Hakim Pengadilan Niaga Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

Pasal 300 ayat 1 memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain perkara Kepailitan dan PKPU. Namun tidak terdapat penjelasan apa yang dimaksud dengan perkara lain di bidang perniagaan tersebut, hal ini disebabkan Undang-Undang yang mengatur hal tersebut belum ada. Dengan demikian, Undang-Undang yang akan mengatur hal tersebut kelak, hendaknya harus jelas bidang-bidang perniagaan apa saja yang menjadi kewenangan yurisdiksi dalam mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri. Undang-Undang di bidang HAKI 49 telah secara tegas menetukan bahwa perkara-perkara di bidang HAKI harus diproses dan diputus di Pengadilan Niaga. Hal ini berarti, bahwa pada saat ini Pengadilan Niaga selain menyelesaikan sengketa – sengketa di bidang kepailitan dan PKPU, juga menyelesaikan sengketa HAKI.

3. Hakim Pengadilan Niaga

Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat 2, adalah : a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum; b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan; c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan 49 Seperti yang terdapat dalam Pasal 76 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Universitas Sumatera Utara d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan. Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dapat diangkat seseorang yang ahli, sebagai hakim Ad-hoc, baik pada tingkat pertama, Kasasi, maupun pada Peninjauan Kembali Pasal 302 UUK- PKPU. Dalam hal pemeriksaan perkara Kepailitan, ada 2 jenis hakim yang dapat memeriksa perkara Kepailitan yaitu : 1. Hakim Tetap. 2. Hakim Ad-Hoc. 50 ad 1. Hakim Tetap Hakim Tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi Hakim Pengadilan Niaga. Landasan hukumnya dapat merujuk pada Pasal 302 ayat 1, dan pasal 302 ayat 2 UUK- PKPU. ad 2. Hakim Ad-hoc Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang-piutang swasta, selain direvisinya Fv, dan dibentuknya Pengadilan Niaga, juga di introdusir hakim Ad-hoc untuk dapat menjadi bagian dari majelis hakim yang memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga. 50 Sunarmi, Op.cit, hlm.234. Universitas Sumatera Utara Ide awal keterlibatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga didasarkan pada penilaian atau asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan “Hakim Karir” cenderung bersifat umum generalis sehingga dalam menyelesaikan perkara-perkara pada lingkup Niaga diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar dari “Hakim Karir” yang juga telah melalui tahapan pendidikan untuk menjadi “Hakim Niaga”. 51 Pengangkatan hakim Ad-hoc dalam Kepailitan ditentukan dalam UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU No. 37 Tahun 2004. Selama berlakunya UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian disempurnakan oleh UU No.37 tahun 2004, pengangkatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga telah dilakukan 2 dua kali, yakni melalui 2 dua buah Keppres. Pertama, Keppres No. 71M1999 tertanggal 27 Februari 1999 berisi pengangkatan 4 empat orang hakim ad-hoc untuk masa jabatan 3 tiga tahun. Kedua, Keppres No.108M2000, berisikan Pengangkatan 9 sembilan hakim Ad-hoc. Penempatan hakim Ad-hoc dalam majelis hakim adalah berdasarkan penunjukan dari hakim Ketua Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Niaga yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu adanya permohonan dari salah satu pihak yang berperkara Pemohon Pailit. Konsekuensi dari sifat fakultatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 283 ayat 3 UU No. 4 Tahun 1998, maka bila tidak ada permintaan dari pihak tersebut, maka hakim Ad-hoc tersebut tidak bertugas. Kondisi inilah yang antara lain mengakibatkan sistem hakim Ad-hoc tidak bekerja. 51 Ibid, hlm.235. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan ketentuan Pasal 303 ayat 3, maka persyaratan pengangkatan seorang sebagai hakim Ad-hoc yang membedakan dengan hakim Pengadilan Niaga lain adalah hakim ad-hoc tersebut haruslah seorang “ahli”. Jadi berdasarkan usulan dengan “hakim Niaga”dari Ketua Mahkamah Agung melalui Keppres maka di Pengadilan Niaga dapat diangkat seorang yang ahli sebagai hakim Ad-hoc. Tentunya, beberapa persyaratan yang sama dengan “hakim Niaga” atau “hakim karir” seperti mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga, dan persyaratan lain, harus tetap dipenuhi. 52 Paulus Efendi Lotulung menyebutkan beberapa kemungkinan pengangkatan hakim Ad-hoc sebagai hakim pengawas atau hakim majelis adalah: 1. Atas permohonan para pihak, baik langsung maupun dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga yang selayaknya diberikan jika wajar should not be reasonably. 2. Hanya dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga atas kewenanganya sendiri. 53 Tentunya pilihan pertama lebih dapat diterima, karena cukup terdapat check and balance. Biaya atau imbalan bagi hakim Ad-hoc tersebut, jika perlu tambahan dapat diambil dari harta Pailit. Dalam Pasal 304 UUK-PKPU menentukan bahwa : 52 Ibid, hlm.235-236. 53 Paulus Efendi Lotulung, dalam Sunarmi, Ibid. Universitas Sumatera Utara Perkara yang pada waktu UU ini berlaku: a. Sudah diperiksa dan diputus tetapi belum dilaksanakan atau sudah diperiksa tetapi belum diputus maka diselesaikan berdasarkan peraturan perundang- undangan di bidang Kepailitan sebelum berlakunya UU ini; b. Sudah diajukan tetapi belum diperiksa, diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam UU ini; Pasal 305 UUK-PKPU menentukan bahwa : “ Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari UU tentang Kepailitan Faillissements-verordening, Stbld 1905:217 jo Stbld 1906: 348 yang diubah dengan Perpu No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi UU berdasarkan UU No.4 Tahun 1998 pada saat UU diundangkan masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UU ini. Berlakunya UUK-PKPU No.37 tahun 2004 mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Faillissements-verordening Staatblad 1905:217 jo Staablad 1906:348 dan UU No.4 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 307 UUK-PKPU yang menyatakan : “ Pada saat UU ini mulai berlaku, UU Tentang Kepailitan Fv dan UU No.4 Tahun 1998 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain Hakim tetap dan Hakim Ad-hoc di atas ada 1 hakim lagi yang berperan dalam perkara Kepailitan yakni Hakim Pengawas. Hakim pengawas ini berperan untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit, dalam keputusan Kepailitan, Universitas Sumatera Utara yang diangkat oleh Pengadilan. Dahulu untuk hakim pengawas tersebut disebut sebagai hakim komisaris, tetapi jika ada keberatan terhadap hakim pengawas dapat ditempuh prosedur keberatan. Dan Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit. 54 Secara umum, tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit, seperti yang disebutkan dalam Pasal 65 UUK-PKPU, yang intinya sama dengan ketentuan Pasal 63 Fv yang tidak diubah dan dicabut oleh UU No.4 Tahun 1998.

B. Kompetensi Pengadilan Niaga

Menurut UUK-PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan Kepailitan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum si debitur. 55 Dan apabila debitur adalah badan Hukum maka merujuk pada kedudukan hukum yang terdapat pada anggaran dasarnya Pasal 3 ayat 5 Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan Pailit 54 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan;Perusahaan; dan Asuransi, Bandung:Alumni,2007, hlm.56. 55 Lihat di Pasal 3 ayat 1 UUK-PKPU Universitas Sumatera Utara adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor. 56 Bila dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan. 57 Dalam hal Debitur tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat si debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia. 58 Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. 59 Yang dimaksud pengadilan menurut UUK-PKPU ini adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang Perniagaan yang dibentuk dalam lingkup Peradilan Umum. 60 Pengadilan Niaga yang pertama kali di dirikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pembentukan Pengadilan Niaga dilakukan secara bertahap dengan keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang di perlukan. Sebelum Pengadilan Niaga terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkup 56 Lihat di Pasal 3 ayat 2 UUK-PKPU 57 Lihat di Pasal 3 ayat 3 UUK-PKPU 58 Lihat di Pasal 3 ayat 4 UUK-PKPU 59 Lihat di Pasal 3 ayat 5 UUK-PKPU 60 Lihat di Pasal 1 ayat 7 UUK-PKPU Universitas Sumatera Utara kewenangan Pengadilan Niaga diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal ini berdasarkan pasal 281 ayat 1 PERPU No.1 Tahun 1998 jo.UU No.1 tahun 1998 kemudian dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup Pengadilan Niaga sebagaimana dalam bagian ketentuan Penutup Bab VII Pasal 306 UUK-PKPU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang bunyinya adalah sebagai berikut : Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mana Pengadilan Niaga tersebut berwenang untuk menerima permohonan Kepailitan dan PKPU yang meliputi lingkup di seluruh wilayah Indonesia dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diberikan yurisdiksi terbatas yaitu untuk memeriksa permohonan Pailit. 61 Namun dengan lahirnya UUK-PKPU maka pengaturan kewenangan Pengadilan Niaga harus mengacu pada UUK-PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 306 UUK-PKPU yaitu : Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga. 61 Bagus Irawan, Op.cit, hlm.76. Universitas Sumatera Utara Pada tahap permulaan pembentukan Pengadilan Niaga, kewenangan mengadili Kompetensi Absolut hanyalah meliputi pemeriksaan dan pemutusan perkara permohonan Kepailitan dan PKPU saja, dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga dibentuk pada tanggal 20 Agustus 1998 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Untuk menjalankan proses pemeriksaan perkara Kepailitan Pasal 301 UUK- PKPU menentukan : 1 Pengadilan memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama dengan majelis hakim; 2 Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300 ayat 1, Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. 3 Dalam menjalankan tugasnya, hakim Pengadilan dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita. Permasalahan lain yang muncul berkaitan dengan penyelesaian perkara Kepailitan adalah tentang kewenangan Pengadilan antara Pengadilan Niaga dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan cetak biru Pengadilan Niaga, maka terungkap bahwa sebenarnya proses kepailitan di Pengadilan Niaga tidak efektif. Hal ini terjadi karena sering kali ada perkara-perkara Kepailitan yang ternyata menimbulkan persinggungan antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Niaga. 62 62 Sunarmi, Op.cit, hlm.231. Universitas Sumatera Utara Persinggungan yang terjadi, misalnya saja ada perusahaan yang sudah dinyatakan Pailit dan seharusnya berdasarkan UUK-PKPU dikelola oleh kurator, ternyata masih bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Hal ini dianggap aneh karena seharusnya, perkara tersebut menjadi kompetensi pengadilan Niaga dan bukan Pengadilan Negeri. 63 Untuk mencegah terjadi persinggungan perlu ada mekanismenya. Pasalnya, selama ini bila ada perkara-perkara Kepailitan dan HAKI yang diajukan ke Pengadilan Negeri tidak ada mekanisme pencegahannya, Karena berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada dasar hukumnya. Selain menangani perkara kepailitan dan PKPU serta perkara-perkara di bidang perniagaan lainnya, Pengadilan berwenang menangani perkara pernyataan permohonan Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 303 UUK-PKPU yang menentukan bahwa : Pengadilan berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU ini. Penjelasan Pasal 303 kembali menegaskan tentang kewenangan Pengadilan Niaga terhadap perjanjian yang memuat klausula Arbitrase yaitu bahwa ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan Niaga 63 Ibid, hlm.231-232. Universitas Sumatera Utara tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka buat memuat klausula Arbitrase. Pada tanggal 18 Agustus 1999, keluarlah Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri semarang. Keppres No.97 Tahun 1999 dibuat bertujuan untuk : a. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 281 ayat 2 Undang-undang tentang Kepailitan Staatsblad Tahun 1905 No. 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 No. 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang no. 4 Tahun 1998; b. Untuk meningkatkan pemerataan dan mempermudah masyarakat baik secara perorangan atau badan usaha dalam menyelesaikan sengketa di bidang perniagaan secara adil, cepat, terbuka dan efektif, dipandang perlu membentuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri di kota-kota besar pusat perdagangan; 64 Dengan didasari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Presiden RI tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang; 64 Dapat dilihat dalam konsiderans Keppres No.97 Tahun 1999 Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 2 Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang menentukan tentang wilayah hukum Pengadilan Niaga yang meliputi : 1 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. 2 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh. 65 3 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur. 4 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan tentang sengketa yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga meliputi : 1 Sengketa di bidang Perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diperiksa tetapi belum diputus 65 Daerah Istimewa Aceh telah berganti nama menjadi Nangroe Aceh Darusalam. Universitas Sumatera Utara oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 2 Sengketa di bidang perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diajukan tetapi belum diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dilimpahkan kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang sesuai dengan daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Khusus untuk Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Pasal 5 menentukan tentang daerah hukumnya , yakni pada saat berlakunya Keputusan Presiden ini, maka daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat. Menurut Sutan Remy, pembentukan Pengadilan Niaga dalam mengadili perkara-perkara Perniagaan, didasarkan pada pertimbangan kecepatan dan efektifitas, perkara-perkara Kepailitan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Kepailitan adalah langsung Kasasi ke Mahkamah Agung tanpa upaya banding melalui Pengadilan Universitas Sumatera Utara Tinggi. Dengan demikian, perkara Kepailitan akan berjalan lebih cepat bila dibanding dengan pemeriksaan biasa di Pengadilan Negeri. 66 Putusan perkara permohonan kepailitan akan lebih efektif oleh karena menurut Undang-undang kepailitan putusan perkara permohonan Kepailitan tersebut bersifat serta merta artinya, kurator telah dapat menjual harta Pailit meskipun pernyataan putusan pernyataan Pailit tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap, karena terhadap putusan itu diajukan upaya hukum kasasi. 67 Dengan demikian, terbentuknya Pengadilan Niaga sebagai instrumen penunjang reformasi hukum Kepailitan merupakan langkah yang dapat dikatakan fenomenal. Pembentukan Pengadilan Niaga tidak hanya memberikan Jalan bagi proses reformasi hukum Kepailitan itu sendiri, tetapi memiliki efek lebih jauh yaitu melapangkan jalan bagi reformasi Peradilan dalam bidang perekonomian lainya 68 , tanpa mengesampingkan asas yang ada dalam Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang antara lain : 1. Asas Keseimbangan Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang 66 Sutan Remy Syahdeny, Hukum Kepailitan; Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Jakarta: Grafity, 1992, hlm.149. 67 Elijana.S ,Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung:Penerbit Alumni,2001, hlm.15-16. 68 Bagus Irawan, Op.cit, hlm.75. Universitas Sumatera Utara dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik. 2. Asas Kelangsungan Usaha Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. 3. Asas Keadilan Bahwa ketentuan mengenai Kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan Kreditor lainya. 4. Asas Integrasi Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

C. Pemeriksaan Perkara

Kepailitan Dalam hal ini dapat dilihat dari 2 sistem hukum yaitu Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Kepailitan. Terlebih dahulu akan dibahas :

1. Hukum Acara Perdata a. Sifat Hukum Acara Perdata

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Batas Waktu Di Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No.577/Pdt.G/2013/ Pn-Mdn)

5 88 92

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Nomor: 3212/Pid.B/2007/PN. Mdn

0 55 144

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Analisis Yuridis Atas Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

0 67 123

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Analisis Yuridis Normatif Terhadap Putusan Hakim Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg Dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg)

1 8 31

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63