Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika
b. Prakonsepsi
V an den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah
konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal”.
Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal
commit to user
mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).
Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.
c. Miskonsepsi Fisika
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya “Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep (miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang, sehingga terbentuk konsep yang salah.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. ((Paul Suparno, 2005:29)
commit to user
menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori
Derajat Pemahaman
Kriteria
1. Tidak memahami
2. Miskonsepsi
3. Memahami
- tidak ada respon - tidak memahami
- Miskonsepsi
- Memahami sebagian dengan
miskonsepsi
- memahami sebagian - memahami konsep
a. tidak ada jawaban / kosong
b. menjawab “saya tidak tahu”
c. mengulang pertanyaan
d. menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas
a. menjawab dengan penjelasan tidak logis
b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pertanyaan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi
a. jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi
b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penejalasan benar
Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions in Science , menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta
10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul Suparno, 2005:11)
commit to user
den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong dan kabel yang keluar dianggap nol.
Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno, 2005:12).
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya
Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :
a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki
b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang
sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.
c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi
beberapa bulan kemudian salah lagi.
d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau
dihindari.
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.
f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van
den Berg : 1991 : 17)
commit to user
miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah
a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan
membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.
b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya
dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada
kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.
e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara
konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.
f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa
pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut. Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan mem-
berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.
Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously worded, 5) be neither too easy nor too difficult" . Atau dengan kata lain soal test yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
commit to user
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang
berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga benar.
Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide pikirannya sendiri.
Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.
2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes
konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab dari pilihan jawaban yang ia pilih.
commit to user
diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.
3) Tes esai tertulis Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa
penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa.
Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam memberikan jawaban sesuai pemikirannya.
Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa berisiko keluar dari kontek penelitian.
4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan. Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti, diantaranya:
a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.
b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap malas mengerjakan dan tidak disiplin.
c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.