Negara Pagan di Tanah Suci

Negara Pagan di Tanah Suci

  Negara Yahudi Israel, pada faktanya, adalah sebuah negara pagan yang menunjukkan semua adat dan moral paganisme. Orang Yahudi yang diyakinkan bahwa peristiwa kembalinya umat Yahudi ke Tanah Suci dan ‘restorasi’ Negara Israel adalah kemajuan menuju kembalinya Zaman Emas dan pembuktian agama Yahudi atas kebenaran harus merasa jijik pada artikel berita berikut yang diambil dari surat kabar The Jerusalem Post yang mengkonfirmasi cara hidup pagan yang sekarang tumbuh subur di Tanah Suci.

  “Menurut statistik polisi, ada lebih dari dua ratus rumah bordir, dua ratus klub seks, dan sejumlah kantor yang menyediakan gadis panggilan di seluruh negeri. Yael Dayan, pemimpin Komite Knesset pada status wanita, memperkirakan ada sekitar sejuta kunjungan prostitusi setiap bulannya, baik di rumah bordir maupun di jalanan, dan di layanan teman kencan untuk kelas atas. Sekitar 50 sampai 60 ‘klub­kesehatan’ beroperasi di beberapa blok sekitar pusat terminal bus lama Tel Aviv saja, dengan pusat yang lainnya di Haifa, Jerusalem, Netanya, Beersheba, Ashkelon, Ashdod, dan Eilat.

  Halaman belakang surat kabar lokal di banyak kota dipenuhi dengan iklan layanan seks, juga iklan bantuan yang mencoba merekrut wanita untuk dijual.”

  (Surat Kabar The Jerusalem Post, 28 Agustus 2000)

  “Bulan­bulan terakhir ini, media dipenuhi dengan berita tentang meluasnya perbudakan wanita kulit putih di Israel. Kaum wanita dijual sebagai barang bergerak dari satu germo ke germo lainnya. Sekitar 25.000 transaksi seksual terjadi setiap hari di Israel. Bersamaan dengan dakwaan terhadap Yitzhak Mordechai atas tuntutan pemerkosaan yang dilanjutkan dengan grasi ampunan yuridisnya, berita­berita itu membangkitkan perbincangan mengenai nilai wanita di masyarakat Israel. Meskipun pembentukan Negara Israel mungkin termasuk yang tertinggal dibandingkan negara Eropa lain, namun saat ini praktek seks warga Israel, dengan pengecualian kaum religius, sebenarnya tidak berbeda dengan warga negara Barat lainnya. Ketiadaan ijin membuat aksi Mordechai dan orang­orang yang menjual dan membeli wanita di pelelangan, secara moral dan secara legal, jauh lebih patut dicela daripada kejadian seks harian biasa. Tetapi perilaku masyarakat menunjukkan tanggapan yang biasa­biasa saja terhadap peristiwa tersebut.”

  (Surat Kabar The Jerusalem Post, 10 Mei 2001)

  Laporan lain dari warga negara Israel yang menduduki jabataan tinggi di negara itu bahkan lebih menunjukkan sifat penindasan yang meluas di Tanah Suci.

  “…komentar di depan publik yang mengejutkan warga Israel, seorang mantan Kepala Layanan Keamanan domestik Israel menyalahkan kebijakan­kebijakan pemerintah memicu perlawanan dari warga Palestina. Ami Ayalon, pensiunan Kepala Layanan Keamanan Shin Bet, mengatakan Israel bersalah atas kebijakan ‘apartheid’ (rasis) yang bertentangan dengan ajaran agama Yahudi. Dia menegaskan bahwa memang sesuai dengan logika jika warga Palestina memilih kekerasan, dan menyuarakan ‘penghinaan’ yang sangat besar kepada Israel, karena Israel mempersulit kaum pekerja dan warga Palestina lain yang berusaha memasuki Israel. Komentar yang biasanya terdengar dari warga Palestina dan warga luar tetapi jarang dari seorang warga Israel yang telah menduduki jabatan tingkat senior di Bidang Keamanan.”

  (Surat Kabar The Jerusalem Post, Selasa, 4 Desember 2000)

  Bahkan Presiden Israel sendiri mengkonfirmasi penindasan terhadap warga Palestina malang yang melawan negara Yahudi dengan intifada:

  “Jika mereka memiliki akal yang logis, warga Palestina akan membuka mata mereka dan menyadari bahwa jalan jahat telah menguasai mereka: ratusan orang meninggal dan ribuan luka­luka bahkan setelah kami melakukan pengekangan, pemiskinan, dan perampasan hak, pengangguran dalam jumlah besar, kerusakan ekonomi yang tidak mungkin dapat dipulihkan, keruntuhan jaringan administrasi dan sebagai tambahan, mereka tidak maju secara politik.”

  (Presiden Israel Katsav dalam Surat Kabar The Jerusalem Post, 16 Februari 2001)

  Sang Presiden memandang rendah warga Arab dengan cara yang sama seperti penganut modernitas yang tidak bertuhan:

  “Mereka adalah tetangga kami di sini, tetapi tampaknya dengan jarak beberapa ratus mil jauhnya, ada masyarakat yang tidak termasuk dalam benua kita, dunia kita, tetapi mereka termasuk dalam galaksi yang lain.”

  (Presiden Moshe Katsav dalam Surat Kabar The Jerusalem Post, 11 Mei 2001)

  Jacobson, seorang profesor di Unversitas Tel Aviv, telah mengatakan tentang hukum di Israel sebagai berikut:

  “Selama 52 tahun kaum minoritas Arab telah dipermalukan dengan diskriminasi. Pengambil­alihan tanah yang terus terjadi adalah satu ekspresi paling keras dari diskriminasi ini. Penolakan lamaran kerja di layanan sipil, perusahaan­perusahaan besar negara, dan perusahaan­perusahaan swasta; kurangnya sumber­sumber untuk pendidikan dan layanan kesehatan untuk warga ras Arab; pembagian dana negara yang tidak proporsional untuk wilayah warga ras Arab adalah ekspresi tambahan bahwa warga Israel ras Arab berstatus kelas dua. Fakta­fakta ini berulang­ulang telah diketahui pemerintah­pemerintah penerusnya, termasuk partai sayap kanan, tetapi dalam lima dekade ini, sangat sedikit usaha yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.”

  (Surat Kabar The Jerusalem Post, 3 April 2001)

  Hal­hal di atas mengkonfirmasi bahwa kita sekarang menyaksikan perwujudan peringatan Qur’ani bahwa Neraka Jahanam akan ditampakan di hadapan mata mereka:

  “Dan akan Kami perlihatkan (Neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu kepada orang­orang kafir.”

  “(mereka adalah orang­orang kafir) yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup dari (mengenali, menerima, dan memeluk) petunjuk­Ku, dan bahkan mereka tidak mampu untuk mendengar.”

  (al­Qur’an, al­Kahf, 18: 100­101)

  Biarkan kami segera mengenali bahwa Tatanan Dunia Baru yang telah muncul sebagai akibat dari dominasi Peradaban Barat sekuler adalah bentuk ketidakbertuhanan; penindasan rasial, ekonomi, dan religius; perbudakan seks yang amoral; yang telah dianut oleh umat manusia di seluruh dunia saat ini, termasuk dunia Muslim. Tetapi Tanah Suci adalah Tanah yang spesial. Dan al­Qur’an empatik dalam pernyataannya bahwa hanya orang­orang yang memiliki iman (pada Tuhannya Ibrahim) dan yang berperilaku saleh akan diijinkan mewarisi Tanah Suci (lihat al­Qur’an, al­Anbiyah, 21:105). Israel modern dan Organisasi Pembebasan Palestina yang sekuler­nasionalis, tidak memenuhi syarat­syarat ini. Konsep al­Qur’an tentang takdir Jerusalem adalah bahwa Organisasi Pembebasan Palestina Sekuler Yassir Arafat dan Negara Israel sekuler tidak akan mampu bertahan. Burung serta bulunya akan musnah bersama!

  Argumen­argumen di atas dengan jelas menunjukkan penolakan klaim legitimasi politik Israel terkait pewarisan Tanah Suci. Seharusnya, hal ini bukan sesuatu yang terlalu sulit bagi orang Yahudi atau Kristen yang beriman untuk mengakui dan menerimanya.

  Buku ini dapat dipesan ke Islamic Book Trust di ibtklpd.jaring.my