Rahasia Kemaksuman Para Nabi

Rahasia Kemaksuman Para Nabi

Di akhir pelajaran ini, barangkali tepat bila kami membubuhkan catatan tentang falsafah kemaksuman para nabi dalam hal menerima wahyu. Yaitu, bahwa mengetahui wahyu itu adalah perkara yang tidak mungkin mengalami kesalahan. Dan nabi-nabi yang berhak menerima wahyu akan

mendapatkan hakikat ilmu secara hudhuri, 1 mereka menyak- sikan hubungan ilmu ini dengan Pemberi Wahyu (Allah), baik melalui perantara malaikat atau tidak. Maka, tidak mungkin penerima wahyu akan merasa ragu; apakah yang diterimanya itu berupa wahyu atau bukan? Atau siapakah yang mewahyukan kepadanya? Atau apakah kandungan wahyu yang diturunkan kepadanya? Apabila terdapat sebagian hikayat yang menceritakan bahwa ada seorang nabi yang merasa ragu dengan kenabiannya, atau ia tidak mengetahui kandungan wahyu, atau ia tidak mengetahui siapakah pemberi wahyu itu, hikayat semacam ini adalah dusta dan dibuat-buat. Kebatilan kisah semacam ini sama dengan ungkapan: ia ragu terhadap wujudnya sendiri, atau ragu terhadap pengetahuannya yang bersifat hudhuri dan wijdani.

Adapun falsafah kemaksuman para nabi dalam men- jalankan tugas-tugas Ilahi seperti: menyampaikan risalah Allah kepada seluruh umat manusia, ini memerlukan premis sebagai berikut:

Suatu perbuatan manusia akan sempurna apabila terdapat di dalam hatinya kecondongan kepada sesuatu yang diinginkannya. Dan kecondongan itu muncul karena berbagai faktor yang menentukan jalan agar ia sampai kepada tujuan yang diinginkannya tersebut dengan bantuan berbagai

1 Tentang hudhuri, lihat Pelajaran 5.

PANDANGAN DUNIA ILAHI pengetahuan. Kemudian, ia akan melakukan perbuatan yang

sesuai dengan tujuannya tersebut. Apabila terdapat kecon- dongan dan keinginan yang saling bertentangan, ia berusaha untuk mengetahui manakah yang lebih utama dan paling banyak nilainya. Ketika itu ia akan memilih yang lebih baik lalu melakukannya. Akan tetapi terkadang –akibat adanya kekurangan pada pengetahuannya – ia keliru dalam menen- tukan mana yang lebih utama, atau karena ia tidak menge- tahui manakah yang lebih bermaslahat, atau karena ia telah terbiasa dengan hal-hal yang buruk, maka ia memilih hal-hal yang buruk pula, dan tidak ada kesempatan baginya untuk berfikir jernih dan memilih yang lebih bermaslahat.

Oleh karena itu, semakin pengetahuan, kesadaran dan perhatian seseorang terhadap berbagai hakikat itu luas dan kuat, dan semakin kuat kehendaknya untuk menentukan kecondongan-kecondongan dan reaksi-reaksi internal, niscaya pilihannya akan lebih baik, dan lebih terjaga dari berbagai kesalahan dan penyimpangan.

Dari sinilah sebagian individu yang mempunyai penge- tahuan dan potensi yang tinggi membekali dirinya dengan kesadaran yang tinggi dan pendidikan yang bersih. Orang- orang semacam ini pasti akan sampai ke peringkat kesempurnaan dan keutamaan. Mungkin juga mereka ini akan mencapai peringkat yang mendekati kemaksuman. Bahkan mungkin tidak terlintas dalam benak mereka pikiran untuk berbuat dosa dan hal-hal yang buruk. Sebagaimana tidak seorang pun yang berakal sehat mempunyai pikiran untuk minum racun atau ramuan yang dapat membinasakan dirinya atau meng-konsumsi sesuatu yang kotor dan berbau busuk.

Maka itu, apabila kita berasumsi adanya seseorang yang kapasitasnya telah terpenuhi untuk memperoleh berbagai

MENGENAL AWAL KEHIDUPAN macam hakikat, ruh dan hatinya telah mencapai derajat yang

tinggi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: "Hampir- hampir minyaknya itu dapat menerangi walaupun tidak disentuh oleh api", lantaran kapasitasnya yang sudah penuh, jiwanya yang bersih, memperoleh pendidikan Ilahi serta ditopang dengan ruhul qudus. Orang semacam ini pasti akan melewati tangga-tangga kesempurnaan dengan cepat yang tidak bisa dibayangkan. Bahkan bisa jadi ia akan melewati jalan yang tidak mungkin dilewati oleh orang lain selama seratus tahun, dan sangat mungkin ia akan mengungguli orang lain walaupun ia masih kanak-kanak, bahkan sekalipun dia masih berupa janin. Bagi orang semacam ini akan tampak jelas nistanya perbuatan maksiat dan dosa, persis dengan tampak- nya bahaya minum racun, sesuatu yang berbau busuk dan kotoran-kotoran bagi orang lain. Sebagaimana orang biasa itu menjauhi hal-hal yang berbahaya dan kotor tanpa dipaksa, seorang yang maksum pun akan menjauhi berbagai maksiat dan dosa tanpa menafikan kehendak dan usaha bebasnya sama sekali.[]

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini !

1. Sebutkan dalil-dalil akal atas kemaksuman para nabi!

2. Sebutkan ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kemaksuman para nabi!

3. Apakah falsafah kemaksuman para nabi dari kesalahan dalam menerima wahyu?

4. Bagaimana kemaksuman para nabi dari perbuatan maksiat itu sesuai dengan kehendak bebas mereka?