Tenaga kerja migran berdokumen

Manusia Malaysia 39 39 Data berasal presentasi oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Pemerintah Malaysia pada saat Kunjungan Studi Delegasi Pemerintah Indonesia 1-2 September 2009 , kira-kira terdapat 2.109.954 tenaga kerja migran yang saat ini bekerja di Malaysia, 50 persennya adalah TKI. Angka ini sekaligus menunjukkan betapa besarnya skala migrasi TKI ke Malaysia. Kebanyakan tenaga kerja migran yang tiba di Malaysia berasal dari negara-negara Asia Selatan dan Tenggara, khususnya tertarik dengan penawaran gaji lebih tinggi di Malaysia daripada dari negara mereka sendiri. Juli 2008, 35 persen majikan mendaftar ke Kementerian Tenaga Kerja untuk mempekerjakan tenaga kerja migran. Pemerintah Malaysia mengkategorikan tenaga kerja migran ke dalam 3 kelompok:

i. Tenaga kerja migran berdokumen

- masuk secara legal dan memiliki visa kerja sah sementara yang dikeluarkan oleh Departemen Imigrasi Malaysia; - mempunyai hak untuk menerima perlindungan dan manfaat yang disediakan oleh berbagai layanan - biasanya dipekerjakan di sektor kerja kelas rendah dan tidak terampil. ii. Tenaga kerja asing ekspatriat - memiliki ijin kerja; - diijinkan untuk membawa pasangan dan keluarga ke Malaysia; dan - menempati posisi manajerial dan eksekutif serta pekerjaan yang bersifat teknis iii. Tenaga kerja ilegal - melanggar undang-undang imigrasi dan bekerja di Malaysia tanpa ada kuasawewenang; - tidak memenuhi persyaratan untuk mendapat perlindungan hukum; dan - rentan terhadap eksploitasi atau perlakuan yang tidak benar. Kebanyakan tenaga kerja migran yang ke Malaysia berketerampilan rendah atau semi terampil dan umumnya menempati kerjaan yang bahaya, kotor danatau merendahkan atau juga disebut pekerjaan “3D” di sektor industri pengolahanmanufaktur, pertanian, konstruksi, dan domestik. Pekerjaan yang tidak diminati oleh sebagian besar warga negara Malaysia karena kecilnya gaji yang ditawarkan. Di dalam hukum Malaysia, majikan berkewajiban mengirimkan uang jaminan sebesar 200 Ringgit US 60,2025 hingga 2.000 Ringgit US 601,96, tergantung dari negara asal tenaga kerja. Dengan demikian majikan berhak secara legal menyimpan paspor tenaga kerja migran ini. Jumlah Tenaga Kerja Migran di Malaysia Berdasarkan Negara Pengirim Negara Asal Jumlah Tenaga Kerja 2006 Jumlah Tenaga Kerja 2008 Catatan: 50 persen dari jumlah total tenaga kerja migran di Malaysia Sumber: Data diperoleh dari presentasi yang diberikan oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia selama kunjungan studi ke Malaysia yang dilakukan oleh delegasi Pemerintah Indonesia pada tanggal 1-2 September 2009. Menurut Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia, terdapat sekitar 2,1 juta tenaga kerja migran di Malaysia yang bekerja di hampir semua sektor ekonomi kira-kira 170.000 perusahaan mempekerjakan orang asing. Jumlah tenaga kerja migran yang cukup besar di kebanyakan sektor ekonomi menunjukkan ketergantungan ekonomi Malaysia kepada mereka. Tabel 15 menunjukkan distribusi TKI berdasarkan sektor di Malaysia: perkebunan, PRT domestik, konstruksi dan pabrik merupakan sektor utama bagi TKI. Indonesia meratifikasi konvensi pekerja migran tanggal 22 september 2004, sekitar 1 satu tahun setelah keluarnya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak pekerja di Indonesia diatur dan dilindungi oleh UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahkan di dalam peraturan pelaksanaannya memberikan ruang gerak yang luas bagi para pekerja asing. Tetapi harus diakui juga Negara Asal Jumlah Tenaga Kerja 2006 Jumlah Tenaga Kerja 2008 Indonesia 1.215.000 1.120.828 Nepal 200.200 207.053 India 139.700 138.083 Vietnam 85.800 103.338 Banglades 58.800 315.154 Mianmar 32.000 134.110 Filipina 22.000 27.105 Thailand 7.200 20.704 Lain-lain 88.900 43.579 TOTAL 1.849.600 2.109.954 bahwa tidak ada satu pun Pasal yang ada didalam UU Ketenagakerjaan yang secara spesifik mengatur dan melindungi hak-hak pekerja migran. Ketiadaaan pengaturan tersebut secara jelas di dalam UU Ketenagakerjaan merupakan hal yang wajar karena UU Keternagakerjaan lebih dahulu diterbitkan oleh pemerintah dibandingkan dengan ratifikasi konvensi pekerja migran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pekerja-pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti di Malaysia, Brunei Darussalam, Arab Saudi, dan negara-negara lainnya juga akan dilindungi oleh konvensi internasional yang sama yang mengatur tentang pekerja migran. Hak-hak pekerja migran sangat rentan sekali dilecehkan dan diabaikan oleh pemberi kerja khususnya para pekerja migran yang tidak mempunyai skill dan hanya mengandalkan tenaga saja dalam melakukan pekerjaannya, seperti pembantu rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik dan buruh perkebunan. Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah Indonesia perlu meningkatkan koordinasi dan komunikasi intensif dengan negara-negara tujuan para pekerja migran Indonesia. Bahkan dirasa sangat penting adanya perjanjian kerjasama bilateral yang bersifat khusus antara Indonesia dan negara-negara tujuan para pekerja migran dalam kerangka memberikan keamanan dan kenyamanan para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan untuk menciptakan sebuah mekanisme baku bagi penyelesaian sengketa ketenagakerjaan para pekerja migran yang didasarkan pada kesepakatan bersama kedua negara. Tanpa adanya campur tangan yang intensif dan sistematis dari negara sebagai pengawal kepentingan hukum warga negaranya yang menjadi pekerja migran di negara lain maka proses pelecehan dan pengabaian hak-hak pekerja migran Indonesia di luar negeri akan semakin sering terjadi dan terdengar oleh masyarakat Indonesia. Pekerja migran yang datang ke Indonesia pada umumnya adalah para pekerja professional dan tenaga terdidik, sehingga mereka datang dan bekerja di Indonesia karena pengetahuan dan pengalaman mereka sangat dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Proses perlindungan hukum mereka menjadi lebih mudah karena mereka adalah orang-orang yang terdidik dan mengetahui hak- hak dan kewajiban yang dimilikinya sebagai pekerja migran.bahkan tidak jarang pekerja migran asing tersebut menjadi pimpinan pekerja-pekerja Indonesia di berbagai perusahaan dan pabrik di Indonesia. Kondisi pekerja migran Indonesia di negara lain khususnya negara tetangga Malaysia sangat kontras dengan kondisi pekerja migran yang di Indonesia. Pekerja migran Indonesia yang ada di Malaysia cenderung dilecehkan baik secara fisik maupun seksual, gaji tidak dibayar, paspor ditahan oleh majikan, dan berbagai macam bentuk-bentuk penghinaan lainnya yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan. Kasus penganiayaan dan perkosaan terhadap tenaga kerja wanita TKW Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri terus berulang sepanjang tahun. Kasus Winfaidah yang mengalami penganiayaan dan perkosaan adalah puncak gunung es dari tumpukan persoalan yang dihadapi perempuan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Demikian pula kasus ancaman hukuman mati yang dihadapi oleh empat perempuan dari ratusan pekerja Indonesia yang juga menghadapi ancaman hukuman serupa. Semua berpulang pada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia, sejak proses perekrutan, selama penempatan dan ketika kembali ke daerah asalnya. Hasil pemantauan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan, bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, menunjukkan bahwa, pertama, Malaysia adalah negara terbanyak penerima pekerja migran asal Indonesia yang mencapai 1,2 juta jiwa. Data tersebut belum termasuk jumlah pekerja migran yang tidak berdokumen yang jumlahnya diperkirakan dua kali lipatnya. Kedua, jumlah pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia pada tahun 2009 mencapai 33.111 jiwa. Artinya, ada lebih 2.700 TKI Indonesia yang dideportasi perbulan. Hingga triwulan I tahun 2010, jumlah pekerja migran yang dideportasi dari Malaysia mencapai 4.201 orang. Ketiga, lebih seribu pekerja migran Indonesia yang harus berhadapan dengan hukum setiap tahunnya; 60 diantaranya terkait gaji tidak dibayar, 20 adalah kasus kekerasan seksual, dan 5 kasus perdagangan manusia. Selain kasus-kasus tersebut, Komnas Perempuan juga mencatat berbagai persoalan pelanggaran HAM yang dialami oleh perempuan pekerja migran termasuk menjadi pekerja tidak berdokumen karena melarikan diri dari majikan yang menyandera dokumennya, dipaksa bekerja tanpa waktu istirahat, bekerja pada lebih satu majikan tanpa upah yang layak, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain selain majikan dan keluarganya, tidak berhak atas cuti maupun libur, tidak memperoleh hak berkumpul dan berserikat, serta kehilangan hak untuk cuti menstruasi. Dalam hal kekerasan, perempuan pekerja migran berhadapan dengan penganiayaan secara fisik, secara verbal dalam bentuk caci maki, hinaan dan intimidasi, dan juga secara seksual, khususnya perkosaan. Situasi pelanggaran HAM, termasuk kekerasan, yang dihadapi oleh perempuan pekerja migran dipengaruhi oleh tidak optimalnya kesepakatan bersama Indonesia-Malaysia, dan juga negara-negara penerima lainnya, dalam mengutamakan perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran. Karenanya, Komnas Perempuan: 1. Mengingatkan bahwa bermigrasi untuk bekerja adalah bagian dari hak asasi manusia sekaligus hak konstitusional warga negara. Kebijakan moratorium sebagai tindakan penangguhan pengiriman pekerja migran, tidak berarti menghalangi hak bermigrasi warga negaranya. Akan tetapi dijadikan sebagai kebijakan yang diambil dalam situasi konkret mengingat meningkatnya kekerasan yang dialami oleh pekerja migran. Selain itu juga sebagai bentuk tekanan politis dan ekonomi bagi negara tujuan pekerja migran yang berlaku sewenang-wenang melanggar Hak Asasi Manusia Pekerja Migran. Sehingga moratorium digunakan sebagai suatu strategi untuk mendorong perbaikan sistem bermigrasi secara aman dalam tiap tahapannya ; Pra-pemberangkatan, khususnya dalam hal peningkatan kapasitas calon pekerja migran, perlindungan pada masa bekerja dan pada saat pasca bekerja. Karenanya, prinsip moratorium untuk menunda penempatan tenaga kerja di luar negeri tidak boleh berlarut-larut dan pembenahan kebijakan harus segera diselesaikan. Untuk itu harus diikuti dengan upaya-upaya yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kebijakan tersebut yaitu : a. Pemerintah perlu memenuhi tanggungjawabnya untuk menyediakan perlindungan bagi warga negara dan mengatur migrasi yang aman b. Pemerintah harus membuat batas waktu dan target perbaikan kebijakan yang terukur dan diketahui publik, khususnya calon pekerja migran dan pihak-pihak yang terkait dengan proses migrasi. c. Pemerintah harus tetap menangani pekerja migran yang terlanjur berangkat dan bermasalah selama proses moratorium ini. 2. Mendesak Pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya di dalam negeri sebagai langkah konkrit untuk penyelesaian persoalan migrasi tenaga kerja, khususnya alternatif penyelesaian ketenagakerjaan untuk menjawab persoalan selama pemberlakuan moratorium. 3. Memberikan saran kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Kementerian Luar Negeri dan jajaran Pemerintahan lain yang terkait untuk segera melakukan pendampingan hukum dan penyelesaian kasus-kasus lain termasuk 177 WNI yang saat ini mendapat ancaman hukuman mati di Malaysia dan di Negara- negara lain. 4. Mendorong Pemerintah Indonesia dan Malaysia agar Letter of Intent yang sudah ditandatangani segera ditingkatkan menjadi kesepakatan kedua Negara yang memiliki kekuatan hukum yang pasti dengan beberapa catatan perbaikan, seperti perbaikan standar upah bukan berdasarkan determinasi pasar namun berdasarkan standar upah layak, perbaikan standar biaya penempatan yang tidak membebankan pekerja migran, pemastian hak hari libur dan pemenuhan hak memegang paspor. 5. Mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat segera meratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Agenda ratifikasi ini telah tertunda selama lebih dari 5 tahun dari target Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. 6. Mendukung Jaringan Masyarakat warga yang terdiri dari Serikat Buruh, Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Revisi UU 392004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri PPTKLN JARI PPTKLN yang saat ini sedang menggodok Naskah Akademik dan menyusun RUU Revisi UU 392004 tersebut. 40 Ribuan tenaga kerja Indonesia ilegal kini berada di hutan-hutan Malaysia, menghindari kejaran polisi. Mereka mimilih hutan sebagai tempat bersembunyi. Pastilah mereka hidup seadanya dengan menjaga kewaspadaan agar Polisi Diraja Malaysia tidak menemukannya. Sebab, jika tertangkap, mereka akan digelandang, disiksa, dan dipenjarakan. Alasan lain, gaji mereka juga belum dibayar majikan. Pastilah mereka akan tambah sengsara jika harus pulang ke tanah air dengan tangan hampa. Pertanyaan sekarang, bagaimanakah caranya menuntut perusahaan- perusahaan yang tidak bertanggung jawab di negeri jiran itu? Bisakah kita menekan pemerintahan Malaysia? Kita tahu, Malaysia hanya manis di bibir dengan janji menindak majikan da perusahaan yang melakukan perekrutan tenaga kerja ilegal. Kenyataanya tidak satu pun perusahaan yang tidak bertanggung jawab ditindak. Padahal menurut Akta Imigresen 11542002, penegakan hukum tidak hanya menindak para TKI ilegal, tetapi juga perusahaanmajikan yang memperkerjakan mereka. Malaysia ternyata bertindak diskriminatif. Dalam banyak kenyataan, posisi TKI ilegal Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 dan telah diperbaharui menjadi Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Salah satu mandatnya memberikan pertimbangan kepada eksekutif, legislatif dan yudikatif serta masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan. 40 http:www.komnasperempuan.or.id201009pernyataan-sikap-komnas-perempuan-perlindungan- bagi-perempuan-pekerja-migran-indonesia-adalah-tanggung-jawab-negara justru dieksploitasi. Dengan posisi lemah seperti itu, para TKI hanya bisa gigit jari. Mereka orang-orang kalah di negeri orang setelah kalah di negeri sendiri. Persoalan TKI khususnya TKI ilegal adalah problem yang sangat kompleks. Ini telah menjadi sindikat yang teramat kuat dan melibatkan aparat kedua negara Indonesia dan Malaysia, para calo, dan majikan di negeri Jiran. Hal ini telah menjadi mata rantai yang jalin-menjalin dan sulit dibongkar. Karena uang telah menjadi berhala yang amat memikat. Jika aparat tidak hijau matanya melihat uang, semuanya bisa dibereskan. Permasalahan-permasalahan buruh migran terutama TKW yang terjadi di Malaysia sangatlah banyak dan beragam dari kasus seperti penganiayaan, pemerkosaan, dan tindak kekerasan lainnya yang sangatlah merugikan tenaga kerja Indonesia. Sebagai contoh ada beberapa kasus di bawah ini yang akan menceritakan tentang pelanggaran-pelanggaran HAM Tenaga Kerja Indonesia yang terjadi di Malaysia KASUS I Nirmala Bonat, 19 tahun adalah tenaga kerja wanita TKW Indonesia yang mencoba peruntungannya di negeri orang. Andai saja kemiskinan tidak mendera keluarga, pasti Nirmala tidak akan diizinkan menjadi babu di Negeri Jiran. Tetapi kenyataannya berbicara lain. Nirmala harus membanting tulang buat membantu menghidupi keluarganya. Namun, sejak empat bulan pertama di Negeri Jiran, nasib baik ternyata tetap saja tidak berpihak padanya, Nirmala malah mendapatkan majikan yang sadis dan bengis. Hanya karena kesalahan-kesalahan kecil, Nirmala mengalami siksaan yang mengubah bentuk fisiknya. Sebuah piring atau cawan yang pecah tanpa sengaja menyebabkan perempuan ini harus menanggung siksaan dari mulai siraman air panas hingga bekas sengatan setrika di beberapa bagian tubuhnya. Bukan itu saja, gaji Nirmala juga tidak dibayarkan Majikan. Perempuan asal Nusa Tenggara Timur ini juga tak berkutik karena paspornya juga dipegang sang majikan. Nirmala sebenernya mempunyai niat untuk kabur, namun niat itu tak pernah kesampaian karena tidak tahu arah jalan. “Pernah lari tetapi balik lagi dan dipukul lagi,” kata Nirmala, pilu. Keseharian Nirmala adalah neraka. Kesalahan-kesalahan kecil selalu diganjar dengan siksaan fisik yang sadis. Pukulan benda tumpul bahkan telah mengoyak tulang rawan hidungnya. Semua luka bekas setrikaan, pukulan, dan siraman air panas dibiarkan sembuh dengan sendirinya dan tak pernah diobati. Suatu hari, Nirmala benar-benar tak tahan dan lari dari lantai 25 apartemen tempatnya bekerja menuju lantai bawah. Saat itu, Nirmala yang dalam kondisi mengkhawatirkan mengundang perhatian petugas keamanan apartemen. Berwal dari sinilah usaha Nirmala untuk keluar dari perangkap majikan sadis terbuka lebar hingga kasusnya terkuak. Ironisnya, kasus Nirmala ini tidak mendapat perhatian serius pemerintah. Pernyataan Pemerintah secara resmi mengenai nasib Nirmala saja baru terdengar dari Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Itu pun setelah tiga hari kasus ini bergulir. Bandingkan dengan pemerintah Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi bahkan langsung mengutuk serta meminta maaf atas terjadinya peristiwa tersebut. Demikian pula, simpati justru berdatangan dari kalangan di luar pemerintahan, dari Sultan Hamengku Buwono X hingga artis-artis Malaysia. Baru kemudian kasus tersebut mengundang perhatian para pejabat dan elite Indonesia. Martha Toni orang tua Nirmala pun akhirnya bertemu dengan anaknya yang sudah berubah fisik. Perjumpaan terjadi di Rumah Sakit Besar Kuala Lumpur, tempat Nirmala dirawat. Martha Toni tak kuasa menciumi anaknya. Ia juga memutuskan untuk ikut menginap di rumah sakit bersama Nirmala yang sebelumnya telah menjalani operasi tulang hidung. 41 Nirmala, Sundari dan kekerasan lain terhadap TKW mengundang keprihatinan aktivis perempuan dan buruh migran Malaysia, Irene Fernandez. Ia mencatat, sekitar 50 ribu pembantu rumah tangga PRT lari dari rumah majikannya. Data tersebut, meurut Irene, sebagai bukti bahwa TKWPRT tidak mendapatkan perlakuan manusiawi di Malaysia. Parahnya lagi, menurut Irene, TKWPRT tidak mengetahui gaji yang ditetapkan dan tidak ada kontrak kerja. Ditambah lagi, di Malaysia tidak ada gaji minimal. Peluang ini dimamfaatkan para majikan untuk KASUS II Seorang Tenaga Kerja Wanita TKW bernama Sundari alias Karsu tergolek lemah di Ruang Dahlia, Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara. Ibu dua anak ini mengalami patah tulang dibeberapa bagian tubuhnya. Karsu mengaku dianiaya majikan di Malaysia dan berencana menuntutnya. Setelah bekerja selama dua tahun di Negeri Jiran, wanita asal Desa Sumber Puring, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, ini kembali ke Indonesia dengan keadaan sakit. Tak hanya itu, Karsu pulang tanpa disertai uang sepeser pun. Wanita yang rambutnya disemir pirang ini mengatakan harta benda simpanannya hilang ketika dirawat di sebuah rumah sakit di Kuala Lumpur. Karsu mengaku tak ingat bisa sampai ke RS itu. Yang Karsu ingat, satu bulan sebelumnya, dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Puan di lantai enam, sebuah kondomonium di Kuala Lumpur. Karsu menduga, selain tidak membayar gaji, sang majikan mendorongnya hingga jatuh. 41 www.liputan6.comv.php?id=78963. bertindak sewenang-wenang kepada TKWPRT. Bahkan sampai seenaknya menahan gaji berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Di Johor, pernah terjadi seorang pembantu diperkosa oleh orang berpengaruh di kota tersebut. Namun, kasus tersebut sepertinya mengambang karena melibatkan nama besar seorang datuk. Menurut Irene, di Malaysia juga petinggi besar atau orang berpengaruh dapat lari dari tanggung jawab kebal hukum – Red. Dan parahnya lagi, menurut Irene, pemerintah Malaysia tidak menanggapi serius kasus- kasus penganiayaan tersebut. Menurut Irene, ada tiga langkah prioritas yang harus dilakukan pemerintah Indonesia agar kasus Nirmala tidak terulang lagi. Pertama, pemerintah Indonesia mesti serius menangani setiap permasalahan TKI yang terjadi. kedua, hentikan sementara pengiriman TKI hingga ditemukan penyelesaian. Ketiga, membuat memorandum kesepahaman antar pemerintah Indonesia dan Malaysia yang melindungi TKI secara holistik. Kisah sedih para TKW yang mengalami kekerasan dan penganiayaan menjadi kabar buruk yang kerap terjadi hampir setiap tahun. Para TKW yang menjadi korban dan pulang ke Tanah Air dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Mereka menjadi korban kekerasan, pelecehan, dan penganiayaan. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya depresi dan beberapa orang menjadi gila. 42 Selain migrasi tenaga kerja resmi dari Indonesia ke Malaysia, negara ini tetap menjadi negara tujuan paling besar bagi TKI ilegal. Data resmi tahun 2006 dari Malaysia diperkirakan ada kira-kira 700.000 tenaga kerja ilegal di Malaysia, yang sebagian besar 70 persen berasal dari Indonesia Kanapathy, 2004b. Akan tetapi, MIGRASI ILEGAL DI MALAYSIA 42 Liputan6, Op,cit, Hal1. sumber tidak resmi menyatakan bahwa jumlah TKI ilegal mungkin bisa dua kali lipat lebih banyak. Tenaga kerja migran sering menjadi ilegal bukan karena pilihan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Institute for Ecosoc Rights pada tahun 2007 mengidentifikasi lima faktor utama penyebab tenaga kerja migran resmi menjadi ilegal. Pertama, dikarenakan rumit, tidak praktis, biaya besar dan waktu lama untuk migrasi melalui jalur resmi, maka beberapa TKI dengan sadar memilih jalur tidak resmi. Jalur migrasi resmi biasanya lebih aman, walaupun demikian beberapa tenaga kerja migran menganggap jalur tidak resmi masih lebih menguntungkan bagi mereka sendiri dan majikan mereka karena lebih cepat, murah dan praktis. Kedua, undang- undang migrasi Malaysia menempatkan tenaga kerja resmi dengan majikan yang ditunjuk, sedangkan tenaga kerja ilegal mempunyai kebebasan lebih besar untuk memilih majikan mereka dan jenis pekerjaan yang mereka ingin lakukan. Hal ini difasilitasi oleh pasar tenaga kerja yang besar bagi tenaga kerja migran ilegal di Malaysia. Selain itu, biaya migrasi ilegal lebih murah daripada jalur resmi. Ketiga, meskipun tenaga kerja migran masuk ke Malaysia sebagai migran resmi namun kondisi kerja yang sangat eksploitatif, kekerasan pisik dan psikologis atau gaji yang tidak dibayarkan menyebabkan tenaga kerja migran lebih memilih meninggalkan majikan mereka dan kehilangan status resminya. Padahal, ijin kerja sebagai syarat status resmi sangat terkait erat dengan majikan. Keempat, Nota Kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia memperbolehkan dokumen perjalanan tenaga kerja migran disimpan oleh majikan. Meninggalkan majikan berarti kehilangan status imigrasi dan dokumen identitas Kelima, calon TKI sering hanya mempunyai sedikit akses terhadap informasi tentang prosedur migrasi dan kondisi kerja di Malaysia. Akibatnya, mereka rentan terhadap penipuan dan kemungkinan perdagangan orang oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab di Indonesia dan Malaysia. Ada dua bentuk utama penipuan yang mungkin dialami oleh TKI. Pertama, TKI bisa ditipu selama proses migrasi dan tidak sadar bahwa mereka terikat dengan kegiatan migrasi tidak resmi. Kedua, beberapa TKI diberikan informasi palsu tentang kondisi kerja di Malaysia dan sering dijanjikan gaji yang lebih besar atau kondisi yang lebih baik dari yang sebenarnya. Wawancara dengan TKI ilegal menunjukkan bahwa banyak TKI menjadi ilegal bukan karena pilihan tetapi karena kondisi kondusif yang diciptakan oleh pihak-pihak lain.26 Bagi mereka yang dengan sadar telah memilih migrasi ilegal biasanya mempunyai informasi cukup membantu tentang kondisi dan hubungan sosial dengan Malaysia. Namun, mereka yang menjadi ilegal karena kurangnya pengetahuan atau melarikan diri dari eksploitasi atau kekerasan, rentan diperdaya dalam bentuk yang lain. Untuk menghadapi isu-isu migrasi ilegal, Malaysia menggunakan dua strategi berbeda; sering mengombinasikan kampanye legalisasi dengan langkah- langkah hukuman yang sangat keras bagi tenaga kerja migran ilegal. Tahun 1993, 500 ribu TKI ilegal memanfaatkan program legalisasi dan pada tahun 1996, 300 ribu TKI juga dilegalkan Hugo, 2007. Program Amnesti tahun 2002 disertai dengan deportasi masal tenaga kerja migran yang memanfaatkan program itu. Saat terjadi Tsunami di Asia tahun 2004, Pemerintah Malaysia menyediakan pengampunan grasi bagi TKI yang tidak berdokumen dan membatalkan deportasi masal. Jumlah migran yang dilegalkan dalam program ini menunjukkan jumlah tenaga kerja migran tidak resmi di Malaysia. Sedangkan program legalisasi memecahkan masalah migran ilegal jangka pendek, tapi bukan merupakan solusi jangka panjang karena legalisasi sering dibatasi oleh waktu dan jumlah migran yang akan kembali ke status ilegal ketika periode amnesti berakhir. Selain progran amnesti yang reguler, pemerintah Malaysia telah melakukan deportasi masal tenaga kerja ilegal dalam jumlah besar. Badan paramiliter sipil sukarela, Ikatan Relawan Rakyat Malaysia RELA didirikan dengan kewenangan untuk memeriksa dokumen perjalanan dan ijin migrasi bagi penduduk asing di Malaysia. RELA diberi wewenang untuk menangkap migran yang tidak mampu menunjukkan dokumen yang diperlukan dan dapat melakukannya di tempat umum atau pribadi kapan saja. RELA akan menyerahkan para migran ke pihak kepolisian atau petugas imigrasi. Malaysia juga memberikan hukuman cambuk bagi migran ilegal sebelum dideportasi, sebuah praktek yang sangat dikritik oleh Amnesti Internasional 2002 dan Pengawas HAM 2010. Disamping semua upaya ini, migrasi ilegal ke Malaysia masih tetap terjadi. Hanya dalam beberapa kasus, majikan dihukum karena mempekerjakan tenaga kerja migran ilegal. Migrasi ilegal menyebabkan siklus deportasi, migran yang dideportasi akan masuk lagi ke Malaysia dan dipekerjakan lagi oleh majikan mereka di Malaysia. Jadi, program legalisasi dan deportasi gagal dalam mengatasi masalah yang mendasar; ketergantungan ekonomi Malaysia pada tenaga kerja migran. Malaysia meningkatkan denda bagi migran ilegal yang mau kembali secara sukarela. Sebelumnya, TKI yang mau pulang ke Indonesia secara sukarela hanya perlu membayar 150 Ringgit US 45 sedangkan sekarang mereka harus membayar 750 Ringgit US 226.

B. Tanggapan dari Pemerintah Indonesia-Malaysia atas Pelanggaran-