Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian juga merupakan salah satu jalan yang ditempuh Eti dalam menghadapi
penderitaan yang ditimbulkan oleh penyakitnya. Eti yakin bahwa jawaban akan akhir dari penyakitnya suatu saat pasti akan muncul,
sehingga ia memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya dan menunggu dengan sabar jawaban tersebut muncul.
“Ya gak mau saya berlebihan, hidup apa adanya aja… trus yang kedua saya bertanya kapan finalnya sakit saya ini, sakit
yang saya rasakan ini pasti ada akhirnya…kayak orang tua saya, awalnya gak mau-gak mau pas dirawat di rumah sakit tiga
bulan kejang-kejang dia, berhalusinasi dia, nanti saya dekatkan muka saya dibilangnya saya orang tuanya..dipanggil mamak
sama dia, sangking rindunya mungkin dia….jadi sekarang saya mikir semua sakit saya ini pasti ada ujungnya…jadi saya
merasa pasti ada akhirnya, bakal ada jawabannya…”
Eti juga menyadari bahwa mengeluh terus mengenai kondisinya tidak akan membawa dampak positif baik padanya maupun
keluarganya karena ia merasa telah melakukan segala usaha agar ia sembuh. Dengan bersikap sabar dan menerima penyakitnya, Eti
merasa hal tersebut lebih membawa dampak positif baginya.
c. Nilai-nilai kreatif creative value
Menyadari bahwa makna hidupnya adalah anak-anaknya, Eti berusaha melakukan segala sesuatu yang sewajarnya dilakukan oleh
seorang ibu walaupun kadang-kadang ia sakit. Eti berusaha untuk berprilaku seperti orang sehat, karena tidak menginginkan anak-
anaknya khawatir akan keadaannya.
75
Universitas Sumatera Utara
“Bahagia, gak bahagia saya jalanilah, pokoknya orang itu gak tau lah apa yang saya rasakan, tengah malam saya bangun
kepala saya ini sakit kali, saya bangun lagi menjalani aktivitas seperti ibu rumah tangga, menyiapkan minum, anak-
anak pergi sekolah.. walaupun saya kadang-kadang dalam keadaan yang sangat sakit, tapi saya tahan”
Dalam pergaulan sehari-hari Eti juga berusaha untuk terlihat sehat. Pada saat ia keluar rumah ia berdandan rapi agar kelihatan sehat dan
segar. Hal demikian dilakukan Eti karena ia merasa dengan berbuat seperti itu maka akan termotivasi untuk sembuh dan hal tersebut
menyenangkan. “nanti kalo saya keluar itu kan saya kan pake jilbab ya..pake
baju bagus-bagus,saya dandan, gak ada yang tau saya sakit…trus saya pigi ke apotik beli obat, ditanya orang itu
untuk siapa obat ini bu? Untuk saya, saya bilang orang itu gak percaya, orang itu bilang ibu sehat kayaknya,,, pada saat
mendengar itu saya senang, padahal saya itu pesakitan tapi dibilang orang saya sehat Alhamdulillah, mudah-mudahn
setiap orang bilang itu jadi doa…”
4 Tahap realisasi makna
Bastaman 1996 mengatakan tahap realisasi adalah suatu tahap dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya,
kemudian secara sadar melakukan keikatan diri self commitment untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi
makna hidupnya. Menyadari bahwa anak-anaklah yang penting dalam hidupnya membuat diri Eti melakukan beberapa perubahan dalam sikap
dan tindakannya. Eti tidak lagi memaksakan dirinya untuk bekerja karena ia mengetahui bahwa hal tersebut hanya akan semakin memperburuk
kondisinya dan nantinya akan membuat keluarganya terbengkalai.
76
Universitas Sumatera Utara
“saya mikir saya harus sembuh, saya bilang sama bapak saya gak bias Bantu bapak lagi, saya gak mau usaha lagi..mungkin kalo
untuk buat kue trus dititipkan saya mau, tapi kalo untuk dipaksakan saya kayak dulu saya gak mau, saya yang akan merasakan
sakitnya, kalo saya berharap saya gak mau mati cepat, soalnya ada anak saya yang masih kecil, apalagi saya pernah tinggal dua bulan,
ngeliat anak saya gak terurus gitu gimana yah..kasian saya ngeliatnya…”
Eti juga tidak mau lagi membebani dirinya dengan masalah
keluarga suaminya. Ia mencoba untuk acuh terhadap apapun yang orang lakukan terhadap dirinya karena ia mengetahui bahwa dengan menanggapi
semua masalah tersebut hanya akan memperburuk kondisinya. “Ya gimana ya istilahnya, saya buat kayak gitu untuk mengobati
diri saya sendiri, nanti saya lawan saya marah yang ada buruk untuk kondisi saya,sakit kepala saya… jadi kalo di rumah ini saya
nonton tv aja, kalo gak pake headset handphone apapun yang orang itu bilang saya gak dengar pokoknya saya gak mau tau lah..jadi
misalnya nanti saya dengar ada ntah hapa-hapa di depan, saya tutup aja telinga saya ini pake headset hp..pokoknya gak mau taulah
saya,nanti kalo saya dengar bikin pikiran”
5 Tahap penghayatan hidup bermakna
Bastaman 1996 menyatakan bahwa ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Telah menemukan dan merealisasikan makna hidupnya membuat
Eti lebih tenang dalam menjalani hidupnya. Pada saat ini ia merasa lebih lega dibanding dahulu ketika ia belum mengetahui makna hidupnya dan
bagaimana cara memenuhinya.
77
Universitas Sumatera Utara
“Jadi saya ngerasa dengan saya menerima semua itu saya ngerasa lebih plong..lebih ringan, saya lebih milih istirahat aja di rumah
maen sama anak-anak saya.. pokoknya menjalani apa adanya lah dek… “
IV.A.5 Gambaran makna hidup pada responden A
Kanker leher rahim yang diderita oleh Eti membuatnya menemukan suatu makna penting dalam hidupnya. Penderitaan yang ditimbulkan oleh penyakit
kanker leher rahim membuat Eti menyadari apa alasannya hidup di dunia. Keluarga terutama anak-anak adalah hal utama yang menjadi alasan Eti berjuang
dan bertahan dalam hidupnya. Kanker leher rahim juga memberikan tujuan hidup baru pada diri Eti. Pada saat ini ia mencoba menjalani hidup apa adanya, lebih
menerima apapun yang terjadi dalam hidupnya dan tidak memaksakan diri untuk sesuatu secara berlebihan serta berusaha kelihatan sehat di depan anak-anaknya.
“Anak-anak..karena saya merasa anak-anak itu masih membutuhkan saya ya anak-anaklah..jadi maksudnya apa yang membuat saya bisa bertahan
lah ya… Itu anak-anak, anak-anaklah gak ada selain anak-anak, saya gak tau gimana membayangkan mereka itu besar tanpa saya,,…yaa….kita
yang tau kita ibunya jadi support itu cuma dari anak-anaklah…” “Dijalani hidup ini, menjalani hidup ini tidak ada rasa sakit, seperti orang
normal lainnya di depan mata anak-anak saya…”
IV.A.6 Gambaran perubahan hidup pada responden A
Penderitaan yang diakibatkan oleh kanker leher rahim membuat Eti menemukan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Ia menemukan makna
hidupnya atau alasan utama mengapa ia harus bertahan hidup. Penderitaan dan makna hidup dari penyakit kanker leher rahim yang dideritanya menimbulkan
beberapa perubahan dalam hidupnya.
78
Universitas Sumatera Utara
Perubahan pertama yang sangat jelas terlihat pada dirinya adalah perubahannya dalam memandang hidup. Eti menyadari bahwa penyakit kanker
yang ia derita merupakan suatu cobaan dari Allah S.W.T. Ia pada saat ini mencoba menjalani hidup apa adanya. Ia tidak mau terlalu memaksakan dirinya
dalam menjalani kehidupannya. Perubahan dalam memandang kehidupan juga mempengaruhi kehidupan Eti sehari-hari. Ia pada saat ini tidak mau lagi untuk
bekerja. Ia merasa bahwa ia telah bisa menerima kondisi dirinya dan keluarganya terutama dari segi ekonomi. Eti melihat bahwa ternyata dirinya dan keluarga dapat
hidup baik hanya dengan penghasilan suaminya saja. Hal ini juga dilakukan Eti karena ia mengetahui apabila ia tetap memaksakan diri untuk tetap bekerja hanya
akan memperparah kondisinya. Ia tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan dirinya karena secara tidak langsung hal tersebut juga akan berdampak negatif
terhadap keluarganya. Pandangan hidupnya mengenai menjalani hidup apa adanya juga
mempengaruhi hubungan Eti terhadap keluarga suaminya. Pada saat ini Eti tidak mau lagi berusaha terlalu keras untuk dinilai bagus di depan mertua dan adik
iparnya. Ia menyadari bahwa sekeras apapun ia berusaha keluarga suaminya tidak akan pernah menyukainya. Hal ini juga dilakukannya karena mempertahankan
kondisi fisiknya, ia tidak mau membebani pikirannya akan masalah yang timbul akibat keluarga suaminya.
Selain dalam kehidupan pribadi, penyakit kanker leher rahim yang Eti derita juga mempengaruhi kehidupan sosialnya. Pada saat ini Eti lebih cenderung
menarik diri dari pergaulan. Hal ini dilakukanya karena ingin menghindari rasa
79
Universitas Sumatera Utara
cemas. Eti merasa apabila ia sering berkumpul dengan teman-temannya dan membicarakan penyakitnya maka ia malah akan banyak mendapatkan informasi
negatif mengenai penyakitnya. Hal ini menimbulkan kecemasan pada dirinya Dari penjabaran diatas dapat terlihat bahwa kanker leher rahim
memberikan perubahan dalam kehidupan pribadi dan sosial Eti.
IV.B Interpretasi data Responden A
Bastaman 1996 mengungkapkan penderitaan sebagai perasaan tak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkannya sehubungan-sehubungan
dengan kesulitan yang dialami seseorang. Frankl dalam Bastaman, 1996 menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang menimbulkan penderitaan. Ia
menyebutnya dengan ”the three tragic triads of human existence” antara lain sakit, rasa bersalah, dan kematian. Kanker merupakan salah satu penyakit yang
banyak menimbulkan penderitaan. Penyakit ini tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik tetapi juga penderitaan mental.
Penderitaan fisik akibat kanker leher rahim yang diderita oleh Eti dimulai dengan pendarahan dan keputihan yang dialaminya. Hal ini menimbulkan
ketidaknyamanan pada diri Eti. Lebih lanjut pendarahan yang dialami oleh Eti juga menimbulkan gangguan seksual pada Eti. Kanker leher rahim yang Eti derita
membuatnya harus merasakan sakit setiap melakukan hubungan seksual. Hal ini lama kelamaan menyebabkan Eti enggan dan tidak bisa melakukan hubungan
seksual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Radley 1994, bahwa penyakit kanker dapat menimbulkan disability pada penderitanya yaitu keterbatasan dalam
80
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas atau untuk menjalankan peran secara normal. Disability yang Eti alami menyebabkan dirinya tidak bisa menjalani peran
sebagai istri secara normal. Hal ini juga membuktikan penelitian yang dilakukan oleh Sharma 2003 yang menemukan bahwa pada 80 persen penderita kanker
leher rahim mengalami gangguan seksual. Kanker leher rahim yang ia derita juga menimbulkan rasa pusing dan
pembengkakan pada beberapa bagian tubuh Eti seperti selangkangan, kaki, dan payudara yang kadang-kadang juga menimbulkan rasa sakit. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Melzack dan Wall dalam Sarafino, 2006 bahwa perkembangan sel kanker akan semakin menekan sel-sel saraf normal atau
semakin menghambat aliran cairan tubuh sehingga dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa pusing yang dialami oleh Eti juga menimbulkan disability pada dirinya. Ia
tidak mampu beraktivitas secara normal akibat rasa pusing yang dialaminya. Tidak hanya itu beberapa benjolan yang ditemukan pada tubuh Eti juga
menimbulkan penderitaan mental pada dirinya yaitu adanya rasa takut bahwa penyakitnya telah menyebar.
Penderitaan mental yang Eti alami tidak berhenti sampai disitu. Ancaman kematian yang timbul akibat kanker leher rahim juga menimbulkan kecemasan
pada dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Sharma 2003 yang mengatakan bahwa ancaman kematian yang ditimbulkan oleh kanker akan
menimbulkan kecemasan pada penderitanya yaitu kecemasan kematian death anxiety. Kecemasan akan kematian ini juga disebabkan oleh kecemasan Eti
mengenai nasib anak-anaknya apabila ia meninggal. Ia tidak dapat
81
Universitas Sumatera Utara
membayangkan bagaimana anaknya tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Hartman dan Loprinzi 2005 yang
menyebutkan bahwa ancaman kematian yang timbul akibat kanker dapat menimbulkan kecemasan pada penderitanya.
Penderitaan mental yang dirasakan oleh Eti diperparah oleh masalah keluarga yang ia alami. Penyakit kanker leher rahim saja telah membuat Eti
merasa stres dan tertekan dan perasaan itu semakin bertambah karena perlakuan dari keluarga suaminya terhadap dirinya. Ketiadaan orang disekitarnya untuk
mendukungnya menimbulkan kesedihan yang mendalam pada Eti. Kesedihan juga ia alami karena harus berpisah dari anak-anaknya untuk beberapa lama. Ketika
menjalani pengobatan Eti terpaksa di rawat di rumah sakit sehingga tidak dapat bertemu dengan anak-anaknya. Eti mengalami kehidupan yang terbatas resticted
life yaitu suatu keadaan dimana seseorang terpaksa ”terkurung” baik karena sakit yang dirasakan, pengobatan yang sedang dijalani, atau hendaya yang diderita.
Keterkurungan ini juga dapat dilihat dari menurunnya stamina Eti, sehingga ia tidak lagi bisa bekerja. Akibat rasa pusing yang terus ia alami Eti terpaksa
berhenti bekerja karena ia tidak mau penyakitnya bertambah parah dan malah menyusahkan keluarganya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Radley
1994 yaitu ketika seseorang menderita sakit yang berat sehingga tidak lagi dapat menjalankan tugasnya seperti dulu. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak
berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Untuk mengurangi hal tersebut Eti selalu berusaha untuk tampil sehat di depan keluarganya. Tetapi usaha tersebut
di satu sisi menimbulkan akibat negatif bagi diri Eti sendiri. Eti menjadi
82
Universitas Sumatera Utara
berpandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Ia menyebut dirinya sebagai pembohong karena menurutnya ia adalah seseorang yang lemah tetapi berusaha
menutupi kebobrokan dan kelemahan dirinya. Hal inilah yang disebut oleh Radley 1994 sebagai discrediting definition of self atau definisi diri yang tidak baik.
Penyakit kanker yang Eti derita juga membuatnya menarik diri dari pergaulan. Hal ini dikarenakan ia merasa berhubungan dengan orang lain hanya
akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Radley 1994 bahwa penderita kanker akan mengalami
keterasingan sosial social isolation. Menurutnya keteransingan sosial terjadi akibat penyakit dan pengobatan sehingga penderita terpaksa tidak dapat
melakukan interaksi sosial dengan orang lain atau dapat juga berasal dari penderita sendiri bahwa orang lain akan memperlakukan mereka berbeda.
Dari pemaparan diatas dapat terlihat bahwa penyakit kanker leher rahim menimbulkan banyak penderitaan bagi Eti baik fisik maupun mental. Untuk
mengatasi segala penderitaanya Eti melakukan berbagai usaha. Usaha paling mudah yang Eti lakukan untuk mengatasi penderitaanya adalah dengan menangis
dan marah. Eti akan merasa sedikit lega ketika dirinya melakukan hal tersebut. Usaha lain yang dilakukan Eti untuk mengatasi penderitaan adalah dengan
menyembuhkan penyakitnya. Pengobatan medis seperti operasi atau kemoterapi adalah usaha yang disarankan oleh dokter untuk menyembuhkan penyakitnya.
Tetapi karena keterbatasan ekonomi Eti memilih untuk menjalankan pengobatan alternatif saja. Untuk membiayai pengobatannya dan tidak menyusahkan
keluarganya Eti terpaksa bekerja walaupun dirinya sedang sakit. Pengobatan ini
83
Universitas Sumatera Utara
tidak dilakukannya sampai selesai karena pada saat ini ia merasa penyakitnya telah berangsur-angsur sembuh. Alasan lain ia menghentikan pengobatan adalah
karena dirinya tidak mampu lagi bekerja untuk membayar pengobatan tersebut. Penderitaan kanker yang diperparah akibat masalah keluarga yang dialami
Eti juga membuat Eti harus melakukan suatu perubahan dalam hidupnya. Dalam usaha untuk tidak memperparah kondisinya Eti tidak mau lagi membebani
pikirannya dengan perlakuan dari keluarga suaminya. Selain dari usahanya sendiri, Eti juga mendapatkan beberapa dukungan
sosial dari orang sekitarnya walaupun hanya sedikit. Dukungan sosial yang Eti dapatkan menurut Sarafino 2006 antara lain : emotional or esteem support,
informational support dan tangible or instrumental support. Dari penjabaran dapat dilihat bahwa walau dalam penderitaan yang berat
sekalipun Eti tetap melakukan berbagai usaha untuk mengatasi penderitaanya. Hal ini dilakukannya karena ia mengetahui bahwa ada suatu alasan kuat mengapa ia
tetap harus bertahan hidup dan mengatasi penderitaanya. Alasan untuk hidup inilah yang disebut oleh Frankl 2004 sebagai makna hidup. Ia mengatakan
bahwa dalam penderitaan berat sekalipun seseorang dapat menemukan makna hidupnya. Makna hidup dapat menjadi motivator seseorang dalam mengatasi
semua penderitaan. Bastaman 1996 mengungkapkan bahwa ada beberapa tahap yang harus dilalui seseorang untuk menemukan dan memenuhi makna hidupnya.
Tahap pertama yaitu tahap derita. Tahap derita yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Bastaman 2007 mengatakan suatu
peristiwa tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan penghayatan hidup
84
Universitas Sumatera Utara
tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serba bosan dan apatis. Dalam hal ini penyakit
kanker leher rahim yang diderita oleh Eti adalah suatu peristiwa tragis dalam hidupnya. Banyaknya penderitaan yang ditimbulkan oleh kanker membuat dirinya
merasa hampa dan tidak memiliki tujuan hidup. Ancaman kematian yang disebabkan oleh kanker membuat dirinya takut untuk membayangkan masa depan
dirinya dan menjadi takut untuk berharap terlalu banyak. Perasaan hampa yang dirasakan oleh Eti lama kelamaan menghilang, hal
ini dikarenakan dirinya perlahan-lahan berusaha menerima kondisi dirinya pada saat itu. Keluarga terutama anak-anak adalah hal yang mendorong Eti.
Pengalaman di rawat di rumah sakit dan harus meninggalkan anak-anaknya memberikan arti tersendiri bagi Eti. Ia melihat bahwa pada saat ia sakit maka
keluarganya akan terbengkalai dan anak-anaknya tidak terperhatikan. Atas alasan tersebut Eti berfikir bahwa dirinya harus sembuh dan untuk melakukan hal
tersebut pertama kali dirinya harus benar-benar telah menerima kondisinya pada saat itu. Sebelum kesadaran itu timbul Eti dulunya adalah seorang wanita yang
terlalu memaksakan dirinya dalam bekerja walaupun ia dalam kondisi sakit. Pemaksaan diri Eti tersebut kadang-kadang semakin memperparah penyakitnya.
Penerimaan diri Eti mengenai penyakitnya membuat ia sadar bahwa ia tidak boleh melakukan hal tersebut. Eti mulai mengubah sikapnya yang dulu selalu
memaksakan dirinya menjadi lebih menerima segala sesuatunya. Eti menyadari bahwa dengan memaksakan dirinya hal tersebut akan semakin memperparah
85
Universitas Sumatera Utara
kondisinya dan hal tersebut akan berdampak negatif terhadap keluarganya terutama anak-anaknya.
Penyadaran diri Eti mengenai bahwa dirinya tidak boleh memaksakan dirinya bukan hanya berlaku dalam pekerjaan tetapi dalam segala hal. Salah
satunya adalah memaksakan diri untuk terlihat bagus di depan keluarga suaminya. Keluarga suami Eti yang tidak begitu menyukai dirinya membuat Eti selalu
memaksakan diri untuk melakukan segala sesuatu yang mungkin akan membuat dirinya disukai oleh keluarga suaminya. Eti melakukan semua hal yang disuruh
oleh keluarga suaminya walaupun ia mengetahui hal tersebut merugikan dirinya dan membuat dirinya tertekan. Sampai pada akhirnya suatu peristiwa kekerasan
fisik yang dilakukan oleh salah satu pihak keluarga suaminya terhadap dirinya membuat ia sadar bahwa semua hal yang ia lakukan adalah sia-sia. Ia menganggap
bahwa apapun yang ia lakukan tidak akan pernah membuat dirinya disukai oleh keluarga suaminya. Pada saat hal itu terjadi Eti juga menyadari bahwa penyakit
kanker leher rahim yang ia derita juga mungkin timbul karena rasa tertekan yang ia pendam selama ini. Penyadaran tersebut membuat Eti mengubah sikapnya.
Pada saat ini Eti tidak lagi mau berusaha terlalu keras untuk kelihatan bagus didepan keluarga suaminya karena ia tahu dengan melakukan semua hal itu hanya
akan membuatnya tertekan dan semakin memperparah kondisinya. Eti memilih untuk berprilaku sewajarnya seperti manusia normal lainnya. Ia tidak mau ambil
pusing dengan perkataan keluarga suaminya tentang dirinya. Penyadaran dan penerimaan diri Eti mengenai penyakit dan kondisi dirnya
menandakan bahwa Eti telah memasuki tahap selanjutnya dalam menemukan dan
86
Universitas Sumatera Utara
memenuhi makna hidup. Tahap penerimaan diri menurut Bastaman 2007 adalah suatu tahap dimana individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya,
pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Biasanya muncul kesadaran ini didorong oleh aneka ragam sebab. Misalnya karena perenungan diri, konsultasi
dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari orang lain dan lain-lain.
Kepasrahan diri kepada Allah adalah hal lain yang mendorong Eti untuk menerima penyakit dan kondisi dirinya. Ia menyadari bahwa masalah hidup dan
mati memang benar-benar ditentukan oleh Allah S.W.T. Mati pasti akan terjadi pada semua orang baik orang tersebut sakit ataupun sehat. Penyadaran diri
tersebut pertama kali dirasakan oleh Eti ketika dirinya menyaksikan peristiwa tsunami di Aceh. Disana ia berfikir bahwa kematian pasti akan datang pada
siapapun baik orang tersebut sehat ataupun sakit. Hal ini membuat dirinya bisa menerima penyakit kanker leher rahim yang ia dertia sebagai suatu cobaan dari
Allah S.W.T. Penerimaan diri Eti mengenai penyakit dan kondisi hidupnya membuat ia
menemukan suatu hal penting dalam hidupnya. Ia menemukan alasan mengapa ia harus bertahan walaupun dalam kondisi yang banyak menimbulkan penderitaan.
Frankl 1994 menyebut hal terebut sebagai makna hidup. Penemuan makna hidup ini menandakan bahwa Eti telah memasuki tahap selanjutnya yaitu tahap
penemuan makna hidup. Bastaman 2007 mengatakan tahap ini ditandai dengan penyadaran individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam
hidupnya. Dalam hal ini penyakit kanker leher rahim ini membuat Eti sadar bahwa
87
Universitas Sumatera Utara
anak-anak adalah hal penting dalam hidupnya. Ia bertekad untuk sembuh karena anak-anaknya. Dari penderitaan yang ditimbulkan oleh kanker leher rahim Eti
juga mneyadari bahwa dalam hidup dirinya tidak boleh terlalu memaksakan diri. Penyakit kanker yang ia derita membuat dirinya lebih bisa menerima kondisi
dirinya dan mencoba menjalani hidup apa adanya. Bastaman 2007 mengemukakan bahwa makna hidup dapat ditemukan dengan menerapkan tiga hal
dalam hidup yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap. Bastaman 2007 mengatakan nilai penghayatan didapatkan seseorang
dengan keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keagamaan, dan cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai
dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Rasa sayang Eti terhadap keluarganya terutama anak-anaknya membuat dirinya dapat bertahan dalam
penderitaan. Eti bertekad ia harus sembuh dan diberi waktu yang lebih panjang karena ia tidak dapat membayangkan bagaimana anak-anaknya besar tanpa
dirinya. Ia merasa bahwa anak-anaknya masih banyak membutuhkan kasih saying dari dirinya.
Nilai kedua yang dapat diterapkan dalam rangka menemukan makna hidup yaitu nilai bersikap. Bastaman 2007 mengatakan nilai bersikap yaitu menerima
dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan,
kematian, dan menjelang kematian setelah segala upaya dan usaha dilakukan secara maksimal. Berhenti mengeluh dan mencoba menjalani hidup apa adanya
adalah hal yang dilakukan Eti dalam rangka menerapkan nilai-nilai bersikap. Ia
88
Universitas Sumatera Utara
merasa ia telah melakukan usaha secara maksimal dalam rangka menyembuhkan penyakitnya. Oleh karena itu ia berfikir bahwa ia lebih baik berhenti mengeluh
dan mencoba untuk menjalani hidup apa adanya karena hal itu lebih banyak berdampak positif bukan hanya pada jiwanya tetapi juga pada kondisi fisiknya.
Dalam menjalani kehidupan sehari-harinya Eti juga berusaha untuk kelihatan seperti orang sehat pada umumnya. Pada saat ia keluar rumah ia selalu
berdandan rapi agar kelihatan segar dan tidak berpenyakitan. Pada saat bertemu dengan orang lain dan orang tersebut mengatakan bahwa dirinya terlihat sehat
memberikan suatu arti pada diri Eti. Hal tersebut membuat dirinya senang. Pada saat di rumah Eti juga berusaha menjadi ibu yang baik, walaupun kadang-kadang
dirinya merasa sakit ia mencoba untuk menyiapkan segala kebutuhan keluarganya semampu dirinya. Dalam hal ini Eti telah menerapkan nilai kreatif dalam
hidupnya. Bastaman 2007 mengatakan bahwa nilai kreatif didapatkan seseorang melalui kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan
kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Telah menemukan makna dalam hidupnya, Eti mencoba untuk
merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari bahwa hal penting dalam hidupnya adalah anak-anaknya, Eti berusaha untuk melakukan segala
sesuatu agar ia sembuh dan kondisnya tidak semakin parah. Melakukan pengobatan alternatif merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh Eti, selain itu
pada saat ini ia tidak mau lagi terlalu memaksakan dirinya dalam bekerja karena hal itu hanya akan memperparah kondisinya. Eti hanya melakukan pekerjaan yang
ia anggap tidak terlalu membebani dirinya. Eti juga tidak mau lagi terlalu
89
Universitas Sumatera Utara
memikirkan masalah keluarga suaminya karena hal tersebut hanya akan membebani dirinya dan malah memperparah kondisinya. Tidak mau terlau
memaksakan dirinya dalam bekerja dan tidak membebani dirinya dengan masalah keluarga suaminya merupakan realisasi dari makna hidupnya. Dalam hal ini Eti
telah memasuki tahap selanjutnya dalam memenuhi makna hidup yaitu tahap realisasi makna. Bastaman 2007 mengatakan bahwa tahap realisasi makna
adalah suatu tahap dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri untuk melakukan
berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya. Telah menemukan makna hidup dan merealisasikannya membuat Eti
merasa lebih “plong” dan ringan dalam menjalani hidupnya. Ia sudah bisa melaksanakan dan menjalani hidup adanya. Perasaan ringan dalam menjalani
hidupnya menandakan bahwa Eti telah memasuki dalam tahap terakhir penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap kehidupan bermakna. Bastaman 2007
mengatakan ketika makna hidup telah berhasi ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya
akan menimbulkan perasaan bahagia. Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa makna hidup Eti
didominasi oleh keluarga. Alasannya bertahan hidup adalah anak-anaknya. Dalam menemukan makna hidupnya Eti melalui kelima tahap yaitu tahap derita, tahap
penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna dan tahap penghayatan hidup bermakna. Makna hidup Eti ditemukannya dengan
menerapkan tiga nilai yaitu nilai kreatif, nilai bersikap, dan nilai penghayatan.
90
Universitas Sumatera Utara
IV.C Analisis kasus Responden B
Tempat wawancara : Rumah Lukinar
Tanggal : 3 Maret 2008
7 Maret 2008 15.00 – 16.00 WIB Data Kontrol
: Nama
: Lukinar
Manik Usia
: 53 tahun Agama
: Kristen
Protestan Suku
: Batak
Pekerjaan : Pegawai negeri sipil bidan puskesmas Dalu X
Status perkawinan : Janda Jumlah anak
: 4 orang Tahun diagnosis
: 2006 Stadium kanker
: Stadium IB
1
Pengobatan medis : Operasi histerektomi Pengobatan lain
: Pengobatan alternative
IV.C.1 Gambaran diri responden B
Lukinar manik adalah seorang wanita berusia 53 tahun dan telah memiliki 4 orang anak. Sejak berusia 38 tahun Lukinar sudah menjanda, suaminya meninggal
dunia karena suatu kecelakaan. Ditinggal oleh suaminya pada usia yang muda mengharuskan Lukinar menjadi orang tua tunggal. Hal tersebut menjadi cobaan
berat bagi Lukinar karena ia harus membesarkan sendiri anak-anaknya yang
91
Universitas Sumatera Utara
masih dalam usia sekolah. Peristiwa tersebut menjadikan Lukinar seorang wanita yang tegar. Hal ini juga membantunya dalam penerimaan penyakit kanker leher
rahim yang dideritanya. Sehari-harinya
Lukinar bekerja sebagai bidan di Puskesmas Dalu X Tanjung
Morawa Medan. Berdasarkan pengamatan peneliti Lukinar adalah seorang yang luwes dalam pergaulan. Ia memiliki banyak teman di lingkungan kerjanya dan ia
disukai oleh teman-temannya. Lukinar juga membuka praktek bidan di rumahnya sendiri. Selain bekerja Lukinar sering menghabiskan waktunya di rumah untuk
bermain dengan cucunya atau mengikuti kegiatan di gereja dekat rumahnya. Peneliti melihat bahwa Lukinar adalah seorang yang aktif dalam kehidupan
sehari-harinya. Di usianya yang telah menginjak 53 tahun, ia masih giat bekerja di puskesmas dan praktek di rumahnya. Selain itu Lukinar adalah seorang pemeluk
kristen protestan yang taat, hal ini terlihat dari aktifnya ia dalam kegiataan kegerejaan.
Penyakit kanker yang diderita oleh Lukinar memberikan dampak positif bagi dirinya. Penyakit kanker yang dideritanya membuat Lukinar menjadi lebih dekat
pada Tuhan. Lukinar pada saat ini lebih sering berdoa dan beribadah kepada Tuhannya.
Peneliti mengenal Lukinar dari saudara peneliti yang merupakan teman kerja Lukinar. Pertemuan pertama antara Lukinar dan peneliti berlangsung di
puskesmas tempat Lukinar bekerja pada tanggal 3 Maret 2007. Pertemuan pertama yang peneliti lakukan bertujuan untuk berkenalan dengan responden serta
membangun rapport. Puskesmas tempat Lukinar berkerja memiliki banyak
92
Universitas Sumatera Utara
karyawan. Pertemuan pertama berlangsung di ruangan poliklinik puskesmas, tempat Lukinar bekerja. Pada saat itu peneliti tidak hanya berbincang dengan
Lukinar tetapi juga dengan karyawan puskesmas yang lainnya. Lukinar menyambut kedatangan peneliti dengan ramah. Pada saat pertemuan pertama
Lukinar menceritakan sedikit mengenai penyakit kanker leher rahim yang ia derita. Pada saat itu ia mengusulkan kepada peneliti untuk mewawancarainya pada
saat itu juga, tetapi peneliti menolak dikarenakan lingkungan dan suasana puskesmas kurang mendukung dalam hal melaksanakan wawancara. Akhirnya
Lukinar dan peneliti menetapkan pertemuan selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 7 Maret 2008 di rumahnya untuk melakukan wawancara.
Pertemuan kedua berlangsung di rumah responden pada hari Jum’at tanggal 7 Maret 2008 seperti yang telah dijanjikan sebelumnya. Pada saat peneliti datang
Lukinar tengah bermain dengan cucunya. Lukinar menyambut dengan ramah kedatangan peneliti dan mempersilahkan peneliti untuk masuk ke rumahnya.
Wawancara berlangsung di ruangan tamu responden. Ruangan tersebut mendukung untuk terlaksananya wawancara. Suasana di sekitar ruang tamu
tenang dan nyaman serta hanya ada peneliti dan responden. Keadaan ruang tamu Lukinar bersih dan teratur. Di dinding ruangan tamu Lukinar banyak terdapat foto
dari anak-anak Lukinar beserta gantungan lambang keagamaan seperti salib.
93
Universitas Sumatera Utara
IV.C.2 Gambaran penderitaan yang dialami oleh responden B
Penderitaan fisik yang dialami Lukinar berawaal pada bulan Juni tahun 2006. Pada saat itu dirinya mengalami salah satu gejala kanker leher rahim yaitu
keputihan. Tidak lama setelah keputihan muncul Lukinar mengalami suatu pendarahan. Hal ini menimbulkan kecurigaan pada dirinya karena Lukinar sendiri
telah mengalami menopause. Ia ingin segera memeriksakan dirinya ke dokter kandungan tetapi hal tersebut terpaksa ditundanya terlebih dahulu karena ia harus
menghadiri acara pernikahan anaknya di Surabaya. Selama 1 bulan berada di Surabaya Lukinar tetap mengalami pendarahan dan keputihan. Selain itu dirinya
mengalami keluhan baru yaitu merasakan sakit pada bagian bawah perutnya. Rasa sakit itu kadangkala membuatnya merintih kesakitan. Tetapi Lukinar mencoba
menahannya sekuat mungkin karena tidak ingin membuat anaknya khawatir becoming burden on others.
”waktu di surabaya itu pendarahannya tetap trus saja, udah gitu di sekitar bagian bawah ini sakit kali rasanya kayak ditarik-tarik gitu...cemana yah
bilangnya..macem kita pas haid lah, sengugutan....”
Sesampainya di Medan pada bulan Juli, Lukinar langsung memeriksakan dirinya ke rumah sakit pirngadi. Ia menjalani papsmear dan diberitahu bahwa
dirinya didiagnosa kanker leher rahim. Pada saat itu pihak rumah sakit Pirngadi tidak menyebutkan mengenai stadium kanker yang ia derita. Pada saat mendengar
diagnosa tersebut Lukinar merasa sangat terkejut dan bingung. Ia bingung kenapa penyakit ini bisa ia alami. Ia merasa bahwa hidupnya tidak lama lagi, karena
sebagai seorang bidan ia tahu benar mengenai kematian yang dapat timbul akibat kanker leher rahim.
94
Universitas Sumatera Utara
” Perasaan aku memang gak hidup lagi lah… trus anak-anakku udah kukasitau, udah kunasehati, udah kubilang rumah yang ini sama yang ini,
rumah yang ini sama yang ini, udah pasrahlah aku, gak ada lagi kurasa harapan hidup udah gitu tempo hari aku”
Ia pulang dengan perasaan sedih dan memberitahu kepada anak-anaknya mengenai penyakit yang ia derita. Anak-anak Lukinar juga merasa sangat sedih
akan keadaan ibunya. Kesedihan lukinar paling besar disebabkan oleh bayangan jika dirinya meninggal maka ia tidak akan dapat melihat anak-anaknya lagi, ia
masih memiliki cita-cita untuk melihat anaknya yang paling kecil tamat kuliah. Selain itu masih ada dua orang lagi anaknya yang belum menikah. Ia merasa sedih
jika membayangkan apabila anaknya tersebut menikah tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
Keesokan harinya Lukinar pergi menemui seorang dokter ahli kanker yang direkomendasikan oleh dokter yang memeriksa dirinya di rumah sakit Pirngadi.
Pada saat itu Lukinar diberitahu bahwa ia didiagnosa kanker leher rahim stadium Ib
1
dan dokter tersebut menyatakan bahwa vaginanya telah terkena walaupun hanya sebatas radang non malignant. Dokter tersebut mengatakn bahwa ia masih
bisa diselamatkan dengan jalan operasi pengangkatan rahim histerektomi. Lukinar setuju untuk melakukan hal tersebut walaupun dirinya takut.
Operasi yang dijalani oleh Lukinar tidak berhasil sepenuhnya. Penyebaran kanker di vagina Lukinar tidak berhasil diangkat. Hal ini disebabkan pada saat
operasi ia mengalami pendarahan yang sangat hebat sampai-sampai ia harus ditransufsi 6 kantong darah dan menyebabkan dirinya koma sehingga dokter
terpaksa menghentikan operasi. Lukinar kecewa dengan operasi yang ia jalani,
95
Universitas Sumatera Utara
menurutnya penyebab gagalnya operasi tersebut adalah kelalaian pihak rumah sakit yang tidak membaca semua data hasil pemeriksaan kondisi tubuh Lukinar.
Lukinar tidak menyampaikan kekecewaan yang ia rasakan karena ia merasa dirinya tidak pantas untuk berbicara.
Histerektomi yang dijalani oleh Lukinar mengakibatkan dirinya tidak memiliki rahim lagi impairment tetapi ia mengatakan bahwa dirinya tidak
bermasalah dengan hal tersebut karena dirinya memang tidak lagi mau memiliki anak dan ia sudah lama menjanda.
Selain itu operasi yang dijalani oleh Lukinar membuatnya tidak dapat bekerja disability selama hampir 3 bulan sebagai bidan
di Puskesmas Dalu X. Setelah operasi Lukinar kadang-kadang mengalami pendarahan. Ia juga tetap mengalami rasa sakit pada bagian bawah tubuhnya. Rasa
sakit dan pendarahan yang tetap ia alami ini mengakibatkan dirinya tidak bisa keluar rumah dan berinteraksi dengan orang-orang sekitar.
”sesudah operasi itu hampir 3 bulanlah aku gak bekerja... soalnya kadang- kadang masih ada pendarahan...sama masih sakit bagian bawahku ini, jadi
gak bisa la aku naek sepeda motor kan, gak bisa la aku pigi kerja”
Setelah 3 bulan akhirnya Lukinar merasa cukup kuat untuk bekerja tetapi ternyata ia salah. Pada saat pulang dari puskesmas ketika mengendarai sepeda motor,
Lukinar mengalami rasa sakit itu lagi dan juga pendarahan. Lukinar memutuskan untuk memeriksakan dirinya lagi ke dokter. Dokter mengatakan bahwa rasa sakit
dan pendarahan yang ia alami terjadi akibat perdangan di bagian vaginanya. Dokter menganjurkan Lukinar untuk menjalani radioterapi di Jakarta tetapi
Lukinar tidak melaksanakannya karena trauma akan pengobatan medis.
96
Universitas Sumatera Utara
Lukinar lebih memilih untuk menjalani pengobatan alternatif yaitu pengobatan dengan sinsei. Ia dipijit dan diberikan ramuan obat-obat tradisional
salah satunya rebusan kopi benalu. Obat-obat tersebut tetap dikonsumsinya sampai sekarang. Selama masa pengobatan alternatif ini Lukinar tidak masuk
kerja dan tidak ikut dalam kegiatan gereja restrictid of life.
IV.C.3 Gambaran usaha
responden B dalam mengatasi penderitaan
Untuk mengatasi penderitaan yang ditimbulkan oleh penyakit kanker leher rahim Lukinar menjalani pengobatan yang disarankan oleh dokter yaitu operasi
pengangkatan rahim histerektomi. Operasi langsung dilakukan ketika Lukinar mengetahui dirinya menderita kanker leher rahim.
Penyebaran kanker yang telah mencapai vaginanya walaupun tidak ganas non malignant juga mengharuskan Lukinar menjalani radioterapi, tetapi hal
tersebut tidak dilakukannya karena trauma akan pengobatan medis. Lukinar memilih untuk menjalani pengobatan alternative berupa pijit dan obat-obat
tradisional salah satunya mengkonsumsi kopi benalu. Berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan juga usaha lain yang dilakukan
oleh Lukinar. Semenjak terkena kanker leher rahim Lukinar semakin rajin dalam beribadah, ia selalu berdoa kepada TuhanNya. Ia merasa bahwa hanya
pertolongan dari Tuhan lah yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Selain dari usahanya sendiri, dukungan sosial dari orang disekitarnya juga
sangat berpengaruh besar terhadap kesembuhan Lukinar. Ia sangat banyak
97
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan dukungan dari pihak keluarga dan teman-temannya. Dukungan sosial yang Lukinar dapatkan diantaranya :
1. Emotional or esteem support : Eti mendapatkan dukungan dan perhatian yang sangat besar dari keluarganya. Selama masa pengobatan dan
pemulihan Lukinar selalu ditemani oleh anak-anaknya. Selain itu teman kerja dan gereja Lukinar kadang-kadang datang ke rumahnya untuk
memberikan dukungan. 2. Tangible or instrumental support : Lukinar yang bekerja sebagai bidan PNS
memiliki asuransi kesehatan sehingga hal tersebut banyak membantunya dalam masalah biaya pengobatan. Selain itu anak-anak Lukinar yang telah
bekerja juga memberikan bantuan kepada dirinya. 3. Informational support : Hal ini didapatkannya dari dokter-dokter yang
menanganinya dan ia juga mendapatkan informasi mengenai pengobatan alternatif dari teman kerjanya yang juga merupakan seorang dokter.
IV.C.4 Gambaran tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup responden
B
Makna hidup dapat ditemukan dalam berbagai kondisi bahkan dalam penderitaan sekalaipun. Bastaman 1996 menyebutkan ada beberapa tahap yang
harus dilalui seseorang dalam menemukan dan memenuhi makna hidup dari suatu penderitaan. Tahap-tahap penemuan makna hidup pada Lukinar diantaranya
adalah :
98
Universitas Sumatera Utara
1 Tahap derita
a. Perasaan tidak ada harapan hidup