mereka merasa dianaktirikan oleh desa induk. Namum, pembentukan desa baru tentunya tidak hanya didasarkan pada persoalan hak-hak sosial ekonomi yang belum terpenuhi saja,
tanpa mempertimbangkan studi kelayakan apakah dusun tersebut sudah siap untuk menjadi desa baik secara administratif maupun secara fisik kewilayahan, sehingga nantinya
pembentukan desa baru menghadirkan kehidupan masyarakat desa yang maju dan sejahtera.
Studi kelayakan yang dimaksudkan di atas harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 72 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun
2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang di dalamnya memuat tentang syarat-syarat pembentukan desa.
Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh sebuah daerah dusun yang ingin melakukan pembentukan desa baru.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Kesiapan Dusun IV Alue Tengku Muda Menjadi Desa Alue Tengku Muda”.
B. Perumusan Masalah
Suharsimi Arikunto 1993: 17 menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya
sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah
adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
masalah penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut: Bagaimanakah Kesiapan Dusun IV Alue Tengku Muda untuk Menjadi Desa Alue Tengku Muda ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tentunya mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: a.
Untuk mengetahui sejauh mana Dusun IV Alue Tengku Muda dalam mempersiapkan diri guna menjadi desa defenitif.
b. Untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam rencana
pembentukan Dusun IV Alue Tengku Muda menjadi desa.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a.
Secara teoritisakademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai pembentukan desa guna
mewujudkan percepatan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat
menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak;
b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi masyarakat
desa khususnya di tempat penelitian ini dilaksanakan agar masyarakat terus
Universitas Sumatera Utara
mempersiapkan segala kebutuhan untuk menjadi sebuah desa definitif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu
menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya.. Selanjutnya menurut Masri Singarimbun dan
Sofyan Effendi 1989: 37, teori adalah serangkaian asumsi , konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep.
1. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan mayarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-perundangan.
Otonomi daerah menjadi satu hal yang penting, bukan semata-mata karena memberikan kewenangan yang besar kepada daerah, tapi dengan otonomi, sebuah
pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran akan lebih dimungkinkan. Kita selama ini dapat melihat, ketika kebijakan ekonomi dan pembangunan ditentukan oleh pemerintah
pusat, maka banyak sekali kebijakan yang dilakukan itu tidak tepat sasaran. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan lebih dapat melaksanakan program ekonomi dan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan dengan mempertimbangkan kondisi riil daerah. Lebih dari itu, dengan otonomi juga percepatan pembangunan daerah dapat dilaksanakan karena otonomi
memberikan peluang finansial yang lebih baik, yang apabila digunakan secara maksimal akan menciptakan jalan kemakmuran bagi masyarakat. Halim, 2002:16
Adanya kebijakan otonomi daerah itu membawa konsep pemekaran daerah. Daerah-daerah di tanah air menyambut dengan antusias ide pemekaran daerah tersebut, saat
ini saja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah terbentuk 13 kabupaten baru. Melihat kecenderungan dan semangat daerah dalam memekarkan daerahnya, ada kekhawatiran
bahwa ide pemekaran daerah lebih banyak dilatarbelakangi oleh nafsu segelintir orang yang tidak terakomodasi kepentingannya di daerah induk sehingga dengan berbagai upaya taktis
dan politis dikembangkan wacana tentang perlunya pemekaran daerah. Hal ini tentunya melenceng dari tujuan pemekaran daerah yang sebenarnya untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Menurut Kastorius Wahyudi, 2002:18 ide pemekaran daerah setidaknya harus
menjawab tiga isu pokok, diantaranya: 1.
Urgensi dan relevansi, apakah urgensi pemekaran daerah berkaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak, pemekaran
daerah akan berdampak negatif dan proses pemiskinan rakyat akan semakin cepat. Pertimbangan umum pemekaran biasanya didasari oleh adanya potensi sumber daya
alam yang siap untuk dieksploitasi sementara kemampuan daerah menyangkut finansial dan sumber daya manusia amat terbatas. Jalan keluar yang paling mungkin
adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika keputusan ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksplotasi yang sangat besar
Universitas Sumatera Utara
terhadap kekayaan alam yang dimiliki daerah itu. Cara berfikir inilah yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mengundang terjadinya proses pemiskinan.
2. Prosedur, apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempuh dengan benar sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Jika tidak, maka proses pemekaran daerah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan
seperti ini sangat panjang. 3.
Implikasi, yakni sejauh mana pemekaran daerah memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan secara politis berimplikasi terhadap
terpeliharanya identitas etnik dan agama. Selain itu implikasi negatif yang juga harus diperhitungkan adalah terjadinya konflik horizontal berkaitan dengan ide
pemekaran daerah itu. Di luar pihak yang memberi dukungan, pasti ada pihak-pihak tertentu yang tidak menyetujui ide pemekaran daerah itu.
2. Desa
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut adalah penjelasan mengenai desa dalam UU No. 32 Tahun 2004 tersebut:
“Desa berdasarkan undang-undang ini adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarkat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui danatau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di
kabupatenkota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai
desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa walaupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan
penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa
geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transimigrasi ataupun karena alasan lain yang
warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari
desa itu sendiri. Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkut an, yang berfungsi sebagai
lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat desa.
Universitas Sumatera Utara
Kepala desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada bupati atau
walikota melalui camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabanya dan kepada rakyat
menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk
menanyakan danatau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat pemerintahan desa, keuangan desa, pembangunan desa,
dan lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah.
Sedangkan menurut Sutardjo Kartodikusuma sebagaimana dikutip oleh Abu Ahmadi 2003: 241 menjelaskan definisi desa sebagai suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri. Lapera, 2001: 3-6 menguraikan pandangannya tentang desa dengan dua sudut
pandang yakni desa dari sudut pandang sosial budaya, dan desa dari sudut pandang politik dan hukum. Bila ditinjau secara sosial budaya desa dapat juga dikatakan sebagai komunitas
dalam kesatuan geografis tertentu yang antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung pada alam.
Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat
pendidikan yang dapat dikatakan rendah.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, jika kita membahas mengenai desa, setidak-tidaknya memuat beberapa ciri berikut Lapera, 2001: 4-5:
a. Adanya suatu wilayah yang jelas – dengan demikian wilayah ini telah
didefinisikan dengan jelas batas-batas teritorialnya; b.
Adanya sekumpulan orang bukan pribadi atau sebuah keluarga yang bertempat tinggal di daerah yang dimaksud, dan menempatkan wilayah tempat tinggal
tersebut sebagai “wilayah meraka”; c.
Adanya ikatan dengan dasar yang beragam dan luas, seperti: kebutuhan akan rasa aman bersama; hubungan darah satu nenek moyang; dan nilai-nilai sosial
bersama yang dibangun bersama dari pengalaman hidup bersama; d.
Mempunyai kekuasaan untuk mengatur urusan mereka sendiri – menetapkan pemerintahan sendiri; dan
e. Mempunyai harta benda, kekayaan desa.
Sedangkan dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan sebagai organisasi kekuasaan. Melalui perspektif ini, desa dipahami sebagai organisasi
pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur pemerintahan negara. Dengan sudut pandang ini, desa bisa dipilah dalam
beberapa unsur penting: 1
adanya orang-orang atau kelompok; 2
adanya pihak-pihak yang menjadi “penguasa” atau pemimpin baca: pengambil keputusan
3 adanya organisasi badan penyelenggaraan kekuasaan;
4 adanya tempat, atau wilayah yang menjadi teritori penyelenggaraan kekuasaan; dan
Universitas Sumatera Utara
5 adanya mekanisme, tata aturan dan nilai, yang menjadi landasan dalam proses
pengambilan keputusan. Siti Waridah, dkk, 2004: 125-126 mengutip pendapat pakar Sosisologi “Talcot
Parsons” yang menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional gemeinischaft yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut:
a. Afektifitas;
b. ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan
dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong- menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain
dan menolongnya tanpa pamrih; Orientasi kolektif;
c. sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan; Partikularisme;
d. pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subjektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku
untuk kelompok tertentu saja lawannya universalisme; Askripsi; yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan lawannya
prestasi;
Universitas Sumatera Utara
e. Kekaburan diffuseness;
sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antar pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa
menggunakan bahasa tidak langsung untuk menunjukkan sesuatu.
3. Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat a. Pembangunan Desa
Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di desa tersebut. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan pembangunan desa. Pembangunan desa seharusnya menerapkan prinsip- prinsip yaitu: 1 transparansi keterbukaan, 2 partisipatif, 3 dapat dinikmati
masyarakat, 4 dapat dipertanggungjawabkan, dan 5 berkelanjutan sustainable. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan dikembangkan ke
seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan itu pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak
untuk menentukan visi wawasan pembangunan masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih indah
dalam arti tercapainya tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Pembangunan desa dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral holistik,
partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi
dan selaras serta sinergis sehingga tercapai optimalitas.
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu: Pertama, Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada
pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu a pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, b pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan c stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di setiap sektor, termasuk desa dan kota, di setiap
wilayah dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu.
Kedua, Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pembanguan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan yang berkelanjutan mensyaratkan
setiap daerah mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas,
memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
Ketiga, Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi, debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan desa, diperlukan kerjasama yang erat antar daerah dalam satu wilayah dan antar wilayah. Dalam hubungan ini perlu selalu
diperhatikan kesesuaian hubungan antar kota dengan daerah pedesaan sekitarnya, dan antara suatu kota dengan kota-kota sekitarnya. Hal ini disebabkan karena pada umumnya
lokasi industri, lokasi kegiatan pertanian atau sektor-sektor lain yang menunjangterkait cenderung terkonsentrasi hanya pada daerah administrasi yang berdekatan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
kerjasama antar daerah, maka daerah-daerah yang dimaksud dapat tumbuh secara serasi dan saling menunjang.
Seperti dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, maka dalam mewujudkan tujuan pembangunan desa, terdapat paling sedikit empat strategi, yaitu 1 Strategi
pertumbuhan, 2 Strategi kesejahteraan, 3 Strategi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, 4 Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh.
1 Strategi Pertumbuhan
Strategi pertumbuhan umumnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan secara cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan perkapita,
produksi dan produktivitas sektor pertanian, permodalan, penempatan kerja dan peningkatan kemampuan partisipasi masyarakat pedesaan.
2 Strategi Kesejahteraan
Strategi kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup atau kesejahteraan penduduk desa melalui pelayanan dan peningkatan
program-program pembangunan sosial yang berskala besar atau nasional, seperti peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, penanggulangan urbanisasi,
perbaikan pemukiman penduduk, pembangunan fasilitas transportasi, penyediaan prasarana dan sarana sosial lainnya.
3 Strategi yang Responsif terhadap Kebutuhan Masyarakat
Strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan yang dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan
pembangunan yang dirumuskan oleh masyarakat sendiri dan mungkin saja dengan bantuan pihak luar sell need and assistance untuk memperlancar usaha mandiri
Universitas Sumatera Utara
melalui pengadaan teknologi dan tersedianya sumber-sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan di desa.
4 Strategi Terpadu dan Menyeluruh.
Strategi terpadu dan menyeluruh ingin mencapai tujuan-tujuan yang menyangkut kelangsungan pertumbuhan, persamaan, kesejahteraan dan partisipasi
aktif masyarakat secara simultan dalam proses pembangunan desa. Secara konsepsional terdapat tiga prinsip yang membedakannya dengan strategi lain, yaitu:
Pertama, Persamaan, keadilan, pemerataan dan partisipasi masyarakat merupakan tujuan yang eksplisit dari strategi terpadu ini. Oleh karena itu pemerintah desa yang
berwenang harus: a memahami dinamika sosial masyarakat setempat, b memecahkan masalah yang dihadapinya, dan c memperkuat aparatur pemerintah
desa dalam melakukan intervensi sosial. Kedua, Perlunya perubahan-perubahan mendasar, baik dalam kesepakatan maupun dalam
gaya dan cara kerja, karena itu pemerintah desa ,harus memiliki komitmen yang kuat untuk: a menentukan arah, strategi, dan proses menuju terwujudnya tujuan
dan sasaran pembangunan, b memelihara integritas masyarakat pedesaan yang didukung oleh local leadership kepemimpinan lokal.
Ketiga, Perlunya keterlibatan pemerintah desa dan organisasi sosial secara terpadu, untuk meningkatkan keterkaitan antara organisasi formal dan organisasi informal.
Raharjdo: 19-23, 2006
b. Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mengatasi persoalan kemiskinan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik di desa maupun di perkotaan, maka hal tersebut dapat dilaksanakan
Universitas Sumatera Utara
dengan melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya dimana masyarakat berdaya dan mandiri dalam mengelola berbagai potensi yang
mereka miliki dalam mencapai kesejahteraannya. Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto 2007: 37-41 menyatakan bahwa ada 5 argumentasi mengapa pemberdayaan
masyarakat untuk dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pembangunan Indonesia.
Pertama, demokratisasi proses pembangunan. Konsep pemberdayaan dipercaya mampu
memjawab tantangan pelibatan aktif setiap warga negara baca: rakyat dalam proses pembangunan, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
dan evaluasinya. Salah satu pendekatan untuk mendemokratisasikan proses pembangunan adalah memberikan peluan sebesar-besarnya kepada lapisan
masyarakat paling bawah grass-root, baca: rakyat miskin untuk terlibat dalam pengalokasian sumber daya pembangunan. Inilah hakikat konsep pembangunan
yang diarahkan oleh rakyat atau dalam istilah lain disebut pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat community-driven development. Proses ini diyakini
mampu menjadi wahana pembelajaran pencerdasan bagi rakyat untuk mengenali kebutuhannya serta melaksanakan dan melestarikan upaya memenuhi
kebutuhannya itu. Penerapan konsep pemberdayaan dengan demikian mempunyai efek samping dalam bentuk mampu memberikan jalan terlaksananya
penyelenggaraan ketatanegaraan secara baik.
Kedua, penguatan peran organisasi kemasyarakatan lokal. Konsep pemberdayaan
dipercaya mampu menjawab tantangan bagaimana melibatkan organisasi kemasyarakatan lokal berfungsi dalam pembangunan. Organisasi kemasyarakatan
lokal merupakan pemegang peran sentral terjadinya perubahan sosial karena
Universitas Sumatera Utara
merekalah yang paling mengerti karakter lapisan masyarakat bawah. Dalam mekanisme manajemen pembangunan modern, peran mereka harus
diorganisasikan secara hierarkis agar informasi tentang situasi terkini dapat dijalin secara multiarah, baik vertikal maupun horizontal. Peran organisasi
kemasyarakatan dalam mendampingi rakyat miskin sangat bervariatif, mulai sebagai inisiator, katalisator, hingga fasilitator.
Ketiga, penguatan modal sosial. Konsep pemberdayaan diyakini mampu menggali dan
memperkukuh ikatan sosial diantara warga negara baca: warga masyarakat. Penguatan modal sosial mengandung arti pelembagaan nilai-nilai luhur yang
bersifat universal, yaitu kejujuran, kebersamaan, dan kepedulian. Penguatan modal sosial merupakan motivasi dasar setiap kegiatan yang dapat menjadi spirit
pemacu perwujudan tujuan pemberdayaan itu sendiri. Proses pemberdayaan dengan sendirinya mampu menciptakan kultur masyarakat yang mandiri,
menciptakan hubungan harmonis diantara rakyat serta antara rayat dengan pamong praja.
Keempat, penguatan kapasitas birokrasi lokal. Konsep pemberdayaan secara khusus
diyakini mampu meningkatkan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan khusunya kepada penduduk setempat. Konsep pemberdayaan memaksa jajaran
rakyatnya agar rakyat dapat memperoleh dan memenuhi kebutuhan hidupnya baik fisik maupun nonfisik secara mudah. Dalam proses pemberdayaan – akhirnya
– karena rakyatnya bertambah cerdas, pada akhirnya mereka mampu memaksa para penyelenggara pelayanan publik dan pemerintahan untuk belajar memahami
dan melayani rakyatnya lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Kelima, mempercepat penanggulangan kemiskinan. Konsep pemberdayaan dalam
bentuknya yang paling menonjol diyakini dapat mempercepat penanggulangan kemiskinan, yaitu meninngkatkan kesejahteraan rakyat miskin, karena dalam
pendekatan pemberdayaan ini para penyelenggara poembangunan – baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan – dituntut memberikan pemihakan
dan perlindungan kepada rakyat miskin. Pemihakan dilakukan dengan senantiasa mengalokasikan suumber daya pembangunan untuk rakyat miskin. Karakter lokal
harus menjadi landasan dalam pemihakan agar antara berpeluang dan aspirasi dapat terartikulasikan secara baik. Perlindungan dilakukan dengan senantiasa
membela rakyat miskin dalam berbagai aspeknya yang positif. Rakyat miskin harus senantiasa dilindungi dan didampingi agar memiliki kekuatan untuk meraih
mengakses sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, peran pendamping sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini.
Lebih lanjut, kita perlu memperhatikan penyataan berikut: 1 tidak semua pendudukmempunyai usaha atau melakukanmemiliki pekerjaan tertentu; dan 2 tidak
semua penduduk mempunyai usaha atau melakukanmemiliki pekerjaan tertentu, memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhan konsumsinya dan konsumsi untuk seluruh anggota
keluarganya. Dengan demikian, kita dapat mengatakan: 1 apabila penduduk yang mempunyai
usaha atau melakukanmemiliki pekerjaan tertentu mempunyai penghasilan yang kurang dari kebutuhan konsumsinya termasuk konsumsi seluruh anggota keluarganya
berdasarkan kebutuhan minimum lokal, ia dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin;
Universitas Sumatera Utara
dan 2 apabila penduduk miskin tidak mempunyai usaha atau tidak melakukanmemiliki pekerjaan tertentu sehingga tidak mempunyai penghasilan, ia dapat dikategorikan sebagai
penduduk miskin parah. Agar penduduk miskin baca: anggota rumah tangga miskin menjadi tidak miskin lagi,
meraka memerlukan sesuatu yang dapat memberikan penghasilan atau sesuatu yang dapat meringankan beban konsumsinya. Dalam rangka memberikan peluang bagi penduduk
miskin agar dapat mempunyai usaha atau melakukanmemiliki pekerjaan tertentu sehingga dapat mempunyai penghasilan, kita dapat memberikan peluang pekerjaan yang dapat
menambahmemberikan penghasilan. Untuk dapat menjalankan kebijakan pembangunan yang baik dan berkelanjutan,
maka diperlukan proses pemberdayaan masyarakat yang baik juga agar tujuan-tujuan pembangunan yang ingin diwujudkan dapat terlakasa sesuai rencana.
4. Pembentukan Desa a. Pengertian Pembentukan Desa
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pada pasal 2 ayat 1 mengatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
b. Tujuan Pembentukan Desa
Berdasarkan Permendagri No. 28 Tahun 2006 pada pasal 2 menyatakan bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Latuconsina, pemekaran adalah bagian dari proses implementasi desentralisasi yang memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum berbagai macam tujuan
dapat diklasifikasikan ke dalam dua variabel penting yakni peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan dan pembangunan. Secara otomatis melalui otonomi daerah dalam hal ini adalah pembentukan desa baru dengan azas desentralisasi akan terjadi optimalisasi hirarki
penyampaian layanan akibat dari penyediaan pelayanan publik dilakukan oleh instansi yang memiliki kedudukan lebih dekat dengan masayarakat sehingga keputusan-keputusan
strategis dapat lebih mudah dibuat, adanya penyesuaian layanan terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada di tingkat lokal, adanya tingkat perawatan terhadap infrastruktur yang ada
melalui alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di wilayahnya tersebut.
c. Dasar Hukum Pembentukan Desa 1. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Pada pasal 2 ayat 3 dalam PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa
yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Sedangkan pada pasal 2 ayat 4
menyebutkan bahawa pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 lima tahun penyelenggaraan pemerintahan
desa.
Universitas Sumatera Utara
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006
Permendagri No. 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan merupakan aturan
turunan dari PP No. 72 Tahun 2005 yang mengatur lebih lanjut tentang mekanisme pembentukan desa. Permendagri tersebut memuat tentang syarat dan tata cara pembentukan
desa yang merupakan aturan terbaru yang ada pada saat ini. Tata cara pembentukan desa sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 Permendagri
No. 28 Tahun 2006 dilaksanakan sebagai berikut: a.
Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa; b.
Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa; c.
BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara
Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa; d.
Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada BupatiWalikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi
desa yang akan dibentuk; e.
Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, BupatiWalikota menugaskan Tim KabupatenKota bersama Tim Kecamatan untuk melakukan
observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada BupatiWalikota;
f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati
Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa;
Universitas Sumatera Utara
g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa sebagaimana
dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah desa yang
akan dibentuk; h.
BupatiWalikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada
DPRD dalam forum rapat Paripur na DPRD; i.
DPRD bersama BupatiWalikota melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan
Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa; j.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan BupatiWalikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada BupatiWalikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; k.
Peyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 tujuh
hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; l.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh BupatiWalikota paling lambat 30 tiga puluh hari
terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan m.
Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh BupatiWalikota sebagaimana dimaksud pada huruf 1,
Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.
Universitas Sumatera Utara
d. Syarat-Syarat Pembentukan Desa
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa
yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Sedangkan pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 28 Tahun 2006 menyatakan bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Adapun pembentukan desa harus memenuhi berbagai syarat yang tertuang dalam yang tertuang dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Permendagri No. 28 Tahun
2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan adalah sebagai berikut:
Syarat pembentukan desa berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 pada pasal 2 adalah sebagai beikut:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. perangkat; dan
e. sarana dan prasarana pemerintahan
Sedangkan dalam Permendagri No. 28 Tahun 2006 pada pasal 3 dijelaskan lebih lanjut tentang syarat pembentukan tentang desa adalah sebagai berikut:
a. jumlah penduduk, yaitu: 1 wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK;
2 wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau
Universitas Sumatera Utara
200 KK; dan 3 wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit
750 jiwa atau 75 KK. e.
luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat;
f. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;
g. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; h.
potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; i.
batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah; dan
j. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan
perhubungan.
F. Defenisi Konsep
Menurut Masri Singarimbun yang dikutip oleh Mardalis 2003: 45 bahwa konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuannya adalah untuk menghindari interpretasi ganda dari variabel yag akan diteliti.
1. Kesiapan
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, “kesiapan” merupakan kata nomina atau kata benda dengan konfiks ke-an 2002:1038, dengan kata dasar “siap”.
“Siap” berarti mengatur atau membereskan sesuatu sehingga tinggal memakai saja
Universitas Sumatera Utara
2002:1417. Sehingga kesiapan adalah suatu keadaan telah siap, yaitu segala sesuatu telah
diatur dan dibereskan untuk suatu pekerjaan dengan persiapan berupa perlengkapan, hal,
tindakan, rancangan dan sebagainya. Jadi kesiapan daerah dusun menuju pembentukan desa adalah kemampuan daerah dusun dalam mempersiapkan daerahnya
sehingga memenuhi semua persyaratan suatu daerah dapat dibentuk menjadi desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Desa
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pembentukan Desa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa menyatakan pembentukan desa adalah dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa
yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
G. Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-
indikator apa saja yang mendukung penganalisaan dari variabel-variabel tersebut Singarimbun, 1989: 46. Widodo 2004: 52 mengutip pendapat Fred N. Kerlinger, bahwa
Universitas Sumatera Utara
definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel. Dalam definisi operasional ini disajikan parameterindikator dari variabel yang
diteliti dengan tujuan untuk memudahkan membaca fenomena-fenomena yang diteliti. Berdasarkan permasalahan dan kerangka teori yang menjadi referensi teoritis dalam
penelitian ini, maka indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tunggal Kesiapan Dusun IV Alue Tengku Muda Menjadi Desa Alue Tengku Muda adalah sebagai berikut:
a. Jumlah penduduk;
b. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan
masyarakat; c.
wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun; d.
sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
e. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;
f. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan
daerah; dan g.
sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi 2004: 44 memberikan pengertian
penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang beradasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data,
menganalisis dan menginterpretasi; ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif. Sudarwan Danim 2002: 41 memberikan beberapa ciri dominan dari penelitian deskriptif yaitu:
1. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual. Adakalanya
penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau narasi semata-mata dari suatu fenomena.
2. Dilakukan secara survei. Oleh karena itu penelitian deskriptif sering disebut juga
sebagai penelitian survei. 3.
Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail; 4.
Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang tertentu dalam waktu yang bersamaan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun IV Alue Tengku Muda Desa Alue Sungai Pinang Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Universitas Sumatera Utara