Negara Sekuler Modern

Negara Sekuler Modern

  Pembaca dari umat Yahudi, Kristen, dan Muslim mungkin bertanya: Adakah alternatif untuk menghadapi pemilu politik di negara sekuler? Jawabannya adalah: Iya! Ada. Alternatifnya adalah berjuang untuk merestorasi kedaulatan Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi, dalam sistem politik – berjuang untuk pengakuan kekuasaan­Nya sebagai kekuasaan tertinggi – dan berjuang untuk pengakuan Hukum­Nya sebagai hukum tertinggi. Itu adalah perjuangan paling mulia yang dapat dilakukan oleh manusia, dan itulah perjuangan yang harus dikejar hingga akhir waktu.

  Alternatif untuk orang­orang beriman adalah menegakkan apapun yang Allah jadikan Halal adalah Halal, dan apa pun yang Allah jadikan Haram adalah Haram, tidak peduli harga yang mungkin harus mereka bayar. Dan jika suatu kaum melakukan Syirik, Kufur, Zalim, dan Fasiq, maka orang­orang beriman harus mengutuk perbuatan tersebut, menentangnya, berjuang melawannya, dan kembali kepada Allah, dan berdoa kepada­Nya untuk memisahkan mereka dari umat yang seperti itu:

  “…Maka pisahkanlah kami dari kaum durhaka yang penuh dosa itu!”

  (al­Qur’an, al­Maidah, 5: 25)

  Al­Qur’an menyebutkan misi orang­orang beriman ini sebagai amr ma’ruf (mengajak pada kebenaran) dan nahi munkar (menentang kebatilan). Jika perjuangan untuk merestorasi Kedaulatan Allah Maha Tinggi dan supremasi Kekuasaan dan Hukum­Nya berhasil, maka wilayah itu menjadi Darul Islam. Umat Muslim berkuasa atas wilayah itu. Tetapi ada model alternatif plural negara yakni umat Muslim berbagi kekuasaan atas suatu wilayah dengan non­Muslim dengan dasar persamaan politik dan melalui persetujuan konstitusional yang mengijinkan umat Muslim mengakui Kedaulatan Allah dan supremasi Kekuasaan dan Hukum­Nya atas ‘mereka’. Nabi Muhammad

  (shollallahu ‘alayhi wassalam) mendirikan model negara ‘plural’ tersebut di Negara­Kota

  Madinah yakni umat Muslim, Yahudi, dan Arab pagan berbagi kekuasaan di wilayah negara dengan landasan persamaan politik.

  Manusia memiliki kebebasan pilihan untuk menerima atau menolak agama Ibrahim

  (‘alayhi salam) . Walau bagaimanapun, saat agama Ibrahim (‘alayhi salam) diterima, maka

  orang­orang beriman tidak memiliki kebebasan memilih antara pemerintahan yang beriman atau pemerintahan yang tidak beriman. Jika kebebasan mereka untuk mengakui Kedaulatan Allah dan supremasi Kekuasaan dan Hukum­Nya atas ‘mereka’ ditolak di wilayah mana pun, maka mereka harus mencari suatu tempat di mana kebebasan itu ada kemudian berpindah ke wilayah itu! Tuhannya Ibrahim, Maha Tinggi, telah memerintahkan orang­orang beriman untuk:

  “Wahai orang­orang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul, dan (taatilah) orang­orang yang (kedudukannya) berkuasa di antara kalian …”

  (al­Qur’an, an­Nisa, 4: 59)

  Jika mereka tidak lagi memiliki kebebasan membentuk pemerintahan mereka sendiri di mana pun, dan mereka harus hidup di bawah kekuasaan orang­orang yang tidak

  beriman, maka orang­orang yang beriman pada agama Ibrahim (‘alayhi salam) ‘tunduk’

  pada kekuasaan itu hingga saat mereka dapat kembali memilih sahabat orang­orang beriman berkuasa atas mereka. Tetapi ‘ketundukan’ pada kekuasaan yang tidak beriman tidak boleh melibatkan partisipasi mereka dalam pembentukan pemerintah yang tidak beriman. Orang­orang beriman akan tunduk kepada kekuasaan tersebut dengan syarat kebebasan beragama, yakni tidak ada aturan yang memaksa mereka melanggar hukum Tuhannya Ibrahim. Sementara pemerintah tersebut tidak akan menjadi pemerintah ‘mereka’, mereka dapat menasehati dan membantu pemerintah tentang segala hal yang benar, baik, dan saleh; dan memperingatkan, melawan, dan tidak terlibat dalam segala hal yang salah, jahat, dan berdosa.

  Sudah menjadi sifat yang sangat melekat pada negara sekuler modern yakni tidak mengijinkan pemilu digunakan untuk mengubahnya menjadi bentuk negara yang berbeda

  – seperti bentuk negara yang mengakui Kedaulatan Tuhannya Ibrahim (‘alayhi salam)

  dan supremasi Kekuasaan dan Hukum­Nya. Pemilu politik adalah alat untuk membuat seluruh warga negara tunduk pada negara sekuler yang tidak bertuhan.

  Nabi (shollallahu ‘alayhi wassalam) menyatakan bahwa dunia Kufur merupakan kesatuan esensial (al­kufru millatun wahidah). Dan ini adalah tepat seperti yang sekarang terjadi di dunia. Umat Yahudi dan Kristen harus mempertimbangkan dengan hati­hati pada fakta ketika umat Muslim Aljazair menggunakan ‘pemilu politik’ untuk