diperbolehkan berkomunikasi dengan orang lain selain majikannya, tidak mendapat libur, dan lain sebagainya. Dalam hal kekerasan, perempuan pekerja migrant
berhadapan dengan penganiayaan secara fisik, secara verbal dalam bentuk caci maki, hinaan dan intimidasi, dan juga secara seksual, khususnya perkosaan . Untuk itu,
Isyarat penghentian sementara pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia oleh Pemerintah yang di lontarkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menyusul
tragedi Winfaidah, sangat tepat selain kembali merumuskan formula yang tepat agar hak dan kewajiban para pekerja Indonesia agar dapat sejajar dengan para pekerja
migran asal negara lain yang juga banyak terdapat di Malaysia.
43
C. Langkah Pemerintah Indonesia-Malaysia atas Penyelesaian Pelanggaran
yang terjadi
Setiap kali mendengar kabar buruh migran di negeri jiran Malaysia, bisa jadi jantung Anda berdetak lebih cepat. Sebab, seringkali kabar yang tersampaikan adalah
kabar tak baik yang membuat kita mengelus dada turun naik. Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah mengatakan sudah jadi fakta yang tidak bisa diabaikan,
setiap pekerja rumah tangga yang bekerja di luar negeri rentan mengalami penyiksaan, perkosaan, atau kekerasan seksual.
Sudah cukup banyak kasus penyiksaan dan kekerasan seksual yang menimpa tenaga kerja Indonesia TKI di Malaysia. Keadaan tersebut telah melahirkan
kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk melaksanakan moratorium sejak 2008 lalu. Moratorium itu dinilai Anis tidak menguntungkan
Indonesia. “Dengan menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia, tidak ada keuntungan sama sekali yang didapat Indonesia,” ujarnya. Menurut Anis, kerentanan
43
http:id.voi.co.idfiturvoi-bunga-rampai6112-sikap-pemerintah-terhadap-buruh-migran.html
TKI semakin diperparah oleh ketiadaan instrumen hukum yang melindungi pekerja rumah tangga, baik di Indonesia maupun di Malaysia. Bahkan MoU antara pemerintah
Indonesia dengan Malaysia terkait dengan TKI dinilai memiliki banyak kecacatan. “Cacat yang paling utama adalah MoU ini menyandera buruh migran dengan artikel
bahwa passport bisa dipegang oleh majikan”. Selain itu, tandas policy Analist Migrant Care, Wahyu Susilo, tidak ada hari
libur dan kebebasan untuk beraktivitas di luar. Ia menilai nota kesepahaman kedua negara lebih sebagai jebakan ketimbang perangkan perlindungan buruh. “Bahkan
menurut Assasement Special Reporture PBB Mengenai Perlindungan Buruh Migran, MoU Indonesia-Malaysia itu adalah instrumen berpotensi pelanggaran hak-hak sipil
politik,” tandas Wahyu Susilo. Sedianya, MoU tersebut direvisi dalam waktu enam bulan sejak kesepakatan
moratorium. Nyatanya, hingga hari ini belum ada kesepakatan MoU yang baru. Menurut Anis, pangkal dari mundurnya waktu kesepakatan revisi MoU adalah
Pemerintah Malaysia terus menolak klausul-klausul perlindungan TKI yang diajukan Indonesia. “Kini targetnya April 2011, semoga cepat tuntas,” kata Anis optimistis.
Optimisme Anis tersebut semakin mengkristal karena telah dibuka WikiLeaks sebuah kasus pemerkosaan TKI oleh seorang menteri Malaysia. Proses
hukum kasus tersebut tidak dilanjutkan dan tidak dibuka ke muka publik karena permintaan korban. Namun menurut Anis, implikasi dari terbukanya informasi itu
adalah pemerintah Indonesia dan Malaysia harus bertindak cepat untuk melindungi tenaga kerja.
Ditambahkan Anis, penting bagi kedua negara menuntaskan instrumen hukum bilateral yang melindungi para TKI. Lalu, di masing-masing negara, harus
segera dibuat regulasi yang melindungi pekerja rumah tangga baik di Indonesia
maupun di Malaysia. Kedua negara ternyata belum memiliki satu undang-undang tentang perlindungan pekerja rumah tangga. “Padahal, kerentanannya selama ini
sudah disadari oleh semua pihak,” tegas Anis. Migran Care menilai bahwa solusi tepatnya adalah melalui kebijakan
bilateral antara dua negara. Kebijakan bilateral tersebut pun harus berdasarkan pada standar hukum internasional yang termuat dalam konvensi hak asasi manusia, dan
konvensi perburuhan, serta standar yang telah ditetapkan Organisasi Buruh Internasional ILO.
44
44
ht t p: nasional.vivanew s.com new s read 198113
Nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia tentang pekerja migran tuntas pada bulan Maret 2010 lalu yang disepekati oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Malaysia akhirnya menyepakati empat poin yang diajukan. Keempatnya adalah, dicabutnya aturan majikan yang memegang paspor
tenaga kerja, adanya cuti satu hari bagi pekerja dalam seminggu, perlunya lembaga pengawasan join task force, serta pengurangan biaya penempatan tenaga kerja.
Nota kesepahaman yang baru ini akan mengubah isi kesepakatan sebelumnya yang diteken pada 2004. Pemerintah akan memperketat proses pemberian
rekomendasi job order dan kontrak kerja antara perusahaan pengerah maupun majikan dan tenaga kerja Indonesia.
LANGKAH PEMERINTAH MALAYSIA ATAS PELANGGARAN-
PELANGGARAN YANG TERJADI
Pemerintah Malaysia menyediakan layanan yang terbatas bagi tenaga kerja migran di Malaysia, karena sebagian besar layanan disediakan oleh organisasi
masyarakat Madani dan LSM termasuk kelompok dari masing-masing komunitas migran. Banyak reformasi yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah Malaysia
dalam memberikan kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk melindungi tenaga kerja migran. Bekerja sama dengan negara pengirim, pemerintah Malaysia bermaksud
menyediakan kursus introduksi bagi tenaga kerja sebelum kedatangan mereka di Malaysia.
Kursus ini akan memberikan mereka pengetahuan tentang budaya dan kebiasaan di Malaysia, keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan,
kemampuan berkomunikasi dasar dan hukum yang digunakan di Malaysia. Sebuah buku panduan disusun bagi tenaga kerja migran yang terdiri dari informasi dasar
ketenagakerjaan di Malaysia dan UU Imigrasi, prosedur pelaporan keluhan, daftar alamat atau nomor kantorkantor tenaga kerja di seluruh Malaysia. Melalui kunjungan
ke para majikan, Pemerintah Malaysia memberitahukan majikan tanggung jawab sosial dan hukum terhadap pekerjanya. Bagi majikan yang tidak mematuhi peraturan
akan dikenai sanksi atas pelanggaran UU Ketenagakerjaan Malaysia. Pemerintah Malaysia juga akan menyelidiki keluhan-keluhan tanpa
memberitahu majikan sebelumnya. Pemerintah Malaysia juga berencana untuk memperbaiki perundang undangan dan proses bagi para tenaga kerja migran.
Khususnya, rencana untuk memperluas cakupan Ketetapan Kompensasi Tenaga Kerja tahun 1952 sehingga mencakup PRT juga; dan ketetapan baru ini diperkenalkan ke
UU Ketenagakerjaan tahun 1955 untuk melilndungi gaji dan kondisi kerja tenaga
kerja migran, serta mengontrol pekerjaan yang mengeksploitasi mereka. Juga akan dikeluarkan ketetapan baru untuk menangani kasus pelecehan seksual terhadap
pekerja asing. Dalam menangani permasalahan yang menggunakan resolusi kasus melalui sistem hukum yang lamban, pemerintah Malaysia bermaksud mempercepat
penyelesaian klaim tenaga kerja migran ke majikan melalui pengadilan tenaga kerja. Dalam hal pengawasan, Pemerintah Malaysia bermaksud memperkuat kapasitas
petugas lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap tenaga kerja migran, untuk menegakkan hukum yang lebih efektif dan memperkuat inspeksi ketetapan
dalam penempatan pekerjaan berfokus khusus pada majikan yang mempekerjakan sejumlah besar tenaga kerja migran.
Dalam hal data dan informasi tenaga kerja migran, Pemerintah Malaysia bermaksud meningkatkan pengumpulan informasi melalui tenaga kerja nasional yang
pulang, e-Pampasan, membangun pangkalan data pasar tenaga kerja dan sistem pertukaran tenaga kerja elektronik untuk mengawasi manajemen dan perencanaan
kebijakan secara efektif. Data dan informasi mengenai sistem biometrik tenaga kerja dari Kementerian Dalam Negeri akan dibagikan ke tenaga kerja migran untuk
memperbaiki pengawasan terhadap majikan.
LANGKAH KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA KBRI DI
MALAYSIA
Pada saat pemerintah Malaysia memproses penyusunan kerangka kerja baru bagi TKI, Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia juga sedang mencoba
memperbaiki tanggapan mereka mengenai isu-isu yang dihadapi oleh para TKI. Kedubes RI memperluas skema perlindungan untuk semua TKI. Jasa perlindungan
yang ada saat ini termasuk: menampung keluhan dan konsultasi bagi para TKI yang bermasalah; layanan telepon hotline 24 jam; dan layanan pengawasan keliling di
tempat-tempat kerja TKI seperti di perkebunan, pabrik, barak konstruksi. KBRI juga sedang dalam proses membentuk sebuah asosiasi TKI. Di
Malaysia ada banyak perserikatan informal TKI regional, yang berkomunikasimenyampaikan keluhan TKI ke petugas Kedutaan Besar sebagai
sarana untuk membantu mereka pekerja. Melalui kemitraan dengan KBRI, perserikatan TKI bisa membantu mengawasi kondisi kerja dengan lebih efektif dan
memberitahu kedutaan bila terjadi masalah di semua sektor dan wilayah perkotaan atau pedesaan. Para TKI yang juga menjadi bagian dari perserikatan ini, khususnya di
wilayah pedesaan di Malaysia, bisa menyampaikan keluhannya ke KBRI tanpa sepengetahuan majikan mereka. Dalam jangka waktu yang panjang, kalau dilihat ke
depan perserikatan ini membantu TKI menyampaikan keluhan dan mengurangi beban kerja Kedutaan Besar.
Kedutaan Besar RI sedang memproses pembentukan pusat penampungan keluhan dan mekanisme perlindungan bagi TKI ilegal. TKI ilegal di Malaysia sering
menjadi korban migrasi dan kebijakan ketenagakerjaan Malaysia sehingga mempersulit mereka mengakses layanan Kedutaan Besar Indonesia. Mereka
seringkali kesulitan mendapatkan akses masuk karena tidak memiliki dokumen
identi_kasi yang resmi. Sering juga mereka tidak berdokumentasi sama sekali karena telah ditipu atau dieksploitasi oleh majikan, agen, perantara, atau pihak lain. Upaya
dilakukan untuk mengembangkan sistem pengawasan yang efektif terhadap agen perekrutan dan majikan dan pelaporan publik tentang temuan-temuannya.
Terbatasnya wewenang pemerintah terhadap agen perekrutan TKI di Indonesia khususnya dalam menangani agen dan majikan di luar negeri. Hampir
kebanyakan dari agen perekrutan di Indonesia mempunyai agen perekrutan juga di Malaysia. Mereka dikelola oleh orang Indonesia tapi dimiliki oleh orang Malaysia
jadi keuntungannya masih masuk ke Malaysia. Sampai sekarang, Pemerintah Indonesia masih kesulitan memperoleh data akurat tentang angka distribusi TKI di
Malaysia. Ini juga menunjukkan perlunya sensus TKI di Malaysia yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat Indonesia di Malaysia. Ketersediaan data tersebut di
Malaysia akan membantu Kedutaan Besar Indonesia memperbaiki perlindungan dan mengembangkan pemberdayaan program bagi TKI.
Kedutaan Besar juga sedang mencoba melibatkan komunitas Indonesia di Malaysia dan memfasilitasi pembangunan kelompok masyarakat Indonesia. Sampai
sekarang, Kedutaan Besar telah menfokuskan upaya diplomatik formal secara besar- besaran melalui pertemuan dan pembahasan secara bilateral, namun hal ini belum bisa
memecahkan masalah yang dihadapi TKI. KBRI juga menarik perhatian komunitas Indonesia di Malaysia agar bisa meningkatkan kesadaran mereka tentang TKI.
Contohnya, bagaimana pelajar, akademisi dan profesional berkemampuan untuk mempengaruhi, mengundang dan mendorong komunitas dalam memperjuangkan
perlindungan bagi TKI. Organisasi Masyarakat Madani seperti Perserikatan Masyarakat Indonesia
di Malaysia Permai dan berbagai Perserikatan TKI lainnya sampai sekarang telah
memberikan banyak bantuan ke TKI yang membutuhkan. Permai juga memfasilitasi komunikasi antar beragam Perserikatan TKI. Sebagai sebuah organisasi yang
keanggotaannya terdiri dari gabungan berbagai pihak seperti masyarakat Indonesia, kelompok profesional, akademis dan orang Indonesia yang dilahirkan sebagai warga
negara Malaysia, Permai berpotensi untuk bekerja berdampingan dengan Kedutaan Besar Indonesia dalam memberdayakan dan membentuk perserikatan perwakilan dan
kampanye perlindungan TKI dalam masyarakat Malaysia. Di KBRI Kuala Lumpur, saat ini telah dibentuk Tim Satuan Tugas
Satgas Perlindungan dan Pelayanan Warga Negara Indonesia PPWNI berdasarkan SK Kepala Perwakilan RI untuk Malaysia No. 02SK-DBI2006 tanggal 9 Januari
2006. Anggotanya meliputi elemen struktur KBRI yakni:
a Fungsi Protokol dan Konsuler
b Fungsi Sosial Budaya dan Penerangan
c Fungsi Penerangan
d Atase Imigrasi
e Atase Ketenagakerjaan
f Atase Pendidikan
g Atase Perhubungan
h Atase Riset BIN
i SLO POLRI
Tujuan Satgas adalah:
1 Meningkatkan upaya perlindungan secara maksimal bagi seluruh WNITKI yang berada di wilayah akreditasi KBRI Kuala Lumpur
2 Meningkatkan upaya dan bentuk pelayanan WNITKI dan Badan Hukum Indonesia BHI yang bermasalah
3 Upaya-upaya yang dilakukan Satgas PPWNI meliputi, Penampungan sementara di KBRI Kuala Lumpur, khususnya perempuan, Penanganan kasus yang
menimpa WNITKI, Kegiatan outreach di kantong-kantong TKI di berbagai daerah di Indonesia, Kegiatan penyuluhan dan pelayanan publik di daerah
konsentrasi TKI, Pendataan dan pendampingan bagi WNI yang menghadapi masalah hukum, Peluncuran awarness campaign melalui berbagai media masa,
Peningkatan jejaring kerja dan pertemuan reguler dengan instansi terkait di dalam negeri dan Malaysia, Pelayanan pengaduan melalui SMS 330444.
BAB IV PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA
INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI KOVENSI ILO TENTANG BURUH MIGRAN
A. Perlindungan TKI dalam hubungan Kerja Sama Bilateral Indonesia- Malaysia dalam bidang Ketenagakerjaan.
Meskipun masalah yang dialami TKI bervariasi menurut sektor, tapi masih terlihat permasalahan umumnya yang dialami oleh TKI dari keluhan-keluhan yang
diterima KBRI di Malaysia dari 2005 sampai 2007. Masalah utama memang berbeda dari tahun ke tahun, namun ada dua kategori utama masalah yang nampak jelas: 1
masalah kekerasan termasuk penyiksaan, penganiayaan seksual, pencambukan, dan pemerkosaan; dan 2 masalah hak TKI, termasuk gaji yang tidak dibayarkan, beban
kerja yang luar biasa, tidak ada libur, penipuan, pengusiran oleh majikan, kondisi kerja yang tidak manusiawi.
Dua kategori masalah ini saling terkait; masalah dengan hak-hak TKI sering menimbulkan masalah-masalah lain yang berelasi dengan kekerasan. Penyitaan
paspor dalam banyak kasus sangat membatasi gerakan TKI karena mereka harus membawa ijin kerja mereka setiap saat atau beresiko dipenjara. Banyak PRT
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki akses ke paspor mereka. Kemungkinan besar alasan utama TKI tidak berani meninggalkan rumah majikan mereka karena
takut dipenjara dan dideportasi. Banyak TKI tidak berani meninggalkan majikan yang menganiayanya karena tidak mengetahui di mana bisa mendapatkan bantuan. Pada
tahun 2004, pemerintah Malaysia memberikan hak tenaga kerja migran untuk bisa berganti majikan dua kali selama kontrak mereka. Sebelumnya hal ini tidak diijinkan
sehingga mereka terpaksa bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan agar bisa melunasi utang yang dipakai untuk membayar agen perekrutan.