memerlukan bahan organik sebesar 3,5 pada kedalaman 0-15 cm Widyotomo dkk, 2007.
Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm
sebaiknya lebih dari 3. Kadar tersebut setara dengan 1,75 unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur. Usaha
meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Kulit tanaman kakao sangat
potensial dijadikan sumber hara karena mengndung sejumlah unsur hara, setiap 900 kg kulit buah kakao dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 29 kg urea,
9 kg RP, 56,6 kg KCl dan 8 kg Kieserit Bintaran, 2007.
2.4. Karakteristik Tanah di Indonesia
Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap erosi, karena terbentuk dari bahan-bahan yang mudah lapuk. Erosi yang terjadi akan memperburuk
kondisi tanah tersebut dan menurunkan produktivitasnya. Oleh karena itu penerapan teknik konservasi memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah yang
telah terdegradasi Kartasapoetra dkk., 1991 .
Erosi pada dasarnya adalah proses pengikisan tanah. Proses ini terjadi dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam ada dua
penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Akan tetapi dengan adanya aktifitas manusia di alam, maka manusia akan menjadi faktor yang
sangat penting dalam mempengaruhi erosi Kartasapoetra dkk, 1991. Pengaruh erosi berat terhadap kesuburan tanah antara lain sebagai berikut: i. Hilangnya atau
berkurangnya lapisan atas tanah top soil yang subur, ii. Kedalaman efektif tanah
Universitas Sumatera Utara
berkurang sehingga ruang tumbuh akar dalam menyerap air dan unsur hara terbatas, iii. Kemampuan menyimpan air di dalam tanah berkurang.
Lahan dengan kemiringan lebih dari 15 tidak baik ditujukan sebagai lahan pertanian, melainkan sebagai lahan konservasi, karena semakin besar
kemiringan lahan maka laju aliran permukaan akan semakin cepat, daya kikis dan daya angkut aliran permukaan makin cepat dan kuat. Oleh karena itu strategi
konservasi tanah dan air pada lahan berlereng adalah memperlambat laju aliran permukaan dan memperpendek panjang lereng untuk memberikan kesempatan
lebih lama pada air untuk meresap kedalam tanah Kartasapoetra dkk, 1991. Lahan yang memiliki kemiringan dapat dikatakan lebih mudah terganggu
atau rusak, apalagi bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan akan selalu dipengaruhi oleh curah hujan apalagi jika curah hujan itu
mencapai 3.200 mm curah hujantahun atau distribusi hujan yang merata setiap bulannya, oleh teriknya sinar matahari dan angin yang selalu berhembus. Akibat
pengaruh-pengaruh tersebut, gangguan atau kerusakan tanah akan berlangsung melalui erosi maupun kelongsoran tanah, terkikisnya lapisan tanah yang subur
atau humus Kartasapoetra dan Sutedjo., 1991. Pada lahan yang miring tanah lebih rentan mengalami kerusakan, terutama
oleh erosi, dibandingkan lahan yang relatif datar. Demikian juga, lahan miring lebih sedikit dalam absorbsi air sehingga ketersediaan air untuk tanaman lebih
kritis dibanding lahan datar dalam zona iklim yang sama Paimin dkk., 2002. Lahan miring tersebar luas pada daerah tropis. Sekitar 500 juta orang
memanfaatkan sebagai lahan pertanian pada lahan tersebut. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk menyebabkan budidaya yang relatif luas pada lahan
Universitas Sumatera Utara
miring, memunculkan masalah erosi tanah. Berdasarkan kemiringan lahan di Indonesia dapat dibedakan atas kelas-kelas Tabel 2 Darmawijaya, 1997:
Tabel 2. Kelas Kemiringan Lahan
Kelas Kemiringan Lahan
Kelas Kemiringan Lahan Relief
A 0 – 3
Datar Datar
B 3 – 8
Agak miring Landai
C 8 – 15
Miring Berombak
D 15 – 25
Agak terjal Bergelombang
E 25 – 45
Terjal Berbukit
F 45
Curam Bergunung
Sumber : Dephut, 2004
2.5. Biopori