Perilaku Bersyukur Pada Lansia Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung

(1)

PERILAKU BERSYUKUR PADA LANSIA PESERTA

PENGAJIAN KITAB NASHAIHUL IBAD DI PANTI

SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1

CIPAYUNG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat

Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun oleh :

NURUL FATIMAH

NIM 1110052000017

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H./2016 M.


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Mei 2016


(3)

(4)

(5)

v

ABSTRAK

Nurul Fatimah

Perilaku Bersyukur pada Lansia Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung

Perilaku syukur adalah reaksi seseorang yang mengakui dan menggunakan nikmat Allah baik secara ilmu, hal (keadaan), dan amal terhadap nikmat yang bersifat keduniaan, keagamaan dan keakhiratan yang datang kepadanya sesuai dengan apa yang diinginkan Allah sehingga tidak ada penolakan dalam qalbunya yang ditandai dengan timbulnya perasaan senang dan cukup dalam setiap keadaan. Perilaku syukur penting untuk dimiliki setiap manusia. Perilaku syukur memiliki beberapa manfaat yaitu: dapat menambah nikmat dan mendekatkan seseorang kepada Allah, dapat menentramkan hati, dan dapat menjadikan seseorang penuh dengan keridhaan. Perasaan tersebut sangat dibutuhkan terlebih pada usia lansia yang telah memasuki tahap perkembangan integritas vs keputusasaan.

Seseorang yang berada pada fase lansia akan melihat kembali (flash back)

kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan keterbatasan adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan, meskipun saat menghadapi kematian. Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.

Untuk mencegah terjadinya keputusasaan dibutuhkan suatu bimbingan bagi jiwanya supaya lansia tetap dapat menjalani kehidupannya dan timbul kebijaksanaan yang memang harus ada pada fase perkembangan ini. Untuk mencapai kebijaksanaan, lansia harus mampu menemukan makna dari setiap perjalanan hidup yang telah dilaluinya. Kebermaknaan hidup mampu dicapai apabila seseorang telah mampu berperilaku syukur. Namun tidak semua orang mampu untuk berperilaku syukur. Kitab Nashaihul Ibad merupakan kitab yang sesuai untuk dijelaskan kepada lansia karena mengandung nasehat-nasehat ibadah, cara mengolah hati, cara bersikap disertai

dengan ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi, perkataan sahabat, atsar dan pendapat

-pendapat akhlul hikmah. Kitab Nashaihul Ibad merupakan psikologi yang bernuansa tasawuf sehingga menuntun seseorang memperoleh ketenangan yang sebenarnya khususnya diusia lansia. Selain itu, pendekatan personal dan pembawaan dalam menyampaikan materi juga memiliki peranan penting untuk penyerapan ilmu bagi para lansia.


(6)

vi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman makna nikmat dan makna bersyukur serta untuk mengetahui bentuk amalan dari perilaku bersyukur yang dilakukan oleh para lansia peserta pengajian kitab nashaihul ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara variasi maksimum yaitu berdasarkan pendidikan, lama di panti, perbedaan kamar, dan usia. Bentuk amalan dari perilaku bersyukur yang dilakukan oleh para lansia di sana adalah amalan bersyukur secara hati.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada

baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihiwasallam, sebagai suri tauladan di

alam semesta ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil penelitian pada warga binaan

sosial (WBS) di PSTW Budi Mulya 1 Cipayung dengan judul “PERILAKU

BERSYUKUR PADA LANSIA PESERTA PENGAJIAN KITAB NASHAIHUL IBAD DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG”. Banyak hambatan selama melakukan penyusunan skripsi ini, namun Alhamdulillah berkat pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikannya.

Dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh ketulusan penulis menyampaikan ungkapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, arahan serta motivasi terhadap penulis. Demikian penulis menyampaikan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak DR. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu


(8)

viii

2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Noor Bekti Negoro, M. Si. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M. Psi. Sebagai Dosen Pembimbing yang selalu

sabar dan tabah dalam membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan skripsi.

5. Drs. Helmi Rustandi, M. Ag. Sebagai Dosen Penasehat Akademik Jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Umi yang selalu memberi semangat serta doa yang tulus serta Abi yang telah

membiayai pendidikan Nurul selama ini tanpa mengeluh sedikitpun. Semoga Allah menerima semua amal dan ibadah Umi dan Abi, diberikan kenikmatan syurga di dunia dan akhirat serta melimpahkan kasih sayang-Nya tiada henti melebihi kasih sayang yang telah Umi dan Abi berikan kepadaNurul.

7. Suami tercinta yaitu Aa Wahyu Septiadi S.T, M.T. yang senantiasa sabar dalam

membimbing serta selalu memberikan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih atas doa dan ketulusan yang senantiasa Aa berikan, semoga kita dipersatukan kembali di surga-Nya Allah. Terimakasih Cinta.

8. Adik-adikku tersayang yaitu Dina Siti Nurjanah A.Md.Ds. dan Muhammad Arief


(9)

ix

9. Teman-teman BPI seperjuangan yang selalu memotivasi dan memberikan

inspirasi terhadap penulis.

Semoga penulisan skripsi ini mendapat berkah dan ridho dari Allah SWT serta bermanfaat untuk penulis khususnya, dan bagi semua orang umumnya.

Tangerang, 23 Mei2016

Penulis

Nurul Fatimah 1110052000017


(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR……… ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 11

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bersyukur 1. Pengertian Perilaku ... 23

2. Aspek-aspek Perilaku ... 25

3. Jenis-jenis Perilaku ... 27

4. Gambaran Perilaku Bersyukur ... 27

B. Lanjut Usia (LANSIA) 1. Pengertian Lanjut Usia (LANSIA)... 38

2. Masalah-masalah Lanjut Usia (LANSIA) ... 41

3. Kebutuhan Lanjut Usia (LANSIA) ... 43

4. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (LANSIA) ... 44

C. Pengajian Kitab Nashaihul Ibad 1. Pengertian Pengajian ... 48

2. Pengertian Kitab ... 49

3. Kitab Nashaihul Ibad... 51

BAB III GAMBARAN UMUM PSTW Budi Mulia 1 Cipayung A. Latar Belakang... 52

B. Visi dan Misi ... 53

C. Dasar Hukum ... 54

D. Tugas dan Fungsi ... 55

E. Tujuan dan Maklumat Pelayanan ... 56

F. Sasaran dan Garapan ... 56


(11)

xi

H. Fasilitas dan Bentuk Pelayanan Panti ... 57

I. Struktur Organisasi ... 58

J. Pola Pelayanan ... 59

K. Sumber Daya Manusia... 60

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Identitas Informan ... 61

B. Waktu dan Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad ... 65

C. Analisis Intrakasus ... 70

D. Analisis Antar Kasus ... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 102

B. Rekomendasi ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Aspek Syukur ... 35

Tabel 2.2 Tahap-tahap Perkembangan Menurut Erikson ... 44

Tabel 4.1 Daftar Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad ... 59

Tabel 4.2 Identitas Informan Primer ... 61

Tabel 4.3 Identitas Informan Sekunder ... 62

Tabel 4.4 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Tanggal 27-10-14... 64

Tabel 4.5 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad pada tanggal 29-10-14 ... 65

Tabel 4.6 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad pada tanggal 10-11-14 ... 68

Tabel 4.7 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Subtansi Nikmat ... 79

Tabel 4.8 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Kapasitas Sebagai Nikmat ... 80

Tabel 4.9 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Mengenal Zat dan Sifat Allah Swt. ... 81

Tabel 4.10 Analisis Aspek Syukur (Hal) dengan Indikator Tunduk (Taat Kepada Allah) ... 82

Tabel. 4.11 Analisis Aspek Syukur (Hal) dengan Indikator Tawadhu (rendah hati/tidak takabur) ... 84

Tabel 4.12 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Hati Bagian A ... 86

Tabel 4.13 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Hati bagian B ... 87

Tabel 4.14 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian A ... 89

Tabel 4.15 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian B ... 90

Tabel 4.16 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian C ... 90

Tabel 4.17 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian A ... 91

Tabel 4.18 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian B .. ... 92

Tabel 4.19 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian C ... 93

Tabel 4.20 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian D ... 94

Tabel 4.21 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian E ... 95

Tabel 4.22 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian F ... 96


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penduduk Indonesia selama kurun waktu 40 tahun sejak tahun 1970 telah mengalami perubahan struktur.Seiring dengan membaiknya kondisi kesehatan, struktur umur penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Hal ini memengaruhi jumlah dan persentase penduduk lanjut usia (lansia)

yang terus meningkat.1Peningkatan usia harapan hidup disebabkan oleh

keberhasilan program Keluarga Berencana dan keengganan ibu-ibu untuk melahirkan anak lebih dari dua orang. Akibatnya terjadi perubahan struktur penduduk menjadi berbentuk piramid terbalik, dimana jumlah orang lanjut usia lebih banyak dibandingkan anak

berusia 14 tahun ke bawah.2

Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik akan mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat. Pada tahun 2012 Indonesia termasuk Negara Asia ketiga dengan populasi absolut di atas 60 tahun terbesar yakni setelah Cina (200 juta), India (100 juta) dan menyusul Indonesia (25 juta). Bahkan diperkirakan

1 Dr.Ir.Adhi Santika, SH, MS, “Lanjut Usia dalam Perspektif Hukum dan HAM,” Buletin

Jendela Data&Informasi Kesehatan, semester 1 (2013): h. 29, artikel ini diakses pada 6 Mei 2014 dari http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf

2 Mariani, S.Sos. dan Subhan Kadir, S.Kep, “Panti Werdha Sebuah Pilihan,” artikel ini

diakses pada 8 Mei 2014 dari http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/panti-werdha-adalah-pilihan/


(14)

2

Indonesia akan mencapai 100 juta lanjut usia (lansia) dalam tahun 2050. Penduduk dianggap berstruktur tua di negara berkembang apabila penduduk usia 60 tahun ke atas sudah mencapai 7% dari total penduduk. Pada tahun 2010 proporsi penduduk lansia di Indonesia telah

mencapai sekitar 10%.3Hal ini menyebabkan diperlukannya perhatian

yang khusus terhadap lansia.

Secara biologis manusia adalah makhluk paling sempurna. Dia merupakan hasil akhir dari proses evolusi penciptaan alam semesta. Manusia adalah makhluk dua-dimensi. Di satu pihak terbuat dari tanah yang menjadikannya makhluk fisik (jasmani atau raga), di pihak lain ia juga makhluk spiritual (rohani atau jiwa) karena ditiupkan ke dalamnya

roh Tuhan yang membentuk sebuah entitas yang disebut diri (nafs

).Al-qur’an juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya. Sedangkan dimensi spiritual atau ruh mengantar manusia untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan kesetiaan, dan pemujaan. Sehingga menurut Islam manusia memiliki kapasitas yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, karena mereka mempunyai kecenderungan untuk dekat dengan

3 AP Dr.Nugroho Abikusno, MD, Msc (nutr) Dr.PH, “Kelanjutusiaan Sehat Menuju

Masyarakat Sehat untuk Segala Usia,” Buletin Jendela Data&Informasi Kesehatan, semester 1 (2013): h. 25, artikel ini diakses pada 6 Mei 2014 dari


(15)

3

Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat

jauh di bawah alam sadarnya. 4

Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson, tahap

dewasa akhir (usia 65 tahun ke atas) memasuki tahap integrity vs

despair (integritas vs keputusasaan). Seseorang yang berada pada fase

ini akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah mereka

jalani dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan keterbatasan adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan, meskipun saat menghadapi kematian. Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam

menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.5

Untuk mencegah terjadinya keputusasaan dibutuhkan suatu bimbingan bagi jiwanya supaya lansia tetap dapat menjalani kehidupannya dan timbul kebijaksanaan yang memang harus ada pada

4 Serli Marlinton, “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra Peserta Shalat Tahajjud

(Study Di Yayasan Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 1.

5 Nisak, M. K dan Wantah, M. E, “Teori Perkembangan Psikososial Erick H. Erikson,”

artikel ini diakses pada 26 Agustus 2014 dari http://rimatrian.blogspot.com/2013/12/teori-perkembangan-psikososial-erick-h.html


(16)

4

fase perkembangan ini.Untuk mencapai kebijaksanaan, lansia harus mampu menemukan makna dari setiap perjalanan hidup yang telah dilaluinya. Kebermaknaan hidup mampu dicapai apabila seseorang telah mampu berperilaku syukur.Namun tidak semua orang mampu untuk berperilaku syukur.

Allah Azza wa Jalla berfirman, menceritakan jawaban iblis sesudah Allah menangguhkan hukumannya sampai hari kiamat,

(Iblis) menjawab, ‘Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.’

(al-A’raaf: 16)

Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan ‘jalan’ dalam ayat di atas adalah ‘jalan syukur’.Karena derajat tinggi yang dimiliki oleh syukur, maka Iblis menyerang manusia dari sisi ini.Ia berkata,

“Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur.” (al-A’raaf: 17).6Syukur merupakan tanda-tanda dari orang yang beriman. Syukur termasuk diantara maqamat yang paling tinggi karena ia mengikuti hati, lisan, dan segenap anggota badan dan juga karena ia meliputi kesanggupan untuk bersabar, ridha, dan memuji

serta memperbanyak ibadah badani dan hati.7 Syukur yang arti dasarnya

berterima kasih diperlukan dalam kehidupan, sebab apa-apa yang kita

6 Imam Al-Ghazali, Terapi Sabar dan Syukur. Penerjemah Abdul Rosyad Shiddiq

(Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), h. 79.


(17)

5

lakukan dan apa-apa yang menjadi milik kita pada hakikatnya merupakan karunia Allah. Allah lah yang telah memberikan nikmat dan barakah kepada umat manusia. Betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada umat manusia sehingga kita tidak dapat menghitungnya. Ridha selalu dibarengi dengan syukur. Setiap kali syukur bertambah,

maka bertambah pula ridha. Allah berfirman: Jika kamu bersyukur

maka Kami akan menambah nikmat kepadamu (Q.S. al-Baqarah: 7).8

Ibnu Mas’ud ra. Mengatakan,“Syukur adalah separoh iman.”9

Rasul menyatakan bahwa kedudukan yang membuat orang dapat berlaku syukur atas nikmat yang telah ia berikan kepadanya sama dengan kedudukan yang membuat orang dapat beribadah dan bersabar atas kepayahan yang dirasakannya, seperti dalam sabdanya:

“Kedudukan seseorang yang telah dapat merasakan nikmat Allah dan bersyukur atasnya sama dengan kedudukan orang yang berpuasa dan bersabar atasnya.” Seseorang yang bersyukur, pada dasarnya melakukan kebaikan bagi dirinya sendiri, karena sikap syukurnya itu dapat membuat nikmat yang diperolehnya semakin bertambah, selain keutamaan, keluhuran cintanya, dan keindahan pujiannya yang akan

semakin langgeng. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan barangsiapa

yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)

8 Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan Tarekat (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2012), h. 25.


(18)

6

dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (al-Naml, 27: 40).10

Menurut al-Jilani, syukur mempunyai beberapa manfaat yaitu: dapat menambah nikmat dan mendekatkan seseorang kepada Allah, dapat menentramkan hati, dan dapat menjadikan seseorang penuh dengan keridhaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wenny Hikmah Syahputri mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, variabel syukur dan sabar memberikan sumbangan bagi variabel kebahagiaan sebesar 35, 8 %. Tentu hal ini sangat bermanfaat bagi para lansia yang sedang

menghadapi fase perkembangan tahap integrity vs despair (integritas vs

keputusasaan).

Untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita hidup manusia yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditentukan ajaran agama berbagai bentuk pelayanan dan bimbingan diciptakan dan diselenggarakan terus menerus, baik yang diupayakannya sendiri-sendiri maupun dengan cara menggunakan jasa-jasa pelayanan yang tersedia. Masing-masing pelayanan dan bimbingan itu akan berguna dan bermanfaat dalam membantu untuk memudahkan pencapaian tujuan kehidupan manusia

menurut pertumbuhan dan perkembangannya.11

10 Isa, Cetak Biru Tasawuf, h. 254-255.

11

Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah , 2008), h. 101-103.


(19)

7

Penulis merasa jarang sekali bimbingan yang memfokuskan pada perilaku bersyukur seseorang terlebih kepada lansia yang akan menghadapi kehidupan di negeri selanjutnya (akhirat), padahal perilaku syukur itu penting untuk dimiliki manusia karena dengan berperilaku syukur, seseorang mampu menemukan makna hidupnya sehingga terhindar dari keputusasaan. Selain itu, perilaku syukur merupakan

kunci kebahagiaan seseorangdan kunci ucapan penghuni surga.“Dan

mereka berkata, ‘ Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami.’ “(Az-Zumar: 74).12Bagaimana tidak perilaku syukur merupakan kunci kebahagiaan seseorang, karena apabila seseorang menyadari bahwa segala sesuatu yang sampai kepadanya bahkan dirinya sendiri merupakan pemberian (nikmat) Allah yang telah mampu menciptakan dan memberikan keindahan dan kebahagiaan maka ia akan merasakan kebahagiaan yang tiada tara yang memang pada dasarnya manusia selalu ingin merasakan kebahagiaan yang hakiki. Bahkan syaitan sendiri berjanji untuk menyesatkan manusia untuk tidak bersyukur sampai Allah sendiri menyatakan pernyataan

tersebut dalam firman-Nya dalam surat al-A’raf ayat 16 dan 17 seperti

yang telah diterangkan di atas.

Memang ada kitab yang mengajarkan manusia untuk berperilaku syukur, diantaranya yaitu kitab nashaihul ibad.Ada 12 pembahasan mengenai syukur.Tapi, apakah pembahasan kitab tersebut sudah bisa


(20)

8

menjadi stimulus bagi para lansia untuk berperilaku syukur?Untuk itu, penulis ingin meneliti apakah pengajian kitab nashaihul ibad yang telah dilakukan di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung telah cukup sebagai stimulus terhadap perilaku bersyukur pada lansia atau belum, melalui

penelitian dalam skripsi dengan judul “Perilaku Bersyukur Lansia

Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.”

B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka fokus penelitian dalam skripsi ini adalah:

“Perilaku Bersyukur Pada Lansia Peserta Pengajian Kitab

Nashaihul Ibad Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.”

2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumusan masalah

deskriptif. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi

sosial yang akan ditelitti secara menyeluruh, luas, dan mendalam.13 Dari

fokus masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

13 Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung:


(21)

9

adalah bagaimana gambaran perilaku bersyukur pada lansia peserta pengajian Kitab Nashaihul Ibad di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung. Adapun rincian rumusanmasalah secara khusus yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimana pemahaman para lansia peserta pengajian Kitab

Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung mengenai makna nikmat

b. Bagaimana pemahaman para lansia peserta pengajian Kitab

Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung mengenai makna bersyukur?

c. Bagaimana bentuk amalan dari perilaku bersyukur lansia peserta

pengajian Kitab Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini

yaitu:

a. Untuk mengetahui pemahaman makna nikmat pada lansia peserta

pengajian kitab nashaihul ibad di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.

b. Untuk mengetahui pemahaman makna bersyukur pada lansia

peserta pengajian kitab nashaihul ibad di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung


(22)

10

c. Untuk mengetahui bentuk amalan dari perilaku bersyukur yang

dilakukan oleh para lansia peserta pengajian kitab nashaihul ibad di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung. 2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, di antaranya adalah : a. Manfaat Akademik

1) Memperluas pengetahuan bagi penulis, khususnya dibidang

teori.

2) Melatih penulis dalam mendiskripsikan masalah-masalah yang

sedang terjadi, khususnya di bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

b. Manfaat Praktis

1) Dengan adanya penelitian ini penulis dapat berinterkasi,

komunikasi dan bercampur dengan khalayak sasaran yang latar belakangnya berbeda.

2) Peneliti akan lebih mudah menyesuaikan strategi atau

pendekatan yang akan digunakan pada khalayak sasaran/klein.

3) Membantu pemerintah dalam mengurangi beban masyarakat

mengenai permasalahan lansia dan membantu para lansia untuk tetap produktif minimal untuk dirinya sendiri.


(23)

11

4) Hasil penelitian ini juga menjadi syarat bagi penulis dalam

rangka memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

5) Hasil penelitian ini juga merupakan suatu investasi akhirat bagi

penulis dan semoga menjadi manfaat bagi penulis berikutnya yang menjadikan hasil penlitian ini sebagai rujukan.

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis menelaah dan

melakukan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti pada kajian yang sama tetapi pada subjek yang berbeda.Skripsi yang penulis jadikan tinjaun pustaka adalah:

1. Skripsi mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Serli Marlinton(109052000034)

dengan judul “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra

Peserta Shalat Tahajjud (Study Di Yayasan Khazanah Kebajikan

Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat)”. Skripsi ini membahas tentang

perilaku bersyukur orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik (tunanetra). Dalam penelitiannya menggunakan metode kualitatif. Hasil yang didapatkan adalah orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik (tunanetra) menjadi lebih bersyukur setelah


(24)

12

mendapatkan pelatihan shalat tahajjud di Yayasan Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat.

2. Skripsi mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta: Wenny Hikmah Syahputri

(106070002328) dengan judul “Hubungan Syukur dan Sabar dengan Kebahagiaan pada Remaja Panti Asuhan.” Skripsi ini membahas tentang seberapa besar pengaruh syukur dan sabar terhadap kebahagiaan pada remaja panti asuhan. Dalam penelitiannya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional deskriftif. Hasil yang diperoleh yaitu variable syukur dan sabar secara bersama memberikan sumbangsih terhadap perubahan variable kebahagiaan sebesar 35.8%.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.14 Metode

penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali

pemecahan terhadap segala permasalahan.15

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan metode penelitian

14Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 2.

15 P. Joko Subagyo, S.H., Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT.


(25)

13

ini karena peneliti ingin menggambarkan bagaimana perilaku bersyukur pada lansia peserta pengajian kitab nashaihul ibaddi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 1 Cipayung.

Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata

menurut pendapat informan, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatar belakangi informan berprilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi,

disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi

(dikonsultasikan kembali kepada informan dan teman sejawat). Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif, yaitu karakteristik pelaku, kegiatan atau kejadian-kejadian yang terjadi selama penelitian, dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat

penelitian berlangsung.16

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi, wawancara, studi

kepustakaan dan dokumentasi. Peneliti akan mengambil sampel secara purposive sampling (peneliti menentukan sampel dengan pertimbangan khusus) dengan bentuk variasi maksimum. Peneliti menghadiri pengajian dengan memperhatikan para peserta dan memilihnya sebagai sampel apabila peserta terlihat khusyu dalam mengikuti pengajian sehingga peneliti dapat mencari tahu apakah materi yang disampaikan pembimbing dapat terserap dan diamalkan dalam kehidupan peserta

16 Prof. Dr. Husaini Usman, M. Pd., M. T. dan Purnomo Setiadi Akbar, M. Pd.,


(26)

14

sehingga dapat diketahui mengenai perilaku bersyukurnya.Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh, yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian.

2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian a. Penetapan Lokasi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih lokasi penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Jalan Bina Marga no. 58 Cipayung Jakarta Timur.Alasan peneliti mengambil penelitian di

PSTW Budi Mulia 1 Cipayung tersebut adalah pertama, belum ada

yang meneliti tentang perilaku bersyukur pada lanjut usia.Kedua, pihak

panti bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dan siap

memberikan data dan informasi sesuai. Ketiga, ada dosen jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang bekerja di PSTW 1 Cipayung sehingga memudahkan peneliti untuk berkonsultasi dan lebih mendekatkan penelitian sesuai dengan apa yang diharapkan oleh jurusan.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 –

Maret 2016.

3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian


(27)

15

Subjek dalam penelitian ini adalah pembimbing dan para lansia yang mengikuti bimbingan islam melalui pengajian kitab nashaihul ibad di PSTW 1 Budi Mulya 1 Cipayung.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah perilaku bersyukur. 4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan triangulasi yaitu

teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dokumentasi) dan

sumber data yang telah ada.17

a. Observasi

Penelitian observasi adalah penelitian pengamatan yang berskala besar yang dilakukan pada kelompok-kelompok manusia (Saslow, 1982). Yang dimaksud pengamatan di sini tidak hanya terbatas pada pengamatan dengan penglihatan, tetapi yang dimaksud adalah bahwa data yang dikumpulkan tidak sengaja ditimbulkan oleh peneliti seperti

yang dilakukan dalam eksperimen.18

Ada dua model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai

dengan standar yang ditetapkan. Pertama, Obsevasi secara langsung

dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan obyek

observasi, atau sering disebut dengan observasi partisipasi (paricipant

17Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 241.

18 DR. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang


(28)

16

observacy). Dalam hal ini pembimbing ikut berbaur dengan obyek yang diidentifikasi, atau mungkin pula ikut serta bermain peranan seperti yang diperankan obyeknya. Sehingga data yang diperoleh secara akurat

dan obyektif sebagaimana adanya. Dan kedua, observasi non partisipan,

yakni pembimbing berada di luar obyek atau peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauh. Artinya, pihak observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati sesuatu. Namun, pihak observer tetap mengikuti dan mencermati secara

teliti atau seksama dari fakta-fakta yang sesungguhnya.19

Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung terhadap proses pemberian bimbingan islam melalui pengajian kitab nashaihul ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini

sesuai dengan data yang dibutuhkan. Karena tujuan dari

observasiadalah semata-mata untuk memberikan gambaran tentang

sesuatu.20

b. Wawancara

Wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Fakta dan data itu

19 Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 124.

20 Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan


(29)

17

dapat dijadikan bahan dan gambaran empiris dari kondisi kejiwaan. Sebab secara umum wawancara lazimnya dilakukan dalam bentuk

interpersonal (face to face) antara konselor dengan kliennya yang

bertujuan untuk mengungkapkan sekitar hal-hal yang berkaitan dengan

diri dan pribadi klien.21

Wawancara dilakukan dengan bantuan alat

komunikasi/teknologi lainnya, seperti TV, Handphone, Recorder, dan sebagainya. Adanya instrumen/alat bantu wawancara di atas, mengingat bahwa alat bantu tersebut dapat berfungsi sebagai berikut:

1) Alat kontrol materi, materi selalu dikembalikan pada permasalahan

dalam bentuk pertanyaan.

2) Alat kontrol waktu, bagi interviewer dapat memperkirakan berapa

waktu yang diperlukan untuk menghadapi satu responden guna menjawab setiap permasalahan secara tuntas.

3) Membantu untuk menghindari hasil wawancara yang mubazir

sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menganalisa

permasalahan.22

Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan klien.

c. Dokumentasi

21 Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 122-123. 22 Subagyo, Metode Penelitian : Dalam Teori dan Praktek, h. 41.


(30)

18

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen.23 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan, membaca,

memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang ada di PSTW 1 Cipayung serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan masalah yang diteliti.

5. Sumber Data

Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian

adalah subyek dari penelitian dimaksud.24 Sumber data ialah unsur

utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh data-data kongkret dan yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh yang diperlukan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

narasumber dalam bentuk wawancara.

b. Data skunder, yaitu data yang diperoleh melalui sumber-sumber

tertulis yang terdapat dalam buku atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

23 Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 73. 24 M. Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 115.


(31)

19 6. Analisa Data

Analisis data kualitatif (Bogdan&Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.25Analisis data dalam penelitian kualitatif

dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan

“Analisis telah mulai sejak merumuskan masalah, sebelum terjun ke

lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan

dengan pengumpulan data.26

Berikut merupakan langkah-langkah analisis data di lapangan model Miles dan Huberman:

a. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dengan

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya tapi yang paling umum dalam penelitian kualitatif

25 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A., Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2013), h. 248.


(32)

20

adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

c. Verification (kesimpulan) dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,

hipotesis atau teori.27

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “ Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis dan Disertasi)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Diterbitkan oleh CeQDA, April

2007, Cet. ke-2.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulis, maka penulis membagi

pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Mengemukakan tentang: A. Latar Belakang Masalah, B. Fokus Penelitian dan Perumusan


(33)

21

Masalah, C. Tujuan dan Manfaat Penelitian,D. Tinjauan Pustaka, E. Metodologi Penelitian dan F. Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini penulis membahas

tentang:A. Perilaku Bersyukur meliputi: 1.Pengertian

Perilaku, 2. Aspek-aspek Perilaku, 3. Jenis-jenis Perilaku, 4. Gambaran Perilaku Bersyukur meliputi: a.) Pengertian Perilaku Bersyukur, b). Ciri-ciri Perilaku Bersyukur, c).

Manfaat Syukur;B. Lanjut Usia (LANSIA) meliputi: 1.

Pengertian Lanjut Usia (LANSIA), 2. Masalah-masalah Lanjut Usia (LANSIA), 3.Kebutuhan Lanjut Usia (LANSIA), 4. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia

(LANSIA); C. Pengajian Kitab Nashaihul Ibad meliputi:

1. Pengertian Pengajian, 2. Pengertian Kitab, 3. Kitab Nashaihul Ibad.

BAB III Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. Meliputi: A. Latar Belakang, B.Visi dan Misi, C. Dasar Hukum/Kebijakan, D. Tugas dan Fungsi, E. Tujuan dan Maklumat Pelayanan, F. Sasaran dan Garapan, G. Asal Warga Binaan Sosial, H. Fasilitas dan Bentuk Pelayanan Panti, I. Struktur Organisasi, J. Pola Pelayanan, K. Sumber Daya Manusia.


(34)

22

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA. Meliputi: A. Identitas Informan, B. Waktudan Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad, C. Analisis Intrakasus, D. Analisis Antar Kasus.

BAB V PENUTUP. Bab terakhir yang menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penellitian dan saran-saran diajukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini.


(35)

23 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Bersyukur 1. Pengertian Perilaku

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar

daripada karakteristik individu.1

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung.2 Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa,

perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang mempengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan

1 Dr. Saifuddin Azwar, M.A., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011), h. 9-11.


(36)

24

fantasi seseorang.3Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu

respons individu atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek

tersebut.4

Dalam pandangan Islam, perilaku dapat disinonimkan dengan akhlaq. Kata akhlaq berasal dari Bahasa Arab yang sudah dijadikan Bahasa Indonesia; yang diartikan juga sebagai tingkah laku, perangai

atau kesopanan.Kata “akhlaq” merupakan jama’ taksir dari kata khuluq,

yang sering juga diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat, adat-kebiasaan dan agama.Al-Qurtubi mengatakan bahwa perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah yang disebut akhlaq, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiaannya. Menurut Muhammad bin ‘Ilan al-Sadiqi, akhlaq adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong (seseorang) berbuat baik dengan gampang. Menurut Ibnu Maskawih akhlaq merupakan kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia berbuat sesuatu, tanpa ia memikirkan terlalu lama). Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang

dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama).5

Mengenai landasan dan makna perilaku manusia, diantara teori-teori Psikologi yang ada dengan Psikologi Islami terdapat perbedaan

3 Herri Zan Pieter, S.Psi. dan Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc., Pengantar Psikoloogi

untuk Kebidanan (Jakarta: Kencana, 2010), h. 28.

4 Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, h. 3.


(37)

25

yang cukup berarti.Bagi Psikoanalisa makna perilaku adalah untuk

memperoleh kenikmatan dan mengatasi ketegangan (disequiblirium),

Behavorisme menekankan kesenangan, dan humanistik menekankan

pencapaiaan makna hidup (the will to meaning), maka bagi Psikologi

Islami makna dan landasan perilaku adalah untuk mencapai rida Allah

(kemauan Allah).6

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah totalitas dari

penghayatan terhadap stimulus (rangsangan) yang datang

mempengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan fantasi seseorang sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran demi mencapai rida Allah.

2. Aspek-aspek Perilaku a. Pengamatan

Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar, meraba, membau, dan mengecap. Kegiatan-kegiatan ini

biasanya disebut sebagai modalitas pengamatan.7

b. Perhatian

Notoatmodjo (2007) meengatakan bahwa, perhatian adalah kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu objek dan

6 Prof. Dr. Baharuddin, M.Ag.,Paradigma Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2007), h. 315.


(38)

26

merupakan kesadaran seseorang dalam aktivitas. Secara umum, perhatian dapat dikelompokkan berdasarkan:

1) Intensitas : banyak atau tidaknya kesadaran individu

melakukan kegiatan dengan intensitas ataupun tanpa intensitas.

2) Objek : perhatian yang timbul akibat luas tidaknya

objek yang berkaitan dengan perhatiannya.

3) Timbul : terdiri dari perhatian spontan dan perhatian

disengaja (adanya usaha-usaha).

4) Daya tarik : segi objeknya menarik, baru, asing, dan

menonjol. c. Tanggapan

Tanggapan adalah gambaran dari hasil suatu penglihatan, sedangkan pendengaran dan penciuman merupakan aspek yang tinggal

dalam ingatan.8

d. Fantasi

Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang telah ada (timbul kreativitas).

e. Ingatan

 Ingatan jangka pendek

 Ingatan jangka panjang

f. Berpikir


(39)

27

Berpikir adalah aktivitas idealistis menggunakan simbol-simbol dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk bicara.

3. Jenis-jenis Perilaku

Menurut pandangan Skinner (dalam Rita Atkinson, dkk. 1987), perilaku adalah respons seseorang terhadap stimulus-stimulus dari luar diri (lingkungan).Perilaku muncul akibat stimulus terhadap organisme dan organisme memberikan respons.Stimulus yang diterima ataupun ditolak dapat membentuk perilaku terbuka atau tertutup.

a) Perilaku Terbuka adalah pembentukan perilaku akibat respon

tindakan-tindakan nyata, terbuka, mudah diamati atau dilihat orang lain. Misal, perilaku ibu hamil yang secara rutin kontrol kehamilan di Puskesmas.

b) Perilaku Tertutup adalah pembentukan perilaku sebagai akibat

respons terselubung, tertutup dan tidak jelas, seperti perhatian, persepsi, kesadaran, ataupun sikap yang belum jelas. Sebagai contoh: persepsi remaja terhadap penggunaan narkoba, namun

kenyataannya masih banyak remaja memakai narkoba.9

4. Gambaran Perilaku Bersyukur a)Pengertian Perilaku Bersyukur

Bersyukur kepada Allah SWT yaitu memuji Allah SWT atas


(40)

28

berbagai nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada manusia dengan memiliki tiga penopang, mengakui nikmat dengan hati, mengungkapkannya dengan lisan, dan memanfaatkannya dalam

ketaatan kepada-Nya.10 Selain itu assyakirin atau bersyukur merupakan

derajat yang paling tinggi di mata Allah SWT. Ini adalah derajat para Nabi dan oleh karenanya banyak hikmah di dalamnya.Imam Ibnu

Abbas berkata bahwa kunci kebahagiaan hidup yang utama qolbun

syakirun, yaitu mereka yang memiliki hati yang selalu bersyukur

sehingga selalu qona’ah (ikhlas menerima takdir).

Syukur secara bahasa berasal dari kata “syakara” yang berarti

pujian atas kebaikan, sedangkan menurut istilah syara’, syukur adalah

pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT yang disertai dengan ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut

sesuai dengan kehendak Allah SWT.11 Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2)

untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Dalam al-Qur’an

kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu:

1) Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah

merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun; karena itu bahasa

10 Rusyah Khalid Sayyid, Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep Pendidikan Islam (Jakarta: Darul Shafa’ Wal Marwah Li An-Nasr Wa At-Tauzi, 2009), h. 565.

11 Serli Marlinton, “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra Peserta Shalat

Tahajjud (Study Di Yayasan Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 22.


(41)

29

menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun

hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga

memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih

bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.

2) Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan

dengan kalimat syakarat asy-syajarat.

3) Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).

4) Pernikahan, atau alat kelamin.12

Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang menggambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak. Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan: “Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.” Ar-Raghib al-Ishafani salah seorang yang dikenal

sebagai pakar bahasa al-Qur’an menulis dalam al-Mufradat fi Gharib

al-Qur’an, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan”. Sementara

12 Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai


(42)

30

menurut ulama berasal dari kata “kasyara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti

menutup, melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.13

Sementara itu menurut beberapa tokoh psikologi mendefinisikan

syukur dalam bahasa Inggris disebut gratitude (Seligman dan Peterson:

2004) is a sense of thanksfulness and joy in response to receiving a gift,

whether the gift be a tangible benefit from a specific other or a moment of peaceful bliss evoked by natural (bersyukur adalah suatu perasaan terimakasih dan menyenangkan atas respon penerimaan hadiah, dimana hadiah itu memberikan manfaat dari seseorang atau suatu kejadian yang

memberikan kedamaian).14

Bagi Ibn Ajibah, syukur adalah: “Rasa senangnya hati ketika mendapatkan nikmat sembari menggunakan segenap anggota badan untuk selalu berlaku taat kepada-Nya dan mengakui sepenuh hati

dengan ketundukan hati atas nikmat-Nya.” Menurut Ibn ‘Alan al

-Shiddiqi, syukur adalah: “Mengakui terhadap segenap nikmat Allah dan

berkhidmat kepada-Nya.”15

Di dalam buku yang berjudul Terapi Sabar dan Syukur karya

Imam al-Ghazali penerjemah Abdul Rosyad Siddiq, syukur itu terdiri dari ilmu, hal (keadaan), dan amal. Ilmu adalah pokok yang

13 Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat, h.

215-216.

14 Wenny Hikmah Syahputri, “Hubungan Syukur dan Sabar dengan Kebahagiaan pada

Remaja Panti Asuhan,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 31-32.


(43)

31

membuahkan keadaan, dan keadaanlah yang membuahkan amal. Ilmu adalah mengenali nikmat dari yang memberikan nikmat. Keadaan adalah kesenangan yang timbul karena kenikmatan tersebut. Amal adalah melaksanakan sesuatu yang menjadi tujuan Sang Pemberi

nikmat dan yang disukai-Nya.16

Pokok pertama; ilmu, yaitu mengetahui tiga perkara, yaitu: (1) substansi nikmat, (2) kapasitasnya memang sebagai nikmat, dan (3) Zat yang telah memberi nikmat berikut sifat-sifat-Nya yang karenanya nikmat menjadi sempurna dan akan membuahkan nikmat-nikmat

berikutnya.17 Ini artinya harus ada nikmat, yang memberi nikmat, dan

yang menerima nikmat. Jadi, untuk bersyukur seseorang harus mengetahui bahwa segalanya berasal dari Allah. Jika seseorang masih diliputi keraguan terhadap hal ini, berarti orang tersebut tidak mengetahui nikmat dan yang memberi nikmat. Ini berarti seseorang tidak merasa gembira terhadap yang memberi nikmat Yang Maha Esa saja. Maka, dengan kurangnya makrifat (pengenalan, pengetahuan) seseorang, kurang pula keadaan senang orang itu. Karena berkurang

kesenangan seseorang, maka amal orang tersebut pun berkurang.18

Maksud dari pokok yang pertama (ilmu) yaitu: (1) subtansi

nikmat: semua yang ada di alam ini hanya berasal dari Allah Yang Maha Esa saja; (2) kapasitasnya sebagai nikmat: semua yang datang

16 Imam Al-Ghazali, Terapi Sabar dan Syukur. Penerjemah Abdul Rosyad Shiddiq

(Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), h. 84.

17 Ibid, h. 84.


(44)

32

dari Allah itu disebut nikmat karena telah ditundukan Allah untuk datang kepada kita; (3) Zat yang telah memberi nikmat berikut sifa-sifat-Nya yang karenanya nikmat menjadi sempurna dan akan membuahkan nikmat-nikmat berikut: setelah kita mengetahui bahwa semua yang ada dari Allah dan semua yang datang dari Allah itu nikmat berarti kita telah mengenal Zat dan sifat-sifat-Nya yang sempurna sehingga apapun yang datang kepada kita menimbulkan rasa senang dan dari senang itu semua terasa nikmat.

Pokok kedua; keadaan yang muncul dari pokok makrifat (pengetahuan), yakni merasa gembira terhadap yang memberi nikmat

dalam keadaan tunduk dan tawadhu (rendah hati).19 Hal ini bisa disebut

syukur asal mengandung syaratnya, yakni bahwa seseorang merasa senang terhadap yang memberi nikmat (mengenal Allah secara sempurna sehingga ingin selalu dekat dengan Allah), bukan terhadap nikmatnya (hanya pada kelezatan benda yang datang padanya) dan bukan pula terhadap pemberian nikmat (baru mengenal Allah sebatas Maha Pengasih-Nya sehingga mengharapkan mendapat nikmat yang lain pada masa mendatang).

Pokok ketiga; beramal sebagai konsekuensi rasa gembira yang muncul dari mengenal Sang Pemberi Nikmat. Amal berarti melibatkan hati, lisan, dan anggota-anggota tubuh. Amal yang melibatkan hati

adalah niat untuk melakukan kebajikan dengan cara


(45)

33

menyembunyikannya dari orang lain. Amal yang melibatkan lisan adalah menyatakan rasa syukur kepada Allah Ta’ala dengan cara memanjatkan kalimat-kalimat pujian kepada-Nya. Sedangkan amal yang melibatkan anggota-anggota tubuh adalah dengan menggunakan nikmat-nikmat Allah untuk ketaatan kepada-Nya, dan menahan diri untuk tidak menggunakan nikmat-nikmat Allah tersebut untuk durhaka kepada-Nya (seperti mengeluh kepada selain-Nya). Bahkan sepasang mata pun bisa bersyukur dengan cara menutupi aib yang kita lihat pada seorang Muslim. Sepasang telinga bisa bersyukur dengan cara kita

menutupi aib yang kita dengar pada seorang Muslim.20

Bersyukur (al-Shukru) yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.kepadanya, baik yang bersifat pisik maupun non-pisik lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi

nikmat yaitu Allah SWT. Dalam al-Qur’an, banyak diterangkan

masalah syukur, antara lain pada surah al-Baqarah ayat 52, 56, 152, 158, 172, 185; an-Nisa ayat 146; Ali Imran ayat 123, 144; an-Nahl ayat 14, 114 dan al-Ankabut ayat 18. Begitu juga dalam hadits yang artinya sebagai berikut:

“Aku (Nabi) terpesona terhadap orang-orang mu’min, karena setiap perbuatannya mengandung kebaikan. Tiada orang lain yang bisa mendapatkannya, kecuali hanya orang-orang mu’min saja; yaitu apabila mendapatkan kebaikan lalu bersyukur, maka ia mendapatkan pahala kebaikan. Dan apabila ditimpa cobaan lalu bersabar, maka ia mendapatkan juga pahala


(46)

34 kebaikan”. (HR. Muslim)21

Secara umum, syukur dapat dibagi dalam tiga bagian: (1) syukur

yang bersifat keduniaan, seperti kesehatan, keselamatan, dan rejeki yang halal; (2) syukur yang bersifat keagamaan, seperti aktifitas, ilmu, taqwa, dan ma’rifat kepada Allah; (3) syukur yang bersifat keakhiratan, seperti misalnya, pahala atas amal baiknya yang remeh dengan pahala

yang berlimpah.22

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa perilaku syukur adalah reaksi seseorang yang mengakui dan menggunakan nikmat Allah baik secara ilmu, hal (keadaan), dan amal terhadap nikmat yang bersifat keduniaan, keagamaan dan keakhiratan yang datang kepadanya sesuai dengan apa yang diinginkan Allahsehingga tidak ada penolakan dalam qalbunya yang ditandai dengan timbulnya perasaan senang dan cukup dalam setiap keadaan.

b)Ciri-ciri Perilaku Bersyukur

Menurut Akhmad Zainuddin dikutip dari Suara Duafa Edisi Mei 2012, seseorang bisa dikatakan memiliki perilaku bersyukur bisa dilihat dari ciri-ciri bersyukur sebagai berikut:

Pertama, Yahmadullah ‘ala Kulli Halin, yaitu selalu memuji kebesaran Allah SWT dalam segala keadaan.Bisa jadi kalimat ini sederhana, tapi bila dijalani tidaklah mudah. Umumnya kita memuji

21 Drs. Mahjuddin M. Pd. I., Akhlak TasawufI (Jakarta: KALAM MULIA, 2009), h.

12-13.


(47)

35

tatkala merasa gembira seperti ketika lulus interview, naik jabatan, dan sebagainya. Namun ketika susah, seperti kehilangan mobil, ditinggal oleh orangtua, memiliki kekurangan dan lain sebagainya sama sekali tidak memuji Allah SWT, inilah sikap yang perlu kita perbaiki.

Kedua, Al Amalu Fi Tha’atillah (amalnya selalu dalam ketaatan kepada Allah SWT). Tidak dikatakan bersyukur apabila antara ucapan dan tindakan tidak sesuai. Misal: lisannya pandai berucap Alhamdulillah, tapi perbuatannya fasik (rusak) seperti suka berjudi, meramal, atau dia meninggalkan kewajiban sholat, zakat, puasa, dan

lain sebagainya. Seseorang baru disebut bersyukur apabila

perbuatannya bernilai ibadah lillahi ta’ala.

Ketiga, Takdimunikmah Walau Qalilan (menganggap nikmat Allah SWT itu selalu besar walaupun sedikit). Prinsip ini mengajari kita supaya tidak mementingkan ukuran (besar kecilnya) nikmat karena kalau bicara ukuran pasti relatif tetapi fokuslah pada kasih sayang Sang Pemberi yaitu Allah SWT, sehingga hati senantiasa merasa terpesona pada sifat pemurah-Nya. Dengan cara demikian insya Allah kita akan

lebih mudah bersyukur.23

Dikatakan seseorang itu berperilaku bersyukur kepada Tuhan-Nya apabila ia mensyukuri pada setiap saat atas nikmat penciptaan, nikmat Islam, nikmat iman, nikmat tauhid, nikmat anggota badan dan atas segala nikmat yang tampak maupun yang tersembunyi serta

23 Marlinton, “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra Peserta Shalat Tahajjud


(48)

36

menyadari kelemahannya dalam bersyukur kepada Tuhan-Nya dengan

sebenar-benarnya syukur serta berdoa siang dan malam kepada-Nya.24

Shihab juga menyatakan bahwa ciri seseorang dikatakan memiliki perilaku bersyukur kepada Allah SWT apabila seseorang itu melakukannya dengan cara berikut:

 Bersyukur dengan hati yaitu mengakui dan menyadari

sepenuhnya bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal dari Allah SWT dan tidak ada seorangpun selain Allah SWT yang dapat memberikan nikmat.

 Bersyukur dengan lidah, yaitu mengucapkan secara

ikhlas ungkapan Alhamdulillah segala puji bagi Allah

SWT.

 Bersyukur dengan amal perbuatan yaitu mengamalkan

anggota tubuh untuk hal baik dan memanfaatkan nikmat itu sesuai dengan ajaran agama.

Syukur kepada Allah SWT bisa dilakukan pula dengan cara sujud syukur setelah seseorang mendapat nikmat dalam bentuk apapun atau lolos dari musibah dan bencana. Sujud ini hanya dilakukan sekali

dan di luar shalat.25

24 Sayyid, Menggapai NikmatNya Beribadah dalam Konsep Pendidikan Islam, h. 567. 25 Moh. Sholeh, Terapi Shalat Tahajjud (Jakarta: Mizan Publika, 2006), h. 10.


(49)

37

Dalam skripsi Wenny Hikmah Syahputri dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, syukur mempunyai

indikator sebagai berikut26:

Tabel 2.1 Aspek Syukur

Aspek Syukur Indikator

Syukur dengan hati dan perasaan

1. Merasakan pemberian didapat sangat

berharga sehingga meningkatkan motivasi untuk menjalankan perintah pemberi nikmat dan menjauhi larangannya.

2. Selalu ingat kepada pemberi nikmat,

sehingga merasa dekat denganNya.

Syukur dengan lisan

(ucapan)

1. Menyampaikan terimakasih (pujian) atas

kebaikan Allah SWT atau orang lain.

2. Mendoakan orang yang telah berbuat baik.

3. Menceritakan nikmat yang diperoleh

kepada orang lain.

Syukur dengan perbuatan 1. Menggunakan nikmat sesuai kehendak

yang memberi.

2. Berbagi kenikmatan dengan orang lain.

c) Manfaat Syukur

Secara individu dapat kita rasakan nikmatnya bersyukur dalam hidup ini, di antara manfaat syukur menurut al-Jilani antara lain:

1) Dengan bersyukur maka nikmat akan semakin

bertambah. Sebagaimana al-Jilani mengatakan: “Syukur

dapat menambah nikmatmu dan mendekatkanmu kepada Allah.”

26 Syahputri, “Hubungan Syukur dan Sabar dengan Kebahagiaan pada Remaja Panti Asuhan”, h. 54-55.


(50)

38

2) Dengan syukur dapat menentramkan hati, karena orang

yang bersyukur dapat melihat bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Manusia hanya bisa berharap dan berusaha tapi Allah-lah yang menghendaki.

3) Syukur menjadikan seseorang penuh dengan keridhaan.

Orang yang bersyukur tidak memandang besar kecilnya nikmat, ia akan terus berharap dan berusaha mendapatkan yang terbaik, apapun keputusan Allah

merupakan anugerah yang harus ia terima.27

B. Lanjut Usia (LANSIA)

1. Pengertian Lanjut Usia (LANSIA)

Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukan kemunduran sejalan dengan waktu.Menurut Elizabet Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami peerubahan fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut sebagai masa yang dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya

27 Latifah Fidiyanti, “Sabar dan Syukur Menurut Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani,” (Skripsi


(51)

39

daya ingat, dan pikiran.28

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut andil dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata usia harapan hidup bangsa Indonesia makin meningkat. Keadaan ini menyebabkan jumlah populasi lanjut usia (lansia) semakin besar, bahkan cenderung bertambah lebih cepat dan pesat. Data Badan Pusat Statistik menunjukan jumlah lanjut usia tahun 1990 sebanyak 12,7 juta (6, 56%), meningkat menjadi 17,8 juta (7,97%) tahun 2000. Sepuluh tahun kemudian (tahun 2010) diproyeksikan menjadi 23,9 juta (9,77%)

dan tahun 2020 meningkat menjadi 28,8 juta (11,34%).29

Sebagaimana dikutip dalam buku Wahyudi Nugroho

meningkatnya usia harapan hidup dipengaruhi oleh :

1) Majunya pelayanan kesehatan

2) Menurunnya angka kematian bayi dan anak

3) Adanya perbaikan gizi dan sanitasi.

4) Adanya peningkatan pengawasan terhadap penyakit menular.30

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai 60-an sampai akhir kehidupan. Periode ini digambarkan dalam al-Hadis sebagai berikut:

28 Nur Aprianti, “Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia dalam Meningkatkan

Kualitas Ibadah Di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 34-35.

29 Wahyudi Nugroho, Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik (Jakarta: EGC, 2009), h.

1.

30 Andrian Saputra, “Peran Pembimbing dalam Membantu Lansia Menemukan Makna

Hidup Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah &,Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 38.


(52)

40

“Masa penuaan umur ummatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun”(HR Muslim dan Nasa’i).31

Dalam Undang-undang tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 2 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Sedangkan menurut WHO, klasifikasi lansia adalah usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderl) 60-74 tahun, lansia tua (old)

75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.32

Birren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan usia antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis adalah usia yang menunjukan pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang

menunjukan pada kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Sedangkan usia sosial adalah usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang dengan

usianya.33

Menurut Bernice Neugarten dan James C. Chalhoun masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa

31 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2008), h. 117.

32 Nugroho, Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik, h. 5.

33 Ferry Efendi dan Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik


(53)

41

kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusai lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara

kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan

keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.

2. Masalah-masalah Lanjut Usia (LANSIA)

Masalah yang sering terjadi pada lansia sangat beragam, seiring dengan bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan fungsi tubuh pada lansia, baik fisik maupun psikologis dan fungsi-fungsi kehidupan lainnya. Masalah pada lansia sebenarnya merupakan mekanisme evolusi kehidupan alam, dimana akan terjadi regenerasi kehidupan. Secara umum kita dapat melihat masalah lansia ini dari tiga aspek diantaranya

fisik, psikologis dan psikososial.34

Permasalahan dari aspek fisiologis diantaranya terjadi

34Saputra, “Peran Pembimbing dalam Membantu Lansia Menemukan Makna Hidup Di


(54)

42

perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medis. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasaan menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menajdi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding pembuluh darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu menurun.

Masalah psikologis pada lansia diantaranya seperti perasaan kesepian, perasaan duka cita yang mendalam akibat ditinggal sesuatu yang berharga dalam hidup, depresi, dan perubahan aspek mental lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intelegence quotion-I.Q.)

dan kenangan (memory).Kenangan dibagi menajdi dua, yaitu kenangan

jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10


(55)

43

menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.

Masalah psikososial diantaranya terjadinya

perubahan-perubahan dalam aspek sosial seseorang, perubahan-perubahan-perubahan-perubahan tersebut terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun.Menurut Ferry Efendi dan Makhfudi perubahan-perubahan tersebut diantaranya ialah kehilangan sumber finansial atau pemasukan berkurang. Kehilangan status dari pada hilangnya jabatan atau posisi yang cukup tinggi, hilangnya teman atau relasi serta menguatnya perasaan atau kesadaran

akan kematian (sense of awarnes of mortality).

3. Kebutuhan Lanjut Usia (LANSIA)

Lanjut usia memiliki kebutuhan sebagaimana manusia pada umumnya yaitu kebutuhan biologis/fisiologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Dalam pemenuhan kebutuhannya, lanjut usia menggunakan kemampuan diri sendiri atau dengan bantuan dan dukungan keluarga atau lingkungan lainnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut diantaranya kebutuhan

biologis/fisiologis seperti kebutuhan pelayanan kesehatan, makanan yang bergizi, seksual/intimasi, pakaian, rumah/tempat tinggal. Kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, menyayangi, mendapat tanggapan dari orang lain, perasaan tentram, merasa berguna, memiliki jati diri serta status yang jelas. Kebutuhan spiritual seperti melaksanakan ibadah, memperdalam keimanan, melaksanakan kegiatan


(56)

44

kerohanian, menerima keadaan dirinya, menerima hakikat hidup dan

puas akan kehidupannya, dan optimis terhadap masa depan.35

4. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (LANSIA)

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam, dan lain-lan. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat

secara santai.

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.36

35 Saputra, “Peran Pembimbing dalam Membantu Lansia Menemukan Makna Hidup Di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”, h. 40-42.

36 R. Siti Maryam, dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya (Jakarta: Salemba


(57)

45

Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson, dewasa akhir (lansia) merupakan tahap perkembangan yang ke delapan. Berikut ini akan diterangkan tahap-tahap perkembangan menurut Erikson:

Tabel 2.2.Tahap-tahap Perkembangan Menurut Erikson

Periode Waktu Krisis Kehidupan Tugas Perkembangan

Masa bayi (0-1

tahun)

Kepercayaan vs

Kecurigaan (Trust vs

Mistrust)

Mengembangkan kepercayaan terhadap ibu dan lingkungan

Masa kanak-kanak

awal (2-3 tahun)

Otonomi vs Perasaan Malu dan

Keragu-raguan (Autonomy vs

Shame and doubt)

Mengembangkan hasrat untuk membuat

pilihan-pilihan dan

pengontrolan diri

untuk melaksanakan

pilihan-pilihan itu. Tahun-tahun

prasekolah (4-5

tahun)

Inisiatif vs Perasaan

Bersalah (Initiave vs

Guilt)

Menambah

perencanaan untuk

memilih; menjadi aktif. Tahun-tahun sekolah

dasar (6-12 tahun)

Kerajinan vs

Inferioritas (Industry

vs Inferiority)

Terbenam dalam

tugas-tugas dan usaha-usaha produktif.

Masa remaja (13-20) Identitas vs

Kekacauan Peran

(Identity vs Identity Confusion)

Menghubungkan

keterampilan-keterampilan dan

minat-minat terhadap

pembentukan

tujuan-tujuam karier. Masa dewasa awal

(21-40)

Keintiman vs Isolasi

(Intimacy vs

Isolation)

Mengikat diri sendiri

kepada orang lain

dalam suatu hubungan yang intim.

Masa dewasa

menengah (41-65)

Generativitas vs

Stagnasi (Generality

vs Stagnation)

Membutuhkan untuk

dibutuhkan;

membimbing generasi

yang lebih muda;

berjuang untuk

menjadi kreatif.


(58)

46

akhir(+65 tahun) Keputusasaan

(Integrity vs Despair)

dalam siklus

kehidupan; memperoleh

kebijaksanaan dan

martabat.37

Pada tahap terakhir perkembangan, manusia akan menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan selama hidup. Jika ia telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan maka integritas tercapai, tetapi jika sebaliknya maka ia akan cenderung merasa bersalah

dan kecewa.38Akibat perubahan fisik yang semakin menua maka

perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkungannya. Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu:

1) Perkembangan Keintiman

Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan

memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir.

37 Yustinus Semiun, OFM.,Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), h. 21.

38Dwi Siswantara, “Teori Perkembangan Erik Erikson,” artikel ini diakses pada

30 Mei 2016

darihttp://www.academia.edu/8934685/Teori_Perkembangan_Erick_Erikson?auto=dow nload


(59)

47

2) Perkembangan Generatif

Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa.

3) Perkembangan Integritas

Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir.Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya.Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup

menjelang kematian.39

39Hariyanto, S.Pd., “Perkembangan Psikososial Masa Dewasa Akhir,” artikel ini

diakses pada 30 Mei 2016 dari


(60)

48 C. Pengajian Kitab Nashaihul Ibad

1. Pengertian Pengajian

Pengajian berasal dari kata “kaji” yang berarti pelajaran (terutama dalam hal agama). Pengajian adalah (1) ajaran dan

pengajaran, (2) pembacaan al-Qur’an. Kata pengajian ini berbentuk

awalan “pe” dan akhiran “an” yang memiliki dua pengertian. Pertama

yang berarti pengajaran ilmu-ilmu agama Islam. Kedua sebagai kata

benda yang menyatakan tempat untuk melaksanakan pengajaran agama Islam. Yang mendalam pemakaiannya banyak istilah yang digunakan seperti dalam bahasa Arab disebut kuttab, dimasyarakat Minangkabau disebut dengan surau dan dimasyarakat Jawa disebut dengan

pengajian.40

Pengajian merupakan kegiatan yang senantiasa berusaha untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan, meningkatkan ketakwaan dan pengetahuan agama Islam serta kecakapan dalam rangka mencari ridha Allah SWT. Dengan demikian pengajian adalah kegiatan Islam yang bercorak sederhana sebagai media penyampaian dakwah yang dilaksanakan secara berkala, teratur dan diikuti oleh para jama’ah.

Kegiatan pengajian terdapat beberapa elemen diantaranya ialah adanya narasumber atau ustadz, adanya jama’ah, adanya sarana serta materi yang dipelajari. Dan dalam pelaksanaan pengajian yang digunakan dalam penyampaian adalah metode ceramah.

40 M. Firmansyah R., “ Respon Jama’ah terhadap Pengajian Kitab Fikih Shalat Di Masjid

Riyadhul Jannah Gunung Putri Bogor,” (Sripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 14.


(61)

49 a. Peran Pengajian

Pertama, dilihat dari segi tujuannya, pengajian adalah termasuk

pelaksanaan dakwah sebagai syiar Islam yang berlandaskan al-Qur’an

dan al-Hadits. Kedua, dilihat dari segi strategi pembinaan umat,

pengajian merupakan wahana dakwah islamiyah yang murni ajarannya.

b. Fungsi Pengajian

(1) Fungsi kemasyarakatan, pengajian merupakan salah satu lembaga sosial yang ada di sebuah instansi atau dimasyarakat, yang turut serta menata keseimbangan dan keselarasan dalam masyarakat baik secara langsung atau tak langsung. Misalnya: menampung zakat, infak dan sadaqah untuk disalurkan demi menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu.

(b) Fungsi pengajian sebagai pengajaran non formal, dimana pengajian itu mengadakan pengajaran yang fungsinya

menambah wawasan keislaman.41

2. Pengertian Kitab

Kata kitab berasal dari bahasa Arab yaitu (

Kataba-Yaktubu-Kitaban-Kitaban) yang artinya tulisan. Istilah kitab pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan luar pesantren sekitar dua dasawarsa silam dengan nada merendah (pejonatif). Dalam pandangan mereka kitab

41 Firmansyah, “ Respon Jama’ah terhadap Pengajian Kitab Fikih Shalat Di Masjid


(62)

50

klasik sebagai kitab berkadar ilmu rendah, ketinggalan zaman, dan menjadi salah satu penyebab stagnasi berfikir umat. Sebutan ini mulanya sangat menyakitkan memang, tetapi kemudian nama kitab klasik diterima secara luas sebagai salah satu istilah teknis. Dikalangan masyarakat khususnya pesantren untuk menyebut kitab yang sama bahkan karena tidak dilengkapi dengan sandang (syakal), kitab klasik juga disebut oleh kalangan masyarakat awam “kitab gundul” dan arena rentang waktu yang sangat jauh dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki kitab klasik dengan kitab kuno.

Kitab klasik disebut juga dengan kitab korosan, dinamakan kitab korosan karena halaman-halaman kitab tersebut berupa lembaran-lembaran terurai tidak berjilid, masing-masing koras dengan delapan

halaman. Maksudnya agar memudahkan bagi jama’ah yang mengaji

dan cukup membawa korosan yang dipelajari, jadi tidak perlu membawa isi kitab yang sarat dengan halaman-halaman. Namun karena perkembangannya percetakan, maka akhir-akhir ini kitab-kitab klasik tidak selalu dicetak dengan kitab kuning, sudah banyak diantaranya dicetak di atas kertas putih. Demikian juga sudah banyak yang tidak gundul lagi, karena sudah diberi syakal yang merupakan tanda vocal untuk lebih memudahkan membacanya dan sebagian besar telah dijilid

rapih dengan kulit yang indah sebagai judul kitab.42

42 Firmansyah, “ Respon Jama’ah terhadap Pengajian Kitab Fikih Shalat Di Masjid


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)