B. Hambatan-hambatan Yuridis yang Dihadapi Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
1. Hambatan-hambatan yang dihadapi Polri dalam penyidikan
Menurut Kom. Pol. Alberd Sianipar, hambatan-hambatan yuridis dan non yuridis yang dihadapi Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi di
Polda Sumut, adalah sebagaiberikut : a.
Hambatan Yuridis, sebagai berikut: 1
Sulitnya pembuktian dalam Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diketahui, bahwa unsur pokok tindak pidana korupsi sesuai uraian Pasal 2
dan 3, UU No 31 Tahun 1999 adalah barang siapa, perbuatan melanggar hukum, tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan
keuangan Negara, keempat unsur tersebut seringkali sulit ditemukan secara keseluruhan untuk membuktikan bahwa perbuatan korupsi telah
selesai dilakukan dan ada pelakunya.
100
2 Proses perizinan yang memperlukan waktu yang lama dengan cara
berjenjang khususnya untuk izin memeriksa anggota DewanLegislatif yang diduga terlibat tindak pidana korupsi memeriksa anggota
dewanLegislatif yang terlibat tindak pidana Korupsi. Pasal 43, UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD
Susduk mengatur bahwa setiap anggota dewan yang akan diperiksa atau
100
Wawancara dengan Kom.Pol. Alberd Sianipar. Kasat Tipikor. Dit. Reskrim. Polda Sumut, pada tanggal 11 Mei 2009.
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
dimintai keterangan, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Presiden, Menteri dalam Negeri Mendagri, maupun Gubernur.
101
b. Hambatan Non Yuridis, sebagaiberikut:
1 PenyidikPenyidik pembantu kurang memahami permasalahan terkait
perkembangan peraturan perundang-undangan. 2
Sikap Jaksa atau Hakim yang sering belum sepersepsi dengan penyidik, sehingga adakalanya berkas bolak balik dengan petunjuk yang berbeda-
beda, tersangka diputus sangat ringan atau bahkan dibebaskan. 3
Perbuatan korupsi selalu diiringi dengan perbuatanjustifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya perbuatan korupsi yang dilakukan di
Pemda ditutupi dengan disahkannya Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah RAPBD atau dengan dikeluarkannya Perda.
4 Banyaknya pengacara, maupun keluarga tersangka memanfaatkan
institusi-institusi yang memiliki otoritas supervisi maupun pengawasan internal untuk mempengaruhi proses penyidikan dengan cara melemahkan
penyidik atau memberikan petunjuk dan arahan dengan pandangan yang berbeda.
101
Pasal 43, UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD Dalam hal seorang Anggota MPR, DPR, dan DPRD. Patut disangka telah melakukan perbuatan
pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis Presiden bagi Anggota MPR dan DPR, persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi
Anggota DPRD I, dan persetujuan tertulis Gubernur bagi Anggota DPRD II sesuai dengan peratutan perundang-undangan yang berlaku.
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
5 Adanya celah-celah hukum dalam perundang-undangan di Indonesia yang
sering dimanfaatkan oleh pengacara bahkan oleh aparat penegak hukum di dalam proses pemeriksaan di pengadilan untuk membebaskan para
tersangka. 6
Hasil audit BPKP atas kerugian Negara masih diperdebatkan oleh tersangka sehingga akibatnya penyidikan yang didasarkan oleh BPKP
pada kerugian Negara belum satu bahasafinal. 7
Pelaku yang umumnya mempunyai otoritas dan koneksitas di bidang keuangan, sehingga mereka akan menutupi perbuatan korupsi yang
dilakukan dengan cara membuatmemalsukan administrasi dalam pertanggungjawaban keuangan, sehingga sepintas dari luar tidak terlihat
ada tindak pidana korupsi.
102
8 Kurangnya saranaprasarana untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan. 9
Minimnya anggota untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi.
10 Sesuai DIPA Polri tahun 2006, dan anggaran untuk penyelidikan dan
penyidikan kasus korupsi khususnya di daerah masiH dipatok dengan pembagian yaitu untuk kasus berat Rp.2.500.000, dan kasus sedang
102
Wawancara dengan Kom.Pol. Alberd Sianipar. Kasat Tipikor. Dit. Reskrim. Polda Sumut, pada tanggal 11 Mei 2009.
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
1.500.000,-. Dengan demikian tidak ada anggaran khusus untuk penyelidikan awal, biaya saksi ahli, biaya auditor.
Sedangkan hambatan Penyidikan yang dilakukan dihadapi Kejaksaan terhadap tindak pidana korupsi di Kejati Sumut, sebagaiberikut :
Menurut M. Simanuruk adalah sebagaiberikut :
103
1. Hambatan Yuridis
a. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
ijinpersetujuan yang harus dimohonkandiajukan oleh Kejaksaan terlebih dahulu kepada PejabatInstansi tertentu dalam tindakan
pemanggilanpemeriksaan saksitersangka tertentu, penggeledahan atau penyitaan barang bukti, serta dalam perhitungan kerugian keuangan negara
b. Adanya atauran Menteripimpinan lembaga yang mewajibkan
pegawainyastafnya harus dengan ijin terlebih dahulu dari pimpinan atau harus dengan surat perintah tugas pimpinan terlebih dahulu pada saat
dipanggil oleh Kejaksaan untuk memberikan keterangan. Kemudian mewajibkan pula untuk setiap penyerahan dokumen surat harus dengan ijin
terlebih dahulu dari pimpinan dengan alasan pertimbangan kerahasiaan negara.
103
Wawancara dengan M. Simanuruk, Kasi.Penyidikan pada ASPIDSUS KEJATISU, pada tanggal 14 Mei 2009.
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
c. Adanya aturan-aturan yang baru menyangkut bidang keahlian yang baru yang
serta merta diharuskan mendapat penjelasan dalam penyidikan yang sedang berjalan.
d. Adanya penyidikan yang semi overlapping diantara institusi penegak hukum
yang namanya overlapping, seharusnya tidak mungkin terjadi sebab melalui SKB-SKB sudah dikembangkan pola koordinasi. Semi overlapping
dimungkinkan ketika ada dua kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh dua institusi penegak hukum atas dua kegiatan proyek bermasalah yang dikelola
oleh satu kantor tertentu. Dua-duanya penyidikan sah menurut hukum dijalan, tetapi secara teknis tentu pasti ada hambatan.
2. Hambatan Non Yuridis
a. Dana yang dibutuhkan dalam proses penyidikan sangat besar, sementara
anggaran yang tersedia sangat terbatas misalnya pada 1 tahun Kasus Korupsi yang ditangani 20 kasus, sementara dana yang tersedia hanya untuk 5 kasus.
b. Sumber Daya Manusia SDM.
c. Distribusi surat disetiap instansi yang terlalu birokratis dan bertele-tele
sehingga memakan waktu pemanggilan para saksi. Upaya-upaya yang dilakukan Polri sebagai penyidik untuk mengurangi
hambatan-hambatan yuridis dan non yuridis dalam penyidikan kasus korupsi di Polda Sumut, sebagaiberikut:
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
a. Mengikut sertakan PenyidikPenyidik pembantu mengikuti pendidikan
kejuruan Tindak Pidana Korupsi baik yang dilakukan di Polda maupun di Mabes Polri.
b. Menempatkan penyidikpenyidik pembantu yang memiliki latar belakang
pendidikan minimal Sarjana Hukum. c.
Memberikan bimbingan teknis dan arahan kepada PenyidikPenyidik Pembantu dalam memahami satu perkara.
d. Memberdayakan peran fungsi pengawasan internal yang ada di setiap
Instansi. e.
Memberdayakan peran masyarakat, LSM, NGO untuk membantu memberikan informasi tentang korupsi baik instansi swasta maupun
pemerintah, sekaligus berperan sebagai kontrol terhadap kinerja dari aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi.
f. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam penyidikan kasus tindak
pidana korupsi membuat progress report. g.
Melakukan penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penuh rasa keadilan dan sesuai dengan
hak asasi manusia serta bebas dari pengaruh politik dan interest-interst tetentu proporsional dan professional.
Rumida Sianturi : Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2009
h. Menghindari adanya intervensi terhadap penyidik, dari pihak-pihak tertentu
dapat menghambat pelaksanaan penyidikan.
104
2. Faktor-faktor penghambat dalam penyidikan yang Dihadapi Polri dan Jaksa