Latar Belakang Masalah PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Hal ini dinyatakan Allah SWT di dalam al-Qur’an Surat Âli ‘Imrân3:3-4. ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ⌦ “Dia menurunkan al-Kitab al-Qur’an kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan siksa.” 1 Menurut Yûsuf al-Qardawî, berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya al-Qur’an mempunyai beberapa keistimewaan, diantaranya: Pertama, ia adalah kitab yang dipelihara langsung oleh Allah SWT, sementara kitab-kitab sebelumnya dijaga oleh orang-orang yang menerimanya. Kedua, ia merupakan mukjizat terbesar bagi Muhammad SAW. Ketiga, ia mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Keempat, ia adalah kitab yang berlaku sepanjang jaman. 1 Lihat juga sûrah al-Baqarah2:2, al-Baqarah2:185 1 1 Kelima, ia merupakan kitab yang berlaku untuk seluruh umat manusia. 2 Sebagai kitab petunjuk yang diturunkan Pencipta manusia, al-Qur’an berisi petunjuk yang paling sesuai bagi kehidupan manusia. Manusia akan memperoleh kesuksesan hidup apabila mengikuti petunjuk al-Qur’an. Sebaliknya, manusia akan terjerumus dalam kesesatan apabila mengabaikannya. Rasulullah SAW mewasiatkan hal ini dalam khutbah Haji Wada’. ﺎﻤﻬ ﻋ ﷲا ﺿر سﺎ ﻋ ﻦﺑ ﻦﻋ : لﻮﺳر نأ ﻄﺧ ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﻋ ﷲا ﻰ ﷲا ﻪﺑ ﻢﺘﻤ ﺘﻋا نإ ﺎ ﻢﻜﻴﻓ ﺖآﺮ ﺪ أ سﺎ ﻟا ﺎﻬ أ ﺎ لﺎ ﻓ عادﻮﻟا ﺔﺠﺣ ﻓ سﺎ ﻟا ﻪﻴ ﺔ ﺳو ﷲا بﺎﺘآ اﺪﺑأ اﻮ ﻦ ﻓ “Dari Ibn ‘Abbâs r.a Sesungguhnya Rasulullah SAW. berkhutbah di hadapan manusia pada haji Wada’,“Sesungguhnya telah saya tinggalkan kepada kamu, jika kamu berpegang teguh maka kalian tidak akan tersesat selamanya. Yaitu kitabullah dan sunah Rasulullah.” 3 Kesuksesan hidup tidak mudah untuk diraih. Tidak setiap orang dapat meraih kesuksesan hidup. Upaya manusia untuk meraih kesuksesan dengan mengikuti petunjuk akan diuji oleh Allah SWT dengan cobaan. Manusia tidak dibiarkan mengklaim dirinya sebagai orang beriman tanpa diuji sebelumnya. Allah SWT berfirman tentang hal ini dalam Surat al-‘Ankabût29 ayat 2: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?” Bahkan para nabi dan rasul pun menerima ujian dari Allah SWT. Ibn al- Jauzî mengatakan,” Seandainya dunia bukan medan musibah, di dalamnya tidak 2 Yûsuf al-Qardawî, Bagaimana Berinteraksi Dengan al-Quran. Penerjemah Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000, h. 14. 3 Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ Beirut: Dar al-Fikr, tt, Juz 10, No. 114 2 2 akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa para nabi dan orang-orang pilihan.” 4 Nabi Adam A.S. diuji oleh Allah SWT hingga dikeluarkan dari surga, nabi Nuh A.S. diuji kesabarannya dengan berdakwah selama tiga ratus tahun, dan nabi Ibrahim A.S. diuji dengan bara api dan penyembelihan putranya sendiri. Allah SWT berfirman tentang beratnya cobaan bagi para nabi di dalam Surat al-Baqarah2:214 sebagai berikut: ☺ ☺ “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” Bangsa Indonesia pun mengalami ujian yang datang silih berganti. Salah satu kejadian yang meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi bangsa ini adalah peristiwa tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Kejadian tersebut telah meluluhlantakkan provinsi Aceh dan sekitarnya dengan kerugian yang mencapai 4.5 Milyar Dolar Amerika dan ratusan ribu nyawa melayang. 5 Peristiwa besar lain yang belum lama terjadi adalah bobolnya tanggul Situ 4 Muhammad al-Manjibi al-Hanbali, Menghadapi Musibah Kematian. Penerjemah Muhammad Suhadi Jakarta: Mizan Publika, 2007, h. 4. 5 Biro Humas Luar Negeri BPK, “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pascatsunami”, artikel diakses pada 10 Januari 2010 dari http:www.bpk.go.idweb?p=3958 3 3 Gintung di kecamatan Ciputat menjelang Subuh hari Jumat tanggal 27 Maret 2009. 6 Setiap manusia merasakan kepedihan atas terjadinya musibah yang merenggut kesenangan hidup tersebut. Tetapi manusia menghadapi musibah yang menimpanya dengan sikap yang berbeda-beda. Sikap manusia terhadap musibah dapat dikelompokkan sebagai berikut. Pertama, kelompok yang menganggap musibah sebagai bagian dari warna kehidupan yang harus diterima. Mereka meyakini setiap orang akan mengalami musibah dan mereka tidak larut dalam kesedihan dan melanjutkan hidupnya seperti biasa. Kedua, kelompok yang menganggap musibah sebagai akibat dari perbuatan orang lain terhadap dirinya. Sikap ini dapat menciptakan pribadi yang pendendam, cenderung menyalahkan orang lain dan akan membawa kerugian bagi yang bersangkutan. Ketiga, kelompok yang menyalahkan dan mempertanyakan keadilan Tuhan Sang Pencipta. Kelompok ini mengakui bahwa musibah adalah kehendak Sang Pencipta. Tetapi, pada saat yang sama, mereka merasa tidak layak untuk ditimpa musibah tersebut. Sikap semacam ini dapat membawa manusia kepada kekufuran. Pada umumnya, semakin besar kehilangan yang dirasakan semakin sulit bagi manusia untuk dapat menerimanya. Berdasarkan uraian di atas, alasan penulis memilih topik musibah dalam penelitian ini adalah pertama, karena musibah sebagai sebuah ujian dari Allah SWT selalu menghiasi kehidupan manusia. Terlebih, sejak beberapa tahun terakhir banyak musibah yang terjadi di Indonesia sebagaimana telah diuraikan di atas. Kedua, kebanyakan manusia tidak mengetahui atau lupa tentang hakikat 6 Kompas, “Bencana Situ Gintung, Kerugian UMJ Rp 10 Miliar.” 10 Maret 2009. 4 4 musibah. Hal ini tampak dari sikap negatif kebanyakan manusia ketika ditimpa musibah yang menjadikan hidup mereka menjadi terasa semakin sempit. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui hakikat yang sebenarnya tentang musibah menurut al-Qur’an. Pemahaman yang benar tentang hakikat musibah diharapkan dapat membantu melahirkan sikap dan perilaku yang benar ketika musibah menimpa. Allah Mahakuasa atas hidup manusia. Tidak ada yang berlaku di muka bumi ini kecuali atas kehendak-Nya, termasuk di dalamnya musibah yang menimpa seseorang di belahan manapun di dunia ini. Allah SWT sebagai pencipta manusia mengetahui apa yang terbaik bagi manusia. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT jauh lebih banyak dari ujian yang diberikan. Semua peristiwa yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT dan sudah ditulis di dalam kitab di al-Lauh al-mahfuz. Hal ini telah dinyatakan Allah SWT dalam Surat al-Hadîd ayat 22-23 sebagai berikut: ⌧ ☺ “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab al-Lauh al-Mahfuz sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Kedua ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa pada hakikatnya musibah 5 5 yang menimpa manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT dan ditulis di dalam kitab di al-Lauh al-Mahfuz. Selanjutnya ayat tersebut menyatakan bahwa semestinya manusia tidak putus asa apabila ditimpa musibah dan sebaliknya semestinya manusia tidak terlalu bergembira dan menjadi lupa diri ketika meraih prestasi dalam hidupnya. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat lain yang berbicara tentang musibah, tetapi Surat al-Hadîd ayat 22-23 di atas secara tegas menerangkan tentang hakikat musibah. Sedangkan ayat-ayat lain menjelaskan aspek-aspek lain dari musibah, di antaranya Surat al-Hajj ayat 11 menjelaskan tentang sikap manusia ketika ditimpa musibah. ☺ ☺ “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” Dengan alasan di atas penulis memilih Surat al-Hadîd ayat 22-23 untuk memahami lebih jauh hakikat musibah. Penelitian terhadap kedua ayat tersebut akan mengacu kepada kitab tafsir Fî Zilâl al-Qur’ân karya Sayyid Qutb dan kitab Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azîm karya Ibn Katsîr. Kedua kitab tafsir tersebut dipilih dengan alasan keduanya mewakili periode dan metode penafsiran yang berbeda. Karya Sayyid Qutb dipilih dan didahulukan dalam pembahasan karena karya ini termasuk dalam kategori tafsir periode modern yang menggabungkan metode bi al-ra’yi dan metode bi al-ma’tsur yang 6 6 penafsirannya lebih sesuai dengan kehidupan masa kini. Tafsir Sayyid Qutb kaya dengan pemikiran sosial kemasyarakatan dan mengkaji masalah-masalah sosial serta memberikan solusi yang dibutuhkan masyarakat. Sementara karya Ibn Katsîr dipilih untuk mewakili tafsir periode klasik dengan metode bi al-ma’tsur. Tafsir ini menyajikan penafsiran berdasarkan sumber-sumber lain yang dapat dipercaya. Tafsir Ibn Katsîr lebih dipilih daripada kitab klasik yang lain karena kitab ini adalah salah satu kitab tafsir klasik bi al-ma’tsur yang masyhur dan telah diakui kualitasnya. Dengan menggunakan dua kitab tersebut diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang hakikat musibah.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah