Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Komisaris

90 setoran modal oleh pemegang saham. Dengan perkataan lain, manakala modal perseroan tidak cukup layak untuk menunjang suatu kegiatan, maka kegiatan tersebut wajib untuk tidak dilakukan oleh direksi tersebut. Pihak pemegang saham baru akan bertanggungjawab jika ketidaklayakan permodalan tersebut akibat kesalahan pemegang saham. Misalnya, modal yang seharusnya disetor, tetapi tidak disetor, atau tidak disetor secara benar. f Perseroan beroperasi secara tidak layak. Apabila suatu perseroan beroeprasi secara tidak layak, maka hal ini akan merugikan pihak ketiga atau bahkan merugikan pihak pemegang saham. Dalam hal ini menurut Munir Fuady ”yang bertanggungjawab adalah pihak direksi sebagai pihak eksekutif dalam suatu perseroan. Kecuali apabila direksi telah menjalankan tugasnya dengan benar sesuai dengan prinsip-prinip bisnis yang layak bussiness judgement rule”. 124

c. Beban Tanggung Jawab Dipindahkan ke Pihak Komisaris

Dalam beberapa hal, pemberlakuan teori piercing the corporate veil juga berlaku bagi komisaris. Artinya, dalam hal-hal tertentu pihak komisaris secara pribadi pun dapat dimintakan tanggung jawabnya atas kegiatan yang sebenarnya dilakukan oleh perseroan. Hanya saja, dibandingkan dengan pihak pemegang saham dan pihak direksi, maka pihak komisaris merupakan pihak 124 Munir Fuady, Op cit, hal. 27 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 91 yang paling sedikit dikejar oleh teori piercing the corporate veil ini. Pihak komisaris merupakan target akhir the last target dari penerapan teori piercing the corporate veil. Hal ini disebabkan kedudukan dan wewenang pihak komisaris dalam perseroan hanyalah sebagai pihak pengawas saja. Lain halnya pihak direksi misalnya, yang mempunyai tugas mewakili dan menjalankan kegiatan perseroan, atau pihak pemegang saham sebagai pemilik perusahaaninvestor sehingga tanggung jawabnya menjadi lebih besar. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberlakukan juga teori piercing the corporate veil ini kepada komisaris, yakni dalam hal- hal sebagai berikut: a. Komisaris tidak melaksanakan fiduciary duty kepada perseroan Prinsip fiduciary duty bagi komisaris ini bersumber dari Pasal 114 ayat 2 UUPT yang menyatakan: ”Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasehat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 1 untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan”. Apabila komisaris bersalah sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban fiduciary duty tersebut, yakni tidak dengan itikad baik dan bertanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroannya, RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 92 maka pihak komisaris bertanggungjawab secara pribadi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 114 ayat 3 UUPT. Dalam Pasal 114 terhadap komisaris tidak ditemukan adanya ketentuan seperti dalam Pasal 97 ayat 2 yang berlaku untuk direksi. Hal ini sebenarnya sama sekali bukan karena pihak komisaris dianggap tidak bertanggungjawab atau kurang tanggung jawabnya. Absennya ketentuan seperti Pasal 97 ayat 2 dalam Pasal 114 lebih disebabkan komisaris dianggap bertanggungjawab secara kolegial sehingga disebut dewan komisaris sehingga dianggap merupakan satu kesatuan, tanpa membeda- bedakan masing-masing anggota dewan komisaris tersebut. Karena itu, berbeda dengan direksi, maka bagi masing-masing anggota dewan komisaris tidak mempunyai hak untuk pembuktian terbalik sehingga jika dewan komisaris sudah dianggap bersalah, seluruh anggota dewan komisaris juga terikut. b. Dokumen perhitungan tahunan tidak benar Penerapan teori piercing the corporate veil juga dibenarkan kepada komisaris, artinya, dalam hal-hal tertentu, pihak komisaris secara pribadi pun dapat dimintakan tanggung jawabnya atas kegiatan yang sebenarnya dilakukan oleh perseroan. Dalam hal ini kegiatan yang berhubungan dengan perhitungan tahunan yang tidak benar. Apabila laporan tahunan tersebut ternyata tidak benar, dengan pembuktian biasa, maka direksi RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 93 bersama dengan komisaris bertanggungjawab secara renteng, berdasarkan doktrin piercing the corporate veil Pasal 69 ayat 3 UUPT. Dalam penjelasan umum Pasal 69 ayat 3 dijelaskan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal dan hasil usaha dari perseroan. Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tanggung jawab penuh akan keberadan isi laporan keuangan perseroan. Akan tetapi, dalam hal ini UU Perseroan Terbatas memberikan pembuktian terbalik bagi anggota direksi atau komisaris yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat 4. RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. BAB IV ANALISIS ATAS PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA KASUS ANTARA PT. BANK PERKEMBANGAN ASIA DAN PT. DJAYA TUNGGAL A. Posisi Kasus Bank Perkembangan Asia memberikan pinjaman kredit kepada PT. Djaya Tunggal sebanyak 3 tiga tahap yaitu: 1. Perjanjian kredit No. 58AKRBPAVI1983 sebesar Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta dengan jangka waktu satu tahun yaitu dari 1 Juni 1983 sd 1 Juni 1984 dengan bunga 2,1 dua koma satu persen. Jangka waktu kredit ini kemudian diperpanjang lagi selama satu tahun sehingga jatuh tempo pada 1 Juni 1985. 2. Perjanjian kredit No. 60AKRBPAVI1983 sebesar Rp. 550.000.000,- lima ratus lima puluh juta, dengan jangka waktu satu tahun yaitu sejak 1 Juni 1983 sd 5 juni 1984 dengan bunga 2,1 dua koma satu persen. 3. Perjanjian kredit No. 06KRBPAI1984, jangka waktunya 1 tahun yaitu sejak 16 Januari 1984 sd 16 Januari 1985. Perjanjian kredit tersebut diberikan dengan jaminan tanah HGB No. 39 dan tanah HGB No. 40 berikut bangunan pabrik atas nama PT. Djaya Tunggal. Ketika seluruh pinjaman kredit tersebut jatuh tempo, ternyata debitor PT Djaya Tunggal tidak dapat membayar semua pinjamannya kepada Bank tersebut, dengan alasan perusahaan PT. Djaya Tunggal telah berhenti beroperasi dan menderita 94 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 95 kerugian 75 tujuh puluh lima persen sehingga PT. Djaya Tunggal menyatakan dirinya tidak mampu lagi membayar hutangnya kepada Bank tersebut, debitor dalam keadaan insolvensi. Ternyata pengurus PT. Bank Perkembangan Asia, pemberi kredit kreditor adalah sama dengan pengurus PT. Djaya Tunggal sebagai penerima kredit debitor. Secara diam-diam presiden komisaris PT. Djaya Tunggal telah mengalihkan hak kepemilikan dua bidang tanah yang dijadikan jaminan kredit tersebut kepada pihak ketiga Jahya Paedjokerto dengan Akta NotarisPPAT Samadi No. 12, tanggal 5 Maret 1986. Ternyata kemudian NotarisPPAT Samadi tersebut telah habis masa jabatannya, sehingga akta pemilikan hak tersebut menjadi persoalan keabsahannya. Bank kemudian meminta kepada Kantor Agraria untuk memblokir pengeluaran sertifikat kedua bidang tanah, HGB No. 39 dan HGB No. 40 yang telah menjadi jaminan kredit Bank yang hutangnya belum dibayar oleh debitor PT. Djaya Tungal tersebut. Setelah diteliti ternyata kedua sertifikat HGB tersebut telah habis masa berlakunya. Dan pada saat itu atas permohonan pihak ketiga Jahya yang memperoleh hak dari presiden komisaris, pihak Kantor Agraria sedang memproses penerbitan sertifikat baru kedua bidang tanah HGB tersebut yang habis masa berlakunya dan masih terikat sebagai jaminan hutang PT Djaya Tunggal kepada Bank Perkembangan Asia. Kekalutan yang melada Bank Perkembangan Asia ini menyebabkan persoalannya ditangani oleh Bank Indonesia dengan mengubah susunan pengurus Bank Perkembangan Asia tersebut. RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 96 Karena merasa dirugikan dalam masalah pinjaman kredit belum dibayar oleh direktur PT. Djaya Tunggal wanprestasi; dan pelepasan dua bidang tanah sertifikat HGB No. 39 dan No. 40 yang terikat sebagai jaminan kreditnya PT. Djaya Tunggal oleh salah seorang pengurusnya Lee Darmawan merupakan perbuatan yang melawan hukum, maka pihak PT. Bank Perkembangan Asia mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri terhadap para Tergugat : 1 PT. Djaya Tunggal 2 Tan Sri Junaida 3 Koesnaen 4 Lee Darmawan 5 Harry Kianto 6 Jahya 7 Samadi ex Notaris PPAT Bogor 8 Walikota BogorKepala Kantor Agraria Bogor. Penggugat, PT. Bank Perkembangan Asia dalam gugatan tersebut mengajukan tuntutan petitum yang pokoknya sebagai berikut: - Melarang Tergugat VIII Kantor Agraria menerbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat HGB No. 39 dan No. 40 yang telah berakhir masa berlakunya. - Menghukum Tergugatsiapapun saja yang mendapat hak, membayar denda Rp. 100 ribu perhari, bila lalai memenuhi putusan ini. RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 97 - Meletakkan sita jaminan kepada dua bidang tanah atas nama PT. Djaya Tunggal tersebut di atas. Atas gugatan Bank tersebut diatas, pihak Tergugat mengajuklan eksepsi yang menyatakan bahwa pihak Penggugat dalam gugatannya telah mencampuradukkan antara tuntutan wanprestasi dengan tuntutan perbuatan melawan hukum. Eksepsi ini ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan bahwa tidak ada larangan dalam Hukum Acara – HIR untuk mengajukan dua macam tuntutan: wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam satu surat gugatan. Para Tergugat I sd V memberi tanggapannya bahwa mereka mengakui bahwa Tergugat I, PT. Djaya Tunggal mempunyai hutang kepada Penggugat seperti yang disebut dalam Surat Gugatan, dan PT. Djaya Tunggal telah tidak aktif lagi, menderita kerugian 75 dari jumlah modal dan tidak mampu lagi membayar hutangnya kepada Bank insolvensi. Perusahaan telah bubar. Hutang tersebut adalah hutang PT. Djaya Tunggal dan menjadi tanggung jawab PT. Djaya Tunggal, sebatas harta kekayaan yang dimilki oleh PT tersebut. Para Tergugat II sd V secara pribadi tidak harus dimintai tanggungjawab untuk membayar secara tanggung renteng terhadap hutang PT. Djaya Tunggal tersebut. Dengan alasan tersebut, para Tergugat menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Dalam gugatan rekonspensi Tergugat VI berdalil bahwa Penggugat Rekonpensi Tergugat asal VI telah mengajukan permohonan sertifikat baru atas RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 98 tanah negara sesuai dengan prosedurnya yang mana akibat perbuatan Penggugat asal Bank, maka Penggugat Rekonpensi menderita kerugian keuntungan yang diharapkan dari partner dagangnya. Majelis hakim pada Pengadilan Negeri yang mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya adalah sebagai berikut: Tergugat I, PT. Djaya Tunggal mengakui meminjam uang pada penggugat yang dituangkan dalam Perjanjian kredir seluruhnya berjumlah Rp. 5.502.293.038.04,- Namun Tergugat I tidak membayar hutangnya tersebut kepada Penggugat. Hal ini membuktikan bahwa PT. Djaya Tunggal telah wanprestasi. PT. Djaya Tunggal menderita kerugian 75 dari modalnya dan tidak mampu lagi membayar hutangnya insolvensi menurut Pasal 47 ayat 2 KUH Dagang, perusahaan ini menurut hukum menjadi bubar. PT. Djaya Tunggal merupakan suatu badan hukum diatur dalam pasal 36 sd 56 KUH Dagang. Perusahaan yang dinyakan insolvensi seharusnya malalui prosedur hukum yang ditentukan dalam Undang- undang Kepailitan Failessement Verardening. Prosedur tersebut tidak pernah dilakukan oleh PT. Djaya Tunggal. Berdasarkan Pasal 45 ayat 1 KUH Dagang, para Pengurus Perseroan Terbatas tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh PT tersebut. Tergugat IV, Lee Darmawan selaku Presiden Komisaris PT. Djaya Tunggal tidak mempunyai wewenang untuk melepaskan dua bidang tanah milik PT. Djaya Tunggal kepada pihak ketiga Yahya. Hal ini merupakan pelanggaran Pasal 12 Akta RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 99 Pendirian PT. Djaya Tunggal. Pelepasan dan pelimpahan tanah-tanah tersebut melalui Akta No. 12 yang dibuat oleh NotarisPPAT Samadi, Tergugat VII adalah tidak sah, karena dilakukan oleh orang yang tidak berwenang. Karena itu syarat Pasal 1365 KUH Perdata tidak dapat dipenuhi. Penggugat Rekonpensi terbukti bersama-sama dengan Tergugat Konpensi melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat Konpensi dan menimbulkan kerugian bagi Penggugat Konpensi Bank. Karena itu gugatan Rekonpensi tersebut harus ditolak. Akhirnya Hakim Pengadilan Negeri memberi putusan sebagai berikut : 1 Menolak gugatan dalam petitum Primair 2 Mengabulkan gugatan dalam petitum Subsidair 3 Menyatakan sita jaminan tanah sertifikat HGB No. 39 dan HGB No. 40 atas nama PT. Djaya Tunggal, adalah sah dan berharga. 4 Menyatakan sah dan mengikat Perjanjian Pinjam Uang No. 58, No. 60, No. 06KRBPA84. 5 Menyatakan Tergugat I, PT. Djaya Tunggal berhutang kepada Penggugat Rp. 5.502.293.038.84. 6 Menyatakan PT. Djaya Tunggal telah ingkar janji wanprestasi kepada Penggugat. RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 100 7 Menyatakan Tergugat II, III, IV, V, VI, VII melakukan perbuatan melawan hukum onrechmatige daad dan menyatakan Tergugat VIII melakukan perbuatan melawan hukum oleh Penguasa onrechmatige overheids daad. 8 Menyatakan batal Akta No. 12 yang dibuat oleh Tergugat VII Samadi. 9 Menghukum Tergugat I, PT. Djaya Tunggal untuk mengembalikan seluruh pinjamannya berikut bunganya Rp. 5.502.293.038.84. 10 Menghukum Tergugat II, III, IV, V, VI, VII untuk membayar ganti kerugian Rp. 100.000.000,- secara tunai kepada Penggugat. Menghukum Tergugat VIII untuk mematuhi putusan ini. Pengadilan Tinggi Para Tergugat menolak putusan Pengadilan Negeri tersebut dan mengajukan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi. Hakim Banding dalam putusannya memberi pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut: Menurut UU No. 5 Tahun 1960 jo Keppress No. 32Thn 1979, sertifikat tanah HGB No. 39 dan HB No. 40 keduanya atas nama PT. Djaya Tunggal, terbukti sudah berakhir masa berlakunya, sehingga statusnya menjadi ”tanah negara” sejak tanggal 24 September 1980. Dengan demikian Tergugat I, sudah tidak mempunyai hubungan hukum dengan tanah-tanah sengketa tersebut. Karena itu sertifkat tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 tersebut sudah tidak dapat digunakan sebagai jaminan hutang. Menurut Hakim Banding, setiap perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan hak atas tanah, maka perjanjian tersebut harus dibuktikan dengan suatu akta RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 101 hipotik yang dibuat di hadapan PPAT dan berdasdar PP No. 10 Tahun 1961 Pasal 19 jo PMA No. 15 Tahun 1961 harus didaftarkan pada Kantor Agraria. Oleh karena Perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan tanah tersebut tidak berdasar pada ketentuan hukum yang berlaku, maka harus dinyatakan batal demi hukum, sehingga permohonan Tergugat VIJahya Paedjokerto untuk memperbaharui sertifikat HGB tersebut sudah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku. Selanjutnya Hakim Banding berpendapat bahwa pertimbangan dan putusan Hakim Pertama sudah benar dan tepat dan harus dikuatkan. Mahkamah Agung RI PT. Bank Perkembangan Asia menolak putusan Pengadilan Tinggi tersebut dan mengajukan pemeriksaan kasasi. Menurut Majelis Mahkamah Agung bahwa pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi adalah bertentangan dengan hukum. Pengadilan Tinggi tidak perlu menyatakan perjanjian batal demi hukum. Perjanjian harus dinyatakan tetap sah dan mengikat kedua belah pihak, hanya PT. Bank Perkembangan Asia Pemohon Kasasi telah kehilangan tanah yang dijadikan jaminan sehingga dapat dinyatakan perjanjian pinjam-meminjam uang anatar para pihak adalah tanpa jaminan tanah. Majelis Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam tingkat kasasi, dalam putusannya berpendapat bahwa putusan Judex facti Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum, sehingga putusannya harus dibatalkan. Majelis Mahkamah Agung berpendapat bawha telah terbukti oleh Judex Facti, bahwa pengurus PT. Djaya RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 102 Tunggal Tergugat I adalah sama dengan pengurus PT. Bank Perkembangan Asia Penggugat sebelum Bank ini diambil alih oleh Bank Indonesia, karena kalah dalam kliring. Pemberian kredit oleh PT. Bank Perkembangan Asia Penggugat kepada PT. Djaya Tunggal Tergugat tersebut, merupakan kredit yang diberikan kepada Perusahaan yang didirikan dan termasuk PT. Bank Perkembangan Asia sendiri. Dengan demikian pada diri Tergugat I, PT. Djaya Tunggal dan Penggugat Bank, pada saat terjadi pemberian kredit, bersatu pada diri Tergugat II sd V. Pemberian kredit dari Penggugat Bank kepada PT. Djaya Tunggal, suatu perusahaan yang dimiliki oleh Bank tersebut, menimbulkan dugaan adanya persengkongkolan dan itikad buruk pada diri para Tergugat I, II, III, IV, V dengan penggugat Bank. Kasus yang demikian itu menurut ajaran hukum termasuk sebagai : extension de passip atau Piercing the Corporate Lefting The Corporate Veil yakni : Pembatalan pertanggungjawaban limited liability dari suatu Perseroan Terbatas PT dapat dibebankan kepada para pengurusnya, apabila tindakan hukum yang mereka lakukan untuk dan atas nama PT tersebut mengandung persengkongkolan secara itikad buruk yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Dalam kasus ini, para Tergugat II sd V sebagai Pengurus PT Bank Perkembangan Asia dan sekaligus juga pengurus PT. Djaya Tunggal Tergugat I dengan bersekongkol dan beritikad buruk, meminjamkan uang kepada RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 103 perusahaannya sendiri tanpa credit analysis dan benda jaminannya tanah HGB No.39 dan 40 yang diketahui sudah habis masa waktunya. Kerugian yang diderita oleh Bank Penggugat, tidak hanya dibebankan kepada PT. Djaya Tunggal Tergugat I saja, akan tetapi meliputi para pengurusnya, Tergugat I sd V secara tanggung renteng. Tanah HGB No. 39 dan HGB No. 40 yang sudah berakhir masa berlakunya itu sudah menjadi tanah negara, jauh sebelum perjanjian kredit ditandatangani sehingga tanah ini tidak sah sebagai barang jaminan. Tindakan pemberian hak baru oleh Tergugat VIII Kantor Agraria kepada tergugta VI Jahya atas tanah ex HB No. 39 adalah sah, karena Kantor Agraria yang memberikan hak atas tanah tersebut. Tanah tersebut telah menjadi tanah negara Keppres No. 32 tahun 1979 dan sesuai dengan fungsi dan kewenangan pejabat agraria setempat. Tentang gugatan Rekonpensi yang ternyata tidak memenuhi syarat formil gugatan, yaitu karena petitumnya tidak diperinci dan hanya berbentuk ”ex aquo et bono”, sehingga gugatan ini harus dinyatakan tidak dapat diterima.

B. Analisis Kasus