Pertanggungjawaban Terbatas Pengurus Perseroan

BAB II PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA SUATU PERSEROAN TERBATAS

A. Pertanggungjawaban Terbatas Pengurus Perseroan

Suatu perseroan berbeda dengan suatu persekutuan yang bukan merupakan suatu legal entity dan tidak terpisah dari para sekutu yang menjadi anggota persekutuan itu. Perseroan adalah legal entity yang berbeda dan terpisah dari pemegang saham perseroan tersebut. Sebagai suatu legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari para pemegang sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas namanya sendiri. ”Para pemegang saham bukan merupakan pihak dari perjanjian yang dibuat oleh perseroan dengan pihak lain. Oleh karena itu pemegang saham juga tidak berhak memaksa pihak lain untuk melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian itu”. 74 Dengan demikian, antara para pemegang saham dan perseroan merupakan pihak yang terpisah. Para pemegang saham tidak dapat dituntut untuk melunasi hutang-hutang perseroan, walaupun dirinya adalah pemiliknya. Sebab sebelumnya para pemegang saham sudah mengadakan perjanjian yang isinya bahwa masing- masing pihak telah memisahkan atau melepaskan sebagian harta kekayaan milik 74 Rachmadi Usman, Op Cit, hal. 147-148 45 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 46 pribadinya dari harta kekayaan perseroan yang dipisahkan dari harta kekayaan milik pribadinya. Dengan dipisahkannya harta kekayaan milik pribadi para pemegang saham dan harta milik perseroan, maka tanggung jawab para pemegang saham hanya sebatas pada harta kekayaan milik pribadinya yang dimasukkan pada perseroan. Dengan kata lain, para pemegang saham tidak berkewajiban untuk melunasi hutang- hutang perseroan jika hasil penjualan harta kekayaan perseroan masih belum mencukupi. Demikian pula pihak ketiga tidak dapat menuntut para pemegang saham untuk memenuhi kewajiban perseroan seandainya harta kekayaan perseroan tidak mencukupi. Pada suatu badan hukum dikenal doktrin keterbatasan tanggung jawab. Artinya secara prinsip ”setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu badan hukum, hanya badan hukum sendiri yang bertanggungjawab. Para pemegang saham tidak bertanggungjawab kecuali sebatas saham yang dimasukkannya”. 75 Hal ini berarti harta kekayaan pribadi para pemegang saham tidak ikut dipertanggungajawabkan sebagai tanggungan perikatan yang dilakukan oleh badan hukum yang bersangkutan. Dengan demikian para pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggungjawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya. Prinsip ini dinamakan dengan ”the doctrine of separate 75 Ibid, hal. 149 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 47 legal personality of a company atau the principle of the company’s separate legal personality, yang disingkat dengan doctrine of separate corporate personality”. 76 Persoalan tanggung jawab terbatas pemegang saham ini, pada awalnya memunculkan kontroversi. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham ini bersifat mutlakabsolut. Artinya dalam segala keadaan pemegang saham hanya bertanggungjawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Sebagian ahli hukum dan praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham sifatnya tidak absolutmutlak. Artinya dalam keadaan-keadaan tertentu para pemegang saham dimungkinkan bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan atau kerugian yang dialami perseroan. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa jika pertanggungjawaban terbatas tersebut bersifat absolut, maka perseroan terbatas sebenarnya merupakan kedok usaha yang dipakai pemegang saham untuk menghindari resiko kerugian yang timbul sebagai akibat keterlibatannya dalam perseroan. Secara hukum, tanggung jawab dari sebuah perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Tanggung jawab hukum dari suatu perseroan yang tidak berbentuk badan hukum. 76 Ibid RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 48 “Apabila suatu perusahaan tidak berbentuk badan hukum, misalnya perusahaan dalam bentuk firma, usaha dagang biasa sole proprietorship, maka tidak ada harta yang terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut. Akan tetapi yang ada hanyalah harta dari pemilik perusahaannya”. 77 Karena itu, secara hukum, tanggung jawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggung jawab perseroan dengan tanggung jawab pribadi pemilik perusahaan. Dengan demikian, jika suatu kegiatan yang dilakukan oleh atau atas nama perseroan yang bukan badan hukum, dan terjadi kerugian bagi pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat meminta pemilik perusahaan untuk bertanggungjawab secara hukum, termasuk meminta agar harta benda pribadi dari pemiliknya tersebut disita dan dilelang. Hal ini merupakan konsekuensi dari ketentuan hukum yang menyatakan bahwa seluruh harta benda seseorang menjadi tanggungan bagi hutang-hutangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum. Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan lain-lain, maka “secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendirinya pemiliknya. Karena itu, tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan 77 Munir Fuady II, Op Cit, hal. 2 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 49 yang berbentuk badan hukum tersebut”. 78 Jadi, misalnya suatu perseroan terbatas melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, yang bertanggungjawab adalah perseroan tersebut dan tanggung jawabnya sebatas harta benda yang dimiliki oleh perseroan tersebut. Harta benda pribadi pemilik perseroanpemegang sahamnya tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab perseroan tersebut. Ini adalah prinsip yang berlaku umum dalam keadaan normal. Pengakuan prinsip keterpisahan tanggung jawab antara perusahaan selaku badan hukum dengan pemegang saham sebagai pribadi sudah merupakan hal yang berlaku umum dalam sistem hukum manapun. Dalam sistem hukum Indonesia hal tersebut diakui secara tegas oleh Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 3 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut ”Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang dimilikinya”. Ketentuan tentang keterpisahan tanggung jawab hukum antara perseroan dengan pribadi pemegang saham tersebut mempertegas ciri dari suatu perseroan terbatas bahwa pemegang saham hanya bertanggungjawab sebesar nilai saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Namun dalam hal- hal tertentu, hukumpun terkadang tidak memegang teguh pada prinsip 78 Ibid, hal. 2-3 RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 50 keterpisahan tanggung jawab antara badan hukum dengan pihak- pihak lain tersebut. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat 2 UUPT bahwa dalam hal- hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab perseroan terbatas tersebut. Hal-hal tertentu dimaksud adalah: a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi percampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan sehingga perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya, sebagaimana disebutkan dalam huruf d. 79 Berlakunya doktrin separate corporate personality yang menegaskan bahwa antara perseroan sebagai legal entity dan para pemegang saham dari perseroan itu terdapat suatu ”tabir” veil pemisah yang dalam hukum perusahaan ”tabir” tersebut disebut dengan corporate veil. Dalam teori hukum perseroan, dalam keadaan tertentu tabir tersebut dapat disingkap oleh hakim. Artinya apabila 79 Penjelasan umum atas Pasal 3 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas RUSTAMAJI PURNOMO : PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL PADA PERSEROAN TERBATAS Studi Kasus PT. Djaya Tunggal dan PT. Bank Perkembangan Asia, 2008. 51 terjadi atau terdapat keadaan yang dimaksud, hakim dapat memutuskan agar pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi sampai kepada harta pribadinya kepada kreditor perseroan yang dirugikan oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Penyingkapan corporate veil itu disebut dengan piercing the corporate veil atau lifting the corporate veil. Artinya dalam hal-hal tertentu keterbatasan tanggung jawab pemegang saham itu tidak berlaku.

B. Tanggung Jawab dan Kewenangan Direksi