Hubungan attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki

E. Hubungan attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki

Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak Ahmadi, 2004. Sejak anak dilahirkan keluarga adalah lingkungan pertama yang mereka kenal. Keluarga juga merupakan lingkungan pertama bagi individu untuk belajar memahami dirinya sendiri. Orangtua sebagai pengendali keluarga, memegang peranan dalam membentuk hubungan keluarga dengan anak- anak mereka. Orangtua merupakan orang yang paling dekat dengan remaja, mengenal keadaan diri remaja, dan sebagai tempat aman bagi remaja untuk berbagi masalah, informasi, dan berbagi kasih sayang Maharani Andayani, 2004. Orang tua merupakan sistem dukungan dan tokoh attachment yang paling penting Santrock,2003. Doyle Moretti 2000 mengatakan bahwa orangtua memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung secure attachment selama masa kanak-kanak menuju dewasa masa remaja. Menurut Ainsworth 1969 attachment adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu attachment yang bersifat kekal sepanjang waktu. Ainsworth 1969 membagi attachment menjadi 3 pola attachment yaitu, secure attachment, anxious attachment dan avoidant attachment. Remaja yang memperoleh secure attachment cenderung memiliki percaya, hubungan jangka panjang. memiliki harga diri yang tinggi, menikmati hubungan intim, mencari dukungan sosial, dan kemampuan untuk berbagi perasaan dengan orang lain Universitas Sumatera Utara McCarthy G., 1999,lebih empatik selama masa kanak-kanak akhir. Anxious attachment cenderung sangat curiga terhadap orang asing. Saat memasuki masa dewasa, mereka yang memperoleh anxious attachment sering merasa enggan menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain. Sedangkan remaja yang memperoleh avoidant attachment tidak menunjukkan preferensi antara orang tua dan orang asing. Saat masa dewasa, mereka dengan avoidant attachment cenderung mengalami kesulitan dengan hubungan intim dan dekat. Individu- individu ini tidak berinvestasi banyak emosi dalam hubungan dan mereka sering menghindari keintiman Attachment tidak hanya didapatkan anak dari ibu, namun juga dapat diperoleh dari figur yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak, salah satunya adalah ayah Bowlby dalam Haditono dkk, 1994.Ayah merupakan tulang punggung pencari nafkah dan kepala kelurga yang harus bertanggung jawab yang menjadi figur panutan sebagai pribadi, terhadap istri, anak, keluarga serta sosial masyarakat Kriswanduru, 2004. Remaja membutuhkan ayah bukan hanya sebagai sumber materi akan tetapi juga sebagai pemberi arahan terhadap perkembangan anak Gunarsa, 2000. Ayah berkaitan dengan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta tugas-tugas kepemimpinannya sebagai pemimpin rumah tangga. Ayah juga harus melakukan peran sebagai fatherhood dimana sosok ayah harus dapat menciptakan suasana santai dan nyaman dengan anak-anaknya Pratama dalam Slameto,2002. Levant mengemukakan bahwa ayah memiliki kemampuan untuk mengenali dan menanggapi emosi anak secara konstruktif Universitas Sumatera Utara terhadap anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Ayah yang terlibat dan sensitif dalam pengasuhan anak akan memberikan efek yang positif pada perkembangan anak Andayani Koentjoro, 2004. Attachment dengan orang tua khususnya ayah dapat membentuk kompetensi sosial, kesejahteraan sosial remaja seperti ciri-ciri harga diri, penyesesuaian emosional dan kesejahteraan fisik remaja Allen, dkk 1994; Kobak Cole dalam Santrock,2003. Pada anak laki-laki ciri- ciri maskulin yang ia miliki akan tidak tampak apabila remaja laki-laki tersebut tidak memperoleh perhatian dari ayah Watson, Lindgren dalam Dagun, 2002. Memasuki usia remaja, attachment yang terbentuk tidak lagi berwujud kelekatan fisik melainkan lebih kepada ikatan emosional Greenberg et, al dalam O’koon, 1997. Attachment dengan orang tua pada masa remaja dapat membentuk kompetensi sosial, kesejahteraan sosial remaja seperti ciri-ciri harga diri, penyesuaian emosional dan kesejahteraan fisik Allen, dkk 1994; Kobak Cole dalam Santrock, 2003. Penyesuaian emosi dibutuhkan remaja dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Dimana dalam penyesuaian emosional tersebut diperlukan adanya kecerdasan emosi dalam diri remaja. Goleman 1997 mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan impulsive needs atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas stress, tidak Universitas Sumatera Utara melumpuhkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk berempati pada orang lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa. Remaja dengan kecerdasan emosi EQ tinggi memiliki ciri-ciri: antara lain, memikirkan tindakan dan perasaaan sebelum melakukan sesuatu, mampu mengendalikan perasaan seperti marah, agresif, dan tidak sabar, memikirkan akibat sebelum bertindak, berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidup, sadar akan perasaan diri dan orang lain, berempati dengan orang lain, dapat mengendalikan mood dan perasaan negatif, membentuk konsep diri yang positif sedangkan, anak dengan kecerdasan emosi EQ rendah memiliki ciri- ciri antara lain, bertindak mengikuti perasaan, tanpa memikirkan akibat, pemarah, bertindak agresif, tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif, terpengaruh oleh perasaan negatif, menyelesaikan konflik dengan kekerasan Goleman, 2001. Remaja laki-laki memiliki tingkat kecerdasan emosi yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan. Baldwin 2002 sumber stres pada remaja laki- laki dan perempuan pada umumnya adalah sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki cenderung lebih berperilaku agresi dan melakukan perbuatan negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih tinggi perilaku delikuensinya daripada perempuan Broidy and Agnew, Caldwell et al, Steffensmeirer and Allan, dalam Gudjonsson, 2008. Dimana remaja laki-laki memiliki emotional regression, yaitu lebih agresif, rendah diri, kegelisahan, dan mementingkan diri sendiri Srivastava, 2005. Sehingga remaja laki-laki lebih Universitas Sumatera Utara sering menunjukkan kemarahan terhadap orang asing terutama laki-laki lain, ketika mereka merasa ditantang, dan laki-laki lebih suka mengubah kemarahannya itu ke dalam perilaku agresif Travis dalam Santrock, 2003.

E. Hipotesa Penelitian