Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

(1)

MEMPERBAIKI KESEHATAN MENTAL LANSIA DI PANTI

SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I.)

Disusun Oleh: Dede Iskandar NIM 109052000013

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H. / 2013 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

i Dede Iskandar (109052000013)

Peran Pembimbing Rohani Islam dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

Pembimbing rohani Islam adalah orang yang memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada ajaran agama. Seorang pembimbing bertugas menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.

Pembimbing rohani Islam yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng dalam menjalankan perannya sangat menentukan hasil dari tujuan kegiatan bimbingan yang ingin di capai, contohnya yaitu dalam memberi pemahaman dan melaksanakan atau mengamalkan ajaran agama yang lebih baik bagi warga bisnaan sosial (lansia). Jadi peran seorang pembimbing sangatlah mempengaruhi dari aspek keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, seperti ketenangan, kebahagiaan dan penerimaan terhadap diri sendiri atau itu semua adalah mental yang sehat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Penelitian ini membahas tentang peran pembimbing rohani dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia. Subyek yang diteliti adalah Bapak H. Muslim selaku pembimbing, dan 3 orang warga binaan soslial (lanisa) yang telah mengikuti pelaksanaan bimbingan rohani Islam.

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas yang ada di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan Observasi (Aktifitas pengamatan secara langsung menggunakan alat indera atau panca indera), wawancara (percakapan dengan maksud tertentu), dan dokumentasi (data-data yang diperoleh dari lapangan).

Hasil penelitian bahwa peran pembimbing rohani Islam memiliki berpengaruh yang baik terhadap keadaan warga binaan sosial (lansia). Itu semua tidak lepas dari peran pembimbing Bapak H. Muslim yang telah menjalankan perannya dengan baik, yang memang memiliki keahlian dibidangnya dan sabar dalam membimbing warga binaan sosial (lansia). Serta faktor pendukung yang sangat kuat, baik sarana prasana yang ada atau pun dukungan yang besar dari semua pihak dan untuk faktor penghambatnya memang ada tapi itu cukup lemah karena bisa di tangani dan di atasi.


(6)

ii

atas segala karunia dan hidayahNya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis selesai menyelesaikan skripsi dengan judul : “Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Penulis menyadari skripsi ini, tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa dukungan dan dorongan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Azwar Chatib, M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan perhatian, saran, dan meluangkan serta mengorbankan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis.


(7)

iii

Islam yang telah membekali ilmu, pengalaman dan motivasinya kepada penulis.

4. Drs. Sugiharto, M.A, sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah banyak memberikan bantuan keilmuan bagi penulis, hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pegawai perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah baik Utama maupun Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dalam menyediakan buku-buku yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Panti Sosial Tersna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, khususnya kepada H. Akmal Towe, M.Si, pembimbing rohani Bapak H. Muslin dan warga binaan sosial.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayah Tohir dan Ibunda tercinta Sinah, Nenek dan Kakek H. Sata, Nenek dan Kakek walu Harun, Adik tercinta Tomi Iskandar dan Jahrotu Syita Iskandar, serta sanak keluarga lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu, yang telah memberikan dukungannya baik moril dan materil dengan segenap hati yang tulus dan ikhlas, hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.


(8)

iii

Saputra, M.Hary Pranata, Mira Humairah, Sri Yulianah, Kantata Anita Mataharani, Abir Muaz, Dini Hati Nufus, Sri Hesti), The Alex (Syafuri, Fendi, Iwan), Persatuan Mahasiswa Bekasi (PERMASI), HMI, keluarga besar BPI, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu namun tetap kontribusi mereka akan selalu penulis kenang dan

hanya untaian do’alah yang dapat penulis haturkan kepada mereka agar

segala yang telah mereka lakukan diberikan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Penulis sadar dan yakin, bahwasannya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi meski demikian, penulis tetap berharap semoga hasil dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Akhirnya penulis hanya berharap dan memohon kepada Allah SWT, semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal shaleh dan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda. Dan semoga penulis dapat bertambah wawasan.

Amin Yaa Rabbal Alamin

Jakarta, 30 September 2013


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran ... 14

1. Pengertian Peran ... 14

2. Fungsi Peran ... 16

3. Macam-macam Peran ... 16

B. Pembimbing Rohani Islam ... 17

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam ... 17

2. Syarat Pembimbing Rohani Islam ... 20

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam ... 21

4. Metode Bimbingan Rohani Islam ... 22


(10)

vi

3. Faktor-faktor Kesehatan Mental ... 27

D. Lanjut Usia ... 30

1. Pengertian Lanjut Usia ... 30

2. Ciri-ciri Lanjut Usia ... 31

3. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 35

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 36

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Analisis Data ... 38

F. Teknik Penulisan ... 39

BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 40

B. Visi dan Misi ... 40

C. Sejarah Berdirinya ... 41

D. Kedudukan ... 41

E. Tugas ... 41

F. Tujuan ... 41


(11)

vii

I. Sarana dan Prasarana ... 43 J. Kerja sama ... 43 K. Persyaratan Penerimaan Warga Binaan Sosial ... 44

BAB V TEMUAN DAN ANALISA

A. Deskripsi Informan ... 46 1. Identitas Pembimbing ... 46 2. Identitas Terbimbing (lansia) ... 47 B. Pelaksanaan Bimbinga Rohani Islam di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 48 1. Metode Bimbingan Rohani Islam dalam Memperbaiki

Kesehatan Mental ... 53 2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat ... 56

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61 B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia lanjut dan menjadi tua merupakan proses alami yang akan dilalui oleh semua manusia. Dalam proses tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada fungsi fisik biologis pada anatomi tubuh manusia. Fungsi fisik biologis tersebut berpengaruh terhadap berbagai aspek psikis dan mental kejiwaan serta aspek sosial. Diantara permasalahan yang sering dihadapi oleh mereka yang memasuki usia lanjut, adalah penurunan fungsi fisik jasmani yang mengakibatkan penurunan derajat kesehatan, berkurangnya kesempatan dan produktifitas kerja akibat keterbatasan mobilitas, ketergantungan secara soial ekonomi akibat kurangnya jaminan hari tua, munculnya berbagai macam problema psikologis seperti perasaan tidak berdaya dan rasa terabaikan; serta menjadi beban keluarga.1

Secara kuantitatif, jumlah lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) di Indonesia saat ini berjumlah 7% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan Susenas yang dilakukan BPS pada tahun 2006, jumlah lansia di Indonesia sebanyak 17.717.800 jiwa atau sebesar 7.19% dari jumlah penduduk. Dengan meningkatnya rata-rata usia harapan hidup penduduk, jumlah lansia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 23.992.552 jiwa atau sebesar 9.77%, dan pada tahun 2020 jumlah tersebut diperkirakan akan mencapai 28.882.879 jiwa atau 11.34%.

1

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 12.


(13)

Dari jumlah lansia sebanyak itu kondisinya dapat dikategorikan sebagai lansia terlantar sebesar 2.426.191 jiwa atau 15% dari seuruh lansia; serta sebanyak 4.658.279 jiwa (28.8%) termasuk rawan terlantar.2

Warga binaan sosial (WBS) merupakan orang-orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial. Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) tersebut meliputi gelandangan, pengemis, pengamen, wanita tuna susila (WTS), waria, joki three in one, parkir liar, pengedar kotak amal, penyandang cacat, pedagang asongan, pemulung dan orang terlantar.3

Lansia yang termasuk kategori terlantar dan rawan terlantar hasil penertiban dan penjangkauan sosial ini ada yang ditampung di panti-panti milik pemerintah. Salah satu panti yang dikelola dinas sosial oleh pemerintah DKI Jakarta adalah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang beralamat di jalan Cendrawasih X No. 8 RT 006/07 Kel. Cengkareng Barat memang khusus untuk membina para lansia terlantar yang berumur di atas 60 tahun.

Pemerintah sudah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk kesejahteraan sosial. Terdapat 7 macam strategi yang ditetapkan RAN dalam mewujudkan kesejahteraan lansia, di antaranya yang perlu mendapat perhatian

2

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 13-14.

3


(14)

serius adalah strategi yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan mental spiritual lansia.

Permasalahan dapat ditinjau dari aspek kondisi lansia seperti kondisi lansia yang menderita gangguan psikis dan mental kejiwaan. Beberapa gangguan psikis yang diderita lansia, di antaranya seperti sulit tidur, susah makan, sedih, risau, cemas, stress, depresi, menggunjing dan jenis gangguan psikis lainnya atau mental.4

Lanjut usia tinggal di keluarga yang merupakan wadah penanganan yang paling layak yang sesuai dengan nilai-nilai soial budaya dan agama mengandung arti mempererat hubungan kekeluargaan (tanggung jawab moral dan sosial). Sejak dahulu kala nenek moyang dan orang tua selalu menghormati dan memberikan pelayanan yang baik terhadap orang tuanya atau yang tertua perbuatan yang demikian ini hendaknya dicontoh, disadari, dihayati, diamalkan, dilestarikan atau diwariskan secara turun-temurun. Selain itu juga keluarga juga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pemeliharaan kesehatan guna mencegah timbulnya penyakit fisik dan mental menjelang hari tuanya dengan pemberian pasilitas kesehatan yang memadai bagi lanjut usia, kekeluargaan pun dapat berperan dalam pelayanan kesehatan bagi orang tuanya karena keluarga mempunyai perhatian dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh lanjut usia yang bersangkutan.

4

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 15.


(15)

Beberapa pandangan negatif dari keluarga ataupun masyarakat dapat memojokkan kaum lansia, diantaranya, anggapan umum bahwa mereka keriput, jelek, cerewet, penyakitan, lemah dan tidak berdaya, tidak produktif dan tidak mempunyai semangat hidup, atau fungsi otaknya telah menurun, dan sebagainya. Dapat ditambahkan di sini, sikap memperlakukan sebagai beban keluarga, yang karenannya mereka di kucilkan dan dikirim ke panti jompo.5 Keadaan ini tidak sedikit keluarga yang banyak menitipkan sanak keluarganya di panti sosial milik pemerintah. Lansia yang dikirim oleh keluarganya ke panti dengan alasan-alasan, seperti alasan sibuk karena banyak pekerjaan di kantor, yang pergi pagi pulang sampai larut malam jadi, tidak ada waktu untuk memperhatikan para lansia.

Keadaan lansia yang memang dalam keadaan fisik yang sudah mengalami penurunan seperti tidak terkendalinya lagi organ-organ tubuh secara baik seperti buang air kecil sembarangan atau ngompol. Belum lagi keadaan psikis lansia yang memang mengalami penurunan dari aspek kognitif seperti contohnya mengalami pikun dari hal-hal kecil yaitu lupa sudah makan atau belum, dan ada satu keadaan lagi yang memang dialami para lansia yaitu kondisi psikomotorik lansia yang tidak bisa selincah dahulu, contohnya saja lansia dalam mengenakan baju sendiri saja sulit.6 Hal-hal itu yang menjadi alasan para keluarga enggan untuk merawatnya dan memutuskan lebih baik di kirim ke panti, seperti salah satu panti sosial milik pemerintah yang berada di Jakarta barat yaitu Panti Sosial Tresna

5

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 20.

6

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 21-25.


(16)

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Panti ini melayani, merawat dan menjaga para lansia baik dari kebutuhan fisik atau psikis.

Panti juga memberikan program bimbingan rohani, bimbingan keterampilan, bimbingan senam sehat lansia dan rekreasi ceria lansia. Dalam kesehariannya lansia diberi makan sebanyak 3 kali dalam sehari. Sementara kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi lansia agar lebih maksimal yaitu bimbingan. Program bimbingan rohani adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar lansia lebih mengetahui, memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan lebih baik lagi contonya kegiatan tadarus, ceramah, bersholawat dan sebagainya. Adapun bimbingan keterampilan bertujuan untuk melatih dan mengembangkan bakat kreativitas seperti keterampilan membuat keset, tekapak meja dan ketermpilan merangkai bunga. Kemudian hasil kerajinannya dapat dipamerkan dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah, sebagai wujud apresiasi bahwa lansia juga memiliki potensi dan bakat yang cukup baik. Dengan adanya bimbingan-bimbingan tersebut diharapkan lansia dapat menjalani aktivitasnya sehari-hari bisa lebih bermanfaat dan menggapai bahagia dunia akhirat berada tinggal di panti dari pada tinggal di keluarga yang sudah tidak memerdulikan mereka.7

“Menua” mau tidak mau memang menuntut serangkaian penyesuaian dan

kesiapan mental/psikis dalam menghadapi rentetan perubahan yang psikis dalam menghadapi rentetan perubahan yang terjadi selama proses tersebut. Oleh karenanya, gambaran umum proses menua ini, tak peka lagi, bagi sebagian besar

7


(17)

individu, dianggap sebagai “episode” yang sangat tidak menyenangkan sekaligus

menegangkan. Meskipun begitu, satu hal yang perlu digaris bawahi pada kasus lansia ini adalah bahwa meraih usia lansia panjang tidak hanya lebih penting adalah bagaimana menjaga dan merawat kondisi kesehatan mental, dalam menempuh rentang perjalanan hidupnya.

Ada sebuah penelitian yang mengkaitkan antara aktifitas keagamaan berikut perasaan religious dengan perasaan bahagia. Dan hasilnya ternyata lansia yang lebih dekat kepada aktifitas agama lebih menunjukan tingkat kepuasan hidup, harga diri, dan optimis yang tinggi. Demikian juga, orientasi religious yang sangat kuat menindikasikan tingkat kesehatan fisik dan kesehatan mental yang lebih baik.8

Komunitas agama juga dapat memainkan peran sosial yang penting bagi para lansia, seperti memberikan kesibukan beraktifitas sosial, saling memberikan dukungan sosial, dan memungkinkan tersedianya kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pembimbing dalam kegiatan mengisi waktu sehari-hari dengan kegiatan keagamaan. Seperti program bimbingan rohani yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini yang dilakukan para lansia, untuk memenuhi kebutuhan Rohaninya seperti kegiatan pengajian, tadarus dan ceramah. Dan yang paling penting para warga binaan sosial

8

Nurhayati, Djamas. Layanan dan Bimbingan Keagamaan bagi Lansia, (Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia). h. 27-28.


(18)

(lansia) dapat memenuhi kebutuhan psikologis atau dalam hal menjaga kesehatan mentalnya.9

Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk (hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat.10 Dalam pandangan Islam bukan semata memberikan panduan bagaimana secara fisik mengupayakan kesehatan jasmaninya melainkan kesehatan rohani atau mental juga, yang di dalam Islam sudah terdapat ajaran dan cara-cara praktis yang dapat membina jasmani dan rohani atau mental menjadi sehat. Sehat dalam pandangan Islam adalah keserasian antara aspek tubuh, aspek jiwa, aspek perasaan dan aspek akal pikiran. Dengan kata lain Islam tidak mengabaikan segi kejiwaan dalam mengobati dan menyembuhkan manusia untuk menjadi sehat lahir dan batin.

Mental yang baik dan seimbang akan merangsang antibodi dan immunitas yang besar dalam tubuh. Seseorang dalam kondisi mental yang tenang dan seimbang akan memiliki organ yang seimbang juga, jarang terjangkit penyakit, dan seandainya terjangkit penyakit, akan dapat sembuh dengan cepat. Jadi, menjaga keseimbangan mental sangatlah penting. Orang yang terjaga

keseimbangan mentalnya biasanya telah mengalami “pencerahan” batin.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana peran bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

9

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

10

Yusuf, Syamsul dan Nurihsan, Jundika, Bimbingan dan Konseling. (Bandung: Remaja Rosdakarya). h. 137.


(19)

dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang diberi judul “peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia ?

2. Bagaimana metode bimbingan rohani dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada para warga binaan sosial (lansia) dalam menjalankan atau mengamalkan ajaran agama ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a) Untuk mengetahui dan menganalisa peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mantal lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

b) Untuk mengetahui metode bimbingan rohani Islam yang digunakan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada para warga binaan sosial.


(20)

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Dengan penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu bimbingan dan penyuluhan Islam.

2) Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di dalam bimbingan rohani Islam. b. Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti, dapat menambah pengalaman dan mengetahui peran pembimbinng rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia.

2) Bagi Lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk memberikan masukan-masukan terhadap peran pembimbing dalam kegiatan bimbingan rohani Islam.

3) Bagi Jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian tentang peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia.

4) Bagi Akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan pengetahuan tentang peran pembiming rohani Islam bagi mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(21)

D.

Tinjauan Pustaka

Sebagai telah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Penelitian pertama adalah yang ditulis oleh Nur Aprianti pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, pada tahun 2011, dengan judul

“Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia Dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah Di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar”,

skripsi disini membahas metode bimbingan yang nantinya dapat berpengaruh terhadap kualitas ibadah lansia, yang isinya terdapat macam-macam metode bimbingan seperti metode secara langsung atau bertatap muka baik secara perorangan atau pun kelompok.

2. Penelitian kedua yang ditulis oleh Galuh Yuni Utrami pada Jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan judul “Pelaksanaan

Bimbingan Rohani Islam Terhadap Penderita Skizofrenia di Panti Bina

Laras harapan Sentosa 3 Ceger Jakarta Timur” pada tahun 2010, di

skripsi ini menjelaskan pelaksanaan bimbingan rohani islam sangatlah berpengaruh terhadap warga binaan sosial skizofrenia.

3. Penelitian yang ketiga ditulis oleh Daman, pada Jurusan Bimbingan

dan Peyuluhan Islam dengan judul “Peran Pembimbing Agama Islam

Dalam Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan” pada tahun 2006, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam dalam pembinaan mental nara pidana, diiantaranya: a. tugas pembimbing, b.


(22)

jenis-jenis program kegiatan pembinaan keagamaan terhadap nara pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan penghambat pelaksanaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana. Adapun yang membedakan penelitian skripsi penulis dengan penelitian sebelumnya adalah subjek dan objek penelitiannya. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah peran pembimbing dan tiga warga binaan sosial dalam hal ini lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng: serta yang menjadi objek penelitian ini adalah peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

Hal tersebut dikarenakan penulis merasa perlu dilakukan suatu pengkajian dan penelitian mengenai peran bimbingan rohani karena hal yang paling mendasari hasil yang dicapai dari suatu bimbingan adalah fungsi peran itu sendiri apakah sudah berjalan sesuai dengan aturan-aturan atau belum.

Di tempat Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini dilakukan bimbingan rohani Islam bagi warga binaan sosial (lansia) sebanyak empat kali dalam Seminggu.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penulisan skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :


(23)

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisikan tentang peran (pengertian peran, fungsi peran dan macam-macam peran), pembimbing rohani Islam (pengertian pembimbing rohani Islam, syarat pembimbing rohani Islam, tujuan dan fungsi bimbingan rohani Islam, metode bimbingan rohani Islam dan unsure materi bimbingan rohani Islam), kesehatan mental (pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental) dan lanjut usia (pengertiang lanjut usia, ciri-ciri lanjut usia dan psikologi perkembangan lansia).

BAB III : METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang metode penelitian, subjek dan objek penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data (observasi, awancara dan dokumentasi), teknik analisis data, teknik penulisan.

BAB IV : GAMBARAN UMUM TENTANG PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG


(24)

Bab ini berisikan tentang gambaran umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng terdiri dari sejarah, visi dan misi, sejarah berdirinya, kedudukan, tugas, tujuan, dasar hukum, sasaran pelayanan, sarana dan prasarana, persyaratan penerimaan dan struktur organisasi .

BAB V : TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang konsep aturan bimbingan rohani, deskripsi informan (identitas pembimbing dan yang diibimbing atau lansia), pelaksanaan bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, metode bimbingan rohani dalam memperbaiki lesehatan mental lansia, faktor pendukung dan penghambat kegiatan bimbingan rohani.

BAB V : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.


(25)

14

LANDASAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Peran dalam “Kamu Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada pemain makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.1 Sedangkan dalam Kamus Modern, peran diartikan sesuatu yang menjadikan kegiatan atau memegang pemimpin yang utama.2 Sementara dalam Kamus Ilmiah Populer, peran mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.3

Teori peran ini merupakan sarana untuk menganalisis sistem sosial, dan peran yang dipahami sebagai aspek dinamis dari posisi sosial societally

diakui (atau'' status''). Dalam teori Biddle dan Thomas membagi istilah dalam teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial. b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.

c. Kedudukan orang-orang dan perilaku.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2. h. 854.

2

Wjs. Poerwadarmita, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473.

3


(26)

d. Kaitan antara orang dan perilaku.4

Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status) artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang, di samping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Suatu peran paling sedikit mencakup 3 hal, yaitu:

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat.

c. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.5

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa peran adalah orang yang berkedudukan dan memiliki pengaruh bagi orang lain

4

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), Cet Ke-1, h. 234.

5

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,


(27)

(masyarakat) yang menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.

2. Fungsi Peran

Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut:

a. Memberikan arah pada proses sosialisasi.

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.6

3. Macam-macam Peran

Peran sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasi menurut bermacam-macam cara sesuai sudut pandang yang diambil. Disini akan di tampilkan sejumlah jenis-jenis peran sosial:

a. Peran yang Diharapkan

Masyarakat menghendaki peran yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peran ini antara lain peran hakim, peran pilot pesawat,

6

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,


(28)

dan sebagainya. Peran-peran ini merupakan peran yang “tidak

dapat ditawar”, harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. b. Peran yang Disesuaikan

Dalam melaksanakannya harus lebih luwes dari pada peran yang diharapkan, bahkan kadang-kadang harus di sesuaikan. Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dianggap wajar oleh masyarakat. Suatu peran disesuaikan bukan karena manusia pelakunya, tetapi karena faktor-faktor di luar manusia, yaitu situasi dan kondisi yang selalu baru dan sering sulit di ramalkan sebelumnya.7

B. Pembimbing Rohani Islam

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam

Menurut kamus bahasa Indonesia Pembimbing adalah orang yang membimbing atau menuntun.8 Bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan

dari “guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah “guidance” dari akar keta “guide” berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer).9

Sedang menurut Bimo Walgito bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh individu atau sekumpulan individu-individu

7

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,

(Jakarta: Kencana, 2007), Cet Ke-3, h. 160.

8

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 152.

9

Yusuf, Syamsul dan Nurishan, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2005), h. 6.


(29)

lainnya dalam menghadiri atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu-individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.10

M. Lutfi dalam bukunya Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam mengartikan bimbingan sebagai suatu proses usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia, yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) yang mana orang itu mengalami kesulitan atau hambatan dalam hidupnya (secara psikis), sehingga dengan bantuan atau pertolongan itu orang yang diberi bantuan (terbimbing) dapat mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan lingkungan masyarakat.11

Bimbingan rohani islam dapat diartikan sebagai suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seseorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada al-Qur’an dan Sunah Rasul SAW.12

10

Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Yogyakarta: Andi ffset, 1995), h. 4.

11

Muhammad Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Konseling) Islam,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 8.

12

Adz-Dzaki, Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: pustaka baru, 2001), h. 189.


(30)

Kata “bimbingan rohani” memuat tiga hal yang perlu dijelaskan, pertama

kata bimbingan rohani, kedua pembimbing rohani, ketiga orang yang dibimbing. a. Bimbingan rohani; merupakan usaha untuk menumbuhkan rohani

(spiritual), sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh kepercayaan kepada Tuhan yang maha Kuasa.

b. Pembimbing rohani; orang yang diminta bimbingan oleh orang yang memerlukan dan dia merelakan diri untuk membantu perkembangan rohani orang yang diminta bantuan. Adapun secara umum tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada klien (pasien) supaya mampu mengaktifkan potensi rohani dalam menghadapi dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidupnya.

c. Orang yang dibimbing; seseorang atau individu yang membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah, untuk menumbuhkan kondisi rohani, dan lain-lain.13

Kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 2 Cengkareng adalah salah satu program kegiatan yang tidak diminta oleh para warga binaan sosial (lansia) atau klien yang terbimbing, tidak seperti kegiatan bimbingan secara umum yang memang kegiatan bimbingan yang diminta oleh yang meminta bantuan (terbimbing).

Tetapi kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng karena hasil atas dasar inisiatif baik pikiran dan pandangannya, yang memang memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi rohani spiritual para warga binaan sosial (lansia). Dengan disediakannya fasilitas seperti pembimbing, gedung, al-Qur’an dan lain sebagainya. Sehingga dapat mengembangkan potensi alam pikiran, kejiwaan serta keimanannya, yang nantinya para warga binaan sosial bisa terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa (kesehatan mental).

13


(31)

Jadi pengertian pembimbing rohani Islam menurut penulis adalah orang yang membimbing atau memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada ajaran agama.

2. Syarat Pembimbing Rohani Islam

Adapun syarat yang di miliki pembimbing rohani Islam antara lain adalah: a) Memiliki sifat baik.

b) Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah. c) Sabar, utamanya tahan menghadapi lansia yang menentang

keinginan untuk diberikan bantuan.

d) Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat mengatasi emosi diri dan lansia yang terbimbing.

e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan lansia dan dapat meyakinkan bahwa pembimbing dapat mmemberikan bantuan. f) Dapat membedakan tingkah laku lansia yang berimplikasi

terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya taubat atau tidak.14

14 Elfi Mu’awanah,

dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islam Di Sekolah Dasar,


(32)

Adapun menurut M. Arifin yang untuk menjadi pembimbing yaitu pada mental-psikologinya adalah:

a. Meyakinkan akan kebenaran agamanya, menghayati serta mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama. b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik bagi klien

(warga binaan sosial) dan orang yang berada di lingkungan sekitar.

c. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, memiliki loyalitas terhadap tugas dan pekerjaannya, serta konsisten.

d. Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, dalam menghadapi permasalahan yang memerlukan.15

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam

Ainur Rakhim Faqih berpendapat bahwa tujuan bimbingan rohani terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2) Tujuan Khusus

1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya 2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi

15


(33)

lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.16

4. Metode Bimbingan Rohani Islam

Menurut Faqih metode yang digunakan dalam bimbingan rohani adalah sebagai berikut:

a) Metode Langsung

Merupakan di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dibagi menjadi:

1) Metode individual, pembimbing, dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individu dengan pihak yang dibimbing.

2) Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok.

b) Metode tidak langsung

Merupakan metode di mana bimbingan dilakukan melalui komunikasi masa, hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok. c) Metode Keteladanana

Merupakan metode di mana pembimbing sebagai contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya akan ditiru.17

16

Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 37.


(34)

5. Unsur Materi Bimbingan Rohani Islam

Unsur materi berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Unsur materi di sini untuk memberikan bimbingan pada lansia agar mempunyai ketabahan, kesabaran dan tawakal serta tidak ada rasa putus asa dalam menerima penyakit.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembimbing terhadap materi-materi yang akan sajikan antara lain:

a) Bahan yang disampaikan harus objektif dan menyakinkan

b) Dalam hal ini seseorang pembimbing harus mempunyai dasar-dasarnya

c) Materi bimbingan diberikan sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapinya.

d) Isi dan kata-katanya hendaknya menggunakan bahasa yang baik, sehingga mudah dipahami.18

C. Kesehatan Mental

1. Pengertian Kesehatan Mental

Pengertian mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

“suatu hal yang berhubungan dengaan batin dan watak manusia yang bukan

bersifat dadan dan bukan tenaga”.19

17

Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 54.

18

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 10.

19

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.


(35)

J.P Caplin mendefinisikan mental dalam bukunya “Kamus Lengkap Psikologi” yang diterjemahkan Kartini Kartono sebagai:

“(1) Menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasikan dengan pikiran, akal, ingatan (2) (strukturalisme) menyimnggung isi kesadaran (3) (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses (4) (Psikoanalisis) menyinggung ketidaksadaran, pra-kesadaran (5) Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagaan, sikap, implus, dan proses intelektual (6) Menyinggung proses tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses tebuka (7) Menyinggung segala sesuatu yang bersumber pada sebagian hasil sebab

musabab mental seperti gangguan mental”.20

Dalam istilah lain H.M Arifin Menyatakan bahwa “arti mental adalah suatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala ini yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan ilmu jiwa atau lainnya”.21

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (antitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan

20

JP. Caplin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grapindo, 2004), Cet. Ke-9, h.297.

21

M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Asfek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta: Bulan Bintangn, 1997), Cet. Ke-2, h.17.


(36)

corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembirakan, dan sebagainya.22

Dari penjelasan di atas penulis bisa merumuskan bahwa mental adalah suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak berupa unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi,sikap dan perasaan yang tidak dapat dilihat oleh pancaindra, melainkan yang tampak hanya gejalanya saja sebagai corak tingkah laku.

Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi dan terhindarnya dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).23

Sedangkan menurut Federasi kesehatan mental dunia (word federation for mental health) pada saat kongres kesehatan mental di London, 1948 merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai sebagai kondisi yang memungkinkan dayanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.24

Kesehatan mental secara terminology menunjuk pada dua maksud yaitu sebagai disiplin ilmu dan kondisi mental yang normal. Dalam studi ini istilah kesehatan mental dipakai untuk maksud yang kedua, yakni terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta

22

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4, h. 38-39.

23

Zakiah Deradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 13.

24

Moelyono Noto Soedirdjo dan Liptu, Kesehatann Mental konsep dan Penerapannya,


(37)

kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang terjadi, serta terhindarnya dari kegelisahan dan pertimbangan batin.25

Dari uraian mengenai pengertian kesehatan mental di atas maka dapat dipahami bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa dan perkembangan secara optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional sepanjang hal itu sesuai keadaan orang lain dan dapat kesanggupan untuk menghadapi masalah-masalah serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin.

2. Ciri-Ciri Mental yang Sehat

Orang yang sehat mentalnya adalah orang-orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas (dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat

25

Hanna Djumhana Batsaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil, 2001), h. 132.


(38)

mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.26

Dalam buku Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental; karya Zakiah Daradjat menjelaskan kondisi jiwa yang tenang dan tentram dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu:

a. Adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika ia terkena musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah.

b. Kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup.

c. Kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan.27

d. Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri. e. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada. f. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri).

g. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada. h. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.28

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Unsur-unsur dari kesehatan mental adalah fisik, psikologi, sosial, dan religius, yang masing-masing unsur tersebut mempengaruhi kesehatan mental.

a) Religius berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang yang religius (beribadah, berdoa, dan berdzikir) resiko untuk mengalami stress, cemas, dan depresi jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya. Orang yang memiliki religius

26

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 139-140.

27

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 39-42.

28


(39)

tinggi akan dapat mengelola hatinya dengan baik, karena di dalamnya tertanam keimanan yang kokoh. Contohnya: orang yang sabar, syukur, tawakal, dan ikhlas akan terhindar dari stress dan depresi.

b) Fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang dalam kondisi Fisik terganggu menyebabkan kesehatan mentalnya pun terganggu. contohnya orang yang sakit kanker merasakan dirinya lemah dan akan segera mati (neurasthenia). Karena mengingat semboyan WHO, mensanna incorporesanno, yang artinya, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jadi ketika tubuhnya sakit, jiwanya akan merasa lemah tak berdaya.

c) Psikis berpengaruh kepada kesehatan mental, karena kondisi kejiwaan akan mempengaruhi kondisi mental seseorang.29 Oleh karena itulah menurut Zakiah Deradjat:

Psikoterapi (perawatan jiwa tidak di tunjukan kepada orang-orang yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak diperlukan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi tidak mampuh menghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan tidak pandai menyelsesaikan persoalan-persoalan yang disangka rumit. Karena kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tiadak sesuai itulah yang banyak menghilangkan rasa bahagia.30

Hilangnya perasaan bahagia inilah yang mengganggu kesehatan mental. Contonya: orang yang pesimis akan merasa kalau

29

Dadang, hawari, Al-Quran: ilmu kedokeran jiwa dan kesehatan jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yusa, 2004), Cet. Ke-11, Ed. 3 h. 118.

30

Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1996), Cet. Ke-15, h. 80.


(40)

dirinya tidak dapat berbuat apa-apa, dia tidak memiliki keberanian untuk melakukan atau mencapai sesuatu yang diinginkannya, padahal sebenarnya dia pun dapat melakukan atau mencapainya, sehingga dia tidak mampu mencapai kebahagiaan karena dia tidak mencapai apa yang di inginkannya.

d) Lingkungan berpenggaruh bagi kesehatan mental, karena lingkungan yang baik dapat mendukung pembentukan mental yang baik pula. Lingkungan di sini termasuk di dalamnya lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan keamanan. Sebagai salah satu contonya:

Kegoncangan ekonomi dalam suatu Negara, betul-betul mengakibatkan kegelisahan orang pada umumnya. Kegoncangan ekonomi itu sebetulnya bukanlah disebabkan oleh kondisi dan syarat-syarat ekonomi itu senidir, akan tetapi dikendalikan oleh keadaan mental orang-orang yang memegang peranan dalam ekonomi dan pemenrinta. Jika seseorang yang mengendalikan polotik ekonomi dan pemerintah beserta pedagang-pedagang dan pelaku-pelaku ekonomi itu sudah semua sehat mentanya, maka Indonesia betul-betul dapat makmur dan sentosa. Kemakmuran yang merata, bukan makmur segelintir manusia yang kurang sehat mentalnya.31

Dari contoh tersebut jelas bahwa lingkungan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental manusia.

31

Zakiah Daradzat, Agama dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1996)h.86.


(41)

D. Lanjut Usia (lanisa)

1) Pengertian Lanjut Usia (lansia)

Lanjut Usia merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup. Lanjut usia adalah suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik peria maupun wanita harus menyesuaikan diri dari pada semakin berkurangnya tenaga fisik dan mental. Mereka juga harus belajar menerima peranan yang pasif dan mau bergantung pada orang lain sebagai pengganti dari peranan-peranan kepemimpinan aktif seperti masa lalu, dalam kalangan keluarga maupun di tempat kerja.32

Setiap orang menyadari bahwa konsekwensi dari putaran generasi tidak lepas dari kenyataan hidup. Dalam tahap umur yang lanjut ini seseorang akan beralih pada lanjut usia, yaitu dari usia 70-an menjadi tua renta. Bagi para lansia permasalahan yang dihadapi adalah penurunan kesehatan baik secara fisik maupun mental, juga mengalami kesepian. Kesepian ini disebabkan tidak lagi eratnya hubungan dengan teman-temanserta keharmonisan dari keluarga (khusus bagi mereka yang di panti) kebosanan serta tidak lagi bekerja karena sudah pension. Masalah psikologis lainnya adalah rasa tahut, putus asa, berangan-angan dan teraniaya.33 Yang paling sulit dari semuanya itu ialah bahwa orang-orang uisa lanjut harus menerima diri mereka, sehingga mereka telah mengisi kehidupan mereka di waktu lalu, atau masih mengharapkan bebebrapa perubahan di masa yang akan datang untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu. Mereka

32

William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 134.

33

Zakiah Darajat, Psikologi Agama Terhadap Status dan Peranan lanjut usia, (Jakarta: Penyelenggara Dinas Sosial, 1983), h.147.


(42)

harus menerima makin mendekatnya dengan kematian hari terakhir dan harus dapat terus hidup meskipun banyak hal yang member makna pada kehidupan mereka sewaku masih muda. Para lanjut usia adalah manusia yang secara fisik, kondisi jiwanya sedikit banyak telah mengalami penurunan.34

Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada.35

2) Ciri-Ciri Lanjut Usia (lansia)

Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :

a) Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.

34

William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 135.

35

Hurlock Elizabeth B, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan, Erlangga, Jakarta, 1992. H. 439


(43)

b) Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.

c) Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.36

36

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1992). h. 380)


(44)

3) Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (lansia)

Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa akhir (lansia) memasuki tahap integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya. Perkembangan psikososial masa dewasa akhir atau lansia ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu:

a) Perkembangan Keintiman

Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir.

b) Perkembangan Generatif

Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan


(45)

mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa.

c) Perkembangan Integritas

Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.37

37Samsunuwiyati, Mari’at. Psikologi Perkembangan

, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005). h. 242-253.


(46)

35

Metodologi penelitian adalah alat, kegiatan yang secara sistematis, direncanakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dan berguna bagi masyarakat dan bagi peneliti itu sendiri.1 Adapun bentuk penelitian ini adalah diskriptif, karena dalam penelitian ini terdapat melakukan eksplorasi dan menggambarkan dengan tujuan menerangkan secara jelas terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dan tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah dalam melaksanakan penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy. J. Moleong, pendekatan kualit atif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.2

Melalui pendekatan ini diharapkan permasalahan dan berbagai fenomena yang dihadapi dalam penelitian ini dapat diungkapkan secara mendalam dan jelas tentang dinamika dalam pelaksanaan peran bimbingan rohani dalam memperbaiki kesehatan mental lansia.

1

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 17.

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4.


(47)

B.Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah informan yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan bimbingan rohani Islam yaitu satu orang pembimbing dan tiga orang warga binaan sosial (lansia) yang ada di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat.

2. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian adalah peran bimbingan rohani dalam memperbaiki kesehatan mental itu sendiri.

C.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang beralamat di Jalan Cendrawasih X No. 8 Cengkareng Jakarta Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal 1 Maret 2013 sampai dengan 1 Mei 2013.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi

Observasi yaitu kunjungan langsung ke tempat penelitian serta mengamati warga binaan sosial (lansia) dan kegiatan


(48)

bimbingan rohani Islam menggunakan alat indera.3 Dalam penelitian ini, penulis melakukan dengan cara datang langsung ke Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat untuk memperoleh informasi sehingga data penelitian didapatkan, mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam selama satu minggu empat kali yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 2 Cengkareng.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviwer) yang mengajukan pertannyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a) Wawancara tersetruktur yaitu dimana peneliti ketika melaksanakan tatap muka dengan responden menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan terlebih dahulu.

b) Wawancara bebas atau wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara dimana peneliti menyampaikan pertanyaan pada responden tidak menggunakan pedoman.

3

Suharsimisi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1996), h. 145.


(49)

c) Wawancara kombinasi yaitu apabila kedua wawancara terstruktur dan wawancara bebas dikombinasikan.4

Wawancara ditujukan pada Bapak Haji Muslim dan tiga orang warga binaan sosial yang telah mengikuti bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. untuk memperkuat dan perlengkap data pada penelitian ini, wawancara dilakukan secara langsung.

3. Dokumentasi

Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu dengan jalan mengambil bahan-bahan yang berasal dari data-data mengenai masalah-masalah yang ada, dan foto-foto semua kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, dan dokumentasi lainnya.

E.Teknik Analisa Data

Yang dimaksud dengan tekni analisa data adalah suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.5 Menurut Bogdan & Biklen yang dikutip oleh Lexy J. Moleong mengemukakan bahwa teknik analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi bahan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan

4

H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi ke2, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2006), h. 66-67.

5

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995), cek ke-1. h. 263.


(50)

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memusatkan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.

Teknik yang digunakan penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu dari data terkumpul kemudian dijelaskan memberi interpretasi kemudian diambil kesimpulan akhir.

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA tahun 2007.


(51)

40

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG JAKARTA BARAT

A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

1. Nama Panti : Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

2. Sekretariat : Jl Cendrawasih X No. 8 RT 006/07, Cengkareng, Jakarta Barat.

3. Telp/Fak : (021) 5406515

4. Email : pstw_bm2@yahoo.com1

B. VISI dan MISI Visi

Lanjut usia yang sehat aktif dan mandiri.

Misi

1. Mengentaskan lansia terlantar dalam kehidupan yang normatif. 2. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup lansia. 3. Meningkatkan keberfungsian sosial lansia.

4. Mengembangkan dan potensi dan memberdayakan lansia. 5. Meningkatkan pelayanan bagi lansia terlantar.

6. Meningkatkan peran serta dirinya, keluarga, masyarakat, dunia usaha dan lembaga atau instansi yang terkait.

1


(52)

C. SEJARAH BERDIRINYA

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat berdiri tahun 1985 dan secara fisik selesai 1988 di atas tanah seluas 14.374 m2 dengan luas bangunan 1.850,88 m2. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng sudah beberapa kali mengalami perubahan nama, yaitu dari Panti Werdha III Cengkareng sesuai dengan SK Gubernur No. 736 tahun 1996 berubah menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Mulia 03 Cengkareng. Dan pada tahun 2002 sesuai dngan SK Gubernur No. 163 tahun 2002 nama berubah Menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.2

D. KEDUDUKAN

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng merupakan unit pelaksana teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.

E. TUGAS

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial bagi usia lanjut terlantar yang meliputi identifikasidan Asessmen. Perawat, Bimbingan dan Pelayanan serta Bina lanjut.

F. TUJUAN

Terbinanya tata kehidupan dan penghidupan lanjut usia terlantar sehingga dapat mempertahankan identitas kepribadian dan memberkan jaminan kehidupannya dengan diliputi sisia hidup penuh ketentraman lahir dan batin.

2


(53)

G. DASAR HUKUM

1. Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuang-ketentuan pokok kesejahteraan sosial.

2. Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang lanjut usia.

3. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

5. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 163 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasidan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan dinas Sosial Provinsi Daerah Ibukota Jakarta.3

H. SASARAN PELAYANAN

a) Warga Binaan Sosial

1. Lanjut usia terlantar uisa 60 tahun keatas 2. Sehat jasmani dan rohani

3. Penduduk DKI Jakarta b) Keluarga dan Masyarakat c) Fasilitas dan Pelayanan

1. Bimbingan Sosial

3


(54)

2. Bimbingan Rohani keagamaan

3. Pembinaan Fisik, olahraga, senam kesegaran jasmani 4. Binaan keterampilan

a. Membuat Keset b. Berkebun

c. Merangkai Bunga d. Menyulam / Merenda e. Pemulasaraan jenazah4

I. SARANA DAN PRASARANA

1. Tanah Seluas 14.374 m2

2. Wisma Warga Binaan Sosia 4 Unit

3. Kantor 1 Unit

4. Ruang Kesehatan 1 Unit

5. Ruang Komputer 1 Unit

6. Dapur 1 Unit

7. Masjid 1 Unit

8. Rumah Dinas 5 Unit

9. Pos jaga 1 Unit

10.Aula 1 Unit

11.Ruang identifikasi5 1 Unit

J. KERJA SAMA

1. Polsek

2. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 3. Panti Usada Mulia

4. Puskesmas

4

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

5

Hasil wawancara langsung dengan Ibu Hartati, Seksi Keperawatan PSTW BM 2 Cengkareng Jakarta Barat, Jakarta 3 Mei 2013.


(55)

5. Pekerja Sosial Masyarakat

6. Lembaga Pendidikan yang mengirim pelatihan 7. Dinas Pemakaman

8. RSUD Cengkareng 6

K. Persyaratan penerimaan warga binaan sosial

1. Lansia terlantar 2. Laki-laki/Perempuan

3. Umur minimal 60 tahun keatas 4. Penduduk DKI Jakarta

5. Foto copy KTP dan KK yang mengurus 6. Surat keterangan lurah, diketahui camat

7. Surat keterangan berbadan sehat dan tidak mempunyai penyakit menular

8. Surat rekomendasi dari kantor dinas/suku dinas bina mental spiritual dan kesejahteraan sosial setempat

9. Membawa materai dua lembar @ Rp. 6000,-

10.Menandatangani surat perjanjian penyerahan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

11.Membawa pas foto ukuran 3x4 sebanyak tiga lembar.7

6

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

7


(56)

STRUKTUR ORGANISASI

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG ( PERGUB 57/2011) 8

8

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

SUB. KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

KEPALA PANTI Drs. AKMAL TOWE, M.Si

KASUBAG TU Dra. Hj. MUSLIATI

KASIE PERAWATAN Drs. AJI PRIBADI

KESIE BIMLUR Dra. BASARIA

KASUBAG TU Dra. Hj. MUSLIATI


(57)

46

BAB V

TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Informan

1. Identitas Pembimbing

Bapak Haji Muslim kelahiran 20 Februari 1964. Beliau adalah anak bungsu dari sepuluh bersaudara yaitu dari pasangan Bapak Sapi’ih dan Ibu Asiyah. Nama istri Bapak Haji muslim adalah Masripah dan sudah dikaruniai seorang anak yang bernama Paujan Munawir Kamil.

Bapak Haji Muslim ini dilahirkan dalam keadaan normal tapi ketika menginjak umur balita terjangkit penyakit cacar ganas sehingga matanya menjadi buta. Tetapi, meski keadaan pisiknya menjadi tunanetra tidak menghalagi beliau menempuh pendidikan, itu terbukti ia pernah bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Sekolah Luar Biasa (SLB) di daerah Lebak Bulus dan melanjutkan kesekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), tidak sampai disitu hebatnya Bapak Haji Muslim ini bisa menyelesaikan pendidikan terakhir Strata satu (S1) pada tahun 1986.

Sementara itu Bapak Haji Muslim mulai bergelut di dunia sosial sejak tahun 1986 yang pertama kali ia di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Cahaya Batin selama 13 tahun, beliau di PSBN bertugas sebagai guru pijat, guru anatomi dan pembimbing agama. Sedangkan bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi


(58)

Mulia 2 Cengkareng sejak tahun 2009 sebagai staf bimbingan rohani untuk para warga binaan sosial dalam hal ini lansia.1

2. Terbimbing (warga binaan sosial/lansia) a. Nenek Asmani

Nenek kelahiran 31 Desember 1930 ini berasal dari daerah Sumatra Barat, beliau adalah anak dari pasangan Bapak Muhammad Syarif dan Ibu Syarifah. Beliau memiliki anak bernama Hermansyah yang sekarang kira-kira berumur 45 tahun.

Hobi keseharian Nenek Asmani adalah merajut dan keterampilannya ini didapatnya ketika masih belajar di sekolah menengah pertama didaerahnya Sumatera. Tanggal 15 Agustus tahun 2005 adalah awal mula beliau tinggal di Panti Soial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Crngkareng.2

b. Nenek Rubiah

Nenek Rubiah kelahiran 1 Juli tahun 1947, asli dari daerah Banten, Beliau sebelumnya bekerja sebagai penjual sarung bantal di pasar, alamatnya Kampung Pinggir Kali RT 01/05 Kelurahan Patia Kecamatan Patia.

1

Hasil wawancara langsung dengan Bapak Haji Muslim, Pembimbing Rohani PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 25 April 2013.

2

Hasil wawancara langsung dengan Nenek Asmani, Warga Binaan Sosial PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 25 April 2013.


(59)

Nenek Rubiah ini bingung kemudian ke kantor pos polisi terminal bus Kalideres karena bingung hidup sendiri setelah suaminya meninggal dunia. Pada tanggal 19 September 2010 Nenek Rubiah dikirim oleh polisi ke Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.3

c. Nenek Ooy Saodah

Ooy Saodah kelahiran 1 Oktober tahun 1945, beliau berasal dari daerah Sukabumi tetapi sudah lama tinggal di daerah Jakarta yang tepatnya di daerah jalan Kapuk Muara RT 005/04 Kecamatan Penjaringan Jakarta Barat. Beliau ini pernah bekerja sebagai buruh pabrik, sedangkan penidikan yang pernah ditempuh Nenek Saodah adalah pendidikan sekolah dasar.

Adapun Nenek Saodah ini menyerahkan diri kepada satpol pamong peraja, apada tanggal 7 Februari 2012. Beliau beralasan menyerahkan diri karena tidak memiliki anak.4

B. Pelaksanaan Bimbingan Rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

Dari hasil wawancara penulis dengan pembimbing rohani Islam, warga binaan sosial (lansia) dan para pengurus di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta menemukan bahwa

3

Hasil wawancara langsung dengan Nenek Rubiah, Warga Binaan Sosial PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 1 Mei 2013.

4

Hasil wawancara langsung dengan Nenek Ooy Saodah, Warga Binaan Sosial PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 1 Juni 2013.


(60)

implementasi peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia tidak lepas oleh beberapa aspek, diantaranya aspek peran dari seorang pembimbing itu sendiri meliputi aturan yang ada baik secara tertulis ataupun tidak tertulis, pemahaman para pelaku (pembimbing), jadi tindakan para pelaku (pembimbing) berdasarkan pemahamannya terhadap aturan. Tindakan yang dilakukan pembimbing untuk mencapai beberapa fungsi peran itu sendiri seperti memberikan arah pedoman, bimbingan dan pelajaran kepada yang dibimbing (lansia) dalam berperilaku dan mengamalkan ajaran. 5

Pelaksanaan bimbingan rohani Islam yang bimbing oleh Bapak Haji Muslim, dilaksanakan pada jam 08.30 – 10.00 WIB, sebanyak empat kali dalam seminggu, yaitu pada hari senin ada kegiatan tadarus dan belajar shalawatan sedangkan selasas, jum’at dan mengaji perorangan dan belajar fiqh, sementara hari kamis ceramah.

Materi yang disampaikan dalam bimbingan rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta adalah materi yang berkaitan dengan dengan masalah kehidupan sehari-hari yaitu seperti masalah fiqh, akhlak, belajar shalawat dan pembacaan al-Qur’an.6 Materi yang disampaikan diharapkan dapat bermanfaat dan diamalkan dalam kegiatan sehari-hari, sehingga warga

5

J. Dwi Narwoko, Dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,

(Jakarta: Kencana, 2007), Cet Ke-3, h. 158-159.

6

Hasil wawancara langsung dengan Ibu Basaria Ritonga, Kepala seksi Bimbingan dan Penyaluran PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 28 Juni 2013.


(61)

binaan sosial dapat mengatasi masalah, ketabahan, kesabaran dan tawakal serta tidak ada rasa putus asa.7

Dalam kegiatan bimbingan pembimbing lebih menekankan pada ibadah shalat, dzikir dan shalawat yang Insya Allah akan membawa ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan. Sedangkan untuk masalah akhlak lebih ditekankan pada masalah bagaimana berinteraksi dan menjalin interaksi yang baik dengan para lansia yang lain karena tidak jarang para lansia bertengkar dengan teman sekamarnya. Untuk materi ceramah yang disampaikan seperti fiqh, akhlak dan lain-lain. Sementara untuk berlajar shalawat lebih berfokus agar dapat menjadi hiburan untuk para lansia karena banyak lansia yang gemar bershalawat. Dan untuk materi pembacaan al-Qur’an ini bertujuan agar para lansia bisa membaca dengan baik dan benar agar dapat bermanfaat untuk dipakai dalam ibadah shalat.8

Metode yang digunakan pembimbing rohani adalah metode langsung yaitu pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya (lansia).9 Contoh metode langsungnya seperti: ceramah, tanya jawab atau diskusi dan mengarahkan. Tujuan dari bimbingan dapat dicapai seperti para lansia dapat memelihara, mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik terutama dalam hal keimanannya, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan

7

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 10.

8

Hasil wawancara langsung dengan Bapak Haji Muslim, Pembimbing Rohani PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 27 April 2013.

9

Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 54.


(62)

orang lain dan dapat menjalani rutinitas sehari-hari dengan ceria, ketenangan dalam hatinya dan kebahagiaan baik dunia maupun akhirat.10

Dengan adanya bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat dapat membuat para lansia yang mengikuti bimbingan menjadi bertambahnya ilmu pengetahuan atau wawasan agama, dapat menyelesaikan problematika permasalahan yang ada, dapat menggapai kehidupan yang kebahagiaan dunia akhirat, sehingga terhindarnya dari kerisauan dan terwujudnya ketenangan menghadapi hari tua dan para lansia dapat memahami ilmu agama dengan baik dan benar serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.11

Mengenai hasil pelaksanaan peran bimbingan rohani Islam dan kegiatan bimbingan yang berlangsung dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng memiliki implementasi yang cukup baik terhadap warga binaan sosial (lansia). Berikut kutipan wawancara dengan peneliti:

“Perasaan Saya ketika mengikuti pengajian yang diajarkan oleh Bapak Haji Muslim menjadi lebih tenang dan dapat menerima keadaan

saya di panti”.12

Secara garis besar implementasi peran bimbingan dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini dilakukan dengan baik dan dapat diterima oleh para lansia, walaupun memang

10

Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 37.

11

Hasil wawancara langsung dengan Ibu Basaria Ritonga, Kepala Seksi Bimbingan dan Penyaluran PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 28 Juni 2013.

12

Hasil wawancara langsung dengan Nenek Rubiah, warga binaan sosial PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 1 Mei 2013.


(63)

tidak dipungkiri kalau masih ada kekurangan yang ada pada kegiatan bimbingan rohani Islam ini.

1. Metode Bimbingan Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia

Metode yang digunakan pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yaitu metode langsung, merupakan metode yang dilakukan pembimbing dengan berkomunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya (lansia). baik individu maupun kelompok, yaitu:

a. Metode Kelompok

Metode bimbingan kelompok yaitu pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan yang dibimbing (lansia) dalam kelompok. Dalam metode ini, pembimbing rohani Islam memberikan bimbingan kepada lansia yang berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits, adapun materi yang disampaikan berkaitan dengan fiqh, aqidah dan akhlak.

Penyampai materi-materi pada metode kelompok dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah di pahami oleh para lansia.13 Kondisi latar belakang pendidikan para lansia rata-rata rendah dan dalam menyampaikan diselingi dengan guyonan bercanda supaya para lansia tidak jenuh dan dapat dipahami secara maksimal.14

13

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 10.

14

Hasil wawancara langsung dengan Bapak Haji Muslim, Pembimbing Rohani PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 25 April 2013.


(64)

b. Metode individu

Metode individu yaitu pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individu (face to face) dengan pihak yang dibimbing (lansia). Kegiatan mengaji Qur’an yang dilakukan dengan pembimbing mengucapkan bunyi salah satu bacaan surat yang dibaca kemudian lansia mengikuti bacaan tersebut dan kegiatan ini dilakukan dengan bergantian antara pembimbing dengan satu orang lansia (face to face), hal ini dimaksudkan agar kegiatan belajar dengan maksimal seperti maqhroz dan tajwidnya yang jelas.

Dalam kegiatan bimbingan membaca al-Qur’an dirasakan ada kekurangan dan keterbatasan yang dirasakan oleh lansia yang belum bisa baca tulis Al-Quran (belum mengenal huruf) dan bila cara penyampaiannya terlalu cepat.

Kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilakukan dengan metode individual yang kedua adalah dialog tanya jawab yang dilakukan ini bertujuan agar menambah pengetahuan keagamaan pada lansia. Kegiatan dialog tanya jawab ini pembimbing memberikan kebebasan secara terbuka untuk para lansia yang terbimbing untuk menanyakan hal apa saja yang tidak dipahami, karena pembimbing sendiri tidak membatasi materi yang ditanyakan. Pertanyaan yang langsung dilontarkan lansia kepada pembimbing itu langsung di jawab, karena agar lansia dapat memahami dengan baik dan tidak lupa terhadap materi yang disampaikan.


(65)

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Bimbingan Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia

Dalam sebuah kegiatan bimbingan tentunya memiliki sebuah tujuan untuk lebih baik lagi, tetapi hasil dari tujuan itu tidak lepas dari pada dua faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Begitu juga halnya yang terjadi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng dalam usaha memperbaiki kesehatan mental lansia.

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung pelaksanaan bimbingan rohani dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini tidak lepas dari adanya dukungan dari berbagai pihak, baik pihak instansi yang menyediakan sarana prasarana seperti tempat (masjid) dan pembimbing maupun dari pihak terbimbing warga binaan sosial (lansia) itu sendiri.15

Faktor pendukung lainnya yaitu pembimbing yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, memiliki loyalitas terhadap tugas dan pekerjaannya.16 Berikut ini hasil kutipan wawancara penulis:

salah satu faktor pendukung yang menjadi terlaksananya kegiatan bimbingan rohani ini dengan baik adalah seperti pembimbing yang memang memiliki kopetensi keahlian dibidangnya, dan hal ini saya percayakan kepada Bapak Haji

Muslim”.17

15

Hasil wawancara langsung dengan Bapak Haji Muslim, Pembimbing Rohani PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 30 April 2013.

16

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 26.

17

Hasil wawancara langsung dengan Ibu Basaria Ritonga, Kepala Seksi Bimbingan dan Penyaluran PSTW BM 2 CengkarengJakarta Barat, Jakarta 28 Juni 2013.


(1)

FOTO DOKUMENTASI

PEMBIMBING BAPAK H. MUSLIM


(2)

KEGIATAN BIMBINGAN MENGAJI AL-QUR’AN


(3)

KEADAAN LANSIA YANG SEDANG MENGIKUTI BIMBINGAN ROHANI


(4)

(5)

WAWANCARA DENGAN PEMBIMBING BAPAK H. MUSLIM


(6)

\ WAWANCARA DENGAN NENEK ASMANI