Metode bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan

(1)

METODE BIMBINGAN ROHANI TERHADAP WARGA

BINAAN SOSIAL DI PANTI SOSIAL TRESNA

WERDHA BUDI MULIA 4

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Elisa

NIM: 109052000018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK Elisa

Metode Bimbingan Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan

Permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial semakin lama kian meningkat. Banyak yang menjadi penyebab mengapa semua itu bisa terjadi. Masalah PMKS memang sangat beragam mulai dari anak jalanan, pemulung, PSK, dan lanjut usia terlantar. Sungguh sangat memperhatinkan bila hal tersebut semakin lama kian meningkat. Salah satunya adalah permasalahan lansia. Usia lansia adalah usia yang paling rentan terkena stres dan depresi karena ketidak terimaan diri dengan apa yang dialami, tidak hanya stres dan depresi yang dialami, masih banyak sekali masalah-masalah yang sering muncul pada diri lansia, diantaranya permasalah-masalahan fisik, mental dan sosial. Dari permasalahan-permasalahan itu tidak jarang akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri. Perlu adanya perhatian yang lebih kepada mereka. Untuk itu tepat sekali jika pemerintah menyediakan tempat bagi golongan-golongan lansia terlantar. Pada masa lansia perlu adanya kekuatan yang lebih dalam meningkatkan kualitas rohaninya. Karena ketika tua seseorang akan mulai memikirkan masa depannya di akhirat nanti. Seperti yang telah dilakukan oleh salah satu Panti Sosial Tresna Werdha yang terletak di Jln. Margaguna Radio Dalam Jakarta Selatan. Panti lanjut usia ini telah memberikan bimbingan rohani kepada lansia dengan metode yang secara khusus diberikan oleh pihak panti yang berupa memberikan jalan yang dapat mempermudah lansia untuk bisa meningkatkan kualitas rohaninya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan pelayanan terhadap warga binaan sosial yaitu lansia dan metode metode yang digunakan pada pelaksanaan bimbingan rohani. Dimana bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu dapat memahami dirinya dan lingkungannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan data penelitiannya dilakukan dengan wawancara dan observasi yang diperoleh langsung dari sasaran penelitian berupa catatan, rekaman, dan data-data dari sumber yang terkait dengan penelitian.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode bimbingan rohani yang diberikan kepada warga binaan yaitu lansia, yaitu dengan metode individual dan kelompok. Metode-metode lain pun digunakan sesuai dengan kondisi dan keadaan lansia. Dalam hal ini berarti dapat dikatakan bahwa pelaksanaan bimbingan rohani cukup baik dan lancar serta berdampak positif bagi lansia. Dan memang tidak hanya untuk meningkatkan kualitas rohani lansia saja,begitu juga dengan jasmaninya.


(6)

ii

Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas berbagai macam nikmatNya terutama nikmat sehat wal afiat dan umur panjang sehingga peneliti dapat menjalankan penelitian di PSTW 4 dengan diberikan kemudahan, kelancaran dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi, pembahasan, maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. namun penulisan skripsi ini diselesaikan adalah berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, untuk itu selayaknya peneliti sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama kepada :

1. Setinggi-tingginya penghargaan dan ucapan terima kasih yang tiada tara kepada wanita tercinta dan terkasih Alm Salma Binti Nansir yang telah menjadi Ibu terhebat sejagad raya, yang ingin sekali melihat putrinya menjadi seorang sarjana. tapi sungguh disayang, belum sempat mewujudkan keinginannya mamah sudah tiada. Sungguh itu menimbulkan lubang dalam jiwa yang entah bagaimana harus menutupnya. Kehilangannya merupakan kesedihan terbesar dalam hidup peneliti, tapi tak ada yang bisa melawan takdir. Roh mamah akan abadi di sisi yang meciptakan. Itulah yang membangkitkan kesadaran bahwa harapan peneliti terhadap mamah tak boleh ikut mati. Selama nafas masih berhembus, selama itu pula roh mamah menanti ungkapan cinta, yaaa melalui Do’a. beristirahatlah dengan tenang dipangkuanNya. Well meet again someday, Insyaallah.

2. Ayahanda Edison Mandely yang selalu memberikan dorongan motivasi kepada peneliti untuk maju dan melangkah sampai tujuan yang ingin dicapai. Kepada adik Muhammad Emfadly A.Md.Prs yang terlebih dahulu wisuda dan menjadikan motivasi untuk peneliti agar bisa cepat menyusul, Terima kasih atas semua kasih


(7)

iii

sayang, kesabaran, perhatian, selalu memberikan dorongan moril dan meteril, serta Do’a yang senantiasa dipanjatkan demi kesuksesan dan tercapainya cita-cita peneliti. Semoga Allah SWT membalas semua pengorbanan mereka dengan ganjaran yang berlinpah. Aamiin Allahuma Aamiin.

3. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Suparto, PhD selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. H. Roudhonah, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Bapak Dr. Suhaemi, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. Semoga atas kebaikannya Allah melimpahkan kebaikan kepada beliau semuanya.

4. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bapak Ir. Noor Bekti Negoro, SE,. M.Si selaku sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan selama peneliti menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta, terlebih lagi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan bantuannya sungguh luar biasa.

5. Ibu Dra. Nasichah, MA selaku dosen pembimbing skripsi. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada beliau yang telah membimbing penulis menyelesaikan tugas

akhir ditengah-tengah kesibukannya beliau meluangkan waktu untuk

membimbing penulis memberikan arahan, masukan serta saran yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan skripsi ini dan selalu memberikan motivasi agar peneliti segera dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Nurul Hidayati, M.Pd selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan banyak nasehat dan arahan di setiap semester. Tanpa nasehat dan arahan dari seorang penasehat akademik, maka tiada terstruktur perencanaan studi selama menempuh pendidikan strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi umumnya dan khusunya dosen

dan staf pengajar pada jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam serta seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, wacana,


(8)

iv

8. Segenap staf Akademik, Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FIDKOM yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik sehingga penulis mendapatkan referensi dalam memperkaya skripsi ini.

9. Ibu Dra. Happy Hayati selaku Kabag TU Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang sudah memberikan Do’a dan motivasi selama ini kepada peneliti dan telah memberikan banyak bantuan serta kemudahan selama peneliti menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah. Semoga juga dapat menjadi amal ibadah di hadapanNya.

10.Ibu R. Yanti Affiyanti selaku Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan yang telah memberikan izin, telah menerima peneliti dengan baik dan memudahkan peneliti dalam mengadakan penelitian di PSTW ini serta membantu memberikan informasi mengenai kelembagaan panti kepada peneliti.

11.Seluruh Pekerja Sosial, staf, pegawai, karyawan, pembimbing, pegawai honorer, pegawai security dan kepada semua pihak yang namanya tidak disebutkan satu demi satu di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan yang telah banyak membantu dan memberikan masukan saran-saran, dorongan, semangat, membantu dan mengarahkan peneliti serta memberikan informasi dan data-data mengenai panti selama mengadakan penelitian skripsi di PSTW ini. 12.Para Warga Binaan Sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 yang telah

membantu, menerima dan menyambut baik dengan ramah kehadiran peneliti selama proses penelitian berlangsung sungguh pengalaman dan kenangan ini tak mungkin peneliti lupakan.

13.Keluarga besar anak cucu kakek Nansir yang juga selalu mendoakan peneliti sampai saat ini sehingga peneliti bisa menyelesaikan kuliah dan semoga semua diberikan kesehatan dan panjang umur.


(9)

v

14.Jazakillah khoiran katsir untuk seorang teman, sahabat, saudara, yang sudah peneliti anggap layaknya kakak kandung Intan Ayu yang sudah selalu memberi semangat,

Do’a dan nasehatnya kepada peneliti. Semoga Allah selalu jaga tali persaudaraan kita hingga ke SyurgaNya.

15.Sahabat-sahabat, teman satu perjuangan selama kuliah angkatan BPI’09 (BPI 2009), spesial kelas khusus para “koplakers” Ubay, Azis, Sudin, Hafiz, Pepy, Syamsul, Udy, Adnan, Akin, Zulfikar, Kohar, Solah, Rizky bagol, Bg jack, Ai, Lili, Ratna, Mia, Serly, Laely, Kokom, Mumun, Jamiah dan Ishan. Dan temen-teman yang lain, begitu banyak pelajaran dari pertemuan kita. Kalian sungguh berkesan dan luar biasa. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini, semoga ini bukan akhir perjumpaan kita, tapi adalah awal dari ikatan persaudaraan kita. Tetap semangat.

16.Sahabat-sahabat alumni Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang yang sudah memberikan Do’a dan motivasi kepada peneliti agar segera menyelesaikan skripsi ini.

17.Dan terakhir terima kasih peneliti ucapkan kepada seseorang yang kehadirannya memberikan warna dalam hidup peneliti, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan , melantunkan Do’a serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua yang telah dilakukan, Terima kasih telah senantiasa menguatkan di kala peneliti terpuruk dan sempat merasa tidak mampu melakukan apa-apa, Terima kasih selalu menjadi tempat untuk mengusir kepenatan dan kejenuhan dengan penuh kasih sayang dan cinta. Selalu memberikan dorongan semangat untuk terus berjuang mencapai tujuan akhir. Kepada Suami tercinta Hamdani Jabir S.Sos.I, Semoga Allah jadikan keluarga kita keluarga yang Sakinah Mawaddah dan Warohmah. Semoga Allah segera menghadirkan anggota baru di keluarga kita, dan kebersamaan kita selalu mendapatkan berkah dariNya.

Akhirnya kepada Allah jualah peneliti memohon agar usaha ini dijadikan sebagai amal shalih dan diberikan pahala oleh-Nya. Shalawat serta salam semoga


(10)

vi Aamiin.

Peneliti sebagai manusia biasa yang yang banyak kekurangan dan kelemahan meminta maaf jika ada kesalahan pada diri peneliti. Peneliti sadari bahwa dalam menjalankan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini secara kualitas masih jauh dari kesempurnaan dan skripsi ini tentu saja bukan suatu karya yang sempurna serta bebas dari kesalahan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat menjadikan peneliti lebih baik di masa yang akan datang, peneliti sambut dengan lapang dada dan ucapan terima kasih.

Demikianlah skripsi ini peneliti buat dan peneliti persembahkan, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kita semua yang membacanya terutama dalam memajukan Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 24 September 2016

Elisa Peneliti


(11)

vii DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ………….……..………. 7

2. Manfaat Penelitian ……….……….. 7

D. Tinjauan Pustaka ……….…………... 8

E. Metedo Penelitian ……….. . 9

F. Sitematika Penulisan ………. 13

BAB II TINJAUAN TEORI ..……… 15

A. Bimbingan Rohani ………….…….………... 15

1. Pengertian Motode, Bimbingan, Rohani ………..……..….. 15

2. Metode Bimbingan Rohani ………... 19

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan …..………..…. 23

B. Pengertian Warga Binaan Sosial ………... 24

C. Pengertian Panti Sosial ………... 25

BAB III GAMBARAN UMUM PSTW (PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA) BUDI MULIA 4 JAKARTA SELATAN ………... 28

A. Profil Lembaga dan Sejarah Berdirinya ………. 28


(12)

viii

E. Tujuan ………...……….. 30

F. Sasaran ……….……….. 30

G. Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia ………. 30

H. Prosedur Penerimaan ……….. 31

I. Saran dan Program Kegiatan ……….……… 31

J. Proses Pelayanan …………..……….. 33

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA ……….……. 35

A. Temuan Lapangan ………. …..……….……. 35

1. Pendataan ………….……….……… 36

2. Penerimaan ………....….... 38

3. Metode Bimbingan Rohani ………... 41

4. Resosialisasi……….….. 48

5. Penyaluran ……….…… 48

B. Analisa Hasil Temuan ……….…… 49

BAB V TEMUAN DAN ANALISA DATA ……….…..….….. 57

A. Kesimpulan ………...………..….……. 57

1. Metode Bimbingan Rohani ………... 57

2. Faktor Pendukung dan Penghambat ………. 58

B. Saran ………..………… 59

DAFTAR PUSTAKA ………..…….…. 61


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Pelayanan ………..……….. 33


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Pedoman dan Hasil Wawancara WBS / Klien

Lampiran II : Format Isian Data WBS Lampiran III : Jadwal Kegiatan PSTW

Lampiran IV : Daftar Nama PNS dan PHL PSTW Lampiran V : Surat Pengajuan Judul Skripsi Lampiran VI : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran VII : Surat Penelitian


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah sosial merupakan segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masalah sosial juga merupakan suatu fenomena yang memiliki berbagai dimensi, oleh karena itu begitu banyaknya dimensi yang terkandung di dalamnya, mengakibatkan hal ini menjadi objek kajian, ini merupakan problematika yang telah lama terjadi tetapi sampai saat ini belum diperoleh rumusan mengenai pengertian dari masalah sosial yang disepakati berbagai pihak. Namun pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar warga masyarakat.1

Saat ini masalah sosial sudah menjadi wacana yang tidak asing lagi karena masalah sosial ini dapat terjadi apabila suatu individu atau institusi sosial tidak berhasil mengatur dan menyesuaikan dengan kecepatan perubahan yang terjadi. oleh karena itu masalah sosial akan mengganggu atau mengahancurkan bekerjanya organisme sosial. Maka dalam hal ini individu atau institusi sosial itu dapat dikatakan dalam keadaan sakit.2

1

Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), cet. Ke-1, h. 1

2


(16)

Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah masyarakat. Melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia.3

Masalah kemiskinan di Indonesia ini dirasakan sangat mendasar untuk ditangani. Salah satu ciri umumnya adalah kondisi masyarakat yang miskin, tidak memiliki sarana dan prasarana, pemukiman yang tidak memadai, kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Sehingga banyak terjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dimana masalah kemiskinan adalah faktor utama. Kemiskinan pula merupakan akibat dari sifat malas, kurangnya kemampuan intelektual, kelemahan fisik, kurangnya keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.4

Sejak krisis moneter sejak 1997 yang berakibat krisis ekonomi pada tahun 1998 jumlah keluarga miskin di Propinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini berakibat timbulnya penyandang masalah kesejahteraan sosial. Terlihat dari banyaknya perantau yang datang dari luar kota untuk mengadu nasib di Jakarta. Akan tetapi, sebab kurangnya ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki membuat sebagian perantau terlantar dan menjadi salah satu penyebab meningkatnya penyandang masalah kesejahteraan sosial.5

3

Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 131.

4

Drs. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. 126. 5

Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial, Definisi dan Kriteria Penyandang Masalah Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2007)


(17)

3

Penyandang masalah kesejahteraan sosial banyak tersebar di tengah masyarakat sebab kurangnya perhatian dari masyarakat itu sendiri, juga kurangnya pengawasan dari negara sebagai penegak hukum. Penegak hukum di Indonesia cenderung membiarkan begitu saja persoalan-persoalan yang berada di tengah masyarakat. Terbukti dengan lebih banyaknya waktu adanya pengemis dan pengamen di jalanan daripada tidak adanya mereka. Satpol PP sebagai pihak berwajib yang berwenang menertibkan itu, hanya sesekali melakukan tugasnya ketika melakukan razia, baik razia rutin maupun razia mendadak.

Penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangkap ketika dilakukan razia, biasanya akan diserahkan pihak berwenang kepada Dinas Sosial di wilayah setempat. Dari Dinas Sosial tersebut, penyandang masalah kesejahteraan sosial akan disalurkan ke Panti Sosial.

Panti sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial.

Di DKI Jakarta, Dinas Sosial yang bertanggung jawab menerima penyandang masalah kesejahteraan sosial ini ialah Dinas Sosial Kota Jakarta Timur. Melalui Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya di wilayah Ceger Jakarta Timur, penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangkap saat razia, akan dibimbing dan diberdayakan sesuai dengan bakat dan keahlian mereka masing-masing. Di dalam Panti Sosial tersebut, penyandang masalah kesejahteraan sosial mulai disebut sebagai Warga Binaan Sosial (WBS)


(18)

Dari sekian banyak penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tertangkap, ada diantaranya yang sudah berusia lanjut. Untuk penyandang masalah kesejahteraan sosial yang berusia lanjut, mereka akan ditempatkan di Dinas Sosial di wilayah DKI Jakarta melalui Panti Sosial Tresna Werdha. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah Panti Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Di Panti Sosial Tresna Werdha, warga binaan sosial yang sebagian besar berusia lanjut tersebut mendapat berbagai bimbingan dan penyuluhan dengan berbagai persoalan. Salah satu diantaranya ialah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 di bawah Dinas Sosial Jakarta Selatan.

Banyak bimbingan yang dilakukan oleh Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4, di antaranya ialah Bimbingan Rohani. Dalam bimbingan rohani tersebut, warga binaan sosial diharapkan dapat memahami tentang diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu pengetahuan khususnya tentang agama yang didukung dengan pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah, demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan akhirat.6

Secara naluri, kebutuhan manusia akan bimbingan dan petunjuk dari Tuhannya ialah kebutuhan mutlak untuk kebahagiaan di dunia dan di alam sesudah mati. Kehidupan manusia juga harus berkembang menjadi manusia muslim yang beriman, beramal sholeh, dan berbudi pekerti luhur. Dengan demikian, penanaman nilai-nilai agama dan moral diharapkan menjadi titik balik untuk perubahan perilaku dalam masyarakat.

6

Abdul Rahman dan Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spriritual (Jakarta: Kementerian Sosial, 2011), h. 1.


(19)

5

Sejatinya setiap makhluk yang bernama manusia memiliki fitrah dalam dirinya yang menginginkan kondisi yang tenang dan damai serta sehat mental maupun jiwannya sehingga jiwa fitrahnya ini tentu menginginkan bimbingan yang berasal dari penciptanya melalui bimbingan dan penyuluhan agama yang diyakini.

Di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 4, bimbingan rohani sudah dilakukan dalam diskusi kelompok dan dalam bimbingan personal. Keduanya memiliki pokok pembahasan masing-masing. Jika dalam diskusi kelompok lebih banyak membahas soal kajian agama dari berbagai sudut pandang, maka dalam bimbingan personal lebih banyak membahas mengenai persoalan-persoalan pribadi dari warga binaan sosial.

Dalam proses bimbingan tersebut, tentu memiliki metode yang harus diikuti oleh setiap warga binaan yang dilaksakan oleh pihak panti. Dengan mengacu pada metode tersebut, maka dapat dilakukan evaluasi dan diharapkan sebuah bimbingan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih efisien. metode bimbing juga dapat dijadikan acuan sebagai kajian yang menarik sebagai bahan sebuah penelitian dengan kapasitas keilmuan yang sesuai.

Bimbingan dan Penyuluhan Islam, sebagai salah satu jurusan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, merupakan salah satu jurusan yang mengkaji tentang pentingnya bimbingan dan penyuluhan yang berbasis agama. Kajian di BPI ini selaras dengan kajian mengenai bimbingan rohani yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha. Dengan berdasar latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka peneliti bermaksud mengambil judul penelitian “Metode Bimbingan


(20)

Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih terarah dan mencapai sasaran yang tepat, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan Metode Bimbingan Rohani Terhadap Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 yang meliputi: tujuan dan fungsi bimbingan rohani, metode bimbingan rohani, mengubah sikap dan tingkah laku, serta bimbingan lebih lanjut agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.

2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam penelitian ini adalah rinciannya sebagai berikut:

a. Bagaimana metode bimbingan rohani terhadap warga binaan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.

b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat menentukan keberhasilan bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.


(21)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian, sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah bertujuan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.7

Maka tujuan yang ingin peneliti capai ialah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis metode bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang

menentukan keberhasilan bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan Penyuluhan Sosial, Bimbingan dan Penyuluhan Islam khususnya yang berkaitan dengan metode bimbingan rohani terhadap terhadap warga binaan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.

2. Diharapkan dapat membantu dan memberi masukan bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan dalam bentuk Program Kerja.

7


(22)

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dalam pengembangan keilmuan dan kurikulum.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menyusun skripsi sebelumnya penulis telah melakukan kajian pustaka terhadap beberapa penelitian yang sejenis. Berdasarkan pengamatan penulis, ada beberapa karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang mengenai respon yaitu antara lain:

1. Sebuah skripsi yang berjudul “Metode Bimbingan Islam bagi Lansia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar” yang di tulis oleh Nur Apriyanti (2011) Universitas Islam Negeri Jakarta, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Penelitian ini berfokus pada metode bimbingan islam dalam meningkatkan kualitas ibadah bagi lansia.

2. Sebuah skripsi berjudul “Metode Pembinaan Agama bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Panti Sosial Bangun Daya 1 Kedoya Jakarta Barat” yang ditulis oleh Muhammad Syahid Fudholi Al-Hasyim (2012) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Penelitian ini berfokus pada metode pembinaan agama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.

3. Sebuah skripsi berjudul “Metode Bimbingan Agama Dalam Pembinaan Akhlak Warga Binaan Sosial Di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya Kedoya Jakarta Barat” yang di tulis oleh Sundus Muharromah (2015)


(23)

9

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Stadi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Penelitian ini berfokus pada metode bimbingan agama dalam pembinaan akhlak warga binaan sosial.

Yang membedakan penelitian ini dengan beberapa penelitian di atas ialah, peneliti berfokus pada metode bimbingan rohani terhadap warga binaan sosial yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha 4 Margaguna Jakarta Selatan.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sebuah pendekatan diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah sesuatu yang wajar dan universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah atau tidak penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan keunggulan dan kelemahan yang melekat apadanya) dalam suatu studi dengan masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.8

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Lexy Moleong dalam bukunya Metodelogi Penelitian Kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”9

Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic. Jadi

8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 3.

9 Lexy J. Moleong,

Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), Hal 4.


(24)

dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu/oragnisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sedangkan menurut Anselm Strauss dalam teknik dan teori Grounded, H. M. Djunady Ghony adalah

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau dengan cara lain dari pengukuran.10

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.11 Penelitian kualitatif menghasilkan dan mengelolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.12 Pendekatan ini digunakan karena peneliti bermaksud untuk mengetahui proses yang dilakukan para pekerja sosial melakukan pelayanan bimbingan rohani dan mendeskripsikan tentang metode bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan

10

H. M. Djunady Ghony, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: prosedur, Teknik dan teori Grounded (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997) cet ke 1, h. 11.

11

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998) ,h. 4.

12 Poerwandari, E. Kristi,

Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Edisi ketiga (Jakarta, LPSP 3 UI, 2005), h. 36.


(25)

11

subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.13

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 yang beralamat di Jl. Margaguna No. 01 Radio Dalam, Jakarta Selatan.

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli 2016 sampai dengan Oktober 2016.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Warga Binaan Sosial di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan.Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Metode Bimbingan Rohani Warga Binaan Sosial di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 4.

4. Sumber Data

Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dala penelitian untuk memperoleh data-data konkrit, dan yang dapat memberikan informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.14

Untuk menetapkan sumber data, penulis mengklasifikasi berdasarkan jenis data yang dibutuhkan (dikumpulkan). Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yaitu:

13

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998)

14

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LPSS,1998), Cet. Ke-1, hal.29.


(26)

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di panti pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat pengelolahan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dan pada penelitian ini Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.15

Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian ini. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan :

a. Observasi atau pengamatan. Dalam hal ini peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap sarana dan prasarana dan kegiatan di panti tersebut, kegiatan Warga Binaan Sosial (WBS) dari proses Pendekataan awal hingga pada proses

15


(27)

13

penyaluran. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata, di dengar oleh telinga, diraba oleh tangan, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan. Observasi dan pengambilan data penelitian di PSTW ini dari bulan Juni sampai dengan oktober 2016.

b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dengan yang terwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan). Jadi wawancara ialah untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan pihak WBS, pegawai panti, dan pembimbing rohani yang menangani klien tersebut. Pertanyaan pokok ialah tentang tahapan bimbingan rohani yang diberikan oleh Panti Sosial Tresna Werdha ini dari awal hingga terminasi bahkan sampai dengan bimbingan lanjut. Kegiatan wawancara banyak dilakukan di dalam kantor ruangan kerja dan ruangan konsultasi.

c. Dokumentasi, yaitu peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen dan gambar yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembatasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam:


(28)

BAB I PENDAHULUAN : Membahas tentang latar belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI : Bab ini berisi tentang: pengertian Metode bimbingan rohani, Pengertian Warga Binaan Sosial, pengertian panti sosial.

BAB III GAMBARAN UMUM : Dalam bab ini akan dijelaskan Sejarah berdirinya, Landasan hukum, visi dan misi, struktur organisasi, mekanisme kerja, Persyaratan Calon WBS, Proses Pelayan, Sarana dan Prasarana.

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS : Tentang temuan lapangan dan analisis data.

BAB V Penutup : Merupakan bagian penutup yang meliputi uraian keimpulan dan saran.


(29)

15

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Bimbingan Rohani

1. Pengertian Metode, Bimbingan, Rohani a. Pengertian Metode

Secara etimologi metode berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari penggalan kata “Meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode dapat di artikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam pengertian yang luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.16

Metode dalam kamus Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dengan maksud ilmu pengetahuan, dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan gunu mencapai tujuan yang ditentukan.17

Metode adalah cara yang sistematis dan teratur yang digunakan untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mancapai tujuan- tujuan yang ditentukan.

b. Pengertian Bimbingan

Secara etimologi istilah “bimbingan” digunakan sebagai terjemahan istilah bahasa inggris Guidance yang berasal dari kata Guide yang artinya dengan

16

M. lutfi, Dasar- dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008), h. 120

17

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. Ke-1, h.580.


(30)

menunjukan jalan (Showing the way), Memimpin (Leading), menuntun (conducting), memberi petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), dan memberi nasita (giving advice).18

Pengertian bimbingan secara terminology sudah banyak dikemukakan para ahli di antaranya menurut Crow and Crow seperti dikutip. H.M Umar dan Sartono guidance dapat diartikan sebagai “bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dari pendidikan yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri. 19

Sama halnya dengan yang didefinisikan oleh Stoop yang dikutip dari Dewa Ketut bahwa bimbingan juga diartikan sebagi suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi dirinya maupun masyarakat.20

Menurut Jear Book of Education 1995 yang dikutip oleh Abu Ahmad dan Ahmadi Rohani bahwa bimbingan adalah mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.21

18

W.S Wingkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo 1991), Cet. Ke-1, h.65.

19

H.M Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, h.9.

20

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1998), Cet. Ke-1, h.8.

21

Abu Ahmad dan Ahmadi, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rine Cipta, 1991), Cet Ke-11, h.2.


(31)

17

Menurut Rahman Natawidjaja, seperti dikuti dalam buku Hellen bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memhami dirinya hingga ia sanggup mengalahkan dirinya dapat bertindak secara wajar. Sesuai dengan tuntunan dan keadaan dan tingkat sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya.dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan dirinya secara optimal sebagai makhluk sosial.22

c. Pengertian Rohani

Rohani berasal dari kata “ruh” yang berarti sesuatu (unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan); nyawa: jika sudah berpisah dari badan, berakhirlah kehidupan seseorang. Makhluk hidup yang ridak berjasad tapi berfikiran dan berperasaan malaikat, jin, setan, dsb. Semangat, spirit, kedamaian bagi seluruh warga sesuai dengan islam.23

Ibnu Zakaria (W.395H/1004) menjelaskan bahwa kata Al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra,wa, ha mempunyai makna dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan al-ruh merupakan sesuatu yang agung besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia. Dengan adanya Al-Ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi

22

Hellen A, Bimbingan dan Konseling,( Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet Ke-1, h.5.

23


(32)

makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai Khalaqan Akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk lainnya.24

Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan jasmani manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Menurut Al-Farabi ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad. Hal ini dikarenakan ia dari Allah, kendatipun ia tidak sama dengan zat-Nya. Menurut Al-Gazali, ruh ini merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat nurani. Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi keberadaan jasad manusia. Sifatnya gaib. Menurut Ibnu Rusyd memandang ruh sebagi citra kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik. Kesempurnaan awal ini karena ruh dapat dibedakan dengan kesempurnaan yang lain yang merupakan pelengkap dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organic karena ruh menunjukan jasad yang terdiri dari organ-organ.25

Pembahasan tentang ruh dibagi menjadi dua bagian, pertama ruh yang berhubungan dengan zatnya sendiri. Kedua ruh yang berhubungan dengan badan jasmani. Ruh yang pertama disebut dengan Al-munazzalah, sedang yang kedua disebut dengan Al-gharizahatau disebut dengan Nafsaniyah. Ruh Al-munazzalah berkaitan dengan esensi asli ruh yang diturunkan atau diberikan secara langsung dari Allah SWT kepada manusia. Ruh ini esensinya tidak berubah,sebab jika berubah berarti berubah pula eksistensi manusia. Ruh ini diciptakan di alam ruh (alam al-arwah) atau di alam perjanjian (alam al-mitsaq-au’alam al-„ahd). Karena

24

Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2007),h.137.

25


(33)

19

itu, munazzalah ada sebelum manusia ada, sehingga sifatnya sangat gaib yang adanya diketahui melalui informasi wahyu. Sedangkan al-gharizah atau disebut nafsaniyah, pada subtansi nafs ini, komponen zakat dah ruh bergabung. Semua potensi yang terdapat pada nafs bersifat potensial. Tetapi dapat actual jika manusia berupaya mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh factor eksternal dan interna.26

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan bahwa penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa bimbingan rohani adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang agar mengenal dirinya sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna. Yang diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuia dengamn kemampuan yang dimiliki dan dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya.

2.Metode Bimbingan Rohani

Dalam bimbingan Rohani banyak metode yang dapat dipergunakan:

a. Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan seseorang pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.

26


(34)

b. Metode „group guidance‟ (bimbingan secara kelompok)

Bilamana metode interview atau wawancara merupakan cara pemahaman tentang keadaan seseorang secara individual (Pribadi), maka bimbingan

kelompok adalah sebaliknya, yaitu pengungkapan jiwa/batin serta

pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar, dsb.

c. Metode non-direktif (cara yang tidak mengarah)

Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang tertekan sehingga menjadi lebih baik. Metode ini dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: 1) “Client centered‟, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat dengan sistem pancingan yang berupaya satu dua pertanyaan yang terarah. Selanjutnya client diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala uneg-uneg (tekanan batin) yang disadari menjadi hambatan jiwanya. Pembimbing bersikap memperhatikan dan mendengarkan serta mencatat point-point penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan. 2) Metode edukatif yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan/sumber perasaan yang menyebabkan hambatan dan ketegangan

dengan cara-cara “client centered‟, yang diperdalam dengan


(35)

21

mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai keakar-akarnya.27

d. Metode Psikoanalitis ( penganalisahan jiwa )

Metode ini berasal dari psiko-analisis Freud yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Untuk memperoleh data-data tentang jiwa tertekan bagi penyembuhan jiwa klien tersebut, diperlukan metode psiko-analitis yaitu menganalisis gejala tingkah laku, baik melalui mimpi atau pun melalui tingkah laku yang serba salah, dengan menitik beratkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan salah itu terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, maka pada akhirnya akan diketahui bahwa masalah pribadi klien sebenarnya akan terungkap dan selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang memberatkan, dan sebagainya. Disini perlu adanya nillai-nilai iman dan taqwa dibangkitkan dalam pribadi seseorang, sehingga terbentuklah dalam pribadinya sikap tawakal dan optimism dalam menempuh kehidupan baru yang lebih cerah lagi. e. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi.28

f. Teknik Rasional-Emotif

27

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.

28

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.


(36)

Dalam istilah yang lain teknik ini disebut dengan “rational-emotif therapy”, atau model „RET‟ yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis (ahli psikologi klinis). Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling), teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis (tidak rasional) yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil. Pelayanan teknik dan pendekatan rasional-emotif merupakan bentuk terapi yang berupaya membimbing dan menyadarkan diri klien, sesungguhnya cara berpikir yang tidak rasional itulah yang menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan emosionalnya. Maka dalam layanan ini konselor membantu klien dalam membebaskan diri dari caracara berpikir atau pandangan-pandangannya yang tidak rasional, dan selanjutnya diarahkan ke arah cara-cara berpikir yang lebih rasional.

g. Teknik Konseling Klinikal

Pelayanan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dengan menggunakan teknik klinikal menitikberatkan pada pengembangan kemampuan klien sesuai dengan latar belakang dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan teknik klinikal tidak semata-mata berorientasi kepada pengembangan intelektul, tetapi juga berorientasi juga kepada kemampuan personal secara keseluruhan, baik jasmani maupun rohani. Pada teknik ini, bantuan atau pelayanan yang diberikan tidak sebatas mengungkapkan masalah-masalah klien atau membimbing memecahkannya. Namun selanjutnya, konselor membantu mengarahkan klien kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.29

29

M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 131-134.


(37)

23

3. Tujuan dan fungsi bimbingan

Dalam rumusan emistimologi temuan dakwah dinyatakan bahwa bimbingan dalam islam bertujuan menginternalisasikan, mengeksternalisasikan dan mentransformasikan system ajaran islam kedalam kehidupan individu, keluarga dan kelompok kecil atas dasar masalah khusus dalam semua kehidupan yang berdampak pada kehidupan individu dan keluarga serta lingkungan sosial.

Bimbingan pribadi dan keluarga dengan menggunakan konseling islam sesuai dengan konteks masalah dan pemecahan problem psikologi/ mental-spritual dengan menggunakan pendekatan psikoterapi islam. Selanjutnya rumusan tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut:

1. Melakukan bimbingan mengenai tata cara pengamalan islam,

memahami dan melaksanakan ajaran islam dengan benar, sesuai dengan ketentuan Al-quran dan sunah Rasul.

2. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah yang timbul sebagai efek dari interaksi personal dan kelompok (keluarga dengan pendekatan islam).

3. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah psikologis keluarga dan komunitas muslim, karena adanya masalh internal keluarg yang terjadi pada salah satu anggota keluarga itu, dengan menerapkan bimbingan dan psikoterapi islam.

4. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau kejiwaan

individu dan keluarga yang timbul karena penyakit fisik yang dideritannya, seperti depresi yang di alami pasien rumah sakit, maka bimbingan bertujuan memberikan memberikan terapi terhadap


(38)

emntalnya, sehingga dapat mempercepat penyembuhan sakit fisik yang dideritanya.

5. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental-spritual yang di alami penyandang masalah-masalah sosial dsan cacat fisik pada lembaga-lembaga rehabilitasi sosial, seperti tunanetra, ketergantungan zat adiktif (narkoba), wanita tuna susila (WTS) dan sebagainya.

6. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau spiritual yang di alami para tahanan (nara pidana) dirumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas). Serta pembinaan mental pada anak jalanan (anjal), panti jompo dan masalah sosial lainnya. Memberikan bimbingan bagi karyawan, tenaga kerja dan prajurit guna meningkatkan kinerja dan produktifitas kerja dengan pendekatan islam.

B. Pengertian Warga Binaan Sosial

Warga Binaan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang mendapat pelayanan dan binaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya.

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan warga binaan sosial kepada Lanjut Usia (lansia) yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 (enam puluh) tahun. Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia adalah proses penyuluhan sosial, bimbingan, konseling, bantuan, santunan dan perawatan yang dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia atas dasar pendekatan pekerjaan sosial. Sistim


(39)

25

panti adalah bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan kedalam suatu lembaga tertentu (panti) sedangkan luar panti (non panti) merupakan bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan di luar lembaga tertentu (panti) misalnya keluarga, masyarakat dan lain-lain.

Kelembagaan Sosial Lanjut Usia adalah proses kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang berkoordinasi mulai dari tahap perencanaan, yang dilaksanakan oleh lembaga baik formal maupun informal. Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Aksesbilitas adalah kemampuan untuk menjangkau dan menggunakan pelayanan dan sumber-sumber yang seharusnya diperoleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program pokok yang dilaksakan antara lain:

1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti

2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti

3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia

4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia. C. Pengertian Panti Sosial

Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat (kediaman) yang diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial.


(40)

Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.30

Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya antara lain sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan 3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental,

sosial, fisik dan keterampilan

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut 5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi

6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial

7. Pelaksanaan urusan tata usaha.

30

Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003


(41)

27

Panti Sosial Tresna Werdha mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para lanjut usia (lansia) agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standard pelayanan dan rujukan.31

Teori-teori diatas dapat dijadikan perangkat analisa yang digunakan selain pengamatan dan penelitian, juga untuk memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan.

Mencangkup variabel-variabel secara menyeluruh, teori-teori dapat membandingkan prespektif seseorang atau hasil wawancara dan temuan lapangan/observasi yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Hal ini yang akan mempermudah peneliti menganalisis berbagai masalah dan persoalan yang di hadapi panti sosial tresna werdha budi mulia 4 Jakarta Selatan.

31

Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003.


(42)

28

Gambaran Umum

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4

A. Profil Lembaga dan Sejarahnya

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 merupakan Unit Pelaksana Teknis Bidang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dinas Sosial DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, PSTW budi mulia 4 adalah lembaga pemerintah yang memeberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu / kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta.

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 berdiri pada tahun 1965 dengan nama PSTW Budi Mulia Jakarta Timur yang berlokasi di keluarahan Ceger. Karena pembangunan TMII maka di pindahkan ke Kelurahan Dukuh Kecamatan Kramat Jati dengan luas lahan 23000M dengan system pelayanan cottage.

Karena lokasi kelurahan Dukuh ini terletak pada dataran rendah dan sering dilanada banjir luapan kali Krukut / banjir kiriman dari Bogor, maka pada tahun 2002 PSTW Budi Mulia di pindahkan ke Jl. Margaguna Radio Dalam Jakarta Selatan dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia.


(43)

29

B. Landasan Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

2. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 104 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial.

3. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 76 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia.

4. Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta No. 33 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaa Pelayan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Provinsi DKI Jakarta.

C. Visi dan Misi

VISI

Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial khususnya lanjut usia terlantar di DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang layak dan berguna.

MISI :

1. Mencegah, mengurangi tumbuh kembang dan meluasnya masalah

kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar.

2. Mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dalam kehidupan yang layak dan berguna


(44)

3. Pembinaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia terlantar yang meliputi kesejahteraan fisik, sosial, mental, dan agama

D. Tugas Pokok

Tugas pokok Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna adalah memberikan pelayanan dan perawatan jasmani dan rohani kepada para lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar.

E. Tujuan

Terpenuhinya kebutuhan hidup bagi lanjut usia yang disantuni seperti kebutuhan jasmani, rohani dan sasial dengan baik sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

F. Sasaran

1) Lanjut usia terlantar umur 60 tahun ke atas 2) Keluarga yang tidak mampu / terlantar

3) Masyarakat yang mau dan mampu berpartisipasi dalam pembinaan kesejahteraan lanjut usia.

G. Persyaratan Penerimaan Lanjut Usia

1. Warga DKI Jakarta


(45)

31

3. Terlantar karena tidak ada keluarga atau tidak diurus keluarganya 4. Tidak mampu yang dinyatakan dengan surat keterangan dari lurah 5. Sehat Jasmani dan Rohani

6. Mandiri (mampu mengurus diri sendiri)

7. Bersedia mematuhui peraturan yang ada di panti

H. Prosuder Penerimaan

1. Penyerahan dari Masyarakat

2. Penyerahan dari kepolisian / instansi terkait 3. Dari hasil penertiban

4. Penyerahan dari keluarga

I. Saran dan Program Kegiatan

a. Sarana Fisik

1. Kantor

2. Ruangan WBS

3. Aula / lobby terbuka 4. Poliklinik

5. Dapur umum

6. Musholah

7. Sarana olah raga 8. Rungan keterampilan 9. Ruangan isolasi


(46)

b. Program Kegiatan

1. Bimbingan Rohani

Islam 4 kali / minggu

Kristen 1 kali / minggu

2. Olahraga, senam lansia 2 kali/minggu 3. Bimbingan Keterampilan

– Menjahit – Membuat keset – Membuat bunga – Menyulam taplak 4. Pelayanan kesehatan 5. Kesenian

– Qasidahan – Angklung – Karaoke 6. Rekreasi


(47)

33

7. Penyaluran

– Kembali ke keluarga – Pemakaman / pemulasaran

Gambar 1. Proses Pelayanan

Pendataan

Masyarakat

Sasaran

1. Lanjut usia 60 tahun keatas yang:

a. Tidak ada / tidak diketahui oleh keluarganya ataupun tidak diurus nyata-nyata oleh keluarganya sehingga terlantar.

b. Lanjut usia yang tidak ingin tinggal di lingkungan keluarganya melainkan ingin disantuni di panti. 2. Keluarga terutama yang tidak dapat kenyantuni

lanjut usia.

3. Masyarakat terutama yang mampu dan mau berpatisipasi dalam pembinaan kesejateraan sosial lanjut usia.

Penerimaan

Layanan

Proses Pelayanan Dalam Panti

1. Penerimaan a. Pendekatan awal b. Regristrasi

c. Penempatan pada program pelayanan 2. Bimbingan

a. Bimbingan Fisik, Mental dan Sosial b. Bimbingan

keterampilan c. Penelaahan dan

pengungkapan masalah. Resosialisasi

1. Bimbingan kesiapan peran serta masyarakat 2. Bimbingan sosial hidup

bermasyarakat 3. Pembinaan lanjut 4. Terminasi / Penyaluran

Hasil yang diharapkan

1. Terpenuhuinya kebutuhan jasmani, rohani dan sosial lanjut usia

sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi

ketentraman lahir dan batin. 2. Terlestarikannya dan

dikembangkannya nilai sosial budaya bangsa berkenaan dengan masalah lanjut usia dalam

memenuhi kebutuhan lanjut usia. 3. a. meningkatnya jumlah anggota

masyarakat yang mau dan mampu menyantuni lanjut usia dalam keluarga.

b. meningkatnya dan melembaganya peran serta masyarakat dalam pembinaan kesejahteraan lanjut usia.


(48)

Gambar 2. STRUKTUR ORGANISASI

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 4

Sumber : Brosur Panti Sosial Tresna Werdha 4, Thn 2016

KEPALA

PANTI

SUB BAGIAN

TATA USAHA

SATUAN PELAKSANA

PELAYANAAN SOSIAL

SATUAN PELAKSANA

PEMBINAAN SOSIAL

SUB KELOMPOK


(49)

35

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Temuan Lapangan

Metode Bimbingan bagi warga binaan sosial dilaksanakan berbasis panti melalui suatu rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan kepada wbs yaitu lansia (lanjut usai), mulai dari pendataan, penerimaan samapai proses penyaluran. Disini peneliti mencoba menguraikan proses pelayanan pada wbs mulai dari awal sebelum dan sesudah pelaksanan bimbingan rohani yang peneliti fokuskan.

Warga Binaan sosial (WBS) adalah para lansia hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pegawai PSTW yang terjun langsung kejalan untuk memberikan informasi dan sosialisasi program kepada lansia yang ada dijalan-jalan yang tidak diketahui oleh keluarganya ataupun tidak diurus nyata – nyata oleh keluarganya sehingga terlantar, serta di masyarakat lansia yang tidak ingin tinggal di lingkungan keluaga melainkan ingin disantuni di panti dan atau keluarga yang tidak dapat menyantuni lanjut usia. Bimbingan dan Pelayanan ini diberikan kepada mereka yang tertarik untuk mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat dari PSTW tidak memaksakannya karena jika mereka dipaksa percuma nanti mereka kabur. Jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini kurang lebih terdapat 237 orang lansia. Diantaranya lansia wanita berjumlah 162 orang dan lansia pria berjumlah 75 orang. Pembagian kamar di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dikelompokkan menjadi kamar lansia mandiri, lansia setengah renta, lansia renta, dan kamar observasi yang masing-masing kamar kurang lebih


(50)

bisa mencakup 20 orang. Lansia di PSTW ini yang tergolong lansia renta termasuk yang terbanyak dibandingkan dengan PSTW lainnya. Jumlah nya bisa mencapai sepertiga dari populasi seluruhnya. Untuk itu dilakukan pembagian kamar menurut masing–masing golongan lansia yang ditujukan untuk menghindari adanya pertikaian dan juga mencegah menularnya suatu penyakit.32

Pembimbing yang memberikan bimbingan dan pelayanan di PSTW ini adalah mereka yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) dan penyuluh sosial dengan latar belakang pendidikan baik yang lulusan hanya tingkat SMA sampai sarjana D3 dan S1. Mereka sudah sangat pengalaman dan tidak diragukan lagi karena sudah bertahun-tahun dalam memberikan rehabilitasi sosial di PSTW ini.33

Bimbingan dan Pelayanan diberikan di PSTW ini mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis bimbingan dan pelayanan antara lain Pelayanan Pengasramaan, Bimbingan sosial, Pelayanan Konseling, Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Pendidikan, Pelayanan Keterampilan, Pelayanan Pembinaan Rohani, dan Pelayanan Rekreasi dan Hiburan.34

Pemberian Bimbingan dan Pelayanan di PSTW memiliki tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Pendataan

Adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan data, dan peran serta dalam pelaksanaan program, termaksud upaya memperoleh gambaran potensialitas sumber-sumber pelayanan, serta untuk mendapatkan calon WBS.

32

Observasi pada saat penelitian dari bulan September 2016. 33

Ibid.

34


(51)

37

Dalam Pendataan ini PSTW juga mendapatkan informasi tentang Lansia dari masyarakat, kepolisian dan instansi/dinas-dinas sosial.

“Informasi kita dapat dari masyarakat, keluarga dan kepolisan atau instansi dan dinas-dinas sosial diwilayah jakarta. Kita kerja sama dengan mereka, nah kita membuat surat pengantar yang berisi untuk pengadaan calon warga binaan sosial, kemudian kita datang ke kantor pemda dan dinas sosial tersebut, kita koordinasi dengan aparat setempat. Nah kita minta data lansia, misalnya diwilayah Jakarta ada berapa banyak. Kemudian kita menjalin kerja sama maksudnya seandainya dinas social Jakartar, mereka berhasil mendapatkan lansia terlantar kita minta dikirimkan kepanti kita. Nah disitu setelah dikirimkan nanti kita bina. Dapat informasinya didapat dari dinas social intinya.”35

Kemudian di Identifikasi, Ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri lansia serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber pelayanan sosial.

“Identifikasi adalah pendataan juga, maksudnya calon-calon klien yang nanti akan masuk kedalam panti. Di data tentang data klien, nama, alamat, umur itu identifikasi. Biasanya kita lakukan di tempat lokasi orientasi. Petugas PSTW datang ke keluarga dan instasi/dinas sosial. Oleh aparat dinas sosial sudah dikumpulkan keluarga-keluarga yang tidak mampu menyantuni lansia diaula kantor, kemudian petugas PSTW mengadakan penyuluhan. Dan mengadakan identifikasi pula, disitu kita mencatat. Mulai dari nama, status, umur, pekerjaan itu identifikasi. Itu kita menanyakan masalahnya apa yang dihadapi. Umumnya masalah sosial.”36

Dalam melakukan identifikasi PSTW juga ada faktor penghambat dan pendukung yaitu:

35

Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep. September 2016.

36


(52)

“Faktor penghambat dalam melaksanakan indentifikasi ialah kadang dari calon wbs tidak terbuka atau tidak jujur. Misalanya ketika bertanya tentang usia, mereka mengatakan misalanya 65 tahun padahal seharusnya 60 tahun. Atau disitu mereka punya pekerjaan, namun disebutkan mereka sudah tidak bekerja. Nanti setelah klien masuk ke dalam panti, akan ketahuan apakah misalnya mereka punya pekerjaan atau tidak. Ini salah satu hambatannya tidak terbuka dan tidak jujur, hal ini ada beberapa orang yang melakukan seperti itu. Faktor pendukung identifikasi, pada umumnya antusias untuk tinggal di dalam panti kepada calon klien ini cukup tinggi. Misalnya, dalam mengikuti pembinaan di dalam panti mereka mau dan ada semangat untuk merubah nasib mereka. Ketika kita memberikan penyuluhan disitu ada tanggapan, ada respon dari calon klien. Misalnya petugas PSTW memberikan penyuluhan, bahwa nanti ada bimbingan rohani, fisik, keterampilan, mereka sangat antusias dan ada kemamuan.”37

Kemudian setelah itu mereka diseleksi, dengan kegiatan pengelompokan/klasifikasi, untuk menentukan siapa yang memenuhi persyaratan dan siapa yang tidak dapat diterima menjadi calon penerima pelayanan.

2. Penerimaan

Adalah serangkaian kegiatan administratif maupun teknis meliputi registrasi, dan penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara syah diterima sebagai klien definitif di panti.

“Jadi penerimaannya WBS itu kan datang dengan sendirinya, ada juga yang kiriman dari keluarga dan instansi/dinas sosial, nanti setelah mereka datang kesini kita terima tentu saja yang sudah melalui seleksi, kemudian kita identifikasi lagi mengenai identitas klien sama ada beberapa point yang mereka harus tau mengenai tata tertib di PSTW dan kegiatan apa saja yang harus dilaksakan di PSTW ini. Setelah itu ada tes kesehatan ke poliklinik kalo dia sesuai dengan sasaran garapan dan juga tidak mempunyai kelainan fisik, disinikan kita garapannya

37Wawancara pribadi dengan seksi Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial, ibu Ns. Yunur Nawangsih, S.Kep, September 2016.


(53)

39

Lansia yang potensial yang tidak mempunyai cacat atau kelainan mental.”38

Kegiatan penerimaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut : a. Registrasi

Ialah kegiatan registrasi administrasi pencatatan dalam buku induk penerima pelayanan (setiap penerima pelayanan 1 klien agar diberi NIP/NIK) dan mengkompilasikan berbagai formulir isian untuk mendapatkan penerima pelayanan definitif lengkap dengan segala informasi/biodatanya.

“Registrasi secara langsung memang ditangani oleh pegawai sendiri. Kita punya buku register dan di awal mereka dikasih blangko seleksi awal tadi kemudian kita data kita identifikasi. mencatat data-data pribadi klien yang sudah masuk seperti nama, alamat, usia, pekerjaan, masalah yang dihadapi. Semuanya ini di catat baru kemudian kita ada semacam pernyataan bahwa dia harus sanggup menaati semua peraturan disini, langsung dia tanda tangan surat pernyataan itu dan siap mereka mengikuti apa yang ada di PSTW ini.”39

Dalam tahap ini regristrasi ada juga yang menjadi faktor penghambat yaitu:

“Faktor dalam tahap registrasi sebenarnya tidak begitu banyak, hanya saja biasanya data yang kita dapat itu tidak sesuai dengan data yang sebenarnya,terkadang ada yang lupa atau tidak tahu saat ditanya data dirinya dan juga biasakan ada calon klien yang datang nah banyak itu pas bukan jam kerja atau hari libur, jadi kita juga bingung untuk mendatanya terpaksa kita tampung dulu, kita nginapkan dia di pondokan yang belum terisi atau yang masih kosong sampai jam kerja.”40

38

Ibid.

39

Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos,ibu Eden Mulyaningsih, S.Sos, September 2016.

40


(54)

b. Pengasramaan dan Penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan Jumlah lansia di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini kurang lebih terdapat 237 orang lansia. Diantaranya lansia wanita berjumlah 162 orang dan lansia pria berjumlah 75 orang. Pembagian kamar di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dikelompokkan menjadi kamar lansia mandiri, lansia setengah renta, lansia renta, dan kamar observasi yang masing-masing kamar kurang lebih bisa mencakup 20 orang. Lansia di PSTW ini yang tergolong lansia renta termasuk yang terbanyak dibandingkan dengan PSTW lainnya. Jumlahnya bisa mencapai sepertiga dari populasi seluruhnya. Untuk itu dilakukan pembagian kamar menurut masing– masing golongan lansia yang ditujukan untuk menghindari adanya pertikaian dan juga mencegah menularnya suatu penyakit. Dan penempatan dalam program bimbingan dan pelayanan Adalah kegiatan pengelompokan bakat dan minat para penerima bimbingan dan pelayanan (WBS) dipadukan dengan program bimbingan, khususnya program pelayanan praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran) untuk menambahkan semangat dan kecintaan untuk mengikuti bimbingan dan pelayanan tersebut.

“Tahapan penempatan calon klien yang sudah di data, kemudian diarahkan ke asrama yang masih kosong oleh petugas pembimbing. Biasanya untuk ditempatkan pada satu rumah. Umumnya satu kamar memiliki perbedaan dalam keterampilan. Pembauran dalam satu asrama di tujukan untuk saling mengenal.41

41 Wawancara pribadi dengan koordinator Peksos, ibu Eden Mulyaningsih, S.Sos, September 2016. September 2016.


(55)

41

3. Bimbingan Rohani

A. Metode Bimbingan Rohani

Usia lansia adalah usia yang paling rentan terkena stres dan depresi karena ketidak terimaan diri dengan apa yang dialami, tidak hanya stres dan depresi yang dialami, masih banyak sekali masalah-masalah yang sering muncul pada diri lansia, diantaranya permasalahan fisik, mental dan sosial. Dari permasalahan-permasalahan itu tidak jarang akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri.

Pada lansia permasalahan psikologis pun akan muncul, terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar atas segala permasalahannya. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan, khawatir, kesepian, depresi, kecemasan menghadapi kematian, merupakan sebagian kecil yang harus dihadapi para lansia. Itu semua menyebabkan rasa tidak bahagia. Rasa tidak bahagia disebabkan oleh cara berfikir yang negatif terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka percaya hidup sendirian itu mengerikan dan merasa cemas sebab bertambah tua tanpa keluarga atau seorangpun yang dicintai adalah hal yang menakutkan.42

Bimbingan Rohani adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan untuk pulihnya kembali harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran dan tanggung jawab sosial kemampuan penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan sebagai bekal dalam tatanan hidup masyarakat.

“Bimbingan rohani di PSTW wajib di ikuti oleh setiap WBS baik laki -laki maupun perempuan, terutama yang beragama islam. Sementara

42

David D. Burns,Menggapai Kesepian, Program Baru yang Telah diuji Secara Klinis untuk Mengatasi Kesepian. ed. Ardy Handoko, (Jakarta: Erlangga, 1998), hlm. 7.


(56)

yang beragama non muslim ada tersendiri sudah disiapkan Pembina yang beragama non muslim juga.”43

Proses kegiatan ini yang peneliti fokuskan untuk mengetahui metode pelaksaan bimbingan rohani dan mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat terlaksananya bimbingan rohani.

1. Metode Bimbingan Rohani Individual.

Adalah salah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Untuk itu, dalam teknik ini jalannya wawancara setiap pembimbing atau konselor melakukan pencatatan atau mungkin pula direkam agar bimbingan berjalan dengan kemudahan.44

Pembimbing mempunyai peranan penuh dalam mengarahkan sesuai dengan masalah yang dihadapi lansia ini biasanya dilakukan secara personal. Dalam metode individu ini pembimbing berusaha melakukan pendekatan yang lebih kepada lansia. Menanyakan apa yang sedang dialami dan dirasakan. Ketika seorang lansia mempunyai semangat yang besar dalam beribadah maka pembimbing memprioritaskan dirinya untuk bisa dibimbing secara personal. Ataupun sebaliknya jika lansia membutuhkan bimbingan dan perlu akan adanya seorang pembimbing maka pembimbing pun membantu dalam permasalahannya itu.45

43

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bimroh (Bimbingan Rohani), bpk. Ust. Budi Budiyanto, September 2016.

44

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008 ), h. 122

45


(57)

43

Dan beberapa teknik yang diterapkan pada metode individual adalah sebagai berikut :

a. Teknik Direktif

Adalah salah satu teknik yang diberikan dan digunakan bagi lansia yang mengalami kesulitan dalam memahami dan memecahkannya. Maka pengarahan yang diberikan pembimbing ialah memberikan secara lansung jawaban-jawaban terhadap faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab timbulnya masalah pada diri terbimbing. Namun selanjutnya, pembimbing membantu mengarahkan lansia kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Teknik ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada klien ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi.46

b. Non Direktif

Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Carl Rogers yang dikenal dengan

“Clien Centered Counseling” dan pada teknik ini yang menjadi pusat ialah terbimbing. Pembimbing hanya membantu memberikan dorongan dalam memecahkan masalah klien, dan keputusan terletak pada terbimbing. Dan dalam teknik ini mengaktifkan diri terbimbing dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah dirinya, serta tugas pembimbing berupaya mendorong tumbuhnya tanggung jawab pada diri WBS.

46

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1994), Cet. Ke-5, h. 44-49.


(58)

Ada juga dalam bimbingan individual ini seperti bedah kasus atau disebut juga case conference, jadi bagaimana WBS yang ada masalah atau kasus yang pembimbingnya tidak mampu menyelesaikan sendiri, jadi kita angkat dalam case conference dengan mengundang psikolog, pembimbing agama atau bintal dan juga dokter, di dalam case conference itu bisa di kasih masukan-masukan atau saran-saran apa saja yang berkaitan dengan masalah yang dialami WBS tersebut.”47

Dalam bimbingan individual ini ada sedikitnya faktor penghambat yaitu:

“Kalau dalam pelaksanaannya sebenernya tidak begitu banyak menghambat ya, paling kalau misalnya kita sudah mengundang dokter, perawat, bintal itu salah satu suka tidak datang karena mungkin ada kesibukan lain. Kalau selebihnya dalam pegawai panti sendiri bisa-bisa saja.”48

2. Metode Bimbingan Rohani Kelompok.

Metode yang digunakan oleh pembimbing selain metode individual adalah metode kelompok, dimana pembimbing mengumpulkan para lansia untuk mengikuti kegiatan bimbingan dan bersama-sama mendapatkan pelajaran dan pembinaan dari pembimbing yang sifatnya ceramah, diskusi dan berbincang-bincang sambil santai. Dan biasanya dilakukan dengan berupa dorongan-dorongan yang positif, bersifat santai, dan hiburan yang mendidik. Disana mereka menjadi satu dari yang pengamalan ibadahnya yang sudah mantap sampai yang baru

47

Wawancara pribadi dengan penanggung jawab Bimroh (Bimbingan Rohani), bpk. Ust. Budi Budiyanto, September 2016., September 2016


(59)

45

belajar dan untuk bisa meningkatkan kualitas ibadahnya, maka bersama-sama mengikuti kegiatan bimbingan rohani tersebut.

Para Warga Binaan Sosial (WBS) di kumpulkan di sebuah ruangan serba guna/aula kemudian pebimbing memberikan materi berupa keagamaan, setelah memberikan ceramah keagamaan ada tanya jawab dari WBS berkaitan dengan materi yang disampaikannya. Ceramah keagamaan ini bertujuan untuk pemenuhan spiritual, merubah sikap normatif/akhlak pada WBS.

Materi yang diberikan pembimbing kepada lansia adalah materi yang berhubungan dengan bimbingan rohani atau spiritual seperti : membaca Al-Qur’an, Dzikir, kegiatan berjamaah seperti shalat berjamaah, aqidah, fiqih, akhlak dan pengetahuan lainnya. Pokok-pokok materi yang disampaikan oleh pembimbing bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi karena kedua sumber ini merupakan pedoman hidup bagi manusia. Di dalam bimbingan rohani ini, pembimbing memberikan metode yang praktis dan mudah dimengerti oleh lansia, dikarenakan lansia itu memiliki keterbatasan dalam menangkap apa yang diberikan oleh pembimbing, Dan dalam bimbingan rohani tersebut pembimbing memberikan jalan yang mudah kepada lansia yaitu agar lansia ketika sulit untuk menghafal doa maka pembimbing mengarahkan agar lansia setiap melakukan apapun harus diawali dengan “bismillah” dan diakhiri dengan “alhamdulillah”.

Tujuan lain dari penyampaian materi ceramah keagamaan ini adalah: 1. Mempunyai pengetahuan tentang agama secara luas

2. Mempunyai pengetahuan tentang hukum dan syariat dalam agama 3. Mampu mempelajari dan membedakan antara yang halal dan haram 4. Mampu bersikap lebih sabar dan tawakal


(60)

5. WBS bisa merasakan kenikmatan beragama.

Dalam bimbingan kelompok pemberian arahan atau motivasi ini biasanya dilakukan pada saat setelah ceramah agama disampaikan, jadi pembimbing setelah memberikan ceramah keagamaan sebelum penutup dengan doa ada pemberian arahan, biasanya dilakukan dengan cara permainan (games) dan diakhir permainan itu di jelaskan pelajaran apa atau manfaat yang bisa diambil dari permainan tersebut tentang kehidupan sehari-hari.

Tujuan dari pemberian arahan atau motivasi ini adalah: 1. Mampu bertindak secara efisien

2. Memiliki tujuan hidup yang jelas 3. Mampu mengkonsep diri

4. Mampu mengkoordinasikan antara segenap potensial dengan usaha-usahanya 5. Memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian

6. Memiliki batin yang tenang.

7. Posisi pribadinya seimbang dan baik

8. Selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkunganya. Waktu pelaksanaan bimbingan rohani kelompok yaitu 4 kali dalam seminggu, yang bertempat di musholah dan ruang serba guna/aula.

B.Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Bimbingan Rohani Pelaksaan Bimbingan Rohani terdapat faktor pendukung dan penghambat, dalam proses pelaksanaan bimbingan rohani yang menjadi faktor pendukung dan penghambat tersebut diantara lain yaitu:


(61)

47

a. Faktor Pendukung

1. Tenaga pengajar yang kopenten di bidangnya, memiliki keahlian dan ilmu/materi yang dapat di terapkan dalam pelaksanaan bimbingan rohani. 2. Sarana dan prasarana fasilitas yang ada di PSTW sangat mendukung untuk

berlangsungnya pembinaan mental, seperti gedung aula, sound system, papan tulis, infokus dan laptop.

3. Anggaran dana yang langsung di berikan sepenuhnya dari pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.

4. Dari WBS itu sendiri adanya rasa keinginan yang kuat untuk mau merubah dirinya dan bertekad ingin lebih baik lagi setelah dari PSTW ini.

5. Kerja sama dengan intasi pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Sosial dan Kepolisian DKI Jakarta.

b. Faktor Penghambat

1. Adanya kejenuhan dan malas-malasan dari WBS dalam mengikuti kegiatan Bimbingan Rohani.

2. Keterbatasan dana yang di alokasikan untuk proses kegiatan bimbingan rohani masih sangat terbatas.

3. Fasilitas yang masih belum begitu lengkap, dan gedung aula yang terkadang berbenturan pelakasaan bimbingan rohani dengan cek kesehatan yang dilaksanakan di dalam gedung aula, dll.

4. WBS yang berbeda pendidikan dan pengalaman, hal ini juga menjadi faktor penghambat dalam penyampaian materi yang akan di berikan oleh pembimbing.


(1)

(2)

(3)

(4)

PENERIMAAN WBS BARU DARI PSBI IDENTIFIKASI AWAL WBS DATANG


(5)

KERAJINAN TANGAN MEMBUAT KESET

HASIL KERAJINAN WBS

MENSHOLATKAN WBS MENINGGAL PENGEMBALIAN WBS KE KELUARGA


(6)

KESENIAN ANGKLUNG BIMBINGAN ROHANI ISLAM

MELAKSANAKAN SHOLAT BERJAM'AH DI MUSHOLA