BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam tesis ini, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
6. Mekanisme pelaksanaan pengawasan Pemerintah Pusat terhadap Perda menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanyalah bersifat represif saja, yaitu pengawasan yang hanya dilakukan bila suatu Perda telah diundangkan. Namun
dalam pelaksanaannya ternyata pengawasan yang bersifat represif punya kelemahan, hal ini terlihat dari banyaknya Perda yang dibatalkan terutama Perda
yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Oleh karena itu, di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pengawasan terhadap Perda tidak
hanya bersifat represif saja tetapi juga bersifat preventif. Bentuk pengawasan preventif ini selain dalam hal mengesahkan atau membatalkan Perda juga dalam
hal pemberian bimbingan, petunjuk dan rambu-rambu sehingga daerah dapat menghasilkan Perda yang dapat diterima oleh semua kalangan, baik Pemerintah
maupun masyarakat. 7.
Pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Perda semenjak awal kemerdekaan hingga sekarang adalah : Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, Undang-Undang Nomor
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
18 Tahun 1965. Kemudian pernah berlaku TAP MPR Nomor XXI Tahun 1966 mengamanatkan otonomi yang seluas-luasnya di mana asas melalui undang-
undang organik untuk pelaksanaannya. Kemudian setelah terbit TAP MPR yang menganut otonomi yang nyata dan bertanggung jawab yakni TAP MPR No. IV
Tahun 1973 tentang GBHN, berdasarkan garis politik yang demikian, keluarlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah yang
berlaku sampai tahun 1999, dan undang-undang ini pula menjadi sasaran analisis dan sorotan politik dalam era reformasi politik dan pemerintah, yang akhirnya
lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, disusul kemudian oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
8. Pengujian Perda yang dilakukan oleh Pemerintah dilakukan dengan standar yang
lebih luas. Dikatakan lebih luas karena Pemerintah menguji Perda tidak hanya didasarkan pada aturan hukum yang lebih tinggi dari Perda, tetapi juga didasarkan
pada standar kepentingan umum. Kepentingan umum adalah aspek yang bersifat sosiologis daripada legalis. Sehingga pengujian terhadap kepentingan umum
tergantung pada aspek keberlakuan berbagai macam jenis hukum dan norma sosial yang ada dalam masyarakat. Akibat hukum dari pengujian terhadap Perda
adalah berupa pembatalan Perda. Adapun indikator dalam pembatalan Perda itu adalah: 1 tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum; dan 2 tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi. Sementara ukuran yang dijadikan Mahkamah Agung dalam menguji Perda adalah
dengan menjawab pertanyaan, apakah suatu Perda itu bertentangan dengan
Rudy Hendra Pakpahan : Pengujian Perda Oleh Lembaga Eksekutif Dan Yudikatif, 2009
B. Saran