Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp.

(1)

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENIKIR (Tagetes erecta L.) SEBAGAI REPELLENT TERHADAP NYAMUK Aedes spp

SKRIPSI

OLEH:

NIM. 081000190

DWISYAHPUTRA HUTAGALUNG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENIKIR (Tagetes erecta L.) SEBAGAI REPELLENT TERHADAP NYAMUK Aedes spp

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NIM. 081000190

DWISYAHPUTRA HUTAGALUNG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Di Indonesia sampai saat ini Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) masih cenderung meningkat dari tahun 2005-2009. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp.

Jenis penelitian ini adalah bersifat eksperimen semu untuk melihat pengaruh dari ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent nyamuk Aedes spp. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana percobaan dilakukan dengan enam macam konsentrasi 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. Perhitungan rata-rata daya proteksi ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk Aedes spp untuk konsentrasi 1% sebesar 37,5%; konsentrasi 2% sebesar 67,5%, konsentrasi 3% sebesar 75%, konsentrasi 4% sebesar 87,5%, dan konsentrasi 5% sebesar 100%.

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah konsentrasi yang bisa digunakan sebagai repellent adalah konsentrasi 5% karena daya proteksi nya sudah mencapai 100%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu alternatif pengendalian vektor khususnya nyamuk sebagai insektisida alami yang aman bagi lingkungan dan manusia.


(5)

ABSTRACT

Recently, in Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still public health problems. The morbidity rate for this desease tends to raise for the period of 2005-2009. This desease is an contagious desease caused by the dengue virus and transmitted through the Aedes aegypti Aedes albopictus mosquitoes.

The aim of this research was to analyze the effect of extract marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to the Aedes spp.

The design of this research was the quasi-experimental with the Completely Randomized Design (CRD) in which the experiments were conducted by using six variation of concentration of the extract which are 0% (as a control), 1%, 2%, 3%, 4%, 5% in three replication.

The result of the study showed that there was an effect of the extract of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to Aedes spp. The calculation of average protection power of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to Aedes spp on concentration 1% was 37,5%, on concentration 2% was 62,5%, on concentration 3% was 75%, on concentration 4% was 87,5%, on concentration 5% was 100%.

The conclusion of this study was that the level of concentration of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent used was 5% because the protection power of this level reached 100%. The outcome from this study is hoped the extract of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves can be useful as one of the controller alternatives upon the vector especially for the mosquito and it is also used as the natural insecticide which is safe for both environment and human.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : DWISYAHPUTRA HUTAGALUNG

Tempat/ Tanggal Lahir : Mela, 12 Juni 1989 Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan : Belum Menikah Anak : Ke-6 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Sibolga Barus, Gang Rejeki, No. 22, Mela, Sibolga

Riwayat Pendidikan :

1. 1995 – 2001 : SD Swasta RK 2 Santa Maria Sibolga 2. 2001 – 2004 : SLTP Swasta Fatima Sibolga

3. 2004 – 2007 : SMA Negeri 1 Matauli Pandan 4. 2008 – 2013 : Fakultas Kesehatan masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp.”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

3. Ir. Evi Naria, M. Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan.

4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ir. Evi Naria, M. Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 6. Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Obat


(8)

7. Seluruh Dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kak Dian, selaku asisten Laboratorium Kesehatan Lingkungan FKM USU yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

9. Teristimewa untuk orangtua terkasih, Ayahanda Hamolean Hutagalung dan Ibunda Noritha Sinaga, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang dan juga yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, nasehat dan doa pada penulis setiap saat, serta kakak-kakak dan abang penulis yang terkasih (Natalia Kristina Hutagalung, Primadona Hutagalung, Siska Monalisa, Eko Prawira Hutagalung, Vera Octavia Hutagalung), Abang dan kakak ipar penulis yang terkasih (Herbert Pangaribuan, Firman Sitompul, Antonius Simanjuntak, Fransiska Lumbantobing) dan keponakan-keponakan penulis tercinta (Jonathan P, Sheren P, Michelle S, Jeremy S, Immanuel S, Yohana S).

10. Sahabat-sahabat penulis (Octo Simangunsong, Jeffry Manurung, Yogie Simanungkalit, Fiesta Sitorus, Shinta Sinaga, Rindika Siregar, Vita Tinambunan, Vina Rahayu Purba, Vonny Sinuraya, Vitry Pardede) yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman stambuk 2008 FKM USU (Merry Tobing, Arietha, Emma, Myke, Doan, Iin, Nona, Naldy, Amzah, Edy, Henokh, Evia dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu), teman-teman kelompok PBL (Kak Rini, Kak Jesika, Kak Rofirma, Bang Rio, Mei, Evia), temen-teman kelompok LKP (Khodijah, Budi, Mely, Nitha), Ikatan kesehatan Lingkungan (IMAKEL


(9)

FKM USU), para senior dan adik-adik di FKM USU yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2013 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ………...i

Abstrak ... ii

Abstract ... .iii

Daftar Riwayat Hidup ... .iv

Kata Pengantar ... .v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.3. Manfaat ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk Aedes spp... 8

2.1.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes spp ... 9

2.1.2. Morfologi Nyamuk Aedes spp ... 9

2.1.3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp ... 12

2.1.4. Tata Hidup Nyamuk Aedes spp ... 13

2.1.5. Suhu ... 14

2.1.6. Kelembaban ... 14

2.2. Tinjauan umum Penyakit DBD ... 14

2.2.1. Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit ... 16

2.2.2. Penyebaran Nyamuk Demam Berdarah ... 17

2.3. Pengendalian Vektor Penyakit ... 18

2.3.1. Pengendalian Kimiawi ... 19

2.3.1.1. Insektisida ... 19

2.3.1.2. Repellent ... 21

2.3.2. Pengendalian Secara Biologis ... 22

2.3.3. Pengendalian Secara Radiasi... 23

2.3.4. Pengendalian Secara Mekanis ... 23

2.3.2. Pengendalian Secara Rekayasa ... 24

2.4. Insektisida Nabati ... 25

2.5. Gambaran Umum Kenikir ... 26

2.5.1. Morfologi Kenikir ... 27

2.5.2. Kandungan Kima dan kegunaannya... 29


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 31

3.2.1. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Objek Penelitian ... 31

3.4. Subjek Penelitian ... 32

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.5.1. Data Primer ... 32

3.5.2. Data Sekunder ... 32

3.6. Alat dan Bahan Penelitian ... 32

3.6.1. Alat Penelitian ... 32

3.6.2. Bahan Penelitian ... 33

3.7. Cara Kerja Penelitian ... 35

3.7.1. Cara Mendapatkan Nyamuk Aedes spp ... 35

3.7.2. Cara Mendapatkan Lotion dari Ekstrak Daun Kenikir 35 3.7.3. Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Kenikir ... 37

3.7.4. Cara Pembuatan Kotak Pemeliharaan dan Kotak Pengamatan ... 37

3.8. Prosedur Penelitian ... 38

3.8.1. Prosedur Yang Dilakukan Pada Subjek Test ... 38

3.8.2. Prosedur Percobaan ... 38

3.9. Defenisi Operasional ... 39

3.10. Analisa Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Pengukuran Suhu dan Kelembaban ... 42

4.1.1. Suhu Udara ... 42

4.1.2. Kelembaban Udara ... 43

4.2. Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp ... 43

4.3. Analisa Statistik ... 45

4.3.1. Hasil Uji ANOVA ... 46

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1. Suhu dan Kelembaban ... .48

5.1.1. Suhu ... 48

5.1.2. Kelembaban ... 48

5.2. Pengaruh Perlakuan Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1. Kesimpulan ... 53

6.2. Saran ... 54


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Suhu Ruangan Penelitian di Laboratorium Pada Saat Penelitian Dilakukan ... 42 Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kelembaban Ruangan Penelitian Pada Saat

Penelitian Dilakukan ... 43 Tabel 4.3. Rata-rata Jumlah Nyamuk yang Hinggap Pada Konsentrasi 0%,

1%,2%,3%,4%,5%... ... 44 Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Kenikir

(Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk Aedes spp ... 44 Tabel 4.5. Rata-Rata Nyamuk Aedes spp. Yang Hinggap Pada beberapa

Konsentrasi Selama Pengamatan Setelah Ditransformasi Dengan Rumus: ... 45 Tabel 4.6. Hasil Uji ANOVA Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes

erecta L) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp ... 46 Tabel 4.7. Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan Terhadap Nyamuk Aedes

spp. Yang Hinggap Pada Beberapa Perlakuan Dengan Menggunakan Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L) ... 47


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Nyamuk Aedes gypti……….12

Gambar 2. Nyamuk Aedes albopictus …..……….…12

Gambar 3. Siklus Hidup Nyamuk .……..………..………13


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji ANOVA

Lampiran 2. Tabel Distribusi F dan Daftar Nilai Baku P untuk Uji Jarak Nyata Duncan

Lampiran 3. Surat Izin Melakukan Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(15)

ABSTRAK

Di Indonesia sampai saat ini Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) masih cenderung meningkat dari tahun 2005-2009. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp.

Jenis penelitian ini adalah bersifat eksperimen semu untuk melihat pengaruh dari ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent nyamuk Aedes spp. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana percobaan dilakukan dengan enam macam konsentrasi 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. Perhitungan rata-rata daya proteksi ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk Aedes spp untuk konsentrasi 1% sebesar 37,5%; konsentrasi 2% sebesar 67,5%, konsentrasi 3% sebesar 75%, konsentrasi 4% sebesar 87,5%, dan konsentrasi 5% sebesar 100%.

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah konsentrasi yang bisa digunakan sebagai repellent adalah konsentrasi 5% karena daya proteksi nya sudah mencapai 100%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu alternatif pengendalian vektor khususnya nyamuk sebagai insektisida alami yang aman bagi lingkungan dan manusia.


(16)

ABSTRACT

Recently, in Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is still public health problems. The morbidity rate for this desease tends to raise for the period of 2005-2009. This desease is an contagious desease caused by the dengue virus and transmitted through the Aedes aegypti Aedes albopictus mosquitoes.

The aim of this research was to analyze the effect of extract marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to the Aedes spp.

The design of this research was the quasi-experimental with the Completely Randomized Design (CRD) in which the experiments were conducted by using six variation of concentration of the extract which are 0% (as a control), 1%, 2%, 3%, 4%, 5% in three replication.

The result of the study showed that there was an effect of the extract of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to Aedes spp. The calculation of average protection power of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent to Aedes spp on concentration 1% was 37,5%, on concentration 2% was 62,5%, on concentration 3% was 75%, on concentration 4% was 87,5%, on concentration 5% was 100%.

The conclusion of this study was that the level of concentration of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves as the repellent used was 5% because the protection power of this level reached 100%. The outcome from this study is hoped the extract of marigolds (Tagetes erecta L.) leaves can be useful as one of the controller alternatives upon the vector especially for the mosquito and it is also used as the natural insecticide which is safe for both environment and human.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) masih cenderung meningkat dari tahun 2005-2009. Angka Incidence Rate (IR) per 100.000 penduduk pada tahun 2005 sebesar 43,42; tahun 2006 sebesar 52,48; tahun 2007 sebesar 71,78; tahun 2008 sebesar 60,06; tahun 2009 sebesar 68,22 (Depkes RI, 2010). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di kota Surabaya, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantarany meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3%). Dan sejak itu penyakit ini menyebar luas sampai sekarang.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti

dan nyamuk Ae. albopictus. Sampai saat ini yang paling berperan adalah nyamuk

Ae. aegypti, karena hidupnya didalam dan sekitar rumah, sedangkan nyamuk

Ae. albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter dari atas permukaan laut karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan nyamuk untuk hidup maupun berkembangbiak (Siregar, 2004).


(18)

dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan biologik dan lingkungan fisik. Pola perilaku dan status ekologi dari ketiga kelompok organisme tadi dalam ruang dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, menyebabkan penyakit DBD berbeda derajat endemisitasnya pada satu lokasi ke lokasi lain, dan dari tahun ke tahun (Chahaya, 2003).

Nyamuk termasuk kelas Insecta, ordo Diptera dan Famili Culicidae. Serangga ini selain mengganggu manusia dan binatang melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang (Gandahusada dkk, 2000).

Nyamuk yang termasuk dalam famili ini juga menjadi menjadi vektor atau penular utama dari penyakit-penyakit arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis, dan lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa (malaria). Aedes spp. merupakan vektor penular dari demam berdarah dengue, chikungunya, dan demam kuning (Sembel, 2009).

DBD ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri uluh hati, disertai dengan tanda-tanda pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, feses berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan/syok (Depkes RI, 2005).

Penyebaran jenis penyakit ini masih banyak terpusat pada daerah tropis. Diperkirakan penyakit ini akan meluas sampai ke daerah-daerah beriklim dingin dengan adanya pemanasan global (Sembel, 2009). Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae.


(19)

Terdapat 4 serotype virus dengue yaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, dan Dengue-4.

Untuk melindungi pribadi dari resiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara individu dengan menggunakan repellent, dan menggunakan pakaian yang mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara (Depkes RI, 2010).

Selain itu jalan lain yang dapat ditempuh untuk mencegah penyakit demam berdarah adalah dengan mengeliminasi atau menurunkan populasi nyamuk-nyamuk vektor seperti Aedes spp. Penyemprotan dengan ULV malathion masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa. Di Indonesia banyak orang menggunakan obat nyamuk bakar untuk mengusir nyamuk pada malam hari dan siang hari (Sembel, 2009).

Obat penolak yang saat ini direkomendasikan adalah yang mengandung N,N-diethylmetatoluamide (DEET) sebagai ingridien aktif. DEET dapat menolak nyamuk, tungau/caplak dan artropoda lainnya apabila dioleskan pada kulit dan pakaian (Sembel, 2009).

Saat ini hampir semua obat penolak berbentuk lotion yang beredar dipasaran mengandung DEET (Diethyltoluamide). DEET mempunyai daya repellent yang sangat bagus tetapi dalam penggunaanya dapat mengakibatkan hipersensitifitasi dan iritasi (Yuliani, 2005). Konsentrasi DEET sampai 50% direkomendasikan untuk orang-orang dewasa dan anak-anak di atas 2 bulan, dan konsentrasi yang lebih rendah tidak akan bertahan lama dalam tubuh sehingga perlu untuk replikasi (Sembel, 2009).


(20)

Cara kerja dari obat penolak nyamuk ini sendiri berawal dari bahan-bahan yang terkandung dalam obat penolak nyamuk mengeluarkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga nyamuk tersebut tidak mendekat dan menggigit.

Kenikir atau yang biasa disebut juga dengan Bunga Tahi Ayam (Tagetes erecta) merupakan tumbuhan tropika yang berasal dari Amerika Latin, tetapi tumbuh liar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat, serta di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya. Kenikir adalah sejenis spesies bunga intan berayun yang berwarna. Kenikir adalah sejenis spesies bunga intan berayun yang berwarna putih, kuning, oranye dan berbunga kecil.

Menurut Luqman (2011), daun kenikir (Tagetes erecta) mengandung saponin dan flavonoida, kedua zat ini lah yang diduga berkhasiat sebagai penangkal serangga. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk memilih daunnya sebagai bahan dasar pembuatan repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

Penelitian sebelumnya menggunakan tumbuhan sebagai repellent telah dilakukan oleh Darwis (2009). Dari hasil diketahui bahwa ekstrak daun rosemary (Rosmarinus officianalis) efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti sebesar 5%. Penelitian lain tentang repellent juga dilakukan oleh Sianipar (2010), dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% mampu bertahan selama 1 jam pertama. Selain itu penelitian dari Tarigan (2012), menyatakan bahwa hasil penyulingan rimpang jahe efektif digunakan sebagai repellent dengan konsentrasi 75% dengan daya dosis selama 20 menit.


(21)

Daun kenikir (Tagetes erecta) menurut Syamsuhidayat (1991) dalam buku Inventaris Tanaman Obat Indonesia dapat digunakan sebagai penangkal serangga dengan cara daun kenikir dijemur terlebih dahulu sampai kering yang kemudian selanjutnya dibakar. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent nyamuk Aedes spp.

Keterbatasan/kelemahan penelitian tersebut dengan yang di alam adalah dilihat dari tingkat keefektifan dari repellent tersebut apakah ada yang menerima keberadaan dari repellent tersebut sebagai obat penolak yang biasa digunakan atau tidak. Maka untuk mengantisipasi keadaan seperti ini nantinya hasil penelitian tentang repellent tersebut ada baiknya untuk di sosialisikan atau di perkenalkan secara luas terlebih dahulu kepada masyarakat, bahwa repellent yang terbuat dari bunga kenikir tersebut aman digunakan sebagai obat penolak nyamuk seperti yang obat-obat lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

Melihat begitu banyaknya pembasmian vektor nyamuk dengan insektisida yang mengandung zat kimia berbahaya yang dapat meninggalkan pengaruh negatif terhadap lingkungan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian repellent dengan menggunakan insektisida nabati yang dikenal lebih ramah lingkungan. Bunga Kenikir (Tagetes erecta) merupakan salah satu jenis tanaman insektisida hidup pengusir nyamuk. Tanaman ini memiliki bau yang menyengat dan daun kenikir mengandung


(22)

perlu dilakukan penelitian mengenai efektifitas daun kenikir sebagai repellent

nyamuk Aedes spp. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai

repellent terhadap nyamuk Aedes spp. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 1%

2. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 2%.

3. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 3%.

4. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 4%.

5. Untuk mengetahui jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 5%.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kenikir dapat digunakan sebagai repellent yang aman.

2. Sebagai masukan bagi penulis dan mahasiswa FKM, khususnya mahasiswa kesehatan lingkungan untuk menambah wawasan mengenai


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk Aedes spp.

Nyamuk Aedes spp. merupakan vektor utama dari demam berdarah dengue (DBD) yang terdiri dari Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir semua di pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak (Siregar, 2004).

Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu siang hari seperti Ae. aegypti

dan Ae. albopictus biasanya meletakkan telur dan berbiak pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga (di rumah, sekolah, kantor, atau di pekuburan), kaleng-kaleng atau kantung-kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk kontainer yang dapat menampung air bersih (Sembel, 2009).

Ae. aegypti pada malam hari beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung, seperti pakaian, kelambu, pada dinding dan di bawah rumah dekat tempat berbiaknya, biasanya di tempat yang gelap (Soedarmo, 1988). Sedangkan nyamuk

Ae. albopictus lebih suka berisitirahat di luar rumah (Gandahusada, 2000).

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit


(25)

(08.00 - 10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00 – 17.00). Nyamuk betina mengisap darah dengan tujuan untuk mendapatkan protein untuk memproduksi telur sedangkan nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan (Djunaedi, 2006).

2.1.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes spp.

Menurut Gandahusada (2000) dalam Santi (2010), kedudukan nyamuk Aedes

spp. dalam klasifikasi hewan, yaitu: Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes

Spesies : Aedes spp.

2.1.2. Morfologi nyamuk Aedes spp.

Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes spp. dapat dibagi menjadi empat tahap yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna.

a. Telur

Karakteristik telur Aedes spp. adalah berbentuk bulat pancung yang mula-mula berwarna hitam kemudian berubah menjadi hitam. Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air yang memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang di pilih untuk tempat peneluran itu


(26)

adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya (Supartha, 2008).

Telur Aedes spp. dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan, tetapi tetap hidup. Jika tergenang air, beberapa telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain membutuhkan waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa hari atau minggu. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, telur-telur mungkin berada dalam status diapause dan tidak akan menetas hingga waktu istirahat berakhir. Telur-telur Aedes spp. dapat berkembang pada habitat kontainer kecil (lubang pohon, ketiak daun, dan sebagainya) yang rentan terhadap kekeringan (Sayono, 2008).

b. Larva

Telur menetas menjadi larva atau sering juga disebut jentik. Larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Larva dari kebanyakan nyamuk menggantungkan diri pada permukaan air. Jentik-jentik nyamuk Aedes spp. biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak lurus pada permukaan air, guna untuk mendapatkan oksigen di udara (Sembel, 2009).

Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami empat tahapan yang disebut Instar. Keempat instar itu dapat di selesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air dan persediaan makanan. Pada air yang agak dingin perkembangannya agak sedikit lambat, demikian


(27)

juga keterbatasan persediaan makanan menghambat perkembangan larva (Supartha, 2008).

c. Pupa

Stadium pupa ini merupakan tahapan akhir dari siklus hidup nyamuk dalam air. Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Umumnya nyamuk jantan yang terlebih dahulu keluar sedangkan nyamuk betina muncul belakangan (Supartha, 2008).

d. Nyamuk dewasa

Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo

Diptera dan famili Culicidae. Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Nyamuk jantan lebih kecil dari pada nyamuk betina (Lestari, 2010).

Nyamuk Ae. aegypti memiliki ciri khas yaitu mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya. Morfologi yang khas adalah gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (Gandahusada, 2000). Nyamuk ini hidup didalam dan di sekitar rumah. Boleh dikatakan bahwa nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (Soegijanto, 2006). Nyamuk Ae. albopictus secara morfologis sangat mirip dengan nyamuk Ae. Aegypti yang membedakan hanyalah pada strip putih yang terdapat pada


(28)

skutumnya. Pada Ae. albopictus skutumnya juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal dibagian dorsalnya (Supartha, 2008).

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti

Gambar 2. Nyamuk Aedes albopictus


(29)

2.1.3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp.

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur, larva, pupa, dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa hidup di udara.

Telur yang dihasilkan nyamuk betina berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam berubah menjadi hitam. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup dalam air, kemudian mengalami pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan larva nyamuk Aedes spp. instar 1 sampai 4 berlangsung 6-8 hari (Gandahusada, 2000).

Gambar 3. Siklus Hidup Nyamuk Sumber. www.google.com

2.1.4. Tata Hidup nyamuk Aedes spp.


(30)

mobil bekas, tempurung, bak-bak air penampungan terbuka, bambu-bambu pagar, tempurung kelapa, pelepah kelapa, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, vas-vas bunga segar yang berisi air, dan lain-lain. Nyamuk Ae. aegypti dan

Ae. albopictus biasanya aktif pada waktu siang hari dan lebih suka menghisap darah manusia daripada hewan (Sembel, 2009).

Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain, dikarenakan manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya beraktifitas/bergerak sehingga nyamuk merasa tidak tenang ketika menghisap darah (Soegijanto, 2006).

Secara umum, nyamuk adalah organisme yang mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Fenomena pemanasan global diduga memicu terjadinya metamorfosis yang semakin cepat, termasuk pada nyamuk Ae. aegypti dan

Ae. albopictus (Soegijanto, 2006). 2.1.5. Suhu

Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti (2005) dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27°C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. 2.1.6. Kelembaban

Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk (Suhardiono, 2005). Menurut Mardihusodo dalam Yudhastuti (2005) kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan embroisasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk adalah berkisar 81,5% - 89,5%.


(31)

2.2. Tinjauan Umum Demam Berdarah Dengue

Demam dengue dan dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai demam berdarah dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang berbeda, tetapi sangat dekat satu dengan yang lain, yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dari genus Flavivirus. Demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk dengue yang parah, berpotensi mengakibatkan kematian (Sembel, 2009).

DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe virus dengue yang lain adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang parah. Infeksi oleh salah satu serotype ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif silang (cross-protective) sehingga seseorang yang tinggal didaerah endemic dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya. Penyakit ini terutama terdapat didaerah tropis (Sembel, 2009).

Gejala klinis DHF berupa demam tinggi yang berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari dan manifestasi perdarahan yang biasanya didahului dengan terlihatnya tanda-tanda khas berupa bintik-bintik merah (petechia) pada bagian-bagian badan penderita. Penderita dapat mengalami sindrom syok dan meninggal (Gandahusada, 2000).

Gambaran klinis penderita dengue terdiri dari 3 fase, yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan (Depkes, 2010):


(32)

1. Fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farinf dan konjungtiva, anoreksia mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

2. Fase kritis

Terjadi pada 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai dengan kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok. 3. Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan-lahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik kembali dan

dieresis membaik. 2.2.1. Nyamuk Sebagai Vektor Penyakit

Nyamuk termasuk kelas Insecta, ordo Diptera dan family Culicidae. Serangga ini kecuali dapat menggangu manusia dan binatang melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang yang penyebabnya terdiri atas berbagai macam parasit (Gandahusada, 2000).


(33)

Di seluruh dunia terdpat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakit-penyakit lainnya. Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vector utama, biasanya adalah Aedes spp., Culex spp., Anopheles spp., dan Mansonia spp (Sembel, 2009). Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Ae. aegypti

sebagai vektor utama dan nyamuk Ae. albopictus sebagai vector sekunder (Depkes RI, 2010).

2.2.2. Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Sampai saat ini penyebaran dengue masih terpusat di daerah tropis, yaitu Australia Utara bagian timur, Asia Tenggara, India dan sekitarnya, Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Amerika Serikat. Menurut pendapat Gubler (1996) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa urbanisasi yang cepat, penggunaan bungkus-bungkus plastik yang nonbiodegra-dable (tidak terurai secara biologis), peningkatan perjalanan dan perdagangan, serta kurangnya upaya pengendalian vektor telah memberi kontribusi terhadap penularan penyakit ini.

Para ahli mengemukakan bahwa pemanasan global akan dapat mempercepat penyebaran demam dengue ke daerah-daerah beriklim dingin. Pemanasan global diprediksikan tidak hanya akan meningkatkan penyebaran nyamuk, tetapi juga akan membuat ukuran nyamuk menjadi lebih kecil (Sembel, 2009).

Menurut Siregar (2004), penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) di daerah perkotaan lebih intensif daripada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk di daerah perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dan


(34)

yang lain sangat berdekatan sehingga memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes aegpyti) menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti tidak lebih dari 100 meter).

2.3. Pengendalian Vektor Nyamuk

Menurut Peraturan Pemerintah No. 374 tahun 2010 vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang belum dapat terpecahkan karena morbiditasnya (angka kesakitan) tinggi dan penyebaran yang semakin luas. Pengobatan spesifik terhadap penyakit DBD sampai saat ini belum ada, sehingga dengan memberantasnya dilakukan dengan memberantas vektor nyamuk (Nurhayati, 2005).

Pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi atau menekan populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit, serta untuk menghindarkan kontak antara vektor dan manusia (Gandahusada, 2000). Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan (Slamet, 2009):

1. Penyakit tadi belum ada obat maupun vaksinnya, seperti hampir semua penyakit yang disebabkan oleh virus.

2. Bila ada obat atau vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama pada penyakit parasite.


(35)

3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit dikendalikan.

4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis, malaria.

5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat, seperti insekta yang merayap.

2.3.1. Pengendalian Secara Kimiawi

Untuk pengendalian ini digunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga saja (repellent). Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera dan meliputi daerah yang luas sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat. Keburukannya karena cara pengendalian ini hanya bersifat sementara, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbulnya resistensi serangga terhadap insektisida dan mengakibatkan matinya beberapa pemangsa (Gandahusada, 2000).

2.3.1.1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik (ideal) mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak

2. Murah harganya dan mudah didapatdalam jumlah yang besar 3. Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar


(36)

4. Mudah dipergunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam pelarut 5. Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah:

1. Ovisida : insektisida untuk membunuh stadium telur 2. Larvasida : insektisida untuk membunuh untuk membunuh

stadium larva/nimfa

3. Adultisida : insektisida untuk membunuh stadium dewasa 4. Akarisida (mitisida) : insektisia untuk membunuh tungau

5. Pedikulisida (lousisida) : insektisida untuk membunuh tuma

Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam makan kimia, konsentrsai dan jumlah (dosis) insektisida (Gandahusada, 2000).

Untuk mencegah penyakit demam berdarah, penyemprotan dengan ULV malathion masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup dalam air. Pengendalian yang umum dipergunakan unutuk larva-larva nyamuk adalah dengan menggunakan larvasida seperti abate (Sembel, 2009).

Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):


(37)

1. Racun Lambung (Stomach Poison)

Racun lambung adalah insektisida-insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan.

2. Racun Kontak

Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan langsung atau kontak dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.

3. Racun Pernapasan

Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau mengahsilkan gas.

2.3.1.2. Repellent

Repellent adalah penolak hama atau pengusir hama dari obyek yang memperoleh perlakuan, misalnya kamper dan avitrol (Wudianto, 2004). Repellent

lebih dikenal sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk melindungi tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Sekarang lebih dikenal dalam bentuk

lotion, tetapi ada juga yang berbentuk spray (semprot), jadi penggunaannya dioles atau disemprotkan pada kulit (POM, 2011).


(38)

DEET (diethylmetatoluamide) merupakan bahan aktif paling banyak dan sering digunakan untuk repellent di Indonesia. Selain DEET, umumnya repellent

mengandung bahan kimia sintetik yang dapat menolak nyamuk untuk mendekati kulit. Bahan kimia lain yang juga digunakan diantaranya adalah permetrin, picaridin. DEET ini dirancang untuk aplikasi langsung ke kulit manusia untuk mengusir serangga, bukan membunuh mereka. Selama konsumen mengikuti petunjuk label dan mengambil langkah yang aman, penolak serangga yang mengandung DEET tidak menimbulkan masalah kesehatan (EPA, 2007).

Cara menggunakan produk DEET yang aman menurut Environtmental Protection Agency (EPA):

1. Jangan gunakan pada kulit yang terluka atau kulit yang teriritasi. 2. Jangan gunakan dekat mata dan mulut anak-anak.

3. Jangan biarkan anak-anak menggunakan produk ini.

4. Gunakan repellent secukupnya pada kulit yang terbuka dan/atau pakaian. 5. Hindari penggunaan dibawah pakaian.

6. Hindari penggunaan berlebihan dari produk ini.

7. Setelah memasuki ruangan, bersihkan kulit yang diolesi repellent dengan menggunakan sabun dan air.

8. Cuci pakaian yang terkena repellent sebelum digunakan kembali. 9. Penggunaan produk ini dapat menyebabkan reaksi pada kulit.


(39)

2.3.2. Pengendalian Secara Biologis

Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi serangga, dapat dilakukan pengendalian serangga yang menjadi vector atau hospes perantara. Beberapa parasit dari golongan nematode, bakteri, protozoa, jamur dan virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk. Artropoda juga dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva nyamuk yang berukuran lebih besar, juga larva capung dan Crustaceae.

Contoh beberapa jenis ikan sebagai pemangsa yang cocok untuk pengendalian larva ialah: Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus reticularis (Guppy = water ceto), Gambusia affinis (ikan gabus), dll (Gandahusada, 2000).

2.3.3. Pengendalian Secara Radiasi

Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor yaitu untuk membunuh secara langsung dengan teknik desinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang lebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu teknik pengendalian vector yang potensial, ramah lingkungan, efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan tehnik lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana, yaitu dengan membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique) (Nurhayati, 2005).

TJM atau Teknik Jantan Mandul merupakan teknik pemberantasan serangga dengan cara memandulkan serangga jantan. Kemandulan adalah ketidakmampuan suatu organisme menghasilkan keturunan. Gejala kemandulan akibat radiasi pada


(40)

nyamuk jantan disebabkan karena terjadinya aspermia, inaktivasi sperma, mutasi letal domain dan ketidakmampuan kawin (Nurhayati, 2005).

2.3.4. Pengendalian Secara Mekanis

Cara pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang langsung dapat membunuh, menangkap atau menghalau, menyisir, mengeluarkan serangga dari jaringan tubuh. Menggunakan baju pelindung, memasang kawat kasa di jendela merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara manusia dan vector (Gandahusada dkk, 2000).

Program yang di canangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI yaitu 3M (Sembel, 2009):

1. Menguras, berarti membersihkan tetmpat-tempat penampungan air (bak mandi) untuk mengeluarkan jentik-jentik nyamuk

2. Menimbun, berarti mengumpulkan kontainer-kontainer yang dapat menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk

3. Mengubur yaitu mengumpulkan kontainer-kontainer dan menguburkannya dalam tanah.

2.3.5. Pengendalian Rekayasa

Pengendalian secara rekayasa pada hakekatnya ditujukan untuk mengurangi sarang insekta (breeding places) dengan melakukan pengelolaan lingkungan, yakni melakukan manipulasi dan modifikasi lingkungan. Manipulasi adalah tindakan sementara sehingga keadaan tidak menunjang kehidupan vektor. Sebagai contoh adalah perubahan niveau air atau membuat pintu air sehingga salinitas air dapat


(41)

diatur. Modifikasi adalah tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan secara permanen, seperti pengeringan, penimbunan genangan, perbaikan tempat pembuangan sampah sementara maupun akhir (TPS/TPA), dan konstruksi serta pemeliharaan drainase (Slamet, 2009).

2.4. Insektisida Nabati

Insektisida nabati atau insektisida botani adalah bahan alami berasal dari tumbuhan yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia lainnya. Senyawa biokatif tersebut selain dapat digunakan untuk mengendalikan Organisme Penggangu Tanaman (OPT) dapat juga digunakan untuk mengendalikan serangga di lingkungan rumah (Naria, 2005).

Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang, dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk, ataupun ekstraksi (dengan air atau senyawa pelarut organik). Menurut Kardinan dalam Naria (2005) senyawa bioaktif yang diduga bisa berfungsi sebagai insektisida yang terkandung pada tumbuhan diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri.

Beberapa tanaman yang dijadikan sebagai bahan dasar dari pembuatan produk obat penolak nyamuk yang beredar di pasaran, yaitu:

1. Bunga Lavender (Lavandula angustifolia)

Tanaman ini aslinya dari Swiss, dan telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat lotion anti nyamuk. Bunga Lavender yang berwarna ungu memiliki


(42)

zat Linalool dan Lynalyl acetate yang tidak disukai nyamuk (Anonimous, 2010).

2. Bunga Geranium (Pelargonium citrosa)

Nama lainnya Tapak Dara. Tanaman ini mengandung geraniol dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara (Anonimous, 2010).

3. Kulit Jeruk

Salah satu kandungan jeruk yang bisa di olah yaitu minyak atsiri pada kulitnya (Wicaksono, 2011).

4. Daun Sereh (Cymbopogon nardus)

Menurut Sutejo dalam Naria (2005), tanaman sereh wangi mengandung 0,6-1,8 % minyak atsiri yang berupa: geraniol dan sitronelal (kira-kira 93%), metiheptanon, terpenalkohol, terpen lainnya serta asam organik.

Meskipun menggunakan tumbuhan sebagai bahan dasar dari pembuatan produk repelan tersebut, tetapi hampir semua obat penolak tersebut juga menggunakan zat aktif DEET 13% yaitu bahan kimia yang gunanya juga untuk menjauhkan atau mengusir serangga.

2.5. Gambaran Umum Kenikir (Tagetes erecta)

Tagetes sering disebut sebagai kenikir atau bunga tahi ayam, randa kencana dan ades (Indonesia), tahi kotok (Sunda), amarello (Filipina), African marigold, Astec marigold, American marigold, Big marigold (Inggris), mempunyai nama latin


(43)

59 species. Tanaman ini merupakan salah satu herba hias yang biasa digunakan sebagai tanaman pagar dan pembatas. Secara komersial sebagai bunga potong, karena mempunyai bentuk bunga yang unik dan warnanya yang mencolok (Deptan, 2011).

Klasifikasi Kenikir (Tagetes erecta) dalam klasifikasi tumbuhan adalah sebagai berikut (Syamsuhidayat, 1991):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyla Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicolyledonae Bangsa : Asterales Suku : Composite Marga : Tagetes

Jenis : Tagetes erecta

Gambar 4. Bunga kenikir (Tagetes erecta L)


(44)

2.5.1. Morfologi Kenikir (Tagetes erecta)

Tagetes merupakan tumbuhan tahunan, dapat tumbuh pada tanah dengan pH netral di daerah yang panas, cukup sinar matahari, dan drainase yang baik. Tanaman tumbuh tegak setinggi 0,6 - 1,3 meter, daun menyirip berwarna hijau gelap dengan tekstur yang bagus, berakar tunjang, dan dapat berkembang biak dengan biji. Tagetes mempunyai bunga berukuran 7,5 - 10 cm dengan susunan mahkota bunga rangkap, warna cerah, yaitu putih, kuning, oranye hingga kuning keemasan atau berwarna ganda. Bunga berbentuk bonggol, tunggal atau terkumpul dalam malai rata yang jarang, dan dikelilingi oleh daun pelindung (Deptan, 2011).

Bunga kenikir tersusun atas organ-organ yang lengkap, yaitu : kelopak, mahkota, dan organ reproduksinya, berupa putik dan benang sari. Anatomi kelopak (sepala), dari bagian atas ke bagian bawah, tersusun atas epidermis atas, mesofil, berkas pengangkut, serta epidermis bawah. Pada bagian mesofil, mengandung atau tersusun atas kolenkim. Anatomi mahkota (petala), sama seperti kelopaknya, tersusun atas: epidermis atas, mesofil, berkas pengangkut, dan epidermis bawah. Pada mesofil, terdapat kandungan minyak eteris yang memberikan bau khas pada kenikir. Berkas-berkas pengangkut ini tersusun pada bagian dasar bunga dan menyerupai susunan berkas pengangkut pada batang (Anonimous, 2011).

Kenikir (Tagetes erecta) tumbuh baik di dataran rendah dengan kondisi tanah yang subur, liat, dan berdrainase baik, sampai pegunungan ± 700 m dpl., terutama ditempat terbuka yang mendapatkan sinar matahari penuh.Sudah lama dibudidayakan sebagai tanaman hias di halaman rumah atau kantor bagian depan dengan


(45)

menggunakan biji. Bunganya dapat diekstrak menjadi zat pewarna serta memberikan warna kuning agak kecoklatan. Jenis tanaman ini dapat digunakan untuk mengusir serangga. Kenikir kuning umumnya digunakan sebagai tanaman hias di pekarangan rumah (Luqman, 2011).

2.5.2. Kandungan Kimia dan Kegunaan

Tagetes lebih dikenal sebagai tanaman pengusir hama sehingga sering digunakan sebagai border atau pembatas tanaman oleh para petani. Biasanya, Tagetes ditanam bersamaan dengan tanaman semusim. Kebanyakan serangga tidak menyukai aroma Tagetes yang berbau busuk (Ken, 2010) .

Daun kenikir (Tagetes erecta) mengandung flavonoid, tagetiin, terthienyl, helenial, dan flavoxanthin.. Daun Tagetes erecta berkhasiat sebagai penangkal serangga, selain itu juga dapat digunakan sebagai obat seperti, diabetes, demam, hipertensi, kurang darah, dsb (BPTO, 2008).

Dibidang pertanian, bunga Tagetes efektif dalam pencegahan nematode penganggu tanaman (Meloidogyne sp., Pratylenchus sp., dan lain-lain) sehingga digunakan sebagai tanaman tumpang sari, penangkal serangga, herbisida dan anti jamur. Minyak atsiri dari bunga Tagetes efektif menghambat pertumbuhan bakteri, antijamur pada Saprolegnia, ferax serta sebagai larvasida pada Culex quinquefasciatus, Anophelesstephensi dan Aedes aegypti (Deptan, 2011).


(46)

2.6. Kerangka Konsep

2.7. Hipotesis Penelitian 2.7.1. Hipotesis Mayor

Ha: Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5% terhadap nyamuk Aedes spp.

Ho: Tidak ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai

repellent pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5% terhadap nyamuk Aedes spp.

Daun kenikir (Tagetes erecta

)

Daya proteksi ekstraksi daun kenikir pada:

1. Kulit kelinci yang diolesi kontrol

2. Kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 1%

3. Kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 2%

4. Kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 3%

5. Kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 4%

6. Kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 5%

Jumlah Nyamuk

Aedes spp. yang hinggap setelah dioles

repellent

Kelembaban Suhu


(47)

2.7.2. Hipotesis Minor

1. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 1% terhadap nyamuk Aedes spp.

2. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 2% terhadap nyamuk Aedes spp.

3. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 3% terhadap nyamuk Aedes spp.

4. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 4% terhadap nyamuk Aedes spp.

5. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent

pada kulit kelinci yang diolesi konsentrasi 5% terhadap nyamuk Aedes spp.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen semu karena untuk melihat pengaruh dari ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta) sebagai repellent nyamuk Aedes spp. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dimana percobaan dilakukan dengan enam macam konsentrasi 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan pembuatan formula dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus – Desember 2012. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah nyamuk Aedes spp. dewasa. Jumlah nyamuk Aedes pada masing-masing perlakuan dan kontrol sebanyak 15 ekor. Jumlah sampel diambil berdasarkan kebutuhkan penelitian sebanyak 270 ekor, dimana jumlah sampel nyamuk diperoleh dari jumlah unit percobaan dikali jumlah sampel satu unit percobaan dikali tiga tahap pengulangan.


(49)

Jadi jumlah nyamuk yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 270 ekor nyamuk.

3.4. Subjek Penelitian

Dalam proses penelitian ini diperlukan subjek test yaitu dengan menggunakan kelinci sebanyak 6 ekor.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil penelitian yang akan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara berupa data jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit yang tidak di olesi oleh lotion dan pada kulit yang diolesi lotion dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta literatur-literatur yang mendukung sebagai bahan kepustakaan.

3.6. Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian

1. Kotak Pemeliharaan 2. Kotak pengamatan 3. Timbangan

4. Cawan porselin 5. Lumpang porselin


(50)

6. Penangas air 7. Spatula 8. Kain kasa

9. Wadah tempat larva 10. Peciduk jentik 11. Wadah untuk lotion 12. Rotary evaporator 3.6.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Bahan pembuatan formula lotion 1% yang didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yaitu:

a) Setil alcohol : 0,5 gr b) Asam stearat : 3 gr c) Lanolin : 1 gr d) Gliserin : 2 gr e) Metil paraben : 0,1 gr f) Trietanolamin : 0,75 gr g) Ekstrak kenikir: 1 gr

h) Aquadest : secukupnya sampai 100 gr 2. Jentik nyamuk

3. Nyamuk dewasa 4. Air gula


(51)

3.7. Cara Kerja Penelitian

3.7.1. Cara Mendapatkan Nyamuk Aedes spp.

Untuk mendapatkan nyamuk Aedes spp. dewasa dilakukan dengan memelihara larva kedua nyamuk Aedes spp. tersebut dengan cara sebagai berikut:

1. Larva Aedes spp. yang tertangkap dimasukkan ke dalam baskom kecil yang berisi air bersih dan diletakkan dalam kotak pemeliharaan

2. Simpan di tempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya matahari langsung 3. Amati kotak pemeliharaan dan apabila jentik telah berubah menjadi pupa, lalu masukkan air gula/ madu ke dalam kotak pemeliharaan untuk makanan nyamuk setelah keluar dari kepompong.

4. Setelah nyamuk dewasa maka nyamuk tersebut ditangkap dengan aspirator kemudian dipindahkan ke kotak pemeliharaan

5. Nyamuk tidak diberi makan/ dilaparkan 12 jam sebelum dilakukan penelitian.

6. Pada akhir penelitian, nyamuk dibunuh dengan menggunakan kloroform. 3.7.2. Cara Mendapatkan Losion dari Ekstrak Daun Kenikir

Prosedur pembuatan losion dari ekstrak daun kenikir didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Kumpulkan daun kenikir, timbang lebih kurang 1 kg, di keringkankan dalam lemari pengering selama 1-2 hari. Setelah kering ditimbang kembali sebanyak 300gr.


(52)

2. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan cara di tumbuk atau di blender hingga di dapat serbuk daun kenikir.

3. Aduk serbuk daun kenikir dengan etanol secukupnya ± 1 liter selama kurang 3 jam agar seluruh serbuk daun kenikir yang terendam tercampur rata.

4. Serbuk dimasukkan ke dalam perkolator dan direndam dengan etanol selama 24 jam.

5. Ekstrak diperkolasi selama 2 minggu.

6. Ekstrak kasar etanol dipekatkan dengan rotary evaporator membentuk ekstrak pekat etanol.

7. Ekstrak pekat etanol kemudian di uapakan dengan penangas air untuk mengahsilkan ektrak kental.

8. Setelah didapatkan ekstrak pekat kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lotion. Setil alkohol, asam stearat, lanolin ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, dilebur di atas penangas air hingga suhu 750 C (Bahan A).

9. Gliserin, metil paraben, trietanolamin dilarutkan dalam aquadest panas (Bahan B).

10. Bahan A dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, lalu ditambahkan Bahan B, lalu ditambahkan ekstrak pekat daun kenikir dan aduk rata. 11. Kemudian tambahkan aquadest dan aduk rata.


(53)

3.7.3. Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Kenikir

Untuk mendapatkan konsentrasi larutan hasil ekstraksi daun kenikir 1% dengan menggunakan rumus: V1.N1 = V2.N2

Keterangan : V1 = Volume dari zat awal yang dibutuhkan N1 = Konsentrasi awal

V2 = Volume yang diinginkan N2 = Konsentrasi yang diinginkan

Contoh : Larutan 1% dari ekstrak daun kenikir dalam 100 ml aquadest Dik : N2 = 1% V2 = 100 ml

N1 = 100% Dit : V1 =……? Jawab : V1.N1 = V2.N2

V1. 100% = 100 ml. 1% V1 = 1ml

Artinya, 1 ml ekstrak pekat 100% diencerkan dalam labu takar dengan aquadest sampai volume 100 ml.

3.7.4. Cara Pembuatan Kotak Pengamatan dan Kotak Pemeliharaan

Kotak pemeliharaan berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm (p x l x t), dan kotak pengamatan dengan ukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm (p x l x t). Tiap sisi kotak ditutup dengan kain kasa (kasa nyamuk).


(54)

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Prosedur yang Dilakukan Pada Subjek Test

1. Kelinci yang telah dipelihara sebelumnya diberi makan.

2. Sebelum penelitian dilakukan, cukur bagian tubuh kelinci yang akan di jadikan objek gigitan nyamuk.

3. Lalu masukkan kelinci dalam kandang pengamatan. 3.8.2. Prosedur percobaan

1. Dari kotak pemeliharaan, nyamuk dewasa diambil dengan alat aspirator dan dibagi ke dalam kotak-kotak pengamatan masing-masing sebanyak 15 ekor dan pada kotak percobaan masing-masing diberi tanda yaitu A, B, C, D, E, F.

2. Setelah itu lakukan test dengan mengoleskan lotion dari ekstrak daun kenikir pada kulit kelinci dengan konsentrasi 1% dengan menggunakan kuas sebanyak 1 ml. Lakukan selanjutnya dengan menggunakan konsentrasi 2%, 3%, 4%, 5% sebanyak 1 ml.

3. Kelinci yang sudah diolesi losion dari esktrak daun kenikir dimasukkan ke dalam kotak percobaan selama 5 menit untuk pengamatan I (pertama), selanjutnya kelinci dikeluarkan selama 30 menit, dan dimasukkan kembali ke kotak percobaan selama 5 menit untuk pengamatan II (kedua), dan kelinci kembali dikeluarkan selama 30 menit kemudian dimasukkan kembali selama 5 menit untuk pengamatan ke III.


(55)

4. Selama percobaan, kulit kelinci tidak dicuci dan perlakuan (lotion) tidak ditambah, hal ini untuk melihat daya tahan proteksi repellent.

5. Amati dan hitung jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci. Dalam penelitian dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban.

6. Hasil data yang didapat disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan analisa sesuai dengan metode statistik yang digunakan.

3.9. Defenisi Operasional

1. Daun kenikir adalah bagian tumbuhan berwarna hijau yang diambil dari tumbuhan kenikir.

2. Daya proteksi formulasi ekstrak daun kenikir adalah kemampuan ekstrak daun kenikir untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk.

3. Jumlah nyamuk Aedes spp. yang hinggap adalah banyaknya nyamuk

Aedes spp. yang hinggap di kulit setelah perlakuan pemberian repellent

hasil ekstrak daun kenikir selama beberapa waktu penggunaannya.

4. Suhu adalah temperatur udara di tempat melakukan penelitian selama penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan thermometer

dan dinyatakan dalam derajat celcius.

5. Kelembaban adalah kandungan uap air di udara di tempat melakukan penelitian selama penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan alat hygrometer dan dinyatakan dalam persen.


(56)

4.0. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan uji Anova menggunakan tabel F untuk mengetahui adanya pengaruh hasil ekstraksi daun kenikir sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. Dengan tingkat kemaknaan 0,05, tolak Ho jika p < α (0,05).

Uji Anova:

1. Faktor Koreksi (FK) FK =

2. Jumlah Kuadrat (JK) JKT = (T(Yij2) – FK Db = k.t – 1

3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) JKP =

Dbp = k – 1

4. Jumlah Kuadrat Galat (JKG) JKG = JKT – JKP

5. Kuadrat Total Perlakuan (KTP) KTP =

6. Kuadrat Total Galat (KTG) KTG =


(57)

7. F Hitung F Hitung =

Dilanjutkan Dengan Uji Beda Jarak Nyata Duncans SY =

BJND = P.SY Keterangan:

FK = Faktor Koreksi JKT = Jumlah Kuadrat Total JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan Dbp = Derajat Bebas Perlakuan JKG = Jumlah Kuadarat Galat

SY = Kuadrat standar Rata-rata Deviasi P = Jumlah Kuadrat Nyata Duncan KTP = Kuadrat Total Perlakuan KTG = Kuadrat Total Galat k = konsentrasi

t = ulangan

Dbg = derajat bebas galat

BJND = Beda Jarak Nyata Duncan Uji Daya Proteksi


(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Saat penelitian dilakukan, pengukuran suhu ruangan dan kelembaban ruangan pada tempat percobaan diukur sebagai hal yang menunjang perkembangan hidup nyamuk.

4.1.1. Suhu Udara

Selama penelitian, dilakukan pengukuran temperature udara di ruangan penelitian dengan menggunakan thermometer, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Suhu Ruangan Penelitian di Laboratorium Pada Saat Penelitian Dilakukan

Konsentrasi

Hasil Pengukuran Suhu (°C)

Rata-rata Ulangan

I II III

Kontrol (0%) 27°C 27°C 27°C 27°C

1% 27°C 27°C 27°C 27°C

2% 27°C 27°C 27°C 27°C

3% 27°C 27°C 27°C 27°C

4% 27°C 27°C 27°C 27°C

5% 27°C 27°C 27°C 27°C

Tabel 4.1. diatas menunjukkan suhu ruangan pada laboratorium percobaan diukur dengan menggunakan thermometer dengan suhu rata-rata 27°C.

4.1.2. Kelembaban Udara

Pengukuran kelembaban udara diruangan dilakukan untuk mengetahui kelembaban yang sesuai dengan kelangsungan hidup nyamuk. Pengukuran


(59)

kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan hygrometer, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kelembaban Ruangan Penelitian Pada Saat Penelitian Dilakukan

Konsentrasi

Hasil Pengukuran Kelembaban

(%) Rata-rata

Ulangan

I II III

Kontrol (0%) 79% 79% 79% 79%

1% 79% 79% 79% 79%

2% 79% 79% 79% 79%

3% 79% 79% 79% 79%

4% 79% 79% 79% 79%

5% 79% 79% 79% 79%

Tabel.4.2. diatas menunjukkan kelembaban udara yang diukur menggunakan

hygrometer pada saat penelitian dengan hasil rata-rata sebesar 79%.

4.2. Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya pengaruh repellent terhadap nyamuk Aedes spp. dalam bentuk lotion yang terbuat dari ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.). Konsentrasi yang diuji pada penelitian tersebut adalah 0% (sebagai kontrol), 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, yang diujikan pada kelinci sebanyak 6 ekor, dimana masing-masing kelinci diolesi oleh setiap konsentrasi. Kelinci-kelinci yang telah dicukur dan diolesi lotion dimasukkan pada masing-masing kotak percobaan selama 5 menit dalam 30 menit pengamatan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(60)

Tabel 4.3. Rata-rata Jumlah Nyamuk yang Hinggap Pada Konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%

Waktu Pengamatan

Rata-rata Jumlah Nyamuk yang Hinggap Pada Semua Konsentrasi

Rata-Rata Ulangan

I II III

0% 6 9 8 8

1% 2 6 6 5

2% 1 4 5 3

3% 0 2 3 2

4% 0 1 2 1

5% 0 0 0 0

Tabel 4.3. diatas dapat dilihat jumlah nyamuk yang hinggap pada kelinci yang tanpa olesan lotion (0%) pada ulangan pertama dengan rata-rata 8 ekor, pada konsentrasi 1% dengan rata-rata 5 ekor, pada konsentrasi 2% dengan rata-rata 3 ekor, pada konsentrasi 3% rata-rata 2 ekor, pada konsentrasi 4% dengan rata-rata 1 ekor, dan pada konsentrasi 5% dengan rata-rata 0 ekor nyamuk.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada lotion dengan konsentrasi 5% tidak terdapat nyamuk yang hinggap sejak percobaan pertama sampai akhir percobaan pada kulit kelinci.

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Daya Proteksi (%) Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk Aedes spp.

Konsentrasi Hasil Rata-Rata Nyamuk Daya Proteksi yang Hinggap

1% 5 37,5% 2% 3 62.5% 3% 2 75% 4% 1 87,5% 5% 0 100%


(61)

Berdasarkan tabel 4.4. perhitungan rata-rata daya proteksi ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk Aedes spp untuk konsentrasi 1% sebesar 37,5%; konsentrasi 2% sebesar 62,5%, konsentrasi 3% sebesar 75%, konsentrasi 4% sebesar 87,5%, dan konsentrasi 5% sebesar 100%.

Daya proteksi terbesar dari semua konsentrasi terdapat pada kosentrasi 5%, karena mampu menolak keberadaan nyamuk dari kelinci sejak awal percobaan sampai akhir percobaan sebesar 100%.

4.3. Analisa Statistik

Hasil penelitian kemudian dianalisa dengan memakai uji Anova menggunakan tabel F, dengan tingkat kemaknaan 0,05. Tolak Ho jika p < α (0,05). Tetapi terlebih dahulu jumlah nyamuk yang hinggap pada tiap konsentrasi dan ulangan di transformasi terlebih dahulu untuk menghilangkan angka nol (0) seperti perhitungan berikut:

Tabel 4.5. Rata-Rata Nyamuk Aedes spp. Yang Hinggap Pada beberapa Konsentrasi Selama Pengamatan Setelah Ditransformasi Dengan

Rumus:

Waktu Pengamatan

Jumlah Nyamuk yang Hinggap Pada

Semua Konsentrasi Setelah Di Transformasi Total Rata-Rata Ulangan

I II III

0% 2,54 3,08 2,91 8,52 2,84

1% 1,58 2,54 2,54 6,66 2,22

2% 1,22 2,12 2,34 5,68 1,89

3% 0,70 1,58 1,87 4,15 1,38

4% 0,70 1,22 1,58 3,5 1,16

5% 0,70 0,70 0,70 2,1 0,70


(62)

Tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata nyamuk Aedes spp. yang hinggap pada enam konsentrasi selama percobaan setelah ditransformasi adalah: pada konsentrasi 0% setelah ditransformasi dengan nilai total 8,52, dan rata-rata 2,84. Pada konsentrasi 1% setelah ditransformasi dengan nilai total 6,66, dan rata-rata 2,22. Pada konsentrasi 2% setelah ditransformasi dengan nilai total 5,68, dan rata-rata 1,89. pada konsentrasi 3% setelah ditransformasi dengan nilai total 4,15, dan rata-rata 1,38. Pada konsentrasi 4% setelah ditransformasi dengan nilai total 3,5, dan rata-rata 1,16. pada konsentrasi 5% setelah ditransformasi dengan nilai total 0,21, dan rata-rata 0,70. 4.3.1. Hasil Uji ANOVA

Setelah data di transformasi, data tersebut kemudian di uji dengan Uji ANOVA menggunakan tabel F untuk mengetahui adanya pengaruh hasil ekstraksi daun kenikir sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. Dengan tingkat kemaknaan 0,05. Jika F hitung lebih besar daripada F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Tabel 4.6. Hasil Uji ANOVA Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes spp.

Keterangan: *F Hitung (8,52) > F Tabel (3,11), maka Ho ditolak, Ha diterima.

Berdasarkan tabel hasil ANOVA diatas ternyata F hitung lebih besar daripada F tabel 5% (8,52 > 3,11). Hal ini berarti terdapat perbedaan bermakna, maka Ha

Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Total (KT)

F Hitung F Tabel (α) 5%

Perlakuan 5 8,97 1,79

8,52* 3,11

Acak 12 2,6 0,21


(63)

diterima Ho ditolak, berarti ada pengaruh ekstrak daun kenikir sebagai repellent

terhadap nyamuk Aedes spp. Untuk melihat nilai perbedaan masing-masing perlakuan harus dilanjutkan dengan uji lanjutan. Dalam hal ini dilanjutkan dengan uji Beda Jarak Nyata Duncan:

Tabel 4.7. Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan Terhadap Nyamuk Aedes spp. Yang Hinggap Pada Beberapa Perlakuan Dengan Menggunakan Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L)

Konsentrasi Perlakuan

Rata-Rata Beda Rata-rata Beda

Rata-rata Perlakuan*

2 3 4 5 6

0% 2,84 2,14 1,68 0,46 0,95 0,62 A

1% 2,22 1,52 1,06 0,84 0,33 - B

2% 1,89 1,19 0,73 0,51 - - C

3% 1,38 0,68 0,23 - - - D

4% 1,16 0,46 - - - - E

5% 0,70 - - - - - F

p 0,05 3,08 3,23 3,33 3,36 3,40 BJND 5% 0,21 0,22 0,23 0,23 0,24

Keterangan: Pada kolom sebelah kanan huruf yang tidak sama adalah menunjukkan berbeda nyata.

Berdasarkan tabel diatas terlihat pengaruh pemberian beberapa konsentrasi hasil ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. pada masing-masing konsentrasi, hasilnya berbeda nyata.


(64)

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Suhu dan Kelembaban

5.1.1. Suhu

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer untuk mengetahui berapa suhu ruangan ketika percobaan dilakukan, dimana rata-rata suhu nya sekitar 27°C. Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti (2005), suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27°C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C.

5.1.2. Kelembaban

Selain suhu udara, kelembaban udara juga merupakan salah satu kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup nyamuk. Pada saat penelitian berlangsung kelembaban udara didalam ruangan diukur dengan menggunakan hygrometer, dengan hasil rata-rata sebesar 79%. Menurut Jumar (2000), kelembaban yang sesuai untuk perkembangan nyamuk dan serangga pada umumnya adalah sekitar 70% - 89%. Sedangkan menurut Mardihusodo dalam Yudhasuti (2005), kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban dalam ruangan laboratorium masih cukup sesuai untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup nyamuk, karena kelembabannya tidak jauh dari kelembaban optimal.


(65)

5.2. Pengaruh Perlakuan Ekstrak Daun Kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes spp.

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp. yang menggunakan berbagai konsentrasi yang dimulai dari konsentrasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dengan tiga kali pengulangan, maka didapatkan jumlah nyamuk Aedes spp. yang hinggap berbeda-beda dari setiap konsentrasi dan ulangan. Berdasarkan pengamatan setelah dilakukan pengolesan ekstrak daun kenikir pada kelinci didapatkan hasil perhitungan rata-rata daya proteksi ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) terhadap nyamuk

Aedes spp untuk konsentrasi 1% sebesar 37,5%; konsentrasi 2% sebesar 62,5%; konsentrasi 3% sebesar 75%; konsentrasi 4% sebesar 87,5%; dan konsentrasi 5% sebesar 100%.

Saat penelitian berlangsung, ada beberapa nyamuk yang hinggap cukup lama dan ada yang hinggap hanya sebentar kemudian terbang karena gerakan yang dilakukan oleh kelinci yang terganggu karena gigitan dari nyamuk. Kelinci-kelinci cenderung diam tapi karena sering terganggu dengan gigitan nyamuk sehingga membuat kelinci bergerak-gerak gelisah. Perlakuan dilakukan selama 5 menit untuk ulangan I kemudian kelinci dikeluarkan selama 30 menit, dan dimasukkan kembali ke kotak percobaan selama 5 menit untuk ulangan ke II, dan kembali dikeluarkan selama 30 menit, kemudian dimasukkan kembali selama 5 menit untuk pengamatan ke III (EPA, 2010).

Hasil ekstraksi daun kenikir (Tagetes erecta L) yang menga


(66)

penangkal serangga, selain itu juga dapat digunakan sebagai obat seperti, diabetes, demam, hipertensi, kurang darah, dsb (BPTO, 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh daya proteksi lotion dengan konsentrasi 5% ternyata mampu menolak keberadaan nyamuk sampai 100%, itu dikarenakan semakin besar konsentrasi yang diberikan akan semakin besar juga kemampuannya untuk bekerja menolak nyamuk.

Menurut Kardinan dalam Naria (2005) senyawa bioaktif yang diduga bisa berfungsi sebagai insektisida yang terkandung pada tumbuhan diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri.

Menurut Kardinan dalam Sianipar (2010), Senyawa lainnya yang dapat berpotensi sebagai repellent yaitu linalool, polifenol, kamper, limonene, sitronela, geraniol, sineol, eugenol, dll. Linalool, kamper, saponin, dan limonene dikenal sebagai zat penolak serangga sehingga zat tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk.

Hasil uji statistik pada tabel 4.6., yaitu hasil uji ANOVA menunjukkan hasil perhitungan bahwa F hitung (8,52) lebih besar daripada F tabel 5% (3,11). Hal ini menunjukkan perbedaan yang bermakna antara jumlah nyamuk yang hinggap pada masing-masing konsentrasi, sehingga hipotesa yang diajukan diterima atau Ha diterima yang berarti ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L) sebagai

repellent terhadap nyamuk Aedes spp.

Hasil uji lanjutan pada tabel 4.5. yaitu uji Beda Jarak Nyata Duncan tentang pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L)sebagai repellent terhadap nyamuk


(67)

Aedes spp. pada masing-masing konsentrasi hasilnya berbeda nyata. Diketahui beda nyata karena nilai pada masing-masing konsentrasi lebih besar daripada BJND 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kelima perlakuan konsentrasi tersebut dapat menimbulkan pengaruh sebagai repellent sesuai dengan konsentrasinya masing-masing.

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah nyamuk yang hinggap dimulai dari pengamatan 5 menit pertama sampai pada pengamatan setelah 75 menit dengan enam konsentrasi dan tiga kali pengulangan, ternyata hanya konsentrasi 5% yang dapat menimbulkan pengaruh sebagai penolak mencapai 100%. Dengan demikian hasil ekstraksi daun kenikir efektif sebagai repellent untuk mengendalikan nyamuk Aedes spp.


(68)

BAB VI

KESIMPULAN & SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes spp.

2. Bahwa ekstrak daun kenikir (Tagetes erecta L) dengan konsentrasi 5% bisa digunakan sebagai repellent.

3. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 1% sebanyak 5 ekor dengan daya proteksi rata-rata 37,5%.

4. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 2% sebanyak 3 ekor dengan daya proteksi rata-rata 62,5%.

5. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 3% sebanyak 2 ekor dengan daya proteksi rata-rata 75%.

6. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 4% sebanyak 1 ekor dengan daya proteksi rata-rata 87,5%.

7. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada kulit kelinci setelah diolesi ekstrak daun kenikir dengan konsentrasi 5% sebanyak 0 ekor dengan daya proteksi rata-rata 100%.


(69)

6.2. Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat sebagai salah satu alternatif pengendalian vektor khususnya nyamuk sebagai insektisida nabati yang aman bagi lingkungan dan manusia.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan kelinci sebagai subjek test agar menggunakan pengekang hewan untuk menahan tubuh hewan supaya tidak bergerak bebas, dan perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan menggunakan tanaman yang sama yaitu kenikir (Tegetes erecta

L.) tetapi dengan sediaan yang berbeda seperti gel ataupun spray.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2010. 8 Tanaman Pengusir Nyamuk.

BPTO, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat: 431 jenis tanaman penggempur aneka penyakit. Penerbit AgroMedia. Jakarta.

Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Demam berdarah di Indonesia. Juli 2012.

Darwis, 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Rosemary (Rosmarinus officianalis) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Depkes RI, Ditjen PP & PL. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus 2010. Jakarta.

Deptan. 2011. Tagetes Erecta Berguna Bagi Kita. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan.

______. 2012. Pestisida Nabati. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Semarang.

2012.

Djojosumarto, P. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

EPA, 2007. The Insect Repellent Deet.

____. 2010. Product Performance Test Guiedelines. OPPTS 810. 3700: Insect Repellents to be Applied to Human Skin.

Gandahusada, S, Ilahude H.D, Pribadi W. 2000. Parasitologi Kedokteran: Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.


(71)

Hanafiah, K.A. 2000. Rancangan Percobaan Teori & Aplikasi Edis Revisi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Jumar, 2000. Entomologi pertanian. Rineka cipta. Jakarta.

Kardinan, A. 2005. Pestisida Nabati Ramuan & Aplikasi. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Lestari, B.D, Gama Z.P, Rahadian B. 2010. Identifikasi Nyamuk di Kelurahan Sawojajar Kota Malang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Malang.

Luqman. 2011. Defenisi Kenikir (Tagetes erecta).

Naria, E. 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat, Volume IX Nomor I, 28-32. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nurhayati, S. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi Dalam Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Buletin Alara, Volume 7 Nomor 1 & 2, Agustus & Desember 2005, 17-23. Jakarta.

POM. 2010. Bahaya Deet pada Insect. http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/BahayaDEETpadaInsect.pdf. Diakses 6 Juli 2012. Sayono. 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes

yang Terperangkap. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang.

Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Sianipar, M.A. 2010. Kemampuan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suoveolens) Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti berdasarkan Lama Penggunaan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siregar, F.A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Slamet, J.S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(72)

Soedarmo, S.S.P. 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press. Surabaya.

Supartha, I.W. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae). Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Syamsuhidayat, S.S, dan Hutapea, J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).Badan Litbangkes, Depkes. R.I.

WHO, 2004. Pencegahan dan Pengendalian Dengue & Demam Berdarah: Panduan Lengkap. EGC. Jakarta.

Wikipedia, 2010. Vektor (biologi). Yudhastuti, R, dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer,

dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Januari 2005. Surabaya.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 6


(4)

Gambar Lampiran 3. Proses Penguapan di Rotarivapor


(5)

(6)