Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat 2 dua cara Pemerintah melakukan pengawasan terutama terhadap pengawasan Perda.
Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Ranperda yaitu terhadap Ranperda yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum
disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Ranperda propinsi, dan oleh Gubernur terhadap Ranperda KabupatenKota.
Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Sedangkan Pengawasan terhadap semua
peraturan daerah di luar termasuk di atas, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk Propinsi dan Gubernur untuk
KabupatenKota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang tinggi dapat dibatalkan
sesuai mekanisme yang berlaku.
a. Pengertian Pengawasan
Menurut Ateng Syafrudin dalam negara kesatuan terdapat prinsip bahwa pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan terletak di tangan
Pemerintah Pusat, oleh karenanya otonomi yang diberikan kepada daerah bukanlah kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau dapat dikatakan bahwa
kemandirian itu adalah wujud dari pemberian kesempatan bagi daerah yang harus
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
dipertanggunjawabkan.
256
Oleh sebab itu Pemerintah Pusat berhak melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugasnya selaku
penyelenggara pemerintahan di daerah. Senada dengan hal tersebut Amrah Muslimin berpendapat bahwa prinsip yang terkandung di dalam negara kesatuan adalah bahwa
Pemerintah Pusat berwenang melakukan campur tangan yang lebih intensif terhadap persoalan-persoalan di daerah dan kewenangan Pemerintah Pusat ini hanya terdapat
dalam suatu perumusan umum dalam Undang-Undang Dasar.
257
Sedangkan menurut Bohari, pengawasan adalah suatu upaya agar apa yang telah direncanakan sebelumnya diwujudkan dalam waktu yang telah ditentukan serta
untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan tadi, sehingga berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut dapat diambil suatu
tindakan untuk memperbaikinya, demi tercapainya wujud semula.
258
Dengan demikian, pengawasan dari Pemerintah Pusat terhadap daerah merupakan pengikat kesatuan, agar bandul kebebasan berotonomi tidak bergerak
begitu jauh sehingga mengurangi bahkan mengancam kesatuan, tetapi pengawasan tidak boleh mengakibatkan pengurangan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam
dasar-dasar desentralisasi serta patokan-patokan sistem rumah tangga daerah, seperti dasar kerakyatan dan kebebasan daerah untuk berprakarsa, oleh karenanya bandul
256
Ateng Syafrudin, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bandung: Bina Cipta, 1985, hlm. 23.
257
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung: Alumni, 1978, hlm. 17.
258
Bohari, Op.Cit.
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
pengawasan harus bergerak seimbang, tidak terlalu longgar tetapi tidak pula terlalu ketat.
259
Pengawasan Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah harus memenuhi beberapa syarat, yakni sebagai berikut
260
: 1.
Harus sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang- undangan.
2. Tidak boleh menyimpang atau melanggar kepentingan nasional dan batas-batas
wewenang yang telah diberikan. 3.
Pemerintah Pusat berhak untuk mengawasi Pemerintah Daerah baik secara preventif dan represif.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pada Bagian Penjelasan butir 10 dijelaskan bahwa pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif
untuk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya
sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena itu, Perda yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh
pejabat yang berwenang.
261
Demikian pula pengertian pengawasan menurut beberapa pendapat sarjana ada bermacam-macam. Menurut Siagian pengertian pengawasan adalah proses
259
Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 181.
260
R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bandung: Alumni, 1982, hlm. 4.
261
Undang-Undang Otonomi Daerah 1999 Juklak, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 63.
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
262
Namun, juga ada pendapat bahwa pengawasan berarti juga setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan
tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai.
263
Menurut Sujamto pengertian pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan
tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Artinya Sujamto ingin mengembalikan pengertian pengawasan ini kepada kata dasarnya dalam Bahasa
Indonesia, yaitu “awas” yang berarti mampu mengetahui secara cermat dan seksama. Jadi tujuan pengawasan hanyalah untuk mengetahui secara cermat dan seksama
kenyataan yang sebenarnya dari apa yang diawasi itu. Kata “yang semestinya” dalam pengertian di atas adalah tolak ukur yang mengandung tiga segi, yaitu : sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku serta memenuhi prinsip-prinsip daya guna efisiensi dan
hasil guna efektifitas.
264
Berbeda dengan pendapat Effendi Lotulung, menurut beliau pengertian pengawasan sama dengan kontrol, di mana pengawasan pusat terhadap daerah
merupakan suatu kontrol terhadap pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan di
262
S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1986, hlm. 153.
263
Victor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Aspek Pengawasan Melekat, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm. 21.
264
Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, hlm. 19-20.
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
Daerah. Tujuan kontrol ini adalah suatu usaha preventif terhadap kekeliruan- kekeliruan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tujuan kontrol juga
dimaksudkan sebagai suatu usaha represif, yaitu untuk memperbaiki apabila sudah terjadi kekeliruan. Dalam prakteknya ada kontrol yang sering dilihat sebagai sarana
untuk mencegah timbulnya segala bentuk penyimpangan tugas pemerintahan dari apa yang telah digariskan. Memang disinilah letak inti atau hakekat dari suatu
pengawasan.
265
b. Fungsi Pengawasan