26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara, Medan serta Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang
4 bulan.
3.2 BAHAN
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1.
Cangkang telur bebek dari toko penjual makanan yang berada di kawasan Jalan Gedeh Medan
2. Metilen Biru
3. Aquadest
4. Aquabidest
5. Larutan logam CdII
6. Larutan asam klorida HCl
3.3 PERALATAN
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1.
SEM-EDX tipe JEOL-JSM-6510 LV 2.
Spektrofotometer UV-Vis tipe Shimadzu Serial No. A114548 3.
Spektrofotometer AAS 4.
Oven 5.
Furnace 6.
Ball Mill 7.
Ayakan 140 mesh 8.
Desikator 9.
Piknometer 10 ml 10.
Magnetic Stirrer
Universitas Sumatera Utara
27 11.
Kertas Saring Whatman 42 12.
Beaker Glass 13.
Gelas Ukur 14.
Timbangan Digital 15.
Batang Pengaduk 16.
Corong Gelas 17.
Pipet Tetes 18.
Stopwatch 19.
Erlenmeyer 20.
Lumpang dan Alu 21.
Cawan Porselen 22.
Kuvet 23.
Penjepit Tabung 24.
Spatula
3.4 PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Bebek
Prosedur pembuatan adsorben cangkang telur bebek dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Putra [12], Bhaumik [4], Chumlong
[3], Carvalho [61], Mahreni [9] yaitu :
1. Cangkang telur bebek dicuci dengan air keran beberapa kali hingga bersih
dan lapisan membran dilepas dan dipisahkan dari cangkangnya. 2.
Cangkang telur bebek dianginkan hingga kering. 3.
Cangkang telur bebek dihancurkan menjadi lebih kecil dengan lumpang dan alu serta digiling menjadi serbuk dengan ball mill.
4. Serbuk cangkang telur bebek diayak dengan ayakan yang berukuran 140
mesh. 5.
Hasil ayakan yang lolos dipanaskan pada suhu 110 C di oven, 600
C dan 800
C di furnace selama 2 jam. 6.
Setelah itu, hasil pemanasan disimpan dalam desikator selama 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
28
3.5 PROSEDUR ANALISA
3.5.1 Karakterisasi Adsorben Cangkang Telur Bebek
Prosedur karakterisasi adsorben cangkang telur bebek dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Tsai [10], Park [5], Chumlong [3],
Bhaumik [4], Muhammad [13] yaitu :
Hasil adsorben cangkang telur bebek pada suhu 110 C, 600
C, dan 800 C
kemudian diukur dengan menggunakan peralatan SEM tipe JEOL-JSM-6510 LV untuk mengetahui struktur morfologi adsorben yang dilengkapi dengan EDX
untuk mengetahui komponen kimia pada adsorben cangkang telur bebek.
3.5.2 Penentuan Berat Jenis Densitas Adsorben Cangkang Telur Bebek
Prosedur penentuan berat jenis densitas adsorben cangkang telur bebek dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Priska [62] dan Siti
[22] yaitu:
1. Berat jenis adsorben ditentukan dengan menggunakan piknometer 10 ml.
2. Piknometer dikeringkan dan ditimbang sebelum digunakan.
3. Piknometer diisi dengan aquadest dan ditimbang berat piknometer yang
berisi aquadest kemudian dihitung densitas air. 4.
Aquadest dibuang kira-kira 5 ml dan 1 gram adsorben dimasukkan dalam piknometer serta ditambah aquadest sampai penuh lalu ditimbang.
5. Berat jenis densitas adsorben dapat dihitung dengan rumus:
a
3.1 Keterangan :
A = berat adsorben g
B = volume piknometer ml
C = berat piknometer + air + adsorben g
D = berat piknometer + adsorben g
a
= berat jenis adsorben gml
w
= berat jenis air gml
Universitas Sumatera Utara
29
3.5.3 Penentuan Luas Permukaan Adsorben
Prosedur penentuan luas permukaan adsorben dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Sulistiyana [63], Liza [64], Dhuha
[65], Wahyu [66] yaitu:
1. Sebanyak 1 gram sampel serbuk cangkang telur bebek pada suhu 110
C ditambahkan ke dalam 1000 ml larutan metilen biru 30 ppm.
2. Diaduk larutan tersebut dengan magnetic stirrer dengan interval waktu
pengambilan sampel 10 menit hingga mencapai waktu setimbang. 3.
Hasil pengadukan disaring dengan menggunakan kertas saring. 4.
Diukur absorbansi filtratnya dengan menggunakan Spektrofotometer UV- Vis.
5. Hasil pengukuran akan berupa konsentrasi dari filtratnya.
6. Berat teradsorpsi maksimum dimasukkan ke dalam persamaan sehingga
didapatkan luas permukaan adsorben:
Mr a
N. Xm.
S
3.2 Keterangan:
S = luas permukaan adsorben m
2
g N
= bilangan Avogrado 6,022 x 10
23
mol
-1
X
m
= berat adsorbat teradsorpsi gg a
= luas penutupan oleh 1 molekul metilen biru 197 x 10
-20
m
2
Mr = massa molekul relatif metilen biru 320,5 gmol
7. Percobaan dari nomor 1-7 diulangi untuk sampel serbuk cangkang telur
bebek pada suhu 600 C dan 800
C. 8.
Diambil sampel cangkang telur pada suhu 600 C untuk diukur banyaknya
logam CdII yang terjerap dalam adsorben.
Universitas Sumatera Utara
30
3.5.4 Penentuan Jumlah Logam CdII yang Terjerap dalam Adsorben
Prosedur penentuan jumlah logam CdII yang terjerap dalam adsorben dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Putra [12], Bhaumik
[4], Chumlong [3], Nacera [27], Park [5] yaitu:
1. Ke dalam beaker glass 1000 ml dimasukkan 1,5 gram sampel serbuk
cangkang telur bebek pada suhu 600 C.
2. Ditambahkan 1000 ml larutan CdII 12,5 ppm ke dalam erlenmeyer yang
telah berisi sampel. 3.
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer dengan interval waktu pengambilan sampel 10 menit hingga mencapai waktu setimbang.
4. Hasil pengadukan disaring dengan menggunakan kertas saring.
5. Filtrat diambil untuk mengukur konsentrasi akhir CdII dengan
menggunakan Spektrofotometer AAS. 6.
Hasil pengukuran akan berupa konsentrasi dari filtratnya. 7.
Banyaknya CdII yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
B 1
x V
x 1.000
C C
Wads
2 1
3.3 Keterangan :
W
ads
= berat CdII yang terjerap oleh satu gram sampel mgg B = berat sampel yang digunakan g
C
1
= konsentrasi larutan CdII awal ppm C
2
= konsentrasi larutan CdII akhir ppm V = volume larutan CdII yang digunakan ml
Universitas Sumatera Utara
31
3.6 FLOWCHART PENELITIAN
3.6.1 Flowchart Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Bebek yang
Diaktivasi secara Termal dan Karakterisasi
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Adsorben Cangkang Telur Bebek yang Diaktivasi Secara Termal dan Karakterisasi
Mulai Cangkang telur bebek dicuci dengan air keran beberapa kali dan membran dilepaskan
Cangkang telur bebek yang telah bersih dianginkan hingga kering
Setelah kering, cangkang telur bebek dihancurkan dengan lumpang dan alu serta digiling dengan ball mill
Hasil gilingan diayak dengan ayakan 140 mesh Hasil ayakan yang lolos dipanaskan pada suhu 110
C di oven
, 600 C dan 800
C di furnace selama 2 jam. Hasil pemanasan disimpan dalam desikator selama 24 jam
Selesai Karakterisasi adsorben dilakukan dengan peralatan SEM-EDX
Universitas Sumatera Utara
32
3.6.2 Flowchart Penentuan Berat Jenis Densitas Adsorben Cangkang
Telur Bebek
Gambar 3.2 Flowchart Penentuan Berat Jenis Adsorben Cangkang Telur Bebek Piknometer 10 ml dikeringkan dan ditimbang
Aquadest dibuang kira-kira 5 ml
Selesai Piknometer diisi dengan aquadest dan ditimbang
sehingga dapat dihitung densitas air
Dihitung berat jenis adsorben
Apakah ada adsorben yang lain?
Tidak Ya
1 gram adsorben dimasukkan ke dalam piknometer dan ditambah aquadest sampai
penuh lalu ditimbang Mulai
Universitas Sumatera Utara
33
3.6.3 Flowchart Penentuan Luas Permukaan Adsorben
Gambar 3.3 Flowchart Penentuan Luas Permukaan Adsorben
1000 ml larutan metilen biru 30 ppm dimasukkan ke dalam beaker glass
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer dengan interval waktu pengambilan sampel 10 menit
Campuran disaring dengan kertas saring
Dihitung berat teradsorpsi maksimum
Selesai Mulai
Ditambahkan 1 gram serbuk cangkang telur bebek
Filtrat diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis
Apakah ada adsorben yang lain?
Tidak Ya
Universitas Sumatera Utara
34
3.6.4 Flowchart Penentuan Jumlah Logam CdII yang Terjerap dalam
Adsorben
Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Jumlah Logam CdII yang Terjerap dalam
Adsorben
1000 ml larutan logam CdII dimasukkan ke dalam beaker glass
yang telah berisi 1,5 gram sampel Campuran diaduk dengan magnetic stirrer
dengan interval pengambilan sampel 10 menit Campuran disaring dengan kertas saring
Dihitung banyak CdII yang terjerap dalam adsorben
Selesai Mulai
Filtrat diukur dengan Spektrofotometer AAS
Apakah ada logam berat lain?
Tidak Ya
Universitas Sumatera Utara
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 AKTIVASI ADSORBEN CANGKANG TELUR BEBEK
Pada penelitian ini, cangkang telur bebek diaktivasi secara fisika yaitu dipanaskan dalam oven pada suhu 110
C dan furnace pada suhu 600 C dan 800
C serta hasilnya ditunjukkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Hasil Proses Pemanasan Aktivasi Adsorben Cangkang Telur Bebek pada Suhu 110
C, 600 C, dan 800
C
Suhu Gambar
Keterangan Sifat Fisik
110 C
-Warna : putih seperti warna asli cangkang telur
-Bau : sedikit bau menyengat pada
saat pemanasan -Bentuk : berupa serbuk
halus dan kering
600 C
-Warna : abu kehitaman -Bau : tidak berbau
-Bentuk : berupa serbuk, tekstur lebih padat
dan agak lembab
800 C
-Warna : campuran warna putih dan abu
kehitaman -Bau : tidak berbau
-Bentuk : berupa serbuk, tekstur lebih padat
dan agak lembab
Universitas Sumatera Utara
36 Gambar 4.1 merupakan hasil pengamatan proses aktivasi fisika termal
adsorben cangkang telur bebek pada suhu 110 C dengan menggunakan oven dan
pada suhu 600 C dan 800
C dengan menggunakan furnace selama 2 jam untuk mengetahui karakteristik sifat fisik adsorben, seperti warna, bau, dan bentuk.
Peralatan oven dan furnace yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 3. Pada gambar 4.1 ini dapat dilihat bahwa hasil adsorben pada ketiga suhu
tersebut menunjukkan warna, bau, dan bentuk yang berbeda-beda. Pada suhu 110
C menunjukkan sifat fisik adsorben berwarna putih, sedikit berbau menyengat, dan berupa serbuk halus dan kering. Pada penelitian Mahreni [9], sifat
fisik adsorben cangkang telur yang dikeringkan di oven pada suhu 110 C
berwarna putih dan berupa serbuk halus. Cangkang telur bebek terdiri dari bahan organik berupa matriks protein dan
bahan kristal anorganik CaCO
3
, MgCO
3
, dan CaPO
4
[19]. Adapun komposisi cangkang telur bebek ditampilkan pada tabel 2.2.
CaCO
3
merupakan komponen utama dari cangkang telur. CaCO
3
merupakan zat padat berwarna putih, mengandung 40 Ca maksimum, tidak larut dalam air,
tetapi kelarutan bertambah pada kondisi basa [67]. Proses aktivasi fisika adalah suatu perlakuan termal terhadap adsorben yang
bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan kimia atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga luas permukaan bertambah besar
dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi [68]. Perlakuan termal pada adsorben ini terdiri dari dua bagian, yaitu mula-mula terjadi sebagian besar bahan organik
terbakar, kemudian terjadi transformasi cangkang telur menjadi CaO [69]. Aktivasi pada suhu di bawah 600
C tidak terjadi proses kalsinasi sehingga tidak terbentuk CaO [70].
Jadi, hasil yang diperoleh pada penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Mahreni [9]. Sifat fisik adsorben berwarna putih menunjukkan bahwa
kandungan CaCO
3
yang tinggi dan belum terdekomposisi menjadi CaO. Bahan anorganik seperti MgCO
3
dan CaPO
4
belum terbakar menjadi abu dan bahan organik belum terbakar menjadi karbon. Hal ini menyebabkan adsorben pada suhu
110 C berwarna putih.
Universitas Sumatera Utara
37 Pada penelitian ini, dengan suhu 600
C menunjukkan sifat fisik adsorben berwarna abu kehitaman, tidak berbau, dan berupa serbuk dimana tekstur lebih
padat dan lembab. Sedangkan, hasil yang diperoleh pada penelitian Tangboriboon [71] sifat fisik adsorben cangkang telur bebek pada suhu 300
, 500 dan 700
C dimana terdapat perubahan warna yaitu dari abu kecoklatan, abu kehitaman dan
abu terang. Kemudian, juga terjadi perubahan bau yaitu dari berbau menyengat, tidak terlalu berbau, dan menjadi tidak berbau. Selanjutnya, terjadi perubahan
bentuk yaitu dari bersifat serpihan keras dan menjadi serbuk yang lebih halus. Proses pemanasan pada suhu 600-700
C menyebabkan proses kalsinasi dimana terjadi pelepasan karbondioksida CO
2
dan pembentukan kalsium oksida CaO dimana sebagian besar terdiri dari CaCO
3
dan sebagian kecil CaO [72]. CaCO
3
CaO + CO
2
CaO merupakan oksida logam, tidak berbau, padatan kristal putih dengan titik lebur 2572
C dan titik didih 2850 C. Senyawa ini juga dapat larut dalam air
membentuk kalsium hidroksida dan bersifat kaustik kuat [73]. Reaksi kalsinasi terjadi pada tekanan 1 atm. Apabila tekanan lebih besar
daripada 1 atm, maka terjadi reaksi reversibel dimana gas CO
2
yang terbentuk akan bereaksi kembali dengan CaO dan membentuk CaCO
3
dengan reaksi [74]: CaO + CO
2
CaCO
3
Suhu dan waktu kalsinasi mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini karena pada kondisi kalsinasi tertentu, kedua faktor ini dapat
menyebabkan proses karbonasi, dimana gas CO
2
diserap kembali pada permukaan CaO membentuk kembali CaCO
3
[74]. Komponen lainnya berupa CaPO
4
dan MgCO
3
, dengan titik lebur 100 C.
Pada suhu 350 C, MgCO
3
terdekomposisi menjadi MgO dan CO
2
dengan persamaan reaksi sebagai berikut [75] :
MgCO
3
MgO + CO
2
MgCO
3
berupa serbuk halus yang berwarna putih. MgO merupakan serbuk kristal berwarna putih dengan berat molekul 40,304 gmol [76].
Jadi, hasil penelitian ini memiliki fenomena yang sama dengan penelitian Tangboriboon [71]. Sifat fisik adsorben berwarna abu kehitaman menunjukkan
bahwa terdapat sedikit gas O
2
tidak kedap udara di sekitar ruangan furnace,
Universitas Sumatera Utara
38 sehingga terjadi reaksi oksidasi dengan adsorben yang menghasilkan abu
anorganik berwarna abu kehitaman [77]. Bahan organik mengalami proses karbonisasi menjadi karbon berwarna hitam.
Pada penelitian ini, dengan suhu 800 C menunjukkan sifat fisik adsorben
berwarna putih dan abu kehitaman, tidak berbau, dan berupa serbuk dimana tekstur lebih padat dan lembab. Hasil yang diperoleh pada penelitian
Tangboriboon [71] terjadi perubahan fisik adsorben cangkang telur bebek pada suhu 700
dan 900 C dimana terdapat perubahan warna yaitu dari abu terang
menjadi putih. Akan tetapi, dari segi bau dan bentuk tidak terdapat perubahan. Sifat fisik adsorben yaitu tidak berbau dan berupa serbuk halus. Selain itu, hasil
yang diperoleh pada penelitian Somprasarn [78] terjadi perubahan fisik adsorben cangkang telur ayam pada suhu 300
sampai 1000 C dengan rentang 100
C, dimana terdapat perubahan warna dari abu kecoklatan, coklat kehitaman, abu
kehitaman pekat, abu terang, dan menjadi putih. Selanjutnya, terjadi perubahan bentuk yaitu dari bersifat serpihan keras, serpihan rapuh yang halus dan menjadi
serbuk yang lebih halus. Sedangkan, hasil penelitian Mahreni [9] berupa adsorben pada suhu 900
C berwarna putih. Proses kalsinasi pada suhu 925
-1340 C menyebabkan terbentuknya kristal
CaO murni dengan melepaskan bahan residu organik berupa karbon [72]. Pada rentang suhu 750
C dan 900 C, hampir semua CaCO
3
terdekomposisi menjadi CaO sehingga masih terdapat CaCO
3
yang tidak bereaksi [79]. Kenaikan suhu mempercepat terjadinya reaksi kalsinasi. Adanya kenaikan
suhu akan mempercepat dekomposisi CaCO
3
menjadi CaO dan CO
2
. Waktu kalsinasi juga berpengaruh terhadap konsentrasi CaCO
3
. Dimana semakin lama waktu kalsinasi maka CaCO
3
yang terdekomposisi juga semakin meningkat. Hal ini ditimbulkan karena pada waktu yang relatif lama, reaksi tidak hanya terjadi
pada bagian luar adsorben saja, tetapi juga terjadi pada bagian yang lebih dalam, karena adanya difusi dan rambatan panas ke daerah tersebut [74].
Semakin tinggi suhu, maka secara perlahan CaCO
3
akan menghilang dan CaOH
2
muncul. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya suhu, maka semakin banyak CaCO
3
terdekomposisi menjadi CaO [79]. Dengan adanya kelembaban di atmosfir, CaO sangat sensitif terhadap kelembaban dapat menyerap
Universitas Sumatera Utara
39 mengabsorpsi air sehingga terjadi reaksi hidrolisis dan membentuk kalsium
hidroksida CaOH
2
, dimana persamaan reaksinya sebagai berikut [71]: CaO + H
2
O CaOH
2
Jadi, hasil penelitian ini yaitu adsorben pada suhu 800 C memiliki fenomena
yang sama dengan penelitian Tangboriboon [71], Somprasarn [78], dan Mahreni [9]. Sifat fisik adsorben berwarna campuran putih dan abu kehitaman
menunjukkan bahwa masih terdapat sisa reaksi karbonisasi bahan organik menjadi karbon, reaksi oksidasi dengan adsorben yang menghasilkan abu yang
menyebabkan warna menjadi abu kehitaman, sedangkan warna putih berasal dari kandungan CaCO
3
dan CaO.
Setelah adsorben cangkang telur bebek dipanaskan di oven dan furnace selama 2 jam, kemudian ditimbang berat sampel adsorben sesudah proses aktivasi
pada masing-masing suhu. Selanjutnya menghitung berat sampel hilang selama proses kalsinasi dengan adanya data berat sampel mula-mula dan sesudah aktivasi
pada setiap suhu. Tabel 4.1 menunjukkan hubungan antara suhu aktivasi dan berat sampel hilang selama proses aktivasi.
Tabel 4.1 Hubungan antara Suhu Aktivasi dan Berat Sampel Hilang
No. Suhu Aktivasi
C Berat Sampel
Mula-Mula gr Berat Sampel
Sesudah Aktivasi gr
Berat Sampel
Hilang
1. 2.
3. 110
600 800
110 80
90 109
75,3 77,8
0,909 5,875
13,56
Tabel 4.1 menunjukkan hubungan antara suhu aktivasi dengan berat sampel hilang selama proses aktivasi. Untuk mendapatkan berat sampel hilang,
maka perlu dilakukan pengukuran berat sampel mula-mula dan sesudah aktivasi. Adapun berat sampel hilang dapat ditunjukkan dalam rumus:
berat sampel hilang = sampel mula-mula g- sampel sesudah kalsinasig 4.1 sampel
mula-mula g
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada suhu 110, 600, dan 800 C, masing-
masing berat sampel hilang selama proses aktivasi sebesar 0,909; 5,875 ;
Universitas Sumatera Utara
40 dan 13,56 . Pada penelitian Mahreni [9], adsorben cangkang telur dikeringkan di
oven pada suhu 110
C dan dikalsinasi di furnace dengan rentang suhu 100 C dari
200 C sampai 900
C dimana berat sampel hilang sebesar 0,7665; 15,2475; 23,302; 34,2535; 37,4125; 40,271; 41,841, dan 47,519. Adapun
penelitian ini memiliki fenomena yang sama dengan penelitian Mahreni [9] yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya suhu aktivasi, maka berat sampel
hilang juga semakin meningkat. Suhu aktivasi berbanding lurus dengan berat sampel hilang.
Peristiwa yang terjadi selama proses kalsinasi adsorben cangkang telur adalah terjadi pelepasan air bebas H
2
O dan terikat OH berlangsung sekitar suhu 100
C dan 300 C, terjadi pelepasan gas CO
2
berlangsung sekitar suhu 600 C
dan pada tahap ini terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti, dan pada suhu yang lebih tinggi sekitar 800
C maupun lebih struktur kristal CaO sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan di antara partikel serbuk belum kuat dan
mudah lepas [26]. Pembentukan CaO dapat dilihat dari perubahan berat sampel sebelum dan
sesudah kalsinasi dengan asumsi bahwa telah terjadi reaksi dekomposisi. Perubahan berat sampel disebabkan oleh pelepasan CO
2
dari molekul CaCO
3
. Selain itu, juga terjadi pelepasan H
2
O. Semakin tinggi temperatur kalsinasi, berat sampel semakin kecil karena semakin banyak CO
2
yang dilepaskan [9].
Universitas Sumatera Utara
41
4.2 KARAKTERISASI ADSORBEN CANGKANG TELUR BEBEK DENGAN SEM-EDX