Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Glukosa dari Sagu dengan Kapasitas 2000 Ton/Tahun

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN GLUKOSA

DARI TEPUNG SAGU

DENGAN KAPASITAS 2000 TON/TAHUN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana

Oleh

IQBAL FAUZA

080425020

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN GLUKOSA

DARI TEPUNG SAGU

DENGAN KAPASITAS 2000 TON/TAHUN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Sarjana

oleh :

IQBAL FAUZA

080425020

Disetujui/Telah Diperiksa :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia Mersi Suriani S, ST, MT Nip 130 937 214 Nip 19680806 199802 2 001

Dosen Penguji I Dosen Penguji II Dosen Penguji III

Mersi Suriani S, ST, MT Dr.Halimatuddahliana ST, MSc Ir. Netty Herlina, MT Nip 19680806 199802 2 001 Nip 19730408 199802 2 002 Nip 19610425 199003 2 000

Mengetahui, Kordinator Tugas Akhir

Dr. Eng. Ir. Irvan, Msi Nip 19980820 199501 1 001

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Glukosa dari Sagu dengan Kapasitas 2000 Ton/Tahun. Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai syarat untuk kelulusan dalam sidang sarjana.

Selama mengerjakan Tugas akhir ini penulis begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan selama menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Ibu Mersi Suriani S, ST MT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Ir. Irvan, MSi sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Kimia FT USU.

4. Seluruh Dosen Pengajar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi.

5. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Deparetemen Teknik Kimia.

6. Dan yang paling istimewa Orang tua penulis yaitu Ibunda dan Ayahanda , yang tidak pernah lupa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

8. Teman-teman stambuk ‘04 tanpa terkecuali. Thanks buat kebersamaan dan semangatnya.

9. Teman seperjuangan Nonie sebagai partner penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

10.Seluruh Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang juga turut memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada penulisan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 20 Februari 2010 Penulis,

Iqbal Fauza

080425020


(5)

INTISARI

Salah satu upaya peningkatan nilai tambah pada sub sector agroindustri adalah pemanfaatan sagu sebagai bahan baku pembuatan glukosa. Pabrik pembuatan glukosa ini direncanakan akan berproduksi dengan kapasitas 2000 ton/tahun dan beroperasi selama 300 hari dalam setahun. Pabrik ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan indonesi terhadap produk import.

Lokasi pabrik direncanakan di daerah Selat Panjang Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dengan luas areal 7600 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 90 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT). yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis.

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan glukosa ini adalah sebagai berikut:

 Total modal investasi : Rp 22.603.126.186

 Biaya produksi : Rp 14.904.560.102

 Hasil penjualan /tahun : Rp 24.199.993.224

 Laba bersih : Rp 6.374.269.169

Profit Margin : 38,21 %

Break Event Point (BEP) : 46,34 %

Return of investment (ROI) : 28,2008 %

 Pay Out Time (POT) : 3,54 tahun

 Internal Rate of Return (IRR) : 47,0013 

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Gukosa dari sagu ini layak untuk didirikan.


(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-2

1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik ... I-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES ... II-1 2.1 Stirena ... II-1 2.2 Sifat – sifat Bahan baku, Bahan Penyerta, dan Produk ... II-3 2.3 Proses Pembuatan Stirena ... II-3 2.3.1 Hidroperoksida ... II-4 2.3.2 Dehidrogenasi ... II-4

2.4 Pemilihan Proses ... II-5 2.5 Deskripsi Proses ... II-5

BAB III NERACA MASSA ... III-1 3.1 Tangki Pencampur (V-101) ... III-1

3.2 Pencampur Gas (M-101) ... III-1 3.3 Reaktor 1 (R-101) ... III-2

3.4 Reaktor 2 (R-102) ... III-2 3.5 Knock Out Drum (KO-101) ... III-2

3.6 Dekanter (D-101) ... III-3 3.7 Kolom Destilasi 1 (T-101) ... III-3

3.8 Kondensor 1 (E-106) ... III-3

3.9 Reboiler 1 (E-108) ... III-4 3.10 Kolom Destilasi 2 (T-102) ... III-4


(7)

3.11 Kondensor 2 (E-109) ... III-4

3.12 Reboiler 2 (E-110) ... III-5

BAB IV NERACA ENERGI ... IV-1 4.1 Vaporizer 1 (E-101) ... IV-1

4.2 Pencampur Gas (M-101) ... IV-1 4.3 Reaktor 1 (R-101) ... IV-1

4.4 Heater 1 (E102) ... IV-2 4.5 Reaktor 2 (R-102) ... IV-2

4.6 Waste Heat Boiler (E-103) ... IV-2 4.7 Kondensor 1 (E-104) ... IV-2

4.8 Heater 2 (E-105) ... IV-3 4.9 Destilasi 1 (T-101) ... IV-3

4.9.1 Kondensor 2 (E-106) ... IV-3 4.9.2 Reboiler 1 (E-108) ... IV-3 4.10 Cooler 1 (E-107) ... IV-3

4.11 Destilasi 2 (T-102) ... IV-4 4.9.1 Kondensor 3 (E-109) ... IV-4

4.9.2 Reboiler 2 (E-110) ... IV-4 4.12 Cooler 2 (E-111) ... IV-4

BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1

BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1

6.1 Instrumentasi ... VI-1 6.2 Keselamatan Kerja Pabrik ... VI-9

BAB VII UTILITAS ... V11-1 7.1 Kebutuhan Uap (Steam) ... VII-1

7.2 Kebutuhan Air ... VII-4 7.3 Kebutuhan Listrik ... VII-14

7.4 Kebutuhan Bahan Bakar ... VII-15 7.5 Unit Pengolahan Limbah ... VII-16

7.6 Spesifikasi Peralatan Utilitas ... VII-29

BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... VIII-1


(8)

8.2 Tata Letak Pabrik ... VIII-6 8.3 Perincian luas tanah ... VIII-7

BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1 9.1 Organisasi Perusahaan ... IX-1

9.2 Manajemen Perusahaan ... IX-3 9.3 Bentuk Hukum Badan Usaha ... IX-4

9.4 Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IX-6

9.5 Sistem Kerja ... IX-8 9.6 Jumlah Karyawan dan Tingkat Pendidikan ... IX-9

9.7 Sistem Penggajian ... IX-11 9.8 Fasilitas Tenaga Kerja ... IX-12

BAB X ANALISA EKONOMI ... X-1

10.1 Modal Investasi ... X-1 10.2 Biaya Produksi Total (BPT)/Total Cost (TC) ... X-4

10.3 Total Penjualan (Total Sales) ... X-5

10.4 Bonus Perusahaan ... X-5 10.5 Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... X-5

10.6 Analisa Aspek Ekonomi ... X-5

BAB XI KESIMPULAN ... XI-1


(9)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1.1 Ekspor Stirena Indonesia ... I-2 Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Baku, Bahan Penyerta, dan Produk ... II-3 Tabel 3.1 Neraca Massa pada Tangki Pencampur (V-101) ... III-1 Tabel 3.2 Neraca Massa pada Pencampur Gas (M-101) ... III-1 Tabel 3.3 Neraca Massa pada Reaktor 1 (R-101) ... III-2 Tabel 3.4 Neraca Massa pada Reaktor 2 (R-102) ... III-2 Tabel 3.5 Neraca Massa pada Knock Out Drum (KO-101) ... III-2 Tabel 3.6 Neraca Massa pada Dekanter (D-101) ... III-3 Tabel 3.7 Neraca Massa pada Kolom Destilasi 1 (T-101) ... III-3 Tabel 3.8 Neraca Massa pada Kondensor 1 (E-106) ... III-3 Tabel 3.9 Neraca Massa pada Reboiler 1 (E-108) ... III-4 Tabel 3.10 Neraca Massa pada Kolom Destilasi 2 (T-102) ... III-4 Tabel 3.11 Neraca Massa pada Kondensor 2 (E-109) ... III-4 Tabel 3.12 Neraca Massa pada Reboiler 2 (E-110) ... III-5 Tabel 4.1 Neraca Energi pada Vaporizer 1 (E-101) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Energi pada Pencampur Gas (M-101) ... IV-1 Tabel 4.3 Neraca Energi pada Reaktor 1 (R-101) ... IV-1 Tabel 4.4 Neraca Energi pada Heater 1 (E-102) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Energi pada Reaktor 2 (R-102) ... IV-2 Tabel 4.6 Neraca Energi pada Waste Heat Boiler (E-103) ... IV-2 Tabel 4.7 Neraca Energi pada Kondensor 1 (E-104)... IV-2 Tabel 4.8 Neraca Energi pada Heater 2 (E-105) ... IV-3 Tabel 4.9 Neraca Energi pada Kondensor 2 (E-106)... IV-3 Tabel 4.10 Neraca Energi pada Reboiler 1 (E-108) ... IV-3 Tabel 4.11 Neraca Energi pada Cooler 1 (E-107) ... IV-3 Tabel 4.12 Neraca Energi pada Kondensor 3 (E-109)... IV-4 Tabel 4.13 Neraca Energi pada Reboiler 2 (E-110) ... IV-4 Tabel 4.14 Neraca Energi pada Cooler 2 (E-111) ... IV-4 Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan


(10)

Tabel 7.1 Kebutuhan Uappada 300 oC, 225 kPa ... VII-1 Tabel 7.2 Kebutuhan Uappada 750 oC, 225 kPa ... VII-2 Tabel 7.3 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat ... VII-4 Tabel 7.4 Kebutuhan air proses pada alat ... VII-5 Tabel 7.5 Pemakaian Air Untuk Berbagai Kebutuhan ... VII-6 Tabel 7.6 Kualitas Air Sungai Silau, Batu Bara ... VII-7 Tabel 7.7 Perincian Kebutuhan Listrik ... VII-14 Tabel 8.1 Perincian Luas Tanah ... VIII-7 Tabel 9.1 Jadwal Kerja Karyawan Shift ... IX-9 Tabel 9.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasinya ... IX-9 Tabel 9.3 Perincian Gaji Karyawan ... IX-11 Tabel LA.1 Derajat Kebebasan Kolom Destilasi T-102 ... LA-3 Tabel LA.2 Neraca Massa Kolom Destilasi 2 (T-102) ... LA-4 Tabel LA.3 Konstanta Antoine Komponen ... LA-5 Tabel LA.4 Titik Didih Umpan Masuk Destilasi ... LA-5 Tabel LA.5 Dew Point Destilat ... LA-6 Tabel LA.6 Boiling Point Produk Bawah ... LA-6 Tabel LA.7 Omega Point Destilasi ... LA-7 Tabel LA.8

Φ

α

.x

α

i iD

i ... LA-7

Tabel LA.9 Neraca Massa Kondensor 2 (E-109)... LA-9 Tabel LA.10 Neraca Massa Reboiler 2 (E-110) ... LA-10 Tabel LA.11 Derajat Kebebasan Kolom Destilasi 1 (T-101) ... LA-11 Tabel LA.12 Neraca Massa Kolom Destilasi 1 (T-101) ... LA-13 Tabel LA.13 Konstanta Antoine Komponen ... LA-14 Tabel LA.14 Titik Didih Umpan Masuk Destilasi ... LA-14 Tabel LA.15 Dew Point Destilat ... LA-15 Tabel LA.16 Boiling Point Produk Bawah ... LA-15 Tabel LA.17 Omega Point Destilasi ... LA-16 Tabel LA.18

Φ

α

.x

α

i iD

i ... LA-16


(11)

Tabel LA.20 Neraca Massa Reboiler 1 (E-108) ... LA-19 Tabel LA.21 Derajat Kebebasan Dekanter D-101 ... LA-20 Tabel LA.22 Neraca Massa Dekanter D-101 ... LA-23 Tabel LA.23 Derajat Kebebasan Reaktor 2 (R-102) ... LA-24 Tabel LA.24 Neraca Massa Reaktor 2 (R-102) ... LA-28 Tabel LA.25 Derajat Kebebasan Knock Out Drum KO-101 ... LA-29 Tabel LA.26 Konstanta Antoine Komponen ... LA-30 Tabel LA.27 Tekanan Uap Komponen ... LA-30 Tabel LA.28 Neraca Massa Knock Out Drum KO-101 ... LA-31 Tabel LA.29 Derajat Kebebasan Reaktor 1 (R-101) ... LA-32 Tabel LA.30 Neraca Massa Reaktor 1 (R-101) ... LA-35 Tabel LA.31 Derajat Kebebasan Pencampur Gas M-101 ... LA-36 Tabel LA.32 Neraca Massa Pencampur Gas M-101 ... LA-37 Tabel LA.33 Derajat Kebebasan Tangki Pencampur V-101 ... LA-37 Tabel LA.34 Neraca Massa Tangki Pencampur V-101 ... LA-38 Tabel LB.1 Kapasitas Panas Gas ... LB-1 Tabel LB.2 Kapasitas Panas Cairan ... LB-1 Tabel LB.3 Panas Laten ... LB-2 Tabel LB.4 Panas reaksi pembentukan fasa gas ... LB-2 Tabel LB.5 Tekanan Uap Antoine ... LB-2 Tabel LB.6 Panas Masuk Vaporizer (E-101) ... LB-4 Tabel LB.7 Panas Keluar Vaporizer (E-101) ... LB-5 Tabel LB.8 Neraca panas Vaporizer (E-101) ... LB-6 Tabel LB.9 Panas Masuk Pencampur Gas M-101 (Alur 5) ... LB-7 Tabel LB.10 Panas Keluar Pencampur Gas (M-101) ... LB-8 Tabel LB.11 Neraca Panas Pencampur Gas (M-101) ... LB-8 Tabel LB.12 Panas Keluar Reaktor 1 (R-101) pada Trial 1 ... LB-10 Tabel LB.13 Neraca Panas Reaktor 1 (R-101) Trial 1 ... LB-11 Tabel LB.14 Panas Keluar Reaktor 1 (R-101) pada Trial 2 ... LB-12 Tabel LB.15 Neraca Panas Reaktor 1 (R-101) Trial 2 ... LB-13 Tabel LB.16 Panas Keluar Heater 1 (E-102) ... LB-14 Tabel LB.17 Neraca Panas Heater 1 (E-102) ... LB-15


(12)

Tabel LB.18 Panas Keluar Reaktor 2 (R-102) pada Trial 1 ... LB-17 Tabel LB.19 Neraca Panas Reaktor 2 (R-102) pada Trial 1 ... LB-18 Tabel LB.20 Panas Keluar Reaktor 2 (R-102) pada Trial 2 ... LB-19 Tabel LB.21 Neraca Panas Reaktor 2 (R-102) pada Trial 2 ... LB-21 Tabel LB.22 Panas Keluar Waste Heat Boiler (E-103) ... LB-21 Tabel LB.23 Neraca Panas Waste Heat Boiler(E-103) ... LB-22 Tabel LB.24 Panas Masuk Kondensor 1 (E-104) ... LB-23 Tabel LB.25 Panas Keluar Kondensor 1 (E-104) ... LB-23 Tabel LB.26 Neraca Panas Kondensor 1 (E-104) ... LB-24 Tabel LB.27 Panas Masuk Heater 2 (E-105) ... LB-25 Tabel LB.28 Panas Keluar Heater 2 (E-105) ... LB-25 Tabel LB.29 Neraca panas Heater 2 (E-105) ... LB-26 Tabel LB.30 Titik Didih Umpan Masuk Destilasi ... LB-27 Tabel LB.31 Dew Point Destilat ... LB-28 Tabel LB.32 Panas Masuk Kondensor 2 (E-106) ... LB-28 Tabel LB.33 Panas Keluar Kondensor 2 (E-106) (Alur 20) ... LB-29 Tabel LB.34 Panas Keluar Kondensor 2 (E-106) (Alur 21) ... LB-29 Tabel LB.35 Neraca Panas Kondensor 2 (E-106) ... LB-30 Tabel LB.36 Boiling Point Produk Bawah ... LB-31 Tabel LB.37 Panas Masuk Reboiler 1 (E-108) ... LB-31 Tabel LB.38 Panas Keluar Reboiler 1 (E-108) (Alur 26) ... LB-32 Tabel LB.39 Panas Keluar Reboiler 1 (E-108) (Alur 27) ... LB-32 Tabel LB.40 Neraca panas Reboiler 1 (E-108) ... LB-33 Tabel LB.41 Panas Masuk Cooler 1 (E-107) ... LB-34 Tabel LB.42 Panas Keluar Cooler 1 (E-107) ... LB-34 Tabel LB.43 Neraca Panas Cooler 1 (E-107) ... LB-35 Tabel LB.44 Titik Didih Umpan Masuk Destilasi ... LB-36 Tabel LB.45 Dew Point Destilat ... LB-37 Tabel LB.46 Panas Masuk Kondensor 3 (E-109) ... LB-37 Tabel LB.47 Panas Keluar Kondensor 3 (E-109) (Alur 29) ... LB-38 Tabel LB.48 Panas Keluar Kondensor 3 (E-109) (Alur 30) ... LB-38 Tabel LB.49 Neraca Panas Kondensor 3 (E-109) ... LB-39


(13)

Tabel LB.50 Boiling Point Produk Bawah ... LB-40 Tabel LB.51 Panas Masuk Reboiler 2 (E-110) ... LB-40 Tabel LB.52 Panas Keluar Reboiler 2 (E-110) (Alur 34) ... LB-41 Tabel LB.53 Panas Keluar Reboiler 2 (E-110) (Alur 35) ... LB-41 Tabel LB.54 Neraca panas Reboiler 2 (E-110) ... LB-42 Tabel LB.55 Panas Masuk Cooler 2 (E-111) ... LB-43 Tabel LB.56 Panas Keluar Cooler 2 (E-111) ... LB-43 Tabel LB.57 Neraca Panas Cooler 2 (E-111)... LB-44 Tabel LC.1 Data pada Alur 1 ... LC-1 Tabel LC.2 Data pada Alur 12 ... LC-4 Tabel LC.3 Data pada Alur 22 ... LC-6 Tabel LC.4 Data pada Alur 36 ... LC-9 Tabel LC.5 Data pada Alur 3 ... LC-12 Tabel LC.6 Data pada Alur 15 ... LC-14 Tabel LC.7 Komposisi Gas pada Knock-out Drum (KO-101) ... LC-17 Tabel LC.8 Data Komposisi pada Dekanter D-101 ... LC-21 Tabel LC.9 Komposisi Bahan pada Alur Vd Kolom Destilasi T–101 ... LC-25 Tabel LC.10 Komposisi Bahan pada Alur Lb Kolom Destilasi T–101 ... LC-26 Tabel LC.11 Komposisi Bahan pada Alur Vd Kolom Destilasi T–102 ... LC-32 Tabel LC.12 Komposisi Bahan pada Alur Lb Kolom Destilasi T–102 ... LC-32 Tabel LD.1 Data pada TP-06 ... LD-37 Tabel LD.2 Perhitungan Entalpi dalam Penentuan Tinggi Menara Pendingin LD-43 Tabel LE.1 Perincian Harga Bangunan, dan Sarana Lainnya ... LE-1 Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift ... LE-3 Tabel LE.3 Estimasi Harga Peralatan Proses ... LE-8 Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Utilitas dan Pengolahan Limbah ... LE-8 Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi ... LE-12 Tabel LE.6 Perincian Gaji Pegawai ... LE-15 Tabel LE.7 Perincian Biaya Kas ... LE-17 Tabel LE.8 Perincian Modal Kerja ... LE-18 Tabel LE.9 Aturan Depresiasi Sesuai UU Republik Indonesia


(14)

Tabel LE.10 Perhitungan Biaya Depresiasi Sesuai UU RI

No. 17 Tahun 2000 ... LE-20 Tabel LE.11 Data Perhitungan BEP ... LE-28 Tabel LE.12 Data Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) ... LE-30


(15)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1 Struktur Stirena ... II-1 Gambar 2.2 Pemanfaatan Stirena ... II-2 Gambar 6.1 Instrumentasi Pompa ... VI-5 Gambar 6.2 Instrumentasi Tangki Cairan ... VI-6 Gambar 6.3 Instrumentasi Reaktor ... VI-6 Gambar 6.4 Instrumentasi Cooler dan Condenser ... VI-6 Gambar 6.5 Instrumentasi Knock out drum (KO Drum) ... VI-7 Gambar 6.6 Instrumentasi Dekanter ... VI-7 Gambar 6.7 Instrumentasi Blower ... VI-8 Gambar 6.8 Instrumentasi Kompresor ... VI-8 Gambar 6.9 Instrumentasi Kolom Distilasi ... VI-8 Gambar 6.10 Instrumentasi Waste Heat Boiler ... VI-9 Gambar 7.1 Kebutuhan Air Tambahan Ketel ... VII-3 Gambar 7.2 Diagram Alir Pengolahan Air Pra Rancangan Pabrik

Pembuatan Stirena dari Etil Benzena dengan Proses

Dehidrogenasi………. ...VII-39

Gambar 8.1 Tata Letak Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Stirena ... VIII-9 Gambar 9.1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan Pra Rancangan

Pabrik Pembuatan Stirena ... IX-13 Gambar LD.1 Sketsa Sebagian Bar Screen ... LD-2 Gambar LD.2 Grafik Entalpi dan Temperatur Cairan pada Cooling Tower ... LD-43 Gambar LD.3 Kurva Hy terhadap 1/(Hy*– Hy) ... LD-44 Gambar LE.1 Harga Peralatan untuk Tangki Penyimpanan (Storage)

dan Tangki Pelarutan ... LE-5 Gambar LE.2 Harga Peralatan untuk Kolom Distilasi ... LE-6

Gambar LE.3 Harga Tiap Tray dalam Kolom Distilasi ... LE-7 Gambar LE.4 Grafik BEP ... LE-30


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ... LA-1 LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA PANAS ... LB-1 LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN ... LC-1 LAMPIRAN D PERHITUNGAN SPESIFIKASI ALAT UTILITAS ... LD-1 LAMPIRAN E PERHITUNGAN ASPEK EKONOMI ... LE-1


(17)

INTISARI

Salah satu upaya peningkatan nilai tambah pada sub sector agroindustri adalah pemanfaatan sagu sebagai bahan baku pembuatan glukosa. Pabrik pembuatan glukosa ini direncanakan akan berproduksi dengan kapasitas 2000 ton/tahun dan beroperasi selama 300 hari dalam setahun. Pabrik ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan indonesi terhadap produk import.

Lokasi pabrik direncanakan di daerah Selat Panjang Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dengan luas areal 7600 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 90 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT). yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis.

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan glukosa ini adalah sebagai berikut:

 Total modal investasi : Rp 22.603.126.186

 Biaya produksi : Rp 14.904.560.102

 Hasil penjualan /tahun : Rp 24.199.993.224

 Laba bersih : Rp 6.374.269.169

Profit Margin : 38,21 %

Break Event Point (BEP) : 46,34 %

Return of investment (ROI) : 28,2008 %

 Pay Out Time (POT) : 3,54 tahun

 Internal Rate of Return (IRR) : 47,0013 

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Gukosa dari sagu ini layak untuk didirikan.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang merupakan usaha jangka panjang untuk merombak struktur perekonomian nasional. Menuju era globalisasi yang lebih menitikberatkan pada sub agroindustri sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki.

Pembangunan agroindustri ditingkatkan agar mampu menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah yang tinggi melalui pengembangan dan penguasaan teknologi pengolahan, melalui keterkaitan yang menguntungkan antara petani, produsen dengan pihak industri (GBHN 1993).

Salah satu upaya peningkatan nilai tambah pada sub sektor agroindustari adalah pemanfaan pati sagu sebagai bahan baku pembuatan glukosa. Selain untuk pengolahan glukosa, sagu dapat juga diolah menjadi bahan makanan. Hal ini tentunya akan menguntungkan pihak petani sagu karena akan mempermudah bagi pemasaran hasil tanamannya dan juga menguntungkan pihak industri.

Menurut data statistik, banyaknya pati sagu secara umum yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan pada tahun 2007 sebanyak 3.889.264 kg dengan nilai kurang lebih US $1.113.102. (Badan Pusat Statistik Indonesia 2007).

Dari data tersebut, maka nilai sagu dapat lebih berharga jika diolah sedemikian rupa dengan cara yang tepat maka akan lebih bernilai tambah, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan nasional dan menigkatkan taraf hidup petani melalui pemberdayaan sumber pertanian yaitu sagu.

Kebutuhan glukosa di Indonesia ditunjukkan pada tabel berikut :

Tahun Jumlah (kg) Nilai (US$)

2003 2004 2005 2006 2007

950.436 1.320.436 1.800.386 2.334.954 3.889.264

392.485 515.696 759.570 1.112.721 1.133.102 Sumber : ( Badan Pusat Statistik, Sumatera Utara (2007 )


(19)

Dari beberapa gambaran mengenai glukosa tesebut di atas, dapat disimpulkan bahwa, besar peluang untuk dapat meningkatkan jumlah produksi glukosa, dengan pemanfaatan pati sagu sehingga dapat meningkatkan perekonomian negara.

1.2Perumusan Masalah

Kebutuhan pasar menyebabkan pentingnya pertimbangan pembangunan pabrik glukosa mononidrat dalam proses yang efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Pra rancangan pabrik glukosa monohidrat dari tepung sagu diharapkan dapat menjadi solusi yang tepat untuk memenuhi kriteria tersebut, selain sebagai pemanfaatan potensi alam yang belum dimanfaatkan. Pertimbangan umtuk mendirikan pabrik diharapkan untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri tanpa harus melakukan impor dari luar negeri.

1.3Tujuan Perancangan

Tujuan pembuatan pra rancangan pabrik glukosa monohidrat dari pati sagu adalah untuk menerapkan disiplin ilmu teknik kimia industri khususnya perancangan, proses dan operasi teknik kimia.

1.4Manfaat Perancangan

Manfaat pra rancangan pabrik glukosa monohidrat dari tepung sagu ini adalah memberi gambaran kelayakan (feasibility) pabrik ini untuk dikembangkan di Indonesia. Dimana nantinya gambaran tersebut menjadi patokan untuk pengambilan keputusan terhadap pendirian pabrik.

Manfaat yang lain yang dapt diproleh adalah dapat membuka lapangan kerja dan dapat memicu rakyat untuk meningkatkan produksi dalam negeri.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sagu

Pati adalah satu jenis polisakarida yang amat luas tersebar di alam. Pati ini disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan di dalam biji buah (padi, jagung), didalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, garut) dan pada batang (sagu, aren). Tanaman sagu termasuk dalam keluarga Palmae dari genus Metroxylon. Potensi tanaman sagu di Indonesia sangat besar, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. Tanaman sagu terutama terdapat di Irian Jaya (980.000 ha), Maluku (30.000 ha), Sulawei Selatan (30.000 ha), dan Riau (32.000 ha).

Penggunaan sagu sejauh ini untuk bahan tradisional atau campuran tepung terigu dalam pembuatan kue yang umumnya diproduksi dalam skala industri kecil. Kandungan pati yang cukup tinggi dari tepung sagu memungkinkan sagu dipergunakan sebagai:

a. Bahan baku untuk produksi glukosa

b. Bahan baku high fructose syrup, sorbitol dan lain-lain c. Bahan baku industri alkohol

d. Bahan baku industri tekstil

e. Bahan baku industri lem untuk plywood

Sagu kering yang ada dipasaran, pada umumnya dengan kandungan sagu yaitu pati diatas 80% ( syarat mutu tepung sagu menurut SII. 0231-79 adalah kadar pati minimum 80%, serat kasar maksimum 0,5%, abu maksimum 1,5%, air maksimum 14% dan tidak mengandung logam berbahaya). Pemakaian glukosa dalam negeri, peningkatannya tiap tahun rata-rata sebesar 7,7% (Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol.3, Agustus 2004).

Komposisi bahan baku dimana kandubgan patinya sebanyak 84,7% memungkinkan digunakan sebagai bahan baku pembuatan glukosa monohidrat.


(21)

Tabel 2.1 Komponen Makronutrien Pati Sagu

Komponen Jumlah ( % )

Pati Air Protein Lemak Impuritis

84,7 % 14 % 0,7 % 0,2 % 0,4 % Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan R.I (1981)

2.2 Gula – Gula Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hydrogen dan oksigen yang banyak terdapat di alam yang mempunyai rumus empiris CH2O. Kabohidrat merupakan sumber energi yang paling utama dalam tubuh makhluk hidup. Disamping sebagai sumber energi bagi makhluk hidup, karbohidrat memiliki kegunaan yang luas dalam bidang industi, misalnya industri kertas, industi fermentasi, industri makanan dan minuman dan sebagainya.

Pada umumnya gula karbohidrat terbagi dalam tiga kelompok : a. Monosakarida

b. Disakarida c. Polisakarida

2.3 Glukosa

Glukosa dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen, selai dan pembuatan buah kaleng.

Tabel 2.2 Syarat mutu Glukosa

KOMPONEN SPESIFIKASI

Gula reduksi dihitung sebagai d-Glukosa Pati

Sulfur

Pemanis buatan

Maksimum 30% Tidak nyaa

Untuk kembang gula maksimum 400 ppm, yang lainnya 40 ppm

Negatif Sumber : SII 0418-81, 2001


(22)

Kemajuan dalam konversi enzim dapat menghasilkan glukosa dengan kadar dekstrosa 95%, kadar deksrosa lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan konsentrasi substrat yang lebih rendah, tetapi ada batas ekonomisnya.

Kadar dekstrosa juga bisa berkurang oleh adanya trans-glukosa karena enzim yang digunakan tidak murni. Dosis enzim yang tinggi dan waktu konversi yang terlalu panjang mengakibatkan polimerisasi membentuk karena konversi non ideal.

Pada suhu 600C kelarutan dekstrosa sama dengan sukrosa. Pada suhu dibawah 600C kelarutan sukrosa lebih tinggi dibanding dekstrosa lebih tinggi. Suhu transisi dektrosa adalah pada suhu 500C, pada suhu dibawah ini monohidrat glukosa membentuk fasa padat.

Dekstrosa tidak mudah mengkristal seperti sukrosa. Inti kristal tidak terbentuk sampai larutan dekstrosa mencapai kejenuhan 79%. Tetapi pada suhu tinggi sirup glukosa dapat mengkristal.

2.4 Sifat-sifat Bahan

1. Pati Sagu

Sifat-sifat fisika :

a. Merupakan sumber karbohidrat (pati) yang dominan pada tanaman sagu

b. Merupakan butiran atau granula c. Berwarna putih mengkilap

d. Tidak berbau dan tidak mempunyai rasa Sifat-sifat kimia :

a. Pati sagu merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 glukosa b. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin c. Pati tidak larut dalam air dingin

d. Mengalami gelatinitas pada suhu 1050C e. Dapat dihidrolisa menjadi glukosa monohidrat

2. NaOH (Natrium Hidroksida) Sifat-sifat fisika :


(23)

b. Boiling Point : 139 0C pada tekanan 1 atm c. Melting Point : 318,80C pada tekanan 1 atm d. Kelarutan dalam air panas : 3470C

e. Kelarutan dalam air dingin : 400C f. Spesifikasi grafity : 2,130

g. Denitas : 0,9824 gr/ml

Sifat-sifat kimia :

a. Menstabilkan kondisi pH b. Merupakan basa kuat c. Mudah larut dalam air

d. Berwarna putih dalam keadaan padat (Sumber : Perrys, 1997)

3. HCL (Asam Klorida) Sifat-sifat fisika :

a. Berat Molekul : 36,5 gr/mol

b. Boiling Point : 114 0C pada tekanan 1 atm

c. Densitas : 1,181 gr/ml

d. Temperatur Kritis : 51,450C e. Merupakan gas yang tidak berwarna f. Berbau agak tajam atau khas dan beracun Sifat-sifat kimia :

a. Merupakan asam kuat b. Memerahkan kertas lakmus c. Mudah larut dalam air

d. Sebagai gas yang dapat langung bereaksi dengan amoniak e. Dalam air akan terionisasi

(Sumber : Perrys, 1997)

4. H2O (Air)

Sifat-sifat fisika :


(24)

b. Indeks bias : 1,33

c. Titik didih : 100 0C pada tekanan 1 atm d. Titik beku : 00C pada tekanan 1 atm

e. Densitas : 1 gr/ml

f. Viskositas : 0,0102 poise g. Panas laten : -2,418 x105 J/mol h. Panas penguapan : -2,288 x105 J/mol i. Tidak berbau dan berasa

Sifat-sifat kimia :

a. Bentuk molekul heksagonal b. Bersifat polar

c. Pelarut yang baik bagi senyawa organik d. Merupakan elektrolit lemah

e. Memiliki ikatan hidrogen (Sumber : Perrys, 1997)

5. Glukosa

Sifat-sifat fisika :

a. Berat Molekul : 180,16 gr/mol b. Spesifik grafity : 1,544

c. Kelarutan dalam air : 82 d. Berasa manis

e. Berfungsi sebagai sumber energi f. Termasuk mobosakarida

g. Larut dalam air Sifat-sifat kimia :

a. Dihidrasi oleh asaam menghasilkan suatu molekul d-glukosa b. Bereaksi negatif dengan reagen Tollen


(25)

2.6 Proses yang tersedia

Proses pembuatan glukosa dari pati sagu berdasarkan pada proses hidrolisa terdiri dari :

a. Proses hidrolisa dengan katalis asam b. Proses hidrolisa dengan katalis enzim

2.6.1 Proses hidrolisa dengan katalis asam

Slurry mengandung 35% - 40% pati acidief dengan asam (HCl). Tekanan di konverter mencapai 30 psia dengan pH 4 – 5. Kemudian larutan dinetralisasi dengan Ca(OH)2 (50 -70) ppm, dimana suhu mencapai 1400C. hasil hidrolisa menjadi glukosa diukur sebagai dekstosa-equivalen (gula pereduksi) yang memberikan hasil 95 – 96 De dan 92 – 94 % dekstosa/dry basis. Sirup glukosa kotor disaring untuk dipisahkan dari inert yang tidak larut, kemudian diikuti dengan penambahan karbon aktif. sirup glukosa murni diuapkan untuk mendapatkan sirup glukosa yang lebih pekat. kemudian dilakukan pengkristalan guna membentuk sirup glukosa menjadi kristal glukosa. Kristal glukosa ini kemudian dipisahkan antara kristal glukosa dengan mother liquor dan akhirnya dilakukan penyaringan serta pengepakan.

2.6.2 Proses hidrolisa dengan katalis enzim

Setelah mencairkan pati, slurry yang mengandung 35% - 40% pati kemudian dihidrolisa dengan penambahan katalis enzim guna memecah moleku-molekul pati yang lebih besar menjadi molekul yang lebih kecil atau pemecahan ikatan rantainya. Ini dilakukan dengan menambahkan enzim α – amilase dan gluko amilase. Dengan demikian hirolisa pati dengan katalis enzim dilakukan dengan dua tahap, yaitu :

a. Penambahan enzim α – amilase b. Penambahan enzim gluko – amilase

Tangki yang mengandung pati 35% – 40% dicampur dengan air. Didalam tangki ini diberikan enzim α – amilase untuk memecahkan ikatan rantai amilase menjadi α – glukosidic pati, dan juga dinetralkan dengan penambahan Ca(OH)2. kemudian dilanjutkan ke tahap liquifikasi yang berlangsung dua tahap yaitu tahap pertama pada suhu 1050C dan tahap kedua pada suhu 950C. Slurry pati yangsudah disiapkan dalam tangki, dipompa kedalam tangki liquifikasi 1 yang dipanasi dengan


(26)

uap panas sampai suhu 1050C. suhu tersebut dipertahankan selama 5 menit, sampai terjadi proses gelitinasi. Kemudian suhu diturunkan menjadi 950C dan bahan dialirkan pada alat liquifikasi II. Liquifikasi II berlangsung selama 2 jam dan suhu dipertahankan pada suhu 950C sampai terbentuk dekstrin. Dekstrin yang diperoleh dipompa kedalam tangki sakharifikasi dan suhu diturunkan menjadi 600C, pH juga diturunkan menjadi 4,5 dengan menambah HCl 0,1 N, kemudian ditambahkan enzim gluko – amilase yang memotong ikatan rantai α – 1 – 6 glukosidic pati selama 72 jam dan tekanan operasi atm. Hasil hidrolisa menjadi gluksa diukur sebagai dekstrose – equivalen (gula pereduksi) yang memberikan hasil 98 – 99 De dan 97 – 98,5% dekstrose.

Sirup glukosa kemudian dijernihkan untuk memisahkan inert yang tidak larutdenga penambahan karbon aktif yang diteruskan pada alat penukar ion untuk menghilangkan ion-ion. Sirup glukosa bersuh diuapkan pada evaporator guna memekatkan larutan glukosa. Hasil dari evaporator yaitu 70 – 78% sirup glukosa yang siap di kristalkan menjadi butir-butir kristal glukosa. Kemudian larutan glukosa ini dipisahkan dengan mother-liquor yang dikembalikan ke evaporator. dan akhirnya dilakukan pengeringan serta pengepakan untuk siap dipasarkan.

2.6 Seleksi Proses

Pada pra rancangan pabrik pembuatan glukosa dari pati sagu ini menggunakan proses hidrolisa dengan katalis asam pada tekanan 3 atm dan temperatur 1350C.

Dasar pemilihan proses tersebut adalah :

Tabel 2.3 Perbandingan proses hidrolisa denga katalis asam dan proses hidrolisa dengan katalis enzim

No Proses hidrolisa dengan katalis asam Proses hidrolisa dengan katalis enzim 1

2

3

Waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan produk relatif lebih singkat

Kemurnian produk yang dihasilkan lebih besar dari evaporasi

Proses ini tidak mengeluarkan biaya

Waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan produk relatif lama

Kemurnian produk yang dihasilkan lebih kecil dari evaporator


(27)

4

yang relatif besar dalam penyaluran bahan baku

Tidak perlu menambah staff tenaga ahli biologis dalam menaggulangi proses produksi

relatif besar dalam penyaluran

Perlu menambah staff tenaga ahli biologis dalam menaggulangi proses produksi

2.7 Deskripsi Proses

Pabrik pembuatan glukosa monohidrat ini direncanakan akan dibangun di Kepulauan Riau, dikarenakan potensi sagu yang cukup besar dibandingkan dengan Sumatera Utara. Bahan baku pati sagu yang diperoleh dari tanaman sagu yang di ambil dari kebun sagu yang terdapat di Kepulauan Riau diproses terlebih dahulu sehingga diperoleh patinya, dengan kandungan sagu yaitu pati diatas 80% ( syarat mutu tepung sagu menurut SII. 0231-79 adalah kadar pati minimum 80%, serat kasar maksimum 0,5%, abu maksimum 1,5%, air maksimum 14% dan tidak mengandung logam berbahaya. Tanaman sagu Bahan baku berupa pati sagu dari gudang bahan baku (GBB) dimasukkan kedalam Mixer, dimana pati sagu dicampur air dengan perbandingan volume 9 : 1 (US. Patent No. 6.126.754, 3 Okt 2000 ) untuk membentuk slurry dengan temperatur 300C dan tekanan 1 atm. Kemudian slurry tersebut dimasukan kedalan Reaktor Hydrolizer untuk menghasilkan sirup glukosa dengan menambahkan katalis asam yaitu HCl dengan perbandingan volume 1 : 10 (Richana et al.1999). Proses ini berlangsung pada suhu 1350C dan pada tekanan 3,1216 atm. Untuk menjaga kondisi ini tetap stabil maka digunakan sirkulasi pendingin yang dialirkan melalui shell-shell reaktor dan bersilangan dengan tube-tube dengan temperatur 250C dan tekanan 1 atm. Adapun reaksi yang terjadi dalam ReaktorHidroylizer adalah sebagai berikut :

C12H22O11 (Pati) + H2O HCl 2C6H12O6 (Glukosa)

Reaksi yang tejadi adalah reaksi endotermis. Pati yang dapat terkonversi menjadi glukosa adalah sekitar 90% (US. Patent No. 6.126.754, 3 Okt 2000 ). Artinya pati yang tidak bereaksi sebesar 10% dari jumlah pati yang diumpankan.


(28)

Sirup glukosa kemudian didinginkan dengan Cooler sampai temperatur 500C dan tekanan 1 atm, kemudian sirup glukosa dimasukan kedalam Filter Press-01 dengan asumsi banyaknya larutan C6H12O6 yang ikut terbuang pada buangan filter Press-01 diperkirakan sebanyak 0,1% dari larutan C6H12O6 yang ada dalam umpan Filter Press-01(BERITA-TEKNOLOGI/berita-iptek.blogspot.com, 2009).

Kemudian sirup glukosa dinetralisasi dengan larutan basa yaitu NaOH 1% dari jumlah reaktan yang digunakan didalam Reaktor Neutralizer. NaOH ini bereaksi dengan HCl yang membentuk NaCl. Hasil netralisasi kemudian dipisahkan lagi dari NaCl yang terbentuk. Pemisahan ini menggunakan Dekanter, banyaknya keluaran C6H12O6 yang ikut terbuang pada buangan Dekanter diperkirakan 0,1% dari larutan C6H12O6 yang ada dalam umpan Dekanter (BERITA-TEKNOLOGI/berita-iptek.blogspot.com, 2009). Sirup glukosa yang diperoleh kemudian dijernihkan dalam Tangki Decolorizing yang berisi karbon aktif sebanyak 2,2% dari bahan baku (Josedkk,1992) untuk menyerap zat warna yang timbul saat hidrolisasi.

Selanjutnya karbon aktif yang digunakan dipisahkan dengan sirup glukosa dengan menggunakan Filter Press-02 sehingga diperoleh banyaknya larutan C6H12O6 yang ikut terbuang diperkirakan sebanyak 0,1% lari larutan C6H12O6 yang ada dalam umpan Filter Press-02 (BERITA-TEKNOLOGI/berita-iptek.blogspot.com, 2009). Kemudian sirup glukosa diuapkan dalam Evaporator untuk mendapatkan sirup glukosa yang lebih pekat sampai 78%.

Kemudian dilakukan pengkristalan guna membentuk sirup glukosa menjadi butiran kristal glukosa dengan jalan mendinginkan sirup glukosa dalam Tangki Crystallizer pada suhu 300C dan tekanan 1 atm. Butiran kristal glukosa yang terbentuk kemudian dimasukkan kedalam Screw Conveyor untuk mendapatkan ukuran kristal yang seragam.

Setelah itu butiran kristal glukosa dikeringkan dalam Rotary Dryer dengan temperatur 1100C dan tekanan 1 atm sampai kandungan air dalam kristal glukosa berkurang sampai 86% dari kristal glukosa keluaran Crystallizer (Kuswurj, 2009).

Kristal glukosa yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dengan Rotary Cooler dengan temperatur 300C dan tekaanan 1 atm dan disimpan dalam gudang.


(29)

BAB III NERACA MASSA

Kapasitas Produksi : 2.000 ton / tahun Waktu Operasi : 300 hari / tahun

Basis Perhitungan : 277,7777 kg / jam produk

Tabel 3.1 Perhitungan Neraca Massa pada Mixer (MX)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 1 Alur 2 Alur 3

Pati Air Lemak Protein Impuritis 310 51,2397 0,7320 2,5620 1,4639 679,7100 310 730,9497 0,7320 2,5620 1,4639

Total 365,9976 679,7100 1045,7076

1045,7076 1045,7076

Tabel 3.2 Perhitungan Neraca Massa pada Reaktor Hydrolizer (RH)

Komponen Masuk (kg/jam)

Keluar (kg/jam)

Alur 3 Alur 4 Alur 5 Alur 6

Pati Air Air Hidrolisa Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 310 730,9497 0,7320 2,5620 1,4693 1,83 34,7697 15,3828 46,9336 729,0093 0,7320 2,5620 1,4639 34,7697 277,2196

Total 1045,7076 36,5997 15,3828 1092,6901


(30)

Tabel 3.3 Perhitungan Neraca Massa pada Cooler (CO)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 6 Alur 7

Pati Air Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 46,9336 729,0093 0,7320 2,5620 1,4639 34,7697 277,2196 46,9336 729,0093 0,7320 2,5620 1,4639 34,7697 277,2196

Total 1092,6901 1092,6901

Tabel 3.4 Perhitungan Neraca Massa Pada Filter Press 01 (FP-01)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 7 Alur 8 Alur 9

Pati Air Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 46,9336 729,0093 0,7320 2,5620 1,4639 34,7697 277,2196 46,9336 0,7291 0,7320 2,5620 1,4639 0,0548 0,2772 728,2802 34,7149 276,9424

Total 1092,6901 52,7526 1039,9375


(31)

Tabel 3.5 Perhitungan Neraca Massa pada Reaktor Neutralizer (RN)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 9 Alur 10 Alur 11

C6H12O6 Air HCl NaOH NaCl

276,9424 728,2802 34,7149

38,084

38,084

276,9424 789,3579

49,8052

Total 1039,9375 76,168 1116,1055

1116,1055 1116,1055

Tabel 3.6 Perhitungan Neraca Massa pada Centrifugal Filter (CF)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 11 Alur 12 Alur 13

C6H12O6 Air NaCl

276,9424 789,3579 49,8052

0,2769 0,7897 49,8052

276,6655 788,5682

Total 1116,1055 50,8718 1065,2337

1116,1055 847,711

Tabel 3.7 Perhitungan Neraca Massa Pada Tangki Decolorizing (TD)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 13 Alur 14 Alur 15

C6H12O6 Air

Karbon Aktif

276,6655 788,5682

8,0519

276,6655 788,5682 8,0519


(32)

Tabel 3.8 Perhitungan Neraca Massa pada Filter Press 02 (FP-02)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 15 Alur 16 Alur 17

C6H12O6 Air

Karbon Aktif

276,6655 788,5682 8,0519

0,2766 0,7885 8,0519

276,3889 787,7797

Total 1073,2856 9,117 1064,1686

1073,2856 1073,2856

Tabel 3.9 Perhitungan Neraca Massa pada Evaporator (EV)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 17 Alur 18 Alur 19

C6H12O6 Air Uap Air

276,3889 787,7797

614,4682

276,3889 173,3115

Total 1064,1686 614,4682 449,7004

1064,1686 1064,1686

Tabel 3.10 Perhitungan Neraca Massa pada Crystalizer (CR)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 19 Alur 20

C6H12O6 H2O

276,3889 173,3115

276,3889 173,3115


(33)

Tabel 3.11 Perhitungan Neraca Massa pada Screw Conveyor (SC)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 20 Alur 21

C6H12O6H2O H2O

276,3889 173,3115

276,3889 173,31153

Total 449,7004 449,7004

Tabel 3.12 Perhitungan Neraca Massa pada Rotary Dryer (RD)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 21 Alur 22 Alur 23

C6H12O6 Air Uap Air

276,3889 173,3115

171,9227

276,3889 1,3888

Total 449,7004 171,9227 277,7777

449,7004 449,7004

Tabel 3.13 Perhitungan Neraca Massa pada Rotary Cooler (RC)

Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

Alur 21 Alur 23

C6H12O6 Air

276,3889 1,3888

276,3889 1,3888


(34)

BAB IV NERACA PANAS

4.1Neraca Panas pada Mixer

Tabel 4.1 Perhitungan Neraca Panas pada Mixer (MX)

komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam

Alur 1 Alur 2 Alur 3

Pati Air Lemak Protein Impuritis 481,275 4,0735 2,2699 14,9121 3,4914 57,3262 481,275 61,3997 2,2699 14,9121 3,4914

Total 506,0219 57,3262 563,3481

563,3481

4.2Neraca Panas pada Reaktor Hydrolizer

Tabel 4.2 Perhitungan Neraca Panas pada Reaktor Hydrolizer (RH)

Komponen Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 3 Alur 4 Alur 5 Alur 6

Pati Air Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 Panas Reaksi Steam 481,275 61,3997 2,2699 14,9121 3,4914 5,7966 496629,854 0,2921 36,7341 1,2921 16939,5036 477431,6898 49,9385 328,0666 76,8108 808,1521 1603,0171

Total 497141,6725 36,8878 1,2921 497237,186


(35)

4.3Neraca Panas pada Cooler

Tabel 4.3 Perhitungan Neraca Panas pada Cooler (CO)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 6 Alur 7

Pati Air Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 Air Pendingin 16939,5036 477431,6898 49,9385 326,0666 76,8108 808,1521 1603,0171 - 492445,567 364,3220 290,3644 11,3496 74,5606 17,4570 183,6709 3849,8871

Total 4791,6116 4791,6116

4.4Neraca Panas pada Filter Press

Tabel 4.4 Perhitungan Neraca Panas pada Filter Press01(FP-101)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 7 Alur 8 Alur 9

Pati Air Lemak Protein Impuritis HCl C6H12O6 364,3220 290,3644 11,3496 74,5606 17,4570 183,6709 3849,8871 364,3220 0,2904 11,3496 74,5606 17,4570 0,2894 3,8496 13897,42 139,0961 2884,5267

Total 4791,6116 472,1187 4791,4929


(36)

4.5. Neraca Panas pada Reaktor Neutralizer

Tabel 4.5 Perhitungan Neraca Panas pada Reaktor Neutralizer (RN)

Komponen Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 9 Alur 10 Alur 11

C6H12O6 Air HCl NaOH

NaCl Panas Reaksi

Steam

3846,0375 290,0740 183,3814

- 29,858 1841,3147

3,0276

53,6603

5384,4526 440,7774

362,4075

Total 6130,9496 56,6875 6187,6375

6187,6375

4.5Neraca Panas pada Dekanter

Tabel 4.6 Perhitungan neraca Panas pada Dekanter (DK).

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar ( kkal/jam)

Alur 11 Alur 12 Alur 13

C6H12O6 Air NaCl

5384,4526 440,7774 362,4075

5,3837 0,4409 362,4076

5379,0689 440,3364

Total 6187,6375 368,2322 5819,4053


(37)

4.6Neraca Panas pada Tangki Decolorizing

Tabel 4.7 Perhitungan Neraca Panas pada Tangki Decolorizing(TD)

Komponen Masuk (kkal/jam)

Keluar (kkal/jam)

Alur 13 Alur 14 Alur 15

C6H12O6 Air Karbon Aktif

Steam

5379,0689 440,3364

3387,385 6,7635

8445,2143 693,9400

74,3995

Total 9208,7903 6,7635 9213,5538

9213,5538

4.7Neraca Panas pada Filter Press 02

Tabel 4.8 Perhitungan Neraca Panas pada Filter Press 02(FP -102)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar ( kkal/jam)

Alur 15 Alur 16 Alur 17

C6H12O6 Air Karbon aktif

8445,2143 693,9400

74,3995

7,4508 0,6938 72,0468

8440,1163 693,2461

Total 9213,5538 88,1914 9133,3624


(38)

4.8Neraca Panas pada Evaporator

Tabel 4.9 Perhitungan Neraca Panas pada Evaporator (EV)

Komponen

Masuk

(kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 17 Alur 18 Alur 19

C6H12O6 Air Uap Air

steam

8440,1163 693,2461

521277,3624 402343,5157

14585,7332 113481,47590

Total 530410,7248 402343,5157 128067,2091

530410,7248

4.9Neraca Panas pada Crystalizer

Tabel 4.10 Perhitungan Neraca Panas pada Crystalizer (CR)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 19 Alur 20

C6H12O6 Air Air pendingin

14585,7332 113481,47590

-127286,4518

766,9791 13,7782


(39)

4.10 Neraca Panas pada Dryer

Tabel 4.11 Perhitungan Neraca Panas pada Dryer (D)

Komponen

Masuk

(kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 17 Alur 18 Alur 19

C6H12O6 Air Uap Air

steam

766,9791 13,7782

118695,1667

112572,1129

6902,8127 0,9984

Total 119475,924 112572,1129 6903,8111

119475,924

4.11 Neraca Panas pada Cooler

Tabel 4.12 Perhitungan Neraca Panas pada Cooler(CO)

Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)

Alur 23 Alur 24

C6H12O6 Air Udara Pendingin

6902,8127 0,9984 - 6136,0306

767,6701 0,1104


(40)

BAB V

SPESIFIKASI PERALATAN

5.1 Gudang Tepung Sagu

Fungsi : Untuk penyimpanan tepung sagu selama 7 hari

Jumlah : 1 unit

Jenis : Segi empat persegi panjang Bahan konstruksi : Beton

Kondisi penyimpanan : T = 300C, P = 1 atm

Panjang : 5,7678 m

Lebar : 2,8839 m

Tinggi : 2,7210 m

Kapasitas : 48,2254 m3

Jumlah : 1 unit

5.2 Tangki HCl ( T-01)

Fungsi : Untuk penyimpanan HCl selama 7 hari

Jumlah : 1 unit

Jenis : Silinder vertical dengan tutup berbentuk ellipsoidal dan alas

berbentuk datar.

Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-304 Kondisi penyimpanan : T = 300C, P = 1 atm Diameter tangki : 1,7847 m

Tinggi tangki : 5,8002 m Tebal plat tangki : 0,1625 in

5.3 Tangki NaOH (T-02)

Fungsi : Untuk penyimpanan NaOH selama 7 hari

Jumlah : 1 unit

Jenis : Silinder vertical dengan tutup berbentuk ellipsoidal dan alas


(41)

Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-304 Kondisi penyimpanan : T = 300C, P = 1 atm Bahan konstruksi = Steinless Steel SA-304 Diameter tangki : 2,0941 m

Tinggi tangki : 6,8064 m Tebal plat tangki : 0,1855 in

5.4 Mixer (MX)

Fungsi : Untuk pembuatan slurry

Jumlah : 1 unit

Jenis : Silinder vertical dengan tutup dan alas berbentuk ellipsoidal

dilengkapi dengan pengaduk

Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-304

Diameter = 1,0174 m

Tinggi = 3,5611 m

Tebal plat = 0,1470 in

Pengaduk

Diameter impeller = 0,3391 m Lebar daun impeller = 0,0678 m Tinggi impeller dari dasar tangki = 0,3391 m Panjang daun impeller = 0,0847 m

Daya pengadukan = 0,3816 Hp

5.5 Reaktor Hidrolisa (R-01)

Fungsi : untuk mengubah slurry menjadi larutan glukosa Jumlah : 1 Unit

Jenis : silinder vertical dengan tutup dan alas berbentuk ellipsoidal serta dilengkapi dengan pengaduk dan jaket

Bahan konstruksi = Steinless steel SA-304

Diameter = 1,1091 m

Tinggi = 3,9164 m


(42)

Pengaduk

Diameter impeller = 0,373 m Lebar daun impeller = 0,0746 m Tinggi impeller dari dasar tangki = 0,373 m Panjang daun impeller = 0,0932 m

Daya pengadukan = 0,2858 Hp

5.6 Cooler (CO)

Fungsi : Menurunkan temperatur glukosa dari 1350C menjadi 500C Jumlah : 1 unit

Tipe : Horizontal Shell and Tube Exchanger Jenis : Double pipe hairpins 12 ft

Jumlah tube : 17 tube Jumlah passes : 2 passes Ukuran tube

OD : 1 ¼ in

BWG : 18

ID : 1,15 in a’t : 1,04 in2

a” : 0,3271 ft2/ 1 in ft

L : 5 ft

5.7 Filter Press 01 (FP-01)

Fungsi : Untuk memisahkan sisa pati, protein, lemak, dan impurities yang bercampur didalam larutan glukosa.

Bahan : Carbon Steel SA – 333 Jenis : Plate and Frame Jumlah frame = 25 unit


(43)

5.8 Reaktor Netralizer (RN-01)

Fungsi : untuk menetralkan suasana asam didalam larutan C6H12O6

Jumlah : 1 unit

Jenis : Slinder vertical dengan tutup dan alas berbentuk ellipsoidal serta dilengkapi sengan pengaduk dan jaket/

Bahan konstruksi : Stainless steel SA- 304

Diameter = 1,0633 m

Tinggi = 3,7212 m

Tebal plat = 0,1510 in

Pengaduk

Diameter impeller = 0,3544 m Lebar daun impeller = 0,0708 m Tinggi impeller dari dasar tangki = 0,3544 m Panjang daun impeller = 0,0886 m

Daya pengadukan = 0,4078 Hp

5. 9 Dekanter (DK)

Fungsi : Untuk memisahkan NaCl yang bercampur didalam larutan

Glukosa

Jumlah : 1 buah

Tipe : Tangki silinder horizontal dan sisi-sisi berupa ellips

Bahan Konstruksi : Stainless steel SA-304 (Brownell, 1969) Diameter tangki = 0,7741 m

Tinggi tangki = 2,7093 m Tebal plat = 0,1422 in

5.10 Tangki Decolorizing (TD)

Fungsi = Tempat penghilang zat pewarna yang terkandung didalam glukosa dengan menambahkan karbonaktif.

Type = Tangki berbentuk silinder, bottom berbentuk konis dan tutup berbentuk dished (dished head) yang dilengkapi pengaduk Bahan = Carbon steel SA-333


(44)

Diameter = 1,3506 m

Tinggi = 6,5439 m

Tebal plat = 0,1863 in

Pengaduk

Diameter impeller = 0,4502 m Lebar daun impeller = 0,9004 m Tinggi impeller dari dasar tangki = 0,4503 m Panjang daun impeller = 0,1125 m

Daya pengadukan = 0,6177 Hp

5.11 Filter Press 02 (FP-02)

Fungsi : Untuk memisahkan karbon aktif yang bercampur didalam larutan

glukosa.

Bahan : Carbon Steel SA – 333 Jenis : Plate and Frame Jumlah frame = 25 unit

Jumlah plat = 25 unit

5.12 Tangki Evaporator (EV)

Fungsi : memekatkan produk glukosa

Jumlah : 1 unit

Tipe : Basket type vertical tube evaporator

Bahan konstruksi : Stainless steel SA-304 (Brownell, 1969) Diameter : 0,5836 m

Tinggi : 2,325 m

Tebal plat : 0,1384 in Waktu tinggal : 1 jam


(45)

5.13 Crystallizer (CR)

Fungsi : Untuk mengubah cairan glukosa menjadi bituran kristal glukosa Type : Swenson Walker

Bahan : Stainless steel SA-304 Diameter : 0,5894 m

Tinggi : 1,9646

Tebal plat : ½ in Waktu tinggal : 0,5 jam

5.14 Dryer (D)

Fungsi : untuk mengeringkan kristal glukosa

Jumlah : 1 unit

Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-304 (Brownell, 1969) Diameter : 0,7658 m

Panjang : 13,4561 ft Jumlah putaran : 12,6734 rpm

5.15 Cooler (CO)

Fungsi : Menurunkan temperatur glukosa dari 1350C menjadi 500C Jumlah : 1 unit

Tipe : Horizontal Shell and Tube Exchanger Jenis : Double pipe hairpins 12 ft

Waktu tinggal : 5,5609 menit

5.16 Screw Conveyor (SC)

Fungsi : alat pengangkut butiran glukosa

Jumlah : 4 unit

Bahan konstruksi : Stainless Steel SA-304 Diameter flights : 12 in

Diameter pipa : 2,5 in Diameter tangkai : 2 in Hanger centers : 12 ft


(46)

Kecepatan : 55 rpm Kapasitas tenaga putaran : 7,600 lb/in Diameter masukan bahan : 9 in Daya untuk panjang 30 ft : 1,69 Hp Kecepatan maksimum :3,2 Hp

5.17 Belt Conveyor (BC)

Fungsi : mengangkut glukosa yang sudah dikemas ke gudang produk Lebar belt : 14 in

Luas area : 0,11 ft2

Kecepatan belt : normal 200 ft/min – 300 ft/min (maksimum) Ukuran lum : 2 mm

Daya motor yang digunakan : 0,44 Hp

5.18 Pompa HCl (L-01)

Fungsi : Memompa cairan HCl dari tangki HCl ke reactor Hydrolizer

Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ¼ in

Diameter Dalam (ID) : 0,364 in Diameter Luar (OD) : 0,540 in Luas : 0,00072 ft2 Daya Pompa : ¼

5.19 Pompa Mixer (L-02)

Fungsi : Memompa Slurry dari tangki Mixer ke reactor Hydrolizer Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in


(47)

Daya Pompa : ¼

5.20 Pompa Cooler (P-03)

Fungsi : Memompa Slurry dari cooler ke filter press 01 Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼

5.21 Pompa Filter Press 01 (P-04)

Fungsi : Memompa cairan glukosa dari filter press ke reactor neutrallizer Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼

5.22 Pompa Raktor Neutralizer (P-05)

Fungsi : Memompa cairan glukosa dari tangki Mixer ke reactor Hydrolizer Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼


(48)

5.23 Pompa Dekanter (P-06)

Fungsi : Memompa Glukosa dari dekanter ke tangki decolorizing Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼

5.24 Pompa NaOH (P-07)

Fungsi : Memompa NaOH dari tangki NaOH Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼

5.25 Pompa Tangki Decolorizing (P-08)

Fungsi : Memompa Glukosa dari tangki decolorizing ke evaporator Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼


(49)

5.26 Pompa Evaporator (P-09)

Fungsi : Memompa Glukosa dari evaporator ke cristalizer Jumlah : 1 unit

Tipe : Pompa sentrifugal Diameter Nominal : ½ in Diameter Dalam (ID) : 0,622 in Diameter Luar (OD) : 0,84 in

Luas : 0,00211 ft2 Daya Pompa : ¼


(50)

BAB VI

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

6.1 Instrumentasi

Instrumentasi merupakan suatu system atau susunan peralatan yang dipakai didalam suatu proses control untuk mengatur jalannya suatu proses agar diperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Alat – alat instrumenatsi dipasang pada setiap peralatan proses dengan tujuan agar para engineer dapat memantau atau mengontrol kondisi lapangan. Dengan adanya instrumenasi ini pula, para engineer dapat segera melakukan tindakan apabila terjadi kajanggalan dalam proses. Namun pada dasarnya, tujuan pengendalian tersebut adalah agar kondisi proses didalam pabrik mencapai tingkat kesalahan (error) yang paling minimum sehingga produk dapat dihasilkan secara optimal (Considine, 1985).

Fungsi instrumentasi adalah sebagai pengontrol, petunjuk, pencatat dan pemberi tanda bahaya. Peralatan instrumentasi biasanya bekerja dengan tenaga mekanik atau tenaga listrik dan pengontrolnya dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses tergantung pada pertimbangan ekonomi dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat – alat instrumen juga harus ditentukan apakah alat – alat tersebut dipasang diatas papan instrumen dekat peralatan proses yang dikontrol secara manual atau disatukan dalam suatu ruang kontrol yang dihubungkan dengan bangsal peralatan yang dikontrol secara otomatis (Perry, 1999).

Variabel – variabel proses yang biasanya dikontrol atau diukur oleh instrument adalah (Considine, 1985) :

1. Variabel utama, seperti temperatur, takanan, laju alir dan level cairan

2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktifitas, pH, humiditas, titik embun, komposisi kimia, kandungan kimia, kandungan kelembaban dan variabel lainnya.

Pada dasarnya suatu sistem pengendalian terdiri dari :

1. Elemen Perasa ( Sensing Element / Primary Element )

Elemen yang merasakan (menunjukkan) adanya perubahan dari harga variabel yang diukur.


(51)

2. Elemen Pengukur (Measuring Element )

Elemen yang paling sensitif terhadap adanya perubahan temeperatur, tekanan, laju aliran, maupun ketinggian fluida. Perubahan ini merupakan sinyal dari proses dan disampaikan oleh elemen pengukur ke elemen pengontrol.

3. Elemen Pengontrol ( Controlling Element )

Elemen yang menerima sinyal kemudian akan segera mengatur perubahan – perubahan proses tersebut sama dengan nilai set point ( nilai yang dikehendaki ). Dengan demikian elemen ini dapat segera memperkecil ataupun meniadakan penyimpangan yang terjadi.

4. Elemen Pengontrol Akhir ( Final Control Element )

Elemen yang akan mengubah masukan yang keluar dari elemen pengontrol kedalam proses sehingga variabel yang diukur tetap berada dalam batasan yang diinginkan dan merupakan hasil yang dikehendaki.

Pengendalian peralatan instrumentasi dapat dilakukan secara otomatis dan semi otomatis. Pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan dengan cara mengatur instrumen pada kondisi tertentu, bila terjadi penyimpangan variabel yang dikontrol maka instrumen akan bekerja sendiri untuk mengembalikan variabel pada kondisi semula, instrumen ini bekerja sebagai controller. Pengendalian secara semi otomatis adalah pengendalian yang mencatat perubahan – perubahan yang terjadi pada variabel yang dikontrol. Untuk mengubah variabel – variabel kadalam nilai yang diinginkan maka dilakukan usaha secara manual, instrumen ini bekerja sebagai pencatat (recorder) atau petunjuk (indicator).

Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam instrumen – instrumen adalah (Peters, dkk. 2004) :

1. Range yang diperlukan untuk pengukuran 2. Level instrumentasi

3. Ketelitian yang dibutuhkan 4. Bahan konstruksinya


(52)

Instrumentasi yang umum digunakan dalam pabrik adalah (Considine, 1985) : 1. Untuk variabel temperatur

a. Temperatur Controller (TC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati temperatur dari suatu alat. Dengan menggunakan TC para engineer juga dapat melakukan pengendalian terhadap peralatan sehingga temperatur peralatan tetap berada dalam range yang diinginkan. TC kadang – kadang juga dapat mencatat temperatur dari suatu peralatan secara berkala melalui Temperatur Recorder (TR) b. Temperatur Indicator (TI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk

mengamati temperatur suatu alat. 2. Untuk variabel ketinggian permukaan cairan

a. Level Controller (LC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati ketinggian cairan didalam suatu alat. Dengan menggunakan LC para engineer juga dapat melakukan pengendalian ketinggian cairan didalam peralatan tersebut

b. Level Indicator (LI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati ketinggian cairan didalam suatu alat.

3. Untuk variabel tekanan

a. Pressure Controller (PC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati tekanan operasi dari suatu alat. Para engineer juga dapat melakukan perubahan tekanan dari peralatan operasi. PC dapat juga dilengkapi dengan pencatat tekanan dari suatu peralatan secara berkala melalui Pressure Recorder (PR)

b. Pressure Indicator (PI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati tekanan operasi dari suatu alat.

4. Untuk variabel aliran cairan

a. Flow Controller (FC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati laju alir larutan atau cairan yang melalui suatu alat dan bila terjadi prubahan dapat melakukan pengendalian

b. Flow Indicator (FI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati laju alir larutan atau cairan dari suatu alat.


(53)

Beberapa instrumen yang digunakan dalam peralatan pabrik adalah : 1. Tangki

Instrumen yang digunakan pada tangki adalah Level Indicator (LI) yang berfungsi untuk mengamati ketinggian fluida didalam tangki. Apabila ketinggian fluida didalam tangki menurun, maka supply bahan harus segera ditambahkan. Selain itu digunakan temperatur indicator (TI) yang berfungsi untuk mengamati temperatur bahan didalam tangki.

Gambar 6.1 Tangki penyimpanan beserta instrumentasinya

2. Mixer

Instrumen yang digunakan pada mixer adalah level controller (LC) dan level indicator (LI) yang berfungsi untuk mengamati dan mengatur kettinggian didalam mixer, maka LC akan bergerak sehingga valve akan terbuka. Selain itu terdapat Temperatur Indicator (TI) yang berfungsi untuk mengamati temperatur bahan didalam mixer.


(54)

Tabel 6.1 Daftar instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Glukosa Monohidrat

No Nama Alat Jenis Instrumen

1 Tangki Level Indicator (LI)

Temperatur Indicator (TI)

2 Mixer

Level Controller (LC) Level Indicator (LI) Temperatur Indicator (TI)

6.2 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan bagian dari kelangsungan produksi pabrik, oleh karena itu aspek ini harus diperhatikan secara serius dan terpadu. Untuk maksud tersebut perlu diperhatikan cara pengendalian keselamatan kerja dan keamanan pabrik pada saat perancangan dan saat pabrik beroperasi.

Salah satu faktor yang penting sebagai usaha keselamatan kerja adalah dengan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran karyawan akan pentingnya usaha untuk menjamin keselamatan kerja. Usaha – usaha yang dapat dilakukan antara lain (Peters, dkk. 2004) :

1. Menigkatkan spesialisai ketrampilan karyawan dalam menggunakan peralatan secara benar sesuai dengan tugas dan wewenang serta mengetahui cara – cara mengataasi kecelakaan kerja.

2. Melakukan pelatihan secara berkala bagi karyawan. Pelatihan yang dimaksud dapat meliputi :

a. Pelatihan untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manuisa (SDM) yang tinggi dan bertanggung jawab, misalnya melalui pelatihan kepemimpinan dan pelatihan kepribadian.

b. Studi banding (workshop) antar bidang kerja, sehingga karyawan diharapkan memiliki rasa kepedulian terhadap semua karyawan. 3. Membuat peraturan tata cara dengan pengawasan yang baik dan memberi

sanksi bagi karyawan yang tidak disiplin.

Sebagai pedoman pokok dalam usaha penanggulangan masalah kerja, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang – Undang Keselamatan


(55)

Kerja pada tanggal 12 januari 1970. Semakin tinggi tingkat keselamatan kerja dari suatu pabrik maka semakin meningkat pula aktifitas kerja para karyawan. Hal ini disebabkan oleh keselamatan kerja yang sudah terjamin dan suasana kerja yang menyenangkan.

Hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrtik untuk menjamin adanya keselamatan kerja adalah sebagai berikut (Peters, dkk. 2004) :

1. Penanganan dan pengangkutan bahan menggunakan manusia harus seminimal mungkin

2. Adanya penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara yang baik 3. Jarak antar mesin – mesin dan peralatan lain cukup luas

4. Setiap ruang gerak harus aman, bersih dan tidak licin

5. Setiap mesin dan peralatan lainnya harus dilengkapi alat pencegah kebakaran 6. Tanda – tanda pengaman harus dipasang pada setiap tempat yang berbahaya 7. Penyediaan fasilitas pengungsian bila terjadi kebakaran

Dalam rancangan pabrik pembuatan glukosa, usaha – usaha pencegahan terhadap bahaya – bahaya yang mungkin terjadi dilakukan sebagai berikut :

6.2.1 Pencegahan terhadap Bahaya Kebakaran dan Peledakan

Sesuai dengan peraturan yang tertulis dalam peraturan Tenaga Kerja No.Per/02/Men/1983 tentang instalasi alarm kabakaran otomatis, yaitu :

1. Detektor Kebakaran, merupakan alat yang berfungsi untuk mendeteksi secara dini adannya suatu kebakaran awal, terdiri dari :

a. Smoke Detector adalah detector yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu

b. Gas Detector adalah yang bekerja berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas – gas lain yang mudah terbakar

2. Alarm kebakaran, merupakan komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang memberikan isyarat adanya suatu kebakaraan, terdiri dari :

a. Alarm kebakaran yang memberi tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (Audible alarm)


(56)

b. Alarm kebakaran yang memberi tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas (Visible alarm)

3. Panel indicator kebakaran, merupakan komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi mengendalikan kerja sistem dan terletak diruang operator.

Upaya pencegahan dan penanganan terhadap bahaya kebakaran dan peledakan dapat dilakukan hal – hal berikut :

1. Untuk mengetahui adanya bahaya kebakaran maka sistem alarm dipasang pada tempat yang strategis dan penting seperti laboratorium dan ruang proses 2. Pada peralatan pabrik yang berupa tangki dibuat man hole dan hand hole

yang cukup untuk pemeriksaan

3. Sistem perlengkapan energi seperti pipa bahan bakar, saluran udara, steam dan air dibedakan warnanya dan letaknya tidak mengganggu pergerakan karyawan

4. Mobil pemadam kebakaran yang ditempatkan di fire station dan setiap saat harus dalam keadaan siaga

5. Bahan – bahan yang mudah terbakar dan meledak harus disimpan dalam tempat yang aman dan dikontrol secara teratur.

6.2.2 Peralatan Pelindungan Diri

Upaya penungkatan keselamatan kerja bagi karyawan pada pabrik ini adalah dengan menyediakan fasilitas sesuai bidang kerjanya. Fasilitas yang diberikan adalah dengan melengkapi karyawan dengan peralatan diri sebagai berikut :

1. Helm

2. Pakaian dan perlengkapan pelindung 3. Sepatu pengaman

4. Pelindung telinga 5. Pelindung mata 6. Masker udara 7. Sarung tangan


(57)

6.2.3 Keselamatan Kerja Terhadap Listrik

Upaya peningkatan keselamatan kerja terhadap listrik adalah :

1. Setiap instalasi dan alat – alat listrik harus diamankan dengan pemakaian sekring atau pemutus arus listrik otomatis lainnya

2. Sistem perkabelan listrik harus dirancang terpadu dengan tata letak pabrik untuk menjaga dan kemudahan jika harus dilakukan perbaikan

3. Penempatan dan pemasangan motor – motor listrik tidak boleh mengganggu lalu lintas pekerja

4. Memasang papan tanda larangan yang jelas pada daerah sumber tegangan tinggi

5. Isolasi kawat hantaran listrik harus disesuaikan dengan keperluan

6. Setiap peralatan yang menjulang tinggi harus dilengkapi dengan alat penangkal petir yang dibumikan

7. Kabel – kabel listrik yang letaknya berdekatan dengan alat – alat yang bekerja pada suhu tinggi harus diisolasi secara khusus

6.2.4 Pencegahan Terhadap Gangguan Kesehatan

Upaya penigkatan kesehatan karyawan dalam lapangan kerja adalah :

1. Setiap karyawan diwajibkan untuk memaki pakaian kerja selama didalam lokasi pabrik

2. Dalam menangani bahan – bahan yang berbahaya, karyawan diharuskan memakai sarung tangan karet serta penutup hidung dan mulut

3. Bahan – bahan kimia yang selama pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penggunaannya dapat menimbulkan ledakan, kebakaran,korosi maupun gangguan terhadap kesehatan harus ditangani secara cermat

4. Poliklinik yang memadai disediakan dilokasi pabrik

6.2.5 Pencegahan Terhadap Bahaya Mekanis

Upaya pencegahan kecelakaan terhadap bahaya mekanis adalah :

1. Alat – alat dipasang dengan penahan yang cukup berat untuk mencegah kemungkinan terguling atau terjatuh


(58)

2. Sistem ruang gerak karyawan dibuat cukup,lebar dan tidak menghambat kegiatan karyawan

3. Jalur perpiaan sebaiknya berada diatas permukaan tanah atau diletakkan pada atap lantai petama kalau didalam gedung atau setinggi 4,5 meter bila diluar gedung agar tidak menghalangi kendaraan lewat

4. Letak alat diatur sedemikian rupa sehingga para operator dapat bekerja dengan tenang dan tidak akan menyulitkan apabila ada perbaikan atau pembongkaran

5. Pada alat – alat yang bergerak atau berputar harus diberikan tutup pelindung untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Untuk mencapai keselamatan kerja yang tinggi, maka ditambahkan nilai – nilai disiplin bagi karyawan yaitu (Peters,dkk. 2004) :

1. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman – pedoman yang diberikan 2. Setiap peraturan dan ketentuan yang ada harus dipatuhi

3. Perlu ketrampilan untuk mengatasi kecelakaan dengan menggunakan peralatan yang ada

4. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan pada atasan

5. Setiap karyawan harus saling mengingatkan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya

6. Dilakukan pengontrolan secara periodik terhadap alat instalasi pabrik oleh petugas maintenance


(59)

BAB VII UTILITAS

Utilitas merupakan penunjang kelancaran suatu proses produksi pabrik. Oleh karena itu, unit – unit harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi suatu pabrik. Berdasarkan kebutuhannya, utilitas Pabrik Glukosa diklasifikasikan sebagai berikut :

7.1Kebutuhan Steam

Kebutuhan steam pada pabrik pembuatan glukosa adalah sebagai berikut : Tabel 7.1 Kebutuhan steam tiap alat

No Nama Alat Kebutuan Steam (kg/jam)

1 Reaktor Hidrolisa 758,2767

2 Reaktor Neutralizer 2,8114

3 Evaporator 795,9096

4 Rotary Dryer 181,2291

5 Tangki Decolorizing 5,1720

Total 1743,3988

Tambahan untuk kebocoran dan lain – lain diambil 10% dan faktor keamanan diambil sebesar 20%. (Perry & Green, 1997)

Total steam yang harus dihasilkan oleh ketel = 1,20 x 1743,3988 kg/jam

= 2092,0785 kg/jam

Diperkirakan 80% kondensat dapat digunakan kembali.

Kondensat yang dapat digunakan kembali = 80% x 2092,0785 = 1673,6628 kg/jam Kebutuhan air tambahan untuk ketel = 20% x 2092,0785 = 418,4157 kg/jam

7.2 Kebutuhan Air

Air memegang peranan penting baik untuk kebutuhan proses maupun kebutuhan domestik. Kebutuhan air dalam pabrik glukosa meliputi air proses, air domestik, air pendingin dan air pencucian peralatan. Sumber air yang digunakan pada pabrik glukosa ini berasal dari sungai Siak yang dekat dengan lokasi pabrik. Air


(60)

sungai tersebut harus memenuhi syarat – syarat air untuk industri. Adapun kualitas air sungai Siak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 7.2 Kualitas Air Sungai Siak, Bengkalis, Propinsi Riau

Parameter Satuan Jumlah

pH - 6,5

Alumina mg/l 0,005

Chlorida (Cl) mg/l 10,030

Calsium (Ca) mg/l 10,230

Magnesium (Mg) mg/l 24,370

Sulfat (SO4) mg/l 99,530

Zat Organik mg/l 2,210

Seng (Zn) mg/l Tidak Nyata

Timbal Pb) mg/l Tidak Nyata

Ferrum (Fe) mg/l Tidak Nyata

Oksigen Terlarut mg/l Tidak Nyata

Sumber : Laboratorium Pertamina UP IV Dumai, 2008)

Debit rata – rata tahunan sungai Siak, Kabuapten Bengkalis, Propinsi Riau adalah 60 m3/dtk (Unit Hidrologi Dinas Pengairan Popinsi Riau, 2008).

Berdasarkan penggunaan air dan syarat kualitas air maka jumlah air yang dibutuhkan dapat dilihat :

1. Kebutuhan umpan ketel = 2092,0785 kg/jam

2. Kebutuhan air pendingin = 684998,7022 + 177057,2427 + 8535,3047

= 860591,2196 kg/jam 3. Kebutuhan air proses : = 730,9497 + 15,3828

= 746,3325 kg/jam Total kebutuhan air untuk pabrik adalah = 863429,6301 kg/jam

4. Kebutuhan air domestik (keperluan air rumah tangga, perkantoran, kantin dan lain – lain) diperkirakan 10% dari air kebutuhan pabrik (Metcalf, 1991) = 0,1 x (2092,0785 + 860591,2196 + 746,3325) = 86342,9630 kg/jam


(61)

5. Kebutuhan air untuk laboratorium diperkirakan 1% dari air kebutuhan pabrik (Metcalf, 1991)

= 0,01 x (2092,0785 + 860591,2196 + 746,3325 ) = 8634,2936 kg/jam

Air yang telah digunakan sebagai pendingin dapat digunakan kembali setelah didinginkan pada Water Cooling Tower dengan menganggap terjadinya kehilangan air selama proses sirkulasi sebesar 2%, yaitu :

= 20% x kebutuhan air pendingin

= 20% x 860591,2196 kg/jam = 172118,2439 kg/jam Jumlah air pendingin bekas yang dapat digunakan kembali :

= 860591,2196 – 172118,2439 = 688472,9757 kg/jam

Jumlah air yang harus ditambahkan dari menara air untuk dijadikan tambahan steam, air pendingin,dan air domestik adalah :

= ( 863429,6306 + 86342,9630 + 8634,2963 + 17211,2439 – 688472,9757 ) = 442052,1581 kg/jam

Untuk faktor keamanan pada waktu pemompaan air sungai ditambahakan sebanyak 10% dari jumlah air yang dipompakan. Maka banyak air yang dipompakan dari sungai adalah :

= 1,1 x 442052,1581 = 486257,3739 kg/jam

Air merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam suatu pabrik kimia, kebutuhan air dalam pabrik kimia meliputi : proses produksi, air pembantu yaitu air pendingin, air pencuci dan air domestik.

Kebutuhan akan air untuk pabrik didapat dari pemompaan sungai Siak. Untuk menjamin kontinuitas air, maka ditepi sungai tersebut dibangun fasilitas water intake yang berfungsi sebagai pengolah awal terhadap air yang akan dikirim kelokasi pabrik. Pengolahan ini meliputi penyaringan sampah kotoran yang masuk dan terbawa bersama air tersebut dipompakan ke bak penampung untuk seterusnya ditransfer ke lokasi pabrik.

Air yang sampai kelokasi pabrik kemudian dilakukan pengolahan agar dapat digunakan. Proses pengolahan ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu :

 Penampungan / pengendapan  Klarifikasi


(1)

=

0.08

Rp 83.244.128

= Rp 6.659.530

7.

Perawatan insulasi

Diperkirakan

8

dari harga insulasi

(Timmerhaus, 2004)

=

0,08

Rp 83.244.128

= Rp 6.659.530

8. Perawatan inventaris kantor

Diperkirakan

8

dari harga inventaris kantor

(Timmerhaus, 2004)

=

0,08

Rp 34.685.053

= Rp 2.774.804

9.

Perawatan perlengkapan kebakaran

Diperkirakan

8

dari harga perlengkapan kebakaran (Timmerhaus, 2004)

=

0,08

Rp 34.685.053

= Rp 2.774.804

Total biaya perawatan = Rp 693.501.107

E. Biaya Tambahan Industri (

Plant Overhead Cost

)

Biaya tambahan industri ini diperkirakan 10

dari MIT (Timmerhaus, 2004)

Plant Overhead Cost = 0,1 x Rp 12.432.320.091

= Rp 1.243.232.009

F. Biaya Administrasi Umum

Biaya administrasi selama 3 bulan adalah Rp 100.980.000

Biaya administrasi selama 1 tahun adalah = Rp 403.920.000

G. Biaya Pemasaran dan Distribusi


(2)

Biaya pemasaran selama 3 bulan adalah = Rp 100.980.000

Biaya pemasaran selama 1 tahun adalah = Rp 403.920.000

Biaya distribusi diperkirakan 20 % dari biaya pemasaran, sehingga :

Biaya distribusi = 0,2 x 403.920.000 = Rp 80.784.000

H. Biaya Laboratorium, Penelitan dan Pengembangan

Diperkirakan 5% dari biaya tambahan industri

= 0,05 x Rp 12.432.232.009

= Rp 62.161.600

J. Hak Paten dan Royalti

Diperkirakan 1% dari MIT (Peters et.al., 2004).

= 0,01 x Rp 12.432.232.009

= Rp 124.323.210

K. Biaya Asuransi

1.

Biaya asuransi pabrik. adalah 0,31% dari MITL (Asosiasi Asuransi Jiwa

Indonesia-AAJI, 2006).

= 0,0031

Rp 9.685.263.869

= Rp 30.024.318

2.

Biaya asuransi karyawan.

Premi asuransi = Rp. 351.000 /tenaga kerja (PT. Prudential Life Assurance,

2009)

Maka biaya asuransi karyawan = 90 orang x Rp. 351.000/orang

= Rp. 31.239.000

Total biaya asuransi = Rp 61.263.318

L. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah Rp 138.462.500


(3)

3.2 Biaya Variabel

A. Biaya Variabel Bahan Baku Proses dan Utilitas per tahun

Biaya persediaan bahan baku proses dan utilitas selama 90 hari adalah

Rp 1.783.606.878

Total biaya persediaan bahan baku proses dan utilitas selama 1 tahun

= Rp 1.783.606.878 x

330

90

= Rp 6.738.070.428

B. Biaya Variabel Tambahan

1. Perawatan dan Penanganan Lingkungan

Diperkirakan 1

dari biaya variabel bahan baku

= 0,01

Rp 6.738.070.428

= Rp 67.380.704

2. Biaya Variabel Pemasaran dan Distribusi

Diperkirakan 1

dari biaya variabel bahan baku

= 0,01

Rp 6.738.070.428

= Rp 67.380.704

Total biaya variabel tambahan = Rp 134.761.409

C. Biaya Variabel Lainnya

Diperkirakan 2

dari biaya variabel tambahan

= 0,02

Rp 134.761.409

= Rp 2.695.228

Total biaya variabel = Rp 6.875.527.065

Total biaya produksi

= Biaya Tetap + Biaya Variabel

= Rp 8.029.033.037 + Rp 6.875.527.065

= Rp 14.904.560.102


(4)

4. Perkiraan Laba/Rugi Perusahaan

A. Laba Sebelum Pajak (Bruto)

Laba atas penjualan = total penjualan – total biaya produksi

= Rp 24.199.993.224 – Rp 14.504.560.102

= Rp 9.295.433.122

Bonus karyawan

= 5 % dari laba atas penjualan

=

0,5

x

9.295.433.122

=

Rp

46.477.166

Laba sebelum pajak = Laba atas penjualan – Bonus karyawan

=

Rp

9.295.433.122 - Rp 46.477.166

=

Rp

9.248.955.956

B. Pajak Penghasilan

Berdasarkan UURI Nomor 17 ayat 1 Tahun 2000, Tentang Perubahan Ketiga

atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan adalah

(Rusjdi, 2004):

Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan pajak sebesar 10

.

Penghasilan Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000 dikenakan pajak

sebesar 15

.

Penghasilan di atas Rp 100.000.000 dikenakan pajak sebesar 30

.

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah:

-

10

Rp 50.000.000

= Rp 5.000.000

-

15

(Rp 100.000.000- Rp 50.000.000)

= Rp 7.500.000

-

30

Rp 9.248.955.956

= Rp 2.774.686.787

Total PPh

= Rp 2.874.686.787

C. Laba setelah pajak (netto)


(5)

= Rp 9.248.955.956 – Rp 2.874.686.787

= Rp 6.374.269.169

4

Analisa Aspek Ekonomi

A. Profit Margin

(PM)

PM =

penjualan

total

pajak

sebelum

Laba

100

PM =

100

%

.224

24.199.993

956

9.248.955.

x

= 38,21 %

B. Break Even Point

(BEP)

BEP =

Variabel

Biaya

Penjualan

Total

Tetap

Biaya

100

BEP =

100

%

065

6.875.527.

-.224

24.199.993

037

8.029.033.

x

= 46,34 %

Kapasitas produksi pada titik BEP = 46,34 % x 2000 ton/tahun

= 695,1758 = 700 ton /tahun

Nilai penjualan pada titik BEP = 46,34 % x Total Penjualan

= 46,34 % x Rp. 24.199.993.224

= Rp. 11.215.499.705

C. Return on Investment

(ROI)

ROI =

Investasi

Modal

Total

pajak

setelah

Laba

100

ROI =

100

%

.180

22.603.126

169

6.374.269.

x

= 28,2008 %

D. Pay Out Time (POT)

POT =

= 1 x 1 tahun

28,2008 %


(6)

E. Return On Network (RON)

RON

=

sendiri

Modal

pajak

setelah

Laba

x 100 %

=

.712

13.561.875

169

6.374.269.

x 100 %

=

47,0013

%

F. Internal Rate of Return

(IRR)

Untuk menentukan nilai IRR harus digambarkan jumlah pendapatan dan

pengeluaran dari tahun ke tahun yang disebut “Cash Flow”. Untuk memperoleh cash

flow diambil ketentuan sebagai berikut:

-

Laba kotor diasumsikan mengalami kenaikan 10

tiap tahun

-

Masa pembangunan disebut tahun ke nol

-

Jangka waktu cash flow dipilih 10 tahun

-

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai pada tahun ke – 10

-

Cash flow adalah laba sesudah pajak ditambah penyusutan.