Fungsi Religi Bunga Sakura

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bunga Sakura tidak hanya mengikat hubungan antar perseorangan atau keluarga saja, akan tetapi lebih luas dan sampai dapat mempererat hubungan antar Negara. Bunga Sakura secara nyata menjadi simbol kegiatan yang membawa kebersamaan pada Negara-negara dan orang-orang.

3.2 Fungsi Religi Bunga Sakura

Kemurnian dan kesederhanaan nilai-nilai tradisional masyarakat Jepang diajarkan melalui refleksi dari bunga Sakura. Dari segi estetika bunga Sakura merupakan simbol dari transisi dan keindahan atau kecantikan sesaat, mereka akan mekar sekitar seminggu dan akan jatuh berhamburan. Pada jaman Edo bunga Sakura dijadikan simbol untuk para samurai, yang sering diibaratkan dengan hidup para pejuang yang singkat. Karena usia bunga Sakura yang pendek, bunga Sakura sering dijadikan sebagai simbol dari transisi kehidupan. Simbol ini cocok sekali jika digabungkan dalam pengajaran agama Budha. Dilain pihak, di China Sakura dijadikan lambang dari dominansi feminim, kecantikan wanita dan sexualitas, dan sebagai lambang dari pemimpin wanita. Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa Universitas Sumatera Utara tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau system kepercayaan kepada pengusa alam semesta. Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama bahasa Inggris : Religion, yang berasal dari bahasa Latin religare, yang berarti “menambatkan”, adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion Kamus Filosofi dan Agama mendefenisikan Agama sebagai berikut: ….Sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati. Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti “10 Firman” dalam agama Kristen atau “5 rukun Islam” dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian. Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai “agama nenek moyang”, dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Universitas Sumatera Utara Amerika. Pengaruh mereka cukup besar, mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama Negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati disaat bermasalah, tertimpa musibah, dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri. Penulis berkesimpulan bahwa masyarakat Jepang percaya akan bunga Sakura sebagai karunia dari Tuhan dan merupakan simbol dari kehidupan masyarakat Jepang itu sendiri. Kepercayaan inilah yang mengakar kuat dalam segala aktivitas dan kegiatan dalam kehidupan masyarakat Jepang. Kepercayaan ini juga diperkuat dengan ajaran-ajaran dari agama Budha yang mengingatkan akan jalan kehidupan manusia yang tidak kekal di dunia. Masyarakat Jepang yang beragama Budha setiap tahunnya pada tanggal 8 April akan mengadakan upacara keagamaan di kuil Budhis untuk merayakan kelahiran Budha. Upacara tahunan ini dinamakan dengan Kanbutsu-e. Upacara dan festival ini juga sering disebut dengan Hana- matsuri festival bunga. Masyarakat Jepang percaya akan reinkarnasi, dalam ajaran agama Budha reinkarnasi merupakan siklus kehidupan yang akan dijalani oleh manusia di dunia. Kehidupan manusia itu tidak kekal Universitas Sumatera Utara dan sangat singkat oleh karena itu bunga Sakura sering di jadikan simbo l atau lambang dari kehidupan masyarakat Jepang. Tradisi yang menggambarkan kecintaan pada bunga Sakura ini sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan cerita keberanian para serdadu Jepang di masa perang. Bagi mereka, gugur dalam perang adalah hal yang mulia dan dapat diperumpamakan dengan gugurnya bunga sakura. Kematian itu indah seperti gugurnya bunga Sakura. Bunga sakura memang hanya mekar di awal musim semi dan beberapa minggu kemudian akan gugur. Karena itu masyarakat Jepang percaya bahwa keindahan sejati hanya terjadi sesaat, seperti halnya keberadaan manusia. Oleh karena itu, keindahan yang dihadapi saat ini harus dinikmati dan diapresiasi dengan baik. Tradisi untuk menghias makanan seindah mungkin juga mencerminkan kepercayaan ini. Keindahan makanan yang tersaji tak akan bertahan lama karena akan lenyap disantap. Disamping itu terdapat juga tradisi di kalangan para petani Jepang, yaitu melakukan upacara minum sake dibawah naungan kanopi bunga Sakura. Upacara ini diharap akan menghasilkan panen yang baik pada tahun yang berjalan. Orang Jepang juga percaya bahwa pohon Sakura adalah pagar antara Tuhan dan manusia. Oleh karena itu, melakukan kegiatan Hana-mi juga merupakan ritual keagamaan. Pada zaman dulu Universitas Sumatera Utara Hana-mi diadakan untuk mengajak dewa padi makan bersama dengan rakyat Jepang. Tujuannya seperti ditulis diatas, “diharap akan menghasilkan panen yang baik pada tahun yang berjalan”, tetapi sesudahnya Hana-mi hanya menjadi hiburan saja. Walaupun begitu, jikalau melihat pohon Sakura besar yang mekar bunganya secara penuh, akan terasa keramat dan menakutkan. Bunga Sakura yang mengasosiasikan kematian. “Pohon Sakura adalah pagar antara Tuhan dan manusia”, kalimat diatas ini betul. Dalam film sutradara Suzuki Seijun, bunga Sakura mengekspresikan dunia yang lain. Sedangkan sastrawan Kajii Motojiro 1901-1932 menulis cerita pendek “Sakura no ki no shita ni ha” di bawah pohon Sakura, cerpen ini dimulai dengan kalimat seperti ini, “Di bawah pohon Sakura mayat ditimbun Ini boleh dipercayai. Habis kita tidak bisa mempercayai bunga Sakura mekar begitu indah…..” . Jadi dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa fungsi relig i bunga Sakura dalam kehidupan masyarakat Jepang adalah sebagai bentuk ikatan antara manusia dengan Tuhan. Manusia sering diingatkan akan kehidupan duniawi yang tidak kekal dan singkat, sama seperti umur bunga Sakura yang singkat. Jadi manusia senantiasa diingatkan untuk menjalani kehidupan ini sebaik-baiknya dan menikmati kehidupan ini. Universitas Sumatera Utara Fungsi Falsafah Bunga Sakura Setiap pohon Sakura hanya akan memekarkan bunganya selama 7 sampai 10 hari saja dalam setahun. Setelah itu bunga-bunganya akan berguguran. Sakura ini banyak memberikan inspirasi filosofis bagi orang Jepang. Diantaranya adalah falsafah kemanfaatan, ketulusan dan keberanian. Sakura mengajarkan kemanfaatan sebab kehadirannya memberi keceriaan bagi banyak orang. Pada hari-hari bunga Sakura mekar, orang-orang bersuka cita dalam kebersamaan. Sakura yang sepanjang tahun tidak pernah “ditoleh” orang, tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Setelah bunga-bunganya berguguran orang pun melupakannya. Tapi Sakura tetap hadir lagi ditahun mendatang. Inilah lambang ketulusan orang dalam berkarya. Bagi Sakura, kebahagiaanya adalah pada saat bisa memberikan kebahagiaan kepada banyak orang. Bagaimana dengan falsafah keberanian? Bagi kaum samurai, keindahan bunga Sakura justru pada saat gugurnya. Samurai adalah sebutan bagi komunitas pejuang yang hidupnya diabdikan untuk membela keagungan negeri. Bagi mereka kehidupan ini singkat, seperti singkatnya hidup Sakura. Dan puncak keindahan perjuangan dalam hidup adalah saat gugur membela kebenaran. Jika dilihat dari keistimewaan bunga Sakura yang sangat dibanggakan oleh masyarakat jepang maka tidak heran jika bunga Sakura Universitas Sumatera Utara sejak dahulu kala sering menjadi falsafah bagi seniman maupun sastrawan dalam menghasilkan karya seperti lagu maupun karya sastra berupa haiku puisi. Bunga Sakura sering dianggap sebagai perlambangan dari kehidupan manusia sehingga sering dijadikan pandangan hidup bagi masyarakat Jepang. Para sastrawan pada jaman dahulu menggunakan bunga Sakura untuk mengekspresikan perasaan dan emosi mereka dalam puisi-puisi dan sajak-sajak bahkan dalam lagu sekalipun. Setiap lirik dan sajak mewakili perasaan penyair yang sulit diungkapkan secara langsung sehingga mereka menggunakan puisi ataupun lagu untuk mengekspresikan keindahan bunga Sakura dan segala sesuatu yang sedang terjadi atau mereka alami saat itu. Bunga Sakura dapat dilihat dari berbagai macam kesenian sejak dari jaman dulu. Ini terbukti dari syair sastra kepahlawanan yang muncul dalam Kojiki 712 bahwa pada masa itu masyarakat sudah biasa menikmati bunga Sakura. Penyair-penyair pada jaman Heian 794-1192 menceritakan bahwa bunga Sakura merupakan simbol dari alam yang penting bagi manusia. Motoori Morinaga 1730-1781, seorang terpelajar dari jaman Edo 1603-1868 mendapati “mono no oware” sensitifitas kecantikan yang merupakan konsep utama dari syair dan sastra Jepang serta menekankan Universitas Sumatera Utara “Sakura” sebagai suatu kunci untuk memahami suatu filosofi orang Jepang. Bunga Sakura tidak hanya muncul dalam syair dan sastra saja, tapi dalam lirik lagu juga Sakura kerap kali muncul. Lagu “Sakura” merupakan salah satu lagu yang sering terdengar dinyanyikan. Lagu itu tidak hanya populer di kalangan orang Jepang. Dalam pertemuan-pertemuan antar- bangsa di Jepang biasanya lagu itu termasuk yang menjadi favorit untuk dinyanyikan bersama. Lagu “Sakura“ merupakan lagu tradisional rakyat Jepang, dahulu lagu ini dinyanyikan untuk menandakan datangnya musim semi dan mekarnya bunga Sakura. Lagu ini diciptakan pertama kali pada zaman Edo untuk anak-anak yang belajar bermain Koto sejenis alat musik tradisional Jepang. Aslinya, lirik dari lagu “Sakura” digabungkan dengan melodi. Lagu ini telah populer sejak zaman Meiji dan lirik tersebut kemudian berbaur dengan kehadiran mereka. Sekarang ini lagu “Sakura” lebih sering dinyanyikan pada acara Internasional sebagai perlambangan dari Jepang. Selama beberapa masa, lagu tersebut sudah di susun kembali liriknya. Tetapi hasil dari Michio Miyagi lebih dihormati dari semua yang ada. Universitas Sumatera Utara Lirik dari lagu bunga “Sakura”, yaitu : 桜 桜 sakura sakura や よ い の 空 は yayoi no sora wa 見 わ た す 限 り miwatasu kagiri か す み か 雲 か kasumi ka kumo ka 匂 い ぞ 出 ず る nioi zo izuru い ぎ や いぎや igiya igiya 見 に ゆ か ん mi ni yukan Arti dari lirik lagu bunga “Sakura” adalah : sakura sakura merupakan perluasan dari langit musim semi sejauh saya dapat memandang apakah itu kabut atau kah itu awan? Selanjutnya datanglah keharuman mereka Sekarang sekarang Mari melihat mereka Orang Jepang sejak dahulu sangat mencintai tiga jenis tumbuhan, yaitu Ume, Momo dan Sakura. Mereka menjadi tema “Waka” puisi pendek tradisi jepang. Dalam antologi puisi jepang yang paling kuno “Monyu Shu” abad 8, ketiga bunga ini sudah menjadi tema puisi Waka. Universitas Sumatera Utara Ada abad 8, zaman nara, bunga Ume lebih dicintai daripada bunga Sakura. Jadi dalam “Manyo Shu Waka” tentang bunga Ume jauh lebih banyak daripada Waka tentang bunga Sakura. Misalnya: Ume no hana saki te chiri naba sakura bana tsugi te saku beku nari nite arazu ya Waka ini memasukkan bunga Sakura dan Ume bersamaan, yang artinya: sesudah bunga Ume mekar dan gugur, gencar bunga Sakura mulai mekar lagi. Selain “Manyo Shu”, Waka tentang bunga ume, karya Sugawara Michizane 845-903 seorang ilmuan dan tokoh politik yang sangat terkenal. Isi Wakanya berbunyi : “Kochi fukaba nioi okose you me no hana aruji nashi tote haru o wasaru na”. Artinya : Bila angin timur bertiup menyebarkanlah wanginya, bunga ume saya. Biarpun pemiliknya diusir jangan lupa musim semi. Waka tentang bunga Momo dalam “Manyo Shu”, antara lain, karya Otomo Yakamochi 716-785 yang berbunyi : “Haru no sono kurenai niou momo no hana shita deru michi ni ide tatsu otome”. Artinya : Pada musim semi di taman, bunga Momo mekar berwarna merah. Seorang gadis berdiri di jalan yang diwarnai merah oleh bunga Momo. Selain ini, penyair Haiku yang terkenal di seluruh dunia, Matsuo Basho 1644-1694 mengarang Haiku tentang bunga Momo. Isinya antara Universitas Sumatera Utara lain : “Saki midasu momo no naka yori hatsu zakura”. Artinya : bunga sakura yang baru bermekar ketemu dalam bunga Momo yang sedang berbunga. Zaman dimana Basho masih hidup, yaitu sebelum dihasilkan Someiyoshino, bunga Sakura jenis Yamazakura, dll mekar lebih lambat daripada bunga Momo. Walaupun bunga Ume dan Momo sangat terkenal dalam Waka maupun Haiku, bunga Sakura tetap menjadi pencuri banyak hat i masyarakat jepang. Ini dapat terlihat juga dari Waka tentang bunga Sakura dalam “Monyu Shu”, misalnya: “Haru same haitaku na furi so sakura bana imada minaku ni chiramaku oshi mo”. Artinya : Hujan musim semi, jangan turun terlalu deras, jika bunganya gugur sayang sekali saya belum melihat bunganya. Selain itu, Saigyo 1118-1190 terkenal sebagai penyair Waka yang sangat mencintai bunga sakura. Isi dari Waka-nya yaitu : “Negawaku ha hana no shita nite haru shinamu sono kisaragi no Mochizuki no koro”. Artinya : Semoga meninggal dunia di bawah bunga pada musim semi, bulan Februari saat bulan purnama. Bulan kisaragi berarti bulan Februari penanggalan kuno. Bulan kisaragi merupakan bulan Maret. Memang Sakura sudah menjadi bunga nasional Jepang yang sangat dibanggakan dan dicintai. Kita memilih Melati sebagai bunga nasional Indonesia, tetapi tidak seperti bunga Sakura bagi orang Jepang. Melati Universitas Sumatera Utara juga ada lagunya, sering terdengar dinyanyikan, tetapi tidak ada waktu yang khusus yang bisa kita dengar atau diperdengarkan lagu tersebut. Lagipula di kalangan orang asing lagu itu tidak atau belum populer. Masyarakat Jepang mempunyai pepatah yang berbunyi : “Hana yori Dango” dimana Hana artinya adalah bunga, sedangkan Dango artinya adalah makanan tradisional Jepang yang terbuat dari beras dan bentuknya bulat pendek. Dari pepatah diatas dapat diartikan bahwa orang-orang yang menikmati bunga Sakura yang mekar lebih tertarik dengan makanan, minuman, dan bersosialisasi daripada bunga Sakura yang mekar itu sendiri. Walaupun begitu, intinya adalah biarpun orang-orang memilih makanan, minuman atau bunga, mekarnya bunga Sakura hanya sekitar seminggu sebelum akhirnya kelopak bunga mereka mulai rontok dan berjatuhan. Ini berarti saatnya mengucapkan selamat tinggal pada bunga Sakura dan sampai jumpa pada tahun depan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi falsafah bunga Sakura adalah sebagai sarana untuk mengekpresikan sesuatu baik itu perasaan, emosi dan sebagainya yang dituangkan dalam karya sastra berupa puisi haiku dan lirik lagu. Falsafah dari bunga sakura juga dapat dikatakan sebagai pandangan hidup yang dijalani oleh masyarakat Jepang hingga kini. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan