Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Pemegang, Saham

78 menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan tersebut meskipun dia berbentuk badan hukum, tetapi pertanggungjawaban hukum dapat juga dimintakan terhadap pemegang sahamnya. Bahkan menurut Munir Fuady “Penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya, juga membebankan tanggung jawab hukum kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi atau komisaris”. 113 Karena itu pula, maka Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 mengakui teori piercing the corporate veil dengan membebankan tanggung jawab kepada pihak-pihak sebagai berikut: 1 Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Pemegang Saham. 2 Beban Tanggung jawab Dipindahkan ke Pihak Direksi. 3 Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Komisaris. 114

a. Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Pemegang, Saham

Seperti telah dijelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia prinsip kemandirian badan hukum dari suatu perseroan terbatas diakui secara tegas oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, lewat Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama 113 Munir Fuady, II, Op cit, hal. 17 114 Ibid RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 79 perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimilikinya” Keterpisahan tanggung jawab hukum antara perseroan dengan pribadi pemegang saham tersebut lebih mempertegas ciri dari suatu perseroan terbatas di mana pemegang saham bertanggungjawab secara terbatas, yakni hanya bertanggungjawab sebesar nilai saham yang diambilnya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku mutlak. Sebab ada banyak kekecualian dari ketentuan tersebut. Pengecualin tersebut mengisyaratkan bahwa memang Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 mengakui dokirin piercing the corporate veil itu. Kekecualian tersebut, khususnya yang membebankan tanggung jawab kepada pihak pemegang saham dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 Ketentuan dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Pasal 3 ayat 2 dari UUPT mengintrodusir tanggung jawab pemegang saham dari suatu perseroan terbatas dalam 4 empat hal berikut: a Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. Dalam hal ini pihak pemegang saham dalam tampilannya sebagai pendiripromotor perusahaan yang bertanggungjawab sampai dengan disahkannya badan hukum perseroan oleh Menteri Kehakiman. Dan, setelah itu, tanggung jawab beralih kepada pihak direksi sampai dengan pendaftaran dan RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 80 pengumuman. Setelah pendaftaran dan pengumuman, maka yang bertanggungjawab hanyalah perseroan yang bersangkutan, kecuali ada alasan untuk diterapkan teori piercing the corporate veil karena alasan-alasan lain. b Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata- mata untuk kepentingan pribadi. c Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. d Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang perseroan. 115 Dalam hal terjadi pembauran antara kekayaan perseroan dengan kekayaan pribadi, maka pihak pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi. Dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut. Hal-hal tertentu dimaksud antara lain apabila terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. 2 Ketentuan dalam Pasal 7 ayat 6 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu perseroan terbatas, pemegang saham minimal harus berjumlah 2 dua orang. Jumlah 2 dua orang dari pemegang saham ini sampai kapan pun haruslah 115 Ibid, hal. 19 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 81 dipertahankan oleh perseroan. 116 Ketentuan yang mewajibkan perseroan terbatas memiliki minimal 2 dua orang pemegang saham tersebut tidak berlaku jika perseroan terbatas tersebut: a. seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau b. perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga peyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam UU Pasar Modal. 117 Bagaimana halnya jika dalam perjalanannya, suatu perseroan terbatas karena hal apa pun akhirnya hanya mempunyai 1 satu orang pemegang saham. Maka dalam hal ini, dalam waktu 6 enam bulan terhitung sejak saat mulai terjadinya 1 satu orang pemegang saham, pemegang saham seorang diri tersebut haruslah mengalihkan sebagian saham-sahamnya kepada pihak lain. Dalam hal ini tidak ada batas minimal dari pengalihan. Jadi, 1 satu saham saja yang dialihkan itu sudah cukup. Bagaimana jika setelah lewat waktu 6 enam bulan tersebut, pemegang saham masih saja 1 satu orang. Dalam hal yang demikian, berlakulah teori piercing the corporate veil itu. Artinya, yang bertanggungjawab terhadap pihak ketiga bukan hanya perseroan, melainkan juga pribadi pemegang saham tersebut. Dalam hal ini, menurut Munir Fuady ”Atas 116 Pasal 7 ayat 6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 117 Pasal 7 ayat 7 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 82 permohonan dari pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut”. 118 3 Ketentuan dalam pasal-pasal lainnya dari Undang-Undang, Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Selain dari pasal-pasal seperti tersebut di atas, masih terdapat hal-hal lain yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi dibebankannya tanggung jawab hukum ke pundak pemegang saham, meskipun tanggung jawab tersebut sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh suatu perseroan terbatas, yang nota bene merupakan suatu badan hukum legal entity. Dalam kelompok ini termasuk tindakan-tindakan dalam 5 lima kategori sebagai berikut: a Tidak menyetor modal Pemegang saham tidak melaksanakan tugasnya untuk menyetor modal, padahal setiap saham harus disetor penuh oleh pemegang sahamnya pada saat pengesahan oleh Menteri Kehakiman, atau pada saat saham dikeluarkan lebih lanjut. Apabila tindakan tersebut merugikan perusahaan atau pihak ketiga, maka doktrin piercing the corporate veil layak diterapkan. 118 Munir Fuady, II, Op cit. hal. 20 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 83 b Campur aduk antara urusan pribadi dengan urusan perseroan Teori piercing the corporate veil juga layak diterapkan apabila terjadi pencampuradukan antara urusan perusahaan dengan urusan pribadi, sehingga tanggung jawab pribadi pemegang saham yang bersangkutan dapat dimintakan. Contoh pencampuradukan antara urusan-urusan perseroan dengan urusan pribadi adalah: a. Dana perusahaan digunakan untuk urusan pribadi b. Aset milik perseroan diatasnamakan pribadi c. Pembayaran perseroan dengan cek pribadi tanpa justifikasi yang jelas. c Alter Ego Teori piercing the corporate veil juga layak diterapkan kepada pemegang saham manakala pihak pemegang saham terlalu dominan dalam kegiatan perusahaan tersebut melebihi dari peran pemegang saham yang sepantasnya. Dengan demikian, dalam hal ini perusahaan hanya berfungsi sebagai instrumen mencari untung pribadi dari pihak pemegang sahamnya. Dalam hal ini, perseroan tersebut dikatakan sebagai alter ego kadang-kadang disebut juga sebagai instrumentality, dummy atau agent dari pemegang saham yang bersangkutan. 119 119 Munir Fuady, II, Op cit, hal. 22 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 84 Hanya saja, pemakaian kata agent di sini kurang pada tempatnya. Sebab jika dibilang bahwa perseroan hanya merupakan agen dari pemegang saham, hal ini berarti pihak perseroan sebagai agen mestinya mempunyai kewenangan untuk mengikat pihak prinsipal pemegang saham dengan pihak ketiga. Padahal, kewenangan tersebut tidak terdapat pada perusahaan, meskipun perusahaan tersebut merupakan alter ego atau instrumen dari pemegang sahamnya. d Jaminan Pribadi dari Pemegang Saham Apabila pihak pemegang saham memberikan jaminan pribadi bagi kontrak-kontrak atau bisnis yang dibuat oleh perusahaannya, berarti pihak pemegang saham memang menginginkan untuk dibebankan tanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tertentu yang dilakukan oleh perseroan tersebut. Sehingga dengan sendirinya, pihak pemegang saham ikut bertanggungjawab manakala adanya gugatan dan pihak ketiga atas kerugian yang terbit dari kegiatan yang digaransi tersebut. Kapan dan sejauhmana pihak pemegang saham bertanggungjawab, bergantung pada isi dari perjanjian jaminan garansi tersebut. Ini adalah salah satu contoh penerapan doktrin piercing the corporate veil secara kontraktual. RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 85 e Permodalan yang Tidak Layak Permodalan yang tidak layak. misalnya modal terlalu kecil padahal bisnis perusahaan adalah besar. Karena kewajiban pemegang sahamlah yang harus menyetor tambahan modal dan ketidaklayakan permodalan ini menimbulkan suatu transfer tanggung jawab dari pemegang saham kepada pihak kreditur. Ini sama sekali tidak fair. Namun demikian, selain pemegang saham yang bertanggungjawab sampai batas-batas tertentu, pihak direksi juga dapat dimintakan tanggung jawabnya dalam hal ini.

b. Beban Tanggung Jawab Dipindahkan Kepada Pihak Direksi