Pb organik relatif sedikit menimbulkan kelainan hematologi. Pb tetraetil dan tetrametil dimetabolisme oleh hati menjadi Pb trialkil dan anorganik. Pb
trialkil berperan penting pada sindrom keracunan akut. Kebanyakan pemaparan Pb organik terjadi pada waktu pembersihan tangki penyimpanan bensin atau
terhisapnya bensin yang mengandung Pb. Pemaparan Pb organik yang masif menimbulkan kejang-kejang yang dapat berakhir dengan koma dan kematian.
Kadar Pb dalam darah dan urine relatif tidak dapat dipercaya pada keracunan Pb tetapi dapat dievaluasi ke depan setelah bekerja 10 tahun tetapi tergantung dari
jumlah paparan dan lama bekerja Katzung, 1984.
2.1.4. Efek timbal Pb pada darah
Kira-kira 90 Pb yang masuk ke dalam sirkulasi darah menuju ke eritrosit, ada juga yang ke albumin darah, α-globulin dan protein lain. Plumbum
mempengaruhi sistem peredaran darah dengan berbagai cara: a. Dengan memperlambat pematangan normal sel darah merah dalam
sumsum tulang, hal ini menyebabkan terjadinya anemia. b. Mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Sel darah merah
yang diberi perlakuan dengan timbal, memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan pergerakan. Selain
itu juga
memperlihatkan penghambatan Na-K-ATPase yang meningkatkan kehilangan kalium intrasel. Pengaruh ini menjelaskan bahwa kejadian
anemia pada peristiwa keracunan plumbum keracunan plumbum disertai oleh penyusutan waktu hidup sel darah merah.
c. Menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim δ-ALAD dengan enzim ferrokelatase WHO, 1997.
Pada gangguan awal dari biosintesis hem belum terlihat adanya gangguan klinis, gangguan hanya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Pada
kadar timbal darah 10 μgdL timbal menghambat aktivitas enzim δ-aminolevulinat dehidratase ALAD dalam eritroblas sumsum tulang dan eritrosit. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kada r δ-aminolevulinat δ-ALA dalam serum dan
Universitas Sumatera Utara
kemih. Kelompok-kelompok ribosom dapat dilihat pada sel berbintik basofilik sebagai basofil pungtata meskipun tidak ada anemia. Kadar ALAD yang tinggi
dapat menimbulkan aksi neurotoksik Adnan, S. 2001. Timbal menyebabkan 2 macam anemia, yang sering disertai dengan
eritrosit berbintik basofilik. Dalam keadaan keracunan timbal akut terjadi anemia hemolitik, sedangkan pada keracunan timbal yang kronis terjadi anemia
mikrositik hipokromik, hal ini karena menurunnya masa hidup eritrosit akibat interfensi logam timbal dalam sintesis hemoglobin dan juga terjadi peningkatan
korproporfirin dalam urin ATSDR, 2003. Menurut Adnan, kadar timbal dalam darah yang dapat menyebabkan
anemia klinis adalah sebesar 70 μgdL atau 0,7 mgL. Sedangkan menurut US Department of Health and Human Services kadar timbal dalam darah yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap hemoglobin adalah sebesar 50 μgdL atau sebesar 0,5 mgL.
Pada pematangan eritrosit, timbal menyebabkan defisiensi enzim G-6PD dan penghambatan enzim pirimidin-5’-nukleotidase sehingga terjadi akumulasi
degradasi RNA pyrimidine nucleotides serta ribosom eritrosit yang ditandai dengan ditemukannya Basophilic Stippling terdapat bintik biru atau bintik
basofilik pada eritrosit.
Gambar 2.1. Gambaran eritrosit basophilic stippling Harald et al, 2004
Universitas Sumatera Utara
Hal ini menyebabkan turunnya masa hidup eritrosit dan meningkatnya kerapuhan membran eritrosit, sehingga terjadi penurunan jumlah eritrosit Ganiswara, et al
1995 dalam Nelma, 2008. Pada penelitian ini ditemukan pada kelompok mencit yang diberikan perlakuan timbal asetat 20mgkgBB secara intraperitoneal selama
2 hari. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Kurniawati 1996 menyebutkan bahwa penelitian larutan timbal dapat menyebabkan kerusakan eritrosit
Kurniawati, 1996. Hal ini juga didukung oleh penelitian Wahyuni, 2000 yang menyatakan pemberian larutan timbal dapat menurunkan nilai volume padat
eritrosit PCV packed cell volume. Pb dalam sirkulasi
Sumsum tulang
Sel stem hematopoetik
Eritroblast Basophilic Stippling Skema 2.1. Efek plumbum pada sel stem hematopoetik Mugahi, 2000
2.1.5. Radikal bebas