G. Analisis Karakteristik Membran
1. Analisis Sifat Fisik Secara Makroskopis
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari masing-masing membran yang dihasilkan, baik itu membran kitosan, membran selulosa
bakteri dan membran selulosa+gliserol+kitosan. Hasil dari analisis ini tersajikan dalam Tabel IV.
Tabel IV. Hasil pengamatan sifat fisik membran
No Sifat Fisik
Selulosa Bakteri
Kitosan Selulosa+kitosan+
gliserol 1
Warna Kuning
kecoklatan Kuning
Kuning kecoklatan 2
Tekstur Kasar
Halus Halus
3 Bentuk
Lembaran seperti kertas
Lembaran seperti kertas
Lembaran seperti kertas
4 Transparansi
Tidak Transparan
Tidak
Pengamatan terhadap sifat fisik selulosa bakteri yang dilakukan ternyata memiliki kemiripan dengan pengamatan sifat fisik selulosa bakteri yang dilakukan
oleh Pratomo dan Rohaeti 2011. Berdasarkan hasil pengamatan ini ternyata penambahan kitosan dan gliserol membuat tekstur dari membran yang terbentuk
menjadi lebih halus dibandingkan dengan membran selulosa. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kitosan akan mengisi rongga-rongga dari selulosa bakteri,
sehingga permukaannya menjadi lebih halus. Adanya perubahan tekstur juga dimungkinkan adanya interaksi antara selulosa bakteri dengan kitosan Chawla et
al. 2009
Tekstur yang kasar bisa dikarenakan adanya rongga-rongga pada selulosa bakteri sebagai akibat pembentukan mikrofibril yang tidak merata. Hal ini terjadi
pada saat fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Rongga-rongga ini akan terlihat jika dilakukan analisis morfologi permukaan dengan SEM.
2. Analisis Gugus Fungsi dengan Instrumen FT-IR
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari membran yang terbentuk selulosa bakteri, kitosan, dan selulosa+kitosan+gliserol, serta untuk
mengetahui interaksi antara kitosan dengan selulosa bakteri. Berikut ini akan disajikan hasil spektra IR dari serbuk kitosan, selulosa bakteri, dan
selulosa+gliserol+kitosan.
Gambar 15. Spektra IR serbuk kitosan Pemeriksaan gugus fungsi kitosan dilakukan dikarenakan hampir seluruh
proses penelitian menggunakan kitosan. Berdasarkan spektra IR kitosan dapat dihitung nilai derajat deasetilasinya DD. Selain itu dapat digunakan sebagai
pembanding bila dibandingkan spektranya dengan membran selulosa atau membran selulosa+kitosan+gliserol. Pembandingan spektra IR bertujuan untuk
melihat jika ada interaksi antara membran selulosa dengan kitosan
Berdasarkan perhitungan dengan metode baseline, kitosan yang digunakan memiliki derajat deasetilasi DD sebesar 74,94 . Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Pillai, Paul dan Sharma 2009 yang menyatakan bahwa kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin dengan derajat deasetilasi 60-90.
Selain itu berdasarkan Knurr 1982 menyebutkan bahwa syarat kitosan komersil adalah nilai derajat deasetilasi 70. Hal ini membuktikan bahwa kitosan yang
dijual dan digunakan memenuhi syarat secara komersil. Berdasarkan spektra IR Gambar 15 ditemukan adanya serapan pita pada
daerah 3444,41 cm
-1
yang menunjukkan stretching NH dan stretching OH, dan pada daerah bilangan gelombang 1645,76 cm
-1
yang menunjukkan serapan karbonil C=O khas amida dari N-Asetil glukosamin. Hal ini sesuai dengan
penelitian Khan et al. 2002 yang menyatakan bahwa kitosan memiliki ciri pita serapan pada bilangan gelombang 1655 cm
-1
dan bilangan gelombang 3450 cm
-1
. Hal ini memiliki kemiripan dengan Anicuta et al, 2010 yang melaporkan
adanya karakteristik kitosan pada daerah 1559,17 cm
-1
stretching gugus amino dan daerah 3367,1 cm
-1
yang menunjukkan vibrasi NH simetrik. Berdasarkan spektrum tersebut maka dapat disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan
merupakan kitosan. Berdasarkan Gambar 16, terlihat pita serapan selulosa bakteri. Pita serapan
pada bilangan gelombang 3419,44 cm
-1
yang merupakan OH stretching, pada gelombang 2940,40 cm
-1
yang menunjukkan serapan CH alifatik -CH stretching, pada bilangan gelombang 1654,91 cm
-1
yang menunjukkan serapan C=O stretching
pada ujung terminal dari selulosa bakteri, pada bilangan gelombang
1404,95 cm
-1
yang menunjukkan serapan CH bending vibration, serta pada bilangan gelombang 1039,83 cm
-1
yang menunjukkan serapan β-1,4-glikosidik.
Gambar 16. Spektra IR selulosa bakteri Hal ini hampir sama dengan peneitian Anicuta, et al., 2010, pita absorbsi
karakterisitik selulosa muncul pada daerah bilangan gelombang 3350 cm
-1
stretching OH dan 2916,81 cm
-1
stretching CH. Berdasarkan penelitian Stefanescu et al 2011 menyatakan bahwa serapan selulosa ada pada bilangan
gelombang 3430 cm
-1
, 2919 cm
-1
, 1659 cm
-1
, 1422 cm
-1
, 1374 cm
-1
, 1158 cm
-1
, 1067 cm
-1
. Bila melihat penelitian sebelumnya, dapat dipastikan bahwa selulosa bakteri yang digunakan memiliki kemiripan dengan selulosa bakteri pada
umumnya. Berdasarkan Gambar 17, terlihat pita serapan pada bilangan gelombang
3451,60 cm
-1
yang menunjukkan serapan khas kitosan yaitu serapan gugus hidroksil dari unit β-glukosa, gugus –NH
2
dari glukosamin dan –NH- amida dari
N-Asetil glukosamin yang saling bertumpang tindih.
Gambar 17. Spektra IR selulosa+kitosan+gliserol Pita serapan lainnya yaitu pada bilangan gelombang 2359,86 cm
-1
yang menunjukkan serapan C-H stretching, pada bilangan gelombang 1640,37 cm
-1
yang merupakan serapan karbonil khas amida dari N-Asetil glukosamin. Bilangan gelombang 1640,37 cm
-1
ini menunjukkan karakteristik kitosan yaitu adanya ikatan HN-COCH
3
yang merupakan serapan amida kitosan yang berasal dari kitin yang belum terdeasetilasi. Apabila dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Stefanescu et al. 2012 yang menyatakan bahwa telah ditemukan pita baru di sekitar daerah 1640 cm
-1
atau 1643 cm
-1
dan di sekitar daerah 1565 cm
-1
yang menunjukkan adanya C=O stretching Amida I dan
–NH bending Amida II, namun pada hasil penelitian tidak terbaca peak pada daerah bilangan gelombang
1500 cm
-1
, hal ini diperkirakan intensitasnya kurang kuat sehingga tertutupi oleh peak
pada bilangan gelombang 1640,37 cm
-1
.
Tabel V. Hasil interpretasi gugus fungsi membran No
Membran Bilangan
Gelombang cm
-1
Gugus Fungsi
1 Selulosa
3419,44 -OH
2940,40 -CH alifatik
1654,91 C=O stretching
1404,95 -CH bending vibration
1039,83 β-1,4-glikosidik
2 Kitosan
3444,41 -NH dan
–OH 2923,30
-CH stretching 1645,76
C=O stretching Amida I 1384,16
C-H vibration 1154,70
Struktur sakarida 1081,51
Vibrasi stretching C-O 3
SGK 3451,60
Serapan –NH
2359,86 -CH stretching
1640,37 HN-COCH
3
Gambar 17 menunjukkan dengan penambahan kitosan ini akan menyebabkan terjadinya penajaman dari puncak gugus
–OH dari selulosa bakteri di sekitar bilangan gelombang 3400 cm
-1
. Adanya puncak ini menunjukkan kemungkinan terjadinya overlapping antara gugus
–OH dengan gugus –NH
2
. Hal ini sesuai dengan penelitian yang diungkapkan oleh Anicuta et. al. 2010 yang menemukan
adanya pergeseran pita yang semula di sekitar 3350,71 cm
-1
bergeser menjadi 3349,75 cm
-1
dan menjadi semakin lebar yang mengindikasikan adanya overlapping antara interaksi hidrogen dari gugus
–OH dengan -NH
2
. Berdasarkan hasil spektrum ini menunjukkan bahwa terjadi interaksi hidrogen antara selulosa
bakteri gugus –OH dengan kitosan gugus –NH
2
. Spektra IR yang dihasilkan dapat di interpretasikan melalui Tabel V.
Berdasarkan hasil perhitungan intensitas peak dari masing-masing sampel dapat dilihat adanya perubahan intensitas gugus ketika dilakukan penambahan
kitosan. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel ditunjukkan pada Tabel VI. Tabel VI. Hasil absorbansi selulosa dan selulosa+kitosan+gliserol
No Sampel
Gugus fungsi Absorbansi
1 Selulosa
-OH 0.889
C=O 0.488
2 Selulosa+kitosan+gliserol -OH
0.106 C=O
0.028 Berdasarkan hasil perhitungan absorbansi, terlihat bahwa terjadi penurunan
absorbansi baik itu pada gugus fungsi –OH maupun pada gugus fungsi karbonil
C=O. Adanya penurunan absorbansi dikarenakan adanya interaksi antara gugus hidroksil dari selulosa bakteri dengan gugus -NH
2
dari kitosan, sehingga mengurangi absorbansinya.
Selain itu dapat dikarenakan adanya spektrum yang saling tumpang tindih. Berdasarkan literatur yang menyatakan bahwa pada daerah bilangan gelombang
sekitar 3520-3200 cm
-1
menunjukkan serapan gugus hidroksil -OH, pada daerah bilangan gelombang 3500-3300 cm
-1
menunjukkan serapan gugus amina -RNH
2
, pada daerah bilangan gelombang 3500-3100 cm
-1
menunjukkan serapan gugus –NH-amida. Ketiga gugus menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang
yang berdekatan, sehingga dapat terjadi tumpang tindih Biemann, 1983.
3. Analisis Struktur Morfologi