 17.4 17.4 17.4
2 6 26.1 26.1 43.5
3 8 34.8 34.8 78.3
4 3 13.0 13.0 91.3
5 2 8.7 8.7 100.0
Total 23 100.0 100.0
Rsp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 16 69.6 69.6 69.6
tidak 7 30.4 30.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
Asv
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 19 82.6 82.6 82.6
tidak 4 17.4 17.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
b6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Diberikan 16 69.6 69.6 69.6
tidak 7 30.4 30.4 100.0
(60)
47
Clo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Diberikan 4 17.4 17.4 17.4
Tidak 19 82.6 82.6 100.0
Total 23 100.0 100.0
trhsf
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 7 30.4 30.4 30.4
tidak 16 69.6 69.6 100.0
Total 23 100.0 100.0
Mtlf
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 5 21.7 21.7 21.7
tidak 18 78.3 78.3 100.0
Total 23 100.0 100.0
Arp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 8 34.8 34.8 34.8
tidak 15 65.2 65.2 100.0
(61)
Tw
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 16 69.6 69.6 69.6
tidak 7 30.4 30.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
tp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberika 6 26.1 26.1 26.1
tidak 17 73.9 73.9 100.0
Total 23 100.0 100.0
si
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 17 73.9 73.9 73.9
tidak 6 26.1 26.1 100.0
(62)
4
4
(1)
LAMPIRAN
.
RIWAYAT PENULIS
Identitas:
Nama
: Salwa
Jenis kelamin : Perempuan
TTL
: Makkah, 30 April 1991
Alamat
: Jl. Cikoko Barat III no. 22 Pancoran Jakarta-Selatan
No. telepon
: +6285714005870
: [email protected]
Pendidikan :
•
2009 – sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
•
2006 – 2009
: MA Raudlatul Ulum Pati
•
2003 – 2006
: MTS Raudlatul Ulum Pati
•
2002 - 2003
: Diniyyah Raudlatul Ulum Pati
•
1996 – 2002
: MI Raudlatul Ulum Pati
(2)
usiapasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 17.4 17.4 17.4
2 9 39.1 39.1 56.5
3 9 39.1 39.1 95.7
4 1 4.3 4.3 100.0
Total 23 100.0 100.0
Kjg Frequen
cy Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 15 65.2 65.2 65.2
iya 8 34.8 34.8 100.0
Total 23 100.0 100.0
Jk Frequen
cy Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 20 87.0 87.0 87.0
2 3 13.0 13.0 100.0
(3)
berat lahir2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 17.4 17.4 17.4
2 6 26.1 26.1 43.5
3 8 34.8 34.8 78.3
4 3 13.0 13.0 91.3
5 2 8.7 8.7 100.0
Total 23 100.0 100.0
Rsp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 16 69.6 69.6 69.6
tidak 7 30.4 30.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
Asv
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 19 82.6 82.6 82.6
tidak 4 17.4 17.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
b6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(4)
Clo
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Diberikan 4 17.4 17.4 17.4
Tidak 19 82.6 82.6 100.0
Total 23 100.0 100.0
trhsf
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 7 30.4 30.4 30.4
tidak 16 69.6 69.6 100.0
Total 23 100.0 100.0
Mtlf
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 5 21.7 21.7 21.7
tidak 18 78.3 78.3 100.0
Total 23 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 8 34.8 34.8 34.8
tidak 15 65.2 65.2 100.0
(5)
Tw
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 16 69.6 69.6 69.6
tidak 7 30.4 30.4 100.0
Total 23 100.0 100.0
tp
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberika 6 26.1 26.1 26.1
tidak 17 73.9 73.9 100.0
Total 23 100.0 100.0
si
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diberikan 17 73.9 73.9 73.9
tidak 6 26.1 26.1 100.0
(6)