mempersiapkan segala kebutuhan untuk menjadi sebuah desa definitif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu
menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya.. Selanjutnya menurut Masri Singarimbun dan
Sofyan Effendi 1989: 37, teori adalah serangkaian asumsi , konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep.
1. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan mayarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-perundangan.
Otonomi daerah menjadi satu hal yang penting, bukan semata-mata karena memberikan kewenangan yang besar kepada daerah, tapi dengan otonomi, sebuah
pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran akan lebih dimungkinkan. Kita selama ini dapat melihat, ketika kebijakan ekonomi dan pembangunan ditentukan oleh pemerintah
pusat, maka banyak sekali kebijakan yang dilakukan itu tidak tepat sasaran. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan lebih dapat melaksanakan program ekonomi dan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan dengan mempertimbangkan kondisi riil daerah. Lebih dari itu, dengan otonomi juga percepatan pembangunan daerah dapat dilaksanakan karena otonomi
memberikan peluang finansial yang lebih baik, yang apabila digunakan secara maksimal akan menciptakan jalan kemakmuran bagi masyarakat. Halim, 2002:16
Adanya kebijakan otonomi daerah itu membawa konsep pemekaran daerah. Daerah-daerah di tanah air menyambut dengan antusias ide pemekaran daerah tersebut, saat
ini saja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah terbentuk 13 kabupaten baru. Melihat kecenderungan dan semangat daerah dalam memekarkan daerahnya, ada kekhawatiran
bahwa ide pemekaran daerah lebih banyak dilatarbelakangi oleh nafsu segelintir orang yang tidak terakomodasi kepentingannya di daerah induk sehingga dengan berbagai upaya taktis
dan politis dikembangkan wacana tentang perlunya pemekaran daerah. Hal ini tentunya melenceng dari tujuan pemekaran daerah yang sebenarnya untuk meningkatkan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Menurut Kastorius Wahyudi, 2002:18 ide pemekaran daerah setidaknya harus
menjawab tiga isu pokok, diantaranya: 1.
Urgensi dan relevansi, apakah urgensi pemekaran daerah berkaitan dengan penuntasan masalah kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak, pemekaran
daerah akan berdampak negatif dan proses pemiskinan rakyat akan semakin cepat. Pertimbangan umum pemekaran biasanya didasari oleh adanya potensi sumber daya
alam yang siap untuk dieksploitasi sementara kemampuan daerah menyangkut finansial dan sumber daya manusia amat terbatas. Jalan keluar yang paling mungkin
adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika keputusan ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksplotasi yang sangat besar
Universitas Sumatera Utara
terhadap kekayaan alam yang dimiliki daerah itu. Cara berfikir inilah yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mengundang terjadinya proses pemiskinan.
2. Prosedur, apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempuh dengan benar sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Jika tidak, maka proses pemekaran daerah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan
seperti ini sangat panjang. 3.
Implikasi, yakni sejauh mana pemekaran daerah memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan secara politis berimplikasi terhadap
terpeliharanya identitas etnik dan agama. Selain itu implikasi negatif yang juga harus diperhitungkan adalah terjadinya konflik horizontal berkaitan dengan ide
pemekaran daerah itu. Di luar pihak yang memberi dukungan, pasti ada pihak-pihak tertentu yang tidak menyetujui ide pemekaran daerah itu.
2. Desa