hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya
melepaskannya untuk diserap akar tanaman. Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun
pembenaman kulit buah kakao Bintaran, 2007.
2.2. Perkembangan Perkebunan Kakao di Indonesia
Kakao merupakan salah satu komoditi utama nasional dengan sebaran sentra penanaman yang cukup banyak dan tumbuh dengan baik di Indonesia.
Kakao juga telah lama menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menghasilkan devisa negara.
Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka permintaan pasar untuk komoditi kakao juga akan meningkat. Ini merupakan peluang bagi
Indonesia untuk terus meningkatkan produksi kakao. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kakao adalah dengan memperluas lahan penanaman. Hal
ini sulit untuk dilakukan karena kurangnya lahan yang sesuai untuk dapat dimanfaatkan sebagai usaha perkebunan kakao di Indonesia Anonymous, 2007.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2004, areal perkebunan Kakao Indonesia tercatat
seluas 992.191 ha dimana sebagian besar 89,59 dikelola oleh rakyat dan selebihnya 5,04 perkebunan besar negara serta 5,37 perkebunan besar swasta.
Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia hingga saat ini. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun
terakhir. Pada tahun 2007 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.379.279 ha. Luas perkebunan ini mengalami pertumbuhan sebesar 6,8
Universitas Sumatera Utara
menjadi 1.473.259 ha. Luas perkebunan kakao kembali bertambah menjadi 1.592.982 ha atau tumbuh 8,1 pada tahun berikutnya. Secara rata-rata
pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2009 adalah 8,1. Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar terletak di
pulau Sulawesi. Luas perkebunan ini sekitar 953.691 ha atau 60 dari seluruh perkebunan kakao di Indonesia. Wilayah terbesar kedua adalah di pulau Sumatera
yakni sekitar 18 dengan luas mencapai 300.461 ha Siregar, 2006. Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang
dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan seluas 70.000 ha, rehabilitasi 235.000 ha lahan kakao, intensifikasi pada 145.000 ha lahan, serta
pengendalian hama pada 450.000 ha lahan kakao dalam tiga tahun sejak 2009 hingga 2011 Goenadi, 2005.
Pada tahun 2002 komposisi tanaman perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 224.411 ha 24,6 tanaman belum menghasilkan TBM, 618.089 ha
67,6 tanaman menghasilkan TM, dan 71.551 ha 7,8 tanaman tuarusak. Produktivitas rata-rata nasional tercata 924 kgha, dimana produktivitas
perkebunan rakyat PR sebesar 963,3 kgha, produktivitas perkebunan besar negara PBN rata-rata 688,13 kgha dan produktivitas perkebunan besar swasta
PBS rata-rata 681,1 kgha Anonymous, 2007.
Tabel 1. Perkembangan Areal dan Produksi Perkebunan Kakao di Indonesia
Tahun Areal ha
Produksi ton PR
PBN PBS
Jumlah PR
PBN PBS
Jumlah
1980 13.125
18.636 5.321
37.082 1.0588
8.410 816
10.284 1985
51.765 29.198
11.834 92.797
8.997 20.512
4.289 33.798
Universitas Sumatera Utara
1990 252.237
57.600 47.653
357.490 97.418
27.016 17.913
142.347 1995
428.614 66.021
107.484 602.119
231.992 40.933
31.941 304.866
2000 641.133
52.690 56.094
749.917 363.628
34.790 22.724
421.142 2001
710.044 55.291
56.114 821.449
476.924 33.905
25.975 536.804
2002 798.628
54.815 60.608
914.051 511.379
34.083 25.693
571.155 2003
861.099 49.913
53.211 964.223
634.877 32.075
31.864 698.816
2004 1.033.252
38.668 19.040 1.090.960
636.783 2.583
52.338 691.704
2005 1.081.102
38.295 47.649 1.167.046
693.701 25.494
29.633 748.828
2006 1.105.654
38.453 47.635 1.191.742
723.992 26.112
29.360 779.474
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Keterangan : PR = Perkebunan Rakyat, PBN = Perkebunan Besar Negara, PBS = Perkebunan
Besar Swasta
Pada Tabel 1 terlihat bahwa perluasan areal perkebunan kakao yang begitu
pesat umumnya dilakukan petani, sehingga perkebunan rakyat telah mendominasi perkebunan kakao Indonesia. Tanaman kakao ditanam hampir di seluruh pelosok
tanah air dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, maluku Utara dan Irian Jaya. Keberhasilan perluasan areal dan peningkatan produksi tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan
pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen Kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai
Gading Cote d’lvoire pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003 International Cocoa Organization, 2003.
Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama PBK. Di samping itu rendahnya produktivitas
tanaman kakao disebabkan oleh masih dominannya kebun yang dibangun dengan asalan, terutama perkebunan rakyat dan belum banyaknya adopsi penggunaan
tanaman klonal.
2.3. Peranan Pupuk Organik dan Bahan Organik