Metode dan Corak Tafsir Sayyid Qutb

dengan 30 dan penafsiran ulang juz satu hingga tigabelas. Sayyid Qutb tidak dapat melakukan penulisan ulang juz empat belas hingga 27 karena menjalani eksekusi hukuman mati. Bagi Sayyid Qutb, menulis tafsir bukan bertujuan untuk berkhidmat kepada ilmu tafsir itu sendiri, seperti yang dinyatakan al-Syaukani, penulis tafsir Fath al-Qadîr, ataupun Sayikh al-Maraghi. 9 Tetapi beliau bermaksud menjadikan tafsir beliau sebagai sarana untuk mendekatkan ummat Islam kepada al-Qur’an dan mengaplikasikan kandungannya dalam kehidupan ummat. Tentang hal ini beliau mengatakan sebagai berikut. ”Sesungguhnya saya serukan kepada para pembaca Zilâl jangan sampai Zilâl ini yang menjadi tujuan mereka, akan tetapi hendaklah mereka membaca Zilâl agar bisa dekat kepada al-Qur’an. Selanjutnya agar mereka mengambil al-Qur’an secara hakiki dan membuang Zilâl ini. Mereka tidak akan bisa mengambilnya secara hakiki kecuali jika mereka menjadikan seluruh kehidupan mereka untuk mewujudkan kandungan-kandungannya dan juga untuk berperang melawan kejahiliyahan dengan nama al-Qur’an dan di bawah benderanya.” 10

3. Metode dan Corak Tafsir Sayyid Qutb

Sayyid Qutb menafsirkan al-Qur’an dengan metode tahliliy 11 , yaitu sebuah metode tafsir yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an 9 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 122. 10 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 128. 11 Dr. Abd al-Hayy membagi metode penafsiran menjadi empat: 1. al-Ijmali global yaitu metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. 2. Tahliliy Analisis yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan menyampaikan semua aspek yang terkandung di dalam ayat yang ditafsirkan dan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir. 3. Muqarin komparatif yaitu membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; atau membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW, yang pada lahirnya terlihat bertentangan; atau membandingkan berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam menafsirkan Al- Qur’an. 4. Mawdhu’iy Tematik yaitu menafsirkan al-Quran sesuai dengan tema atau judul yang ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dihimpun, kemudian diteliti secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait seperti asbâb al-nuzûl, kosa kata dan sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta 18 meliputi seluruh aspeknya, yaitu aspek bahasa, kosakata, makna global, munasabah korelasi ayat, asbab al-nuzûl dilengkapi dengan sunnah Nabi SAW, pendapat sahabat, tabi’in dan pendapat mufasir sendiri. Keunikan tafsir Sayyid Qutb terletak pada corak tafsirnya yang dipengaruhi oleh latar belakang beliau sebagai sastrawan, keadaan masyarakat Mesir pada waktu itu dan keterlibatan beliau dalam Ikhwanul Muslimin. Kepakaran Sayyid di bidang sastra membuat bahasa yang digunakan dalam tafsirnya menjadi indah dilengkapi dengan penggambaran yang terasa hidup dan nyata. Keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat saat itu mendorongnya untuk menulis tafsir ijtima’i sebagai solusi bagi permasalahan masyarakat. Sedangkan keterlibatannya dalam Ikhwanul Muslimin dan pertentangannya dengan kebijakan pemerintah Mesir pada saat itu membuatnya menuliskan tafsir bernafaskan haraky atau pergerakan. Dengan demikian, tafsir Sayyid Qutb dapat disebut sebagai tafsir tahlily yang bercorak adabi ijtima’i haraky. Dalam menuliskan tafsirnya Sayyid Qutb menggunakan pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Quran sebagai rujukan utama. Adapun sumber-sumber rujukan lain yang bersifat sekunder meliputi kitab-kitab tafsir bi al-ma’tsur tafsir Ibn Katsir, tafsir al-Thabari, tafsir al-Tsa’labi, tafsir al-Baghawi, tafsir al-Qurtubi, dll., kitab-kitab sirah karya Ibn Hisyam, al-Maqrizi, Ibn Hazm, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah, kitab-kitab hadis, kitab-kitab sejarah umat Islam dan dunia Islam masa kini, buku-buku ilmiah, kelimuan Islam, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari Al-Qur’an dan Hadis, maupun pemikiran rasional. Dr. Abd al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidâyah fî Al-Tafsîr Al- Maudhu’iy Kairo:Al-Hadharah Al-Arabiyah, 1977, Cet.II, h. 23. 19 pengetahuan dan pengalaman pribadi serta pemikiran yang bersumber dari jamaah Ikhwanul Muslimin. 12

B. Deskripsi Tentang Ibn Katsîr 1. Biografi Ibn Katsîr

Ibn Katsîr dilahirkan di Bashra pada tahun 700 H 1300 M dengan nama lengkap Imâduddîn Abu al-Fida’ Ismâîl bin ‘amir bin Katsîr. Beliau wafat di Damaskus pada tahun 774 H. Beliau dikenal sebagai ahli tafsir, hadis, sejarah dan fiqh. 13 Keluarga Ibn Katsîr merupakan keluarga terhormat di masanya. Ayahnya, Syihab al-Din Abu Hafsh ‘Amr Ibn Katsîr Ibn Dhaw’ Ibn Zara’ al-Quraisy adalah seorang ulama terkemuka. Setelah orang tuanya wafat, dalam usia tujuh tahun Ibn Katsîr pergi ke Damaskus bersama sudaranya untuk menimba ilmu. 14 Pesatnya kemajuan pusat-pusat studi Islam di bawah pemerintah dinasti Mamaluk pada masa tersebut menguntungkan Ibn Katsîr yang sedang menuntut ilmu. Banyak ulama ternama yang menjadi tempat beliau berguru. 15 Guru utama Ibn Katsîr adalah Bahrudin al-Farazi 660-729 H dan Kamal al-Din Ibn Qadi Syuhbah. Dari keduanya beliau mempelajari ilmu fiqih dengan menelaah kitab al-Tanbih karya al-Syirazi dan Mukhtashar Ibn Hajib hingga menjadi ahli fiqih yang menjadi rujukan para penguasa dalam persoalan hukum. 16 12 al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir, h. 182. 13 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn Mesir: Maktabah Wahbah, 1985, h. 242. 14 Mani’ Abd al-Halim Mahmûd, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehesif Metode Para Ahli Tafsir. Penerjemah Syahdianor dan Faisal Saleh Jakarta: Rajagrafindo, 2003, h. 64. 15 Nur Maizin Maswan, Kajian Deskriptif Tafsir Ibn Katsîr Yogyakarta: Menara Kudus, 2002, h. 35-36. 16 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam Jakarta: PT Ichtiar Van Horve, 1993, Jilid III, h. 157- 158. 20 Kemudian beliau berada dalam bimbingan Ibn Taimiyah wafat 728 H. Ibn Katsîr menyelesaikan hafalan al-Qur’an pada usia sebelas tahun dan memperdalam qira’at dan studi tafsir dari Ibn Taimiyyah. Ibn Katsîr berguru hadis kepada para ulama Hijaz dan mendapatkan ijazah dari al-Wani. Beliau menghafal 100.000 hadits dan mendapat gelar al- Hafîz. 17 Ibn Katsîr juga mendapat sebutan al-Mu’arrikh karena kepakarannya dalam bidang sejarah. Guru beliau dalam bidang ini adalah Al-Hafîz al- Birzali w.739 H, seorang sejarawan dari kota Syam. Kitab sejarah al- Bidâyah wa al-Nihâyah karya Ibn Katsîr banyak merujuk kepada karya gurunya tersebut. 18 Imam al-Dzahabi menilai Ibn Katsîr sebagai “Imam, mufti, dan pakar hadis. Spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang kritis.” Setelah al-Dzahabi wafat, Ibn Katsîr menggantikannya sebagai syaikh di Um al-Shaleh. Beliau juga memimpin Dar al-Hadits al-Syarafiyyah setelah al- Subki meninggal dunia. 19

2. Pemikiran dan karya-karya Ibn Katsîr