Pasal 300 ayat 1 memberikan kekuasaan kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan selain perkara
Kepailitan dan PKPU. Namun tidak terdapat penjelasan apa yang dimaksud dengan perkara lain di bidang perniagaan tersebut, hal ini disebabkan Undang-Undang yang
mengatur hal tersebut belum ada. Dengan demikian, Undang-Undang yang akan mengatur hal tersebut kelak, hendaknya harus jelas bidang-bidang perniagaan apa
saja yang menjadi kewenangan yurisdiksi dalam mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri.
Undang-Undang di bidang HAKI
49
telah secara tegas menetukan bahwa perkara-perkara di bidang HAKI harus diproses dan diputus di Pengadilan Niaga. Hal
ini berarti, bahwa pada saat ini Pengadilan Niaga selain menyelesaikan sengketa – sengketa di bidang kepailitan dan PKPU, juga menyelesaikan sengketa HAKI.
3. Hakim Pengadilan Niaga
Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim sebagaimana dimaksud
pada Pasal 302 ayat 2, adalah : a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum;
b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan;
c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
49
Seperti yang terdapat dalam Pasal 76 ayat 2 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Universitas Sumatera Utara
d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan.
Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung dapat diangkat seseorang yang ahli, sebagai hakim Ad-hoc, baik pada tingkat pertama, Kasasi, maupun pada Peninjauan Kembali Pasal 302 UUK-
PKPU. Dalam hal pemeriksaan perkara Kepailitan, ada 2 jenis hakim yang dapat
memeriksa perkara Kepailitan yaitu : 1. Hakim
Tetap. 2. Hakim
Ad-Hoc.
50
ad 1. Hakim Tetap Hakim Tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi Hakim Pengadilan Niaga. Landasan hukumnya dapat merujuk pada Pasal 302 ayat 1, dan pasal 302 ayat 2 UUK-
PKPU. ad 2. Hakim
Ad-hoc Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian
utang-piutang swasta, selain direvisinya Fv, dan dibentuknya Pengadilan Niaga, juga di introdusir hakim Ad-hoc untuk dapat menjadi bagian dari majelis hakim yang
memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga.
50
Sunarmi, Op.cit, hlm.234.
Universitas Sumatera Utara
Ide awal keterlibatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga didasarkan pada penilaian atau asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan “Hakim Karir” cenderung
bersifat umum generalis sehingga dalam menyelesaikan perkara-perkara pada lingkup Niaga diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar dari “Hakim Karir”
yang juga telah melalui tahapan pendidikan untuk menjadi “Hakim Niaga”.
51
Pengangkatan hakim Ad-hoc dalam Kepailitan ditentukan dalam UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU No. 37 Tahun 2004. Selama
berlakunya UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian disempurnakan oleh UU No.37 tahun 2004, pengangkatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga telah dilakukan 2 dua
kali, yakni melalui 2 dua buah Keppres. Pertama, Keppres No. 71M1999 tertanggal 27 Februari 1999 berisi pengangkatan 4 empat orang hakim ad-hoc
untuk masa jabatan 3 tiga tahun. Kedua, Keppres No.108M2000, berisikan Pengangkatan 9 sembilan hakim Ad-hoc. Penempatan hakim Ad-hoc dalam majelis
hakim adalah berdasarkan penunjukan dari hakim Ketua Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Niaga yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu adanya permohonan
dari salah satu pihak yang berperkara Pemohon Pailit. Konsekuensi dari sifat fakultatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 283 ayat
3 UU No. 4 Tahun 1998, maka bila tidak ada permintaan dari pihak tersebut, maka hakim Ad-hoc tersebut tidak bertugas. Kondisi inilah yang antara lain mengakibatkan
sistem hakim Ad-hoc tidak bekerja.
51
Ibid, hlm.235.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan ketentuan Pasal 303 ayat 3, maka persyaratan pengangkatan seorang sebagai hakim Ad-hoc yang membedakan dengan hakim Pengadilan Niaga
lain adalah hakim ad-hoc tersebut haruslah seorang “ahli”. Jadi berdasarkan usulan dengan “hakim Niaga”dari Ketua Mahkamah Agung
melalui Keppres maka di Pengadilan Niaga dapat diangkat seorang yang ahli sebagai hakim Ad-hoc. Tentunya, beberapa persyaratan yang sama dengan “hakim Niaga”
atau “hakim karir” seperti mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga, dan persyaratan lain, harus
tetap dipenuhi.
52
Paulus Efendi Lotulung menyebutkan beberapa kemungkinan pengangkatan hakim Ad-hoc sebagai hakim pengawas atau hakim majelis adalah:
1. Atas permohonan para pihak, baik langsung maupun dengan penetapan Ketua
Pengadilan Niaga yang selayaknya diberikan jika wajar should not be reasonably.
2. Hanya dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga atas kewenanganya
sendiri.
53
Tentunya pilihan pertama lebih dapat diterima, karena cukup terdapat check and balance. Biaya atau imbalan bagi hakim Ad-hoc tersebut, jika perlu tambahan
dapat diambil dari harta Pailit. Dalam Pasal 304 UUK-PKPU menentukan bahwa :
52
Ibid, hlm.235-236.
53
Paulus Efendi Lotulung, dalam Sunarmi, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Perkara yang pada waktu UU ini berlaku: a.
Sudah diperiksa dan diputus tetapi belum dilaksanakan atau sudah diperiksa tetapi belum diputus maka diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-
undangan di bidang Kepailitan sebelum berlakunya UU ini; b.
Sudah diajukan tetapi belum diperiksa, diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam UU ini;
Pasal 305 UUK-PKPU menentukan bahwa : “ Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari UU
tentang Kepailitan Faillissements-verordening, Stbld 1905:217 jo Stbld 1906: 348 yang diubah dengan Perpu No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang
Kepailitan yang ditetapkan menjadi UU berdasarkan UU No.4 Tahun 1998 pada saat UU diundangkan masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan atau belum
diganti dengan peraturan baru berdasarkan UU ini. Berlakunya UUK-PKPU No.37 tahun 2004 mencabut dan menyatakan tidak
berlaku lagi Faillissements-verordening Staatblad 1905:217 jo Staablad 1906:348 dan UU No.4 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 307 UUK-PKPU yang menyatakan : “ Pada saat UU ini mulai berlaku, UU Tentang Kepailitan Fv dan UU No.4 Tahun
1998 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain Hakim tetap dan Hakim Ad-hoc di atas ada 1 hakim lagi yang berperan
dalam perkara Kepailitan yakni Hakim Pengawas. Hakim pengawas ini berperan
untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit, dalam keputusan Kepailitan,
Universitas Sumatera Utara
yang diangkat oleh Pengadilan. Dahulu untuk hakim pengawas tersebut disebut sebagai hakim komisaris, tetapi jika ada keberatan terhadap hakim pengawas dapat
ditempuh prosedur keberatan. Dan Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan
harta pailit.
54
Secara umum, tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit, seperti yang disebutkan dalam Pasal 65 UUK-PKPU, yang
intinya sama dengan ketentuan Pasal 63 Fv yang tidak diubah dan dicabut oleh UU No.4 Tahun 1998.
B. Kompetensi Pengadilan Niaga
Menurut UUK-PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan Kepailitan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum si debitur.
55
Dan apabila debitur adalah badan Hukum maka merujuk pada kedudukan hukum yang terdapat pada anggaran dasarnya Pasal
3 ayat 5 Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia,
Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan Pailit
54
Bagus Irawan,
Aspek-Aspek Hukum Kepailitan;Perusahaan; dan Asuransi, Bandung:Alumni,2007, hlm.56.
55
Lihat di Pasal 3 ayat 1 UUK-PKPU
Universitas Sumatera Utara
adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor.
56
Bila dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang
memutuskan.
57
Dalam hal Debitur tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia,
Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat si debitor menjalankan profesi atau
usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.
58
Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.
59
Yang dimaksud pengadilan menurut UUK-PKPU ini adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang Perniagaan yang dibentuk
dalam lingkup Peradilan Umum.
60
Pengadilan Niaga yang pertama kali di dirikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pembentukan Pengadilan Niaga dilakukan secara bertahap dengan keputusan
Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang di perlukan. Sebelum Pengadilan Niaga terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkup
56
Lihat di Pasal 3 ayat 2 UUK-PKPU
57
Lihat di Pasal 3 ayat 3 UUK-PKPU
58
Lihat di Pasal 3 ayat 4 UUK-PKPU
59
Lihat di Pasal 3 ayat 5 UUK-PKPU
60
Lihat di Pasal 1 ayat 7 UUK-PKPU
Universitas Sumatera Utara
kewenangan Pengadilan Niaga diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal ini berdasarkan pasal 281 ayat 1 PERPU No.1 Tahun 1998 jo.UU
No.1 tahun 1998 kemudian dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup Pengadilan Niaga sebagaimana dalam bagian ketentuan
Penutup Bab VII Pasal 306 UUK-PKPU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang bunyinya adalah sebagai berikut :
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang
menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga.
Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mana Pengadilan Niaga tersebut berwenang untuk menerima permohonan
Kepailitan dan PKPU yang meliputi lingkup di seluruh wilayah Indonesia dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diberikan yurisdiksi terbatas yaitu untuk
memeriksa permohonan Pailit.
61
Namun dengan lahirnya UUK-PKPU maka pengaturan kewenangan Pengadilan Niaga harus mengacu pada UUK-PKPU
sebagaimana diatur dalam Pasal 306 UUK-PKPU yaitu : Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan
ketentuan Pasal 281 ayat 1 PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang
menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga.
61
Bagus Irawan, Op.cit, hlm.76.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap permulaan pembentukan Pengadilan Niaga, kewenangan mengadili Kompetensi Absolut hanyalah meliputi pemeriksaan dan pemutusan
perkara permohonan Kepailitan dan PKPU saja, dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga dibentuk pada tanggal 20 Agustus 1998 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk menjalankan proses pemeriksaan perkara Kepailitan Pasal 301 UUK- PKPU menentukan :
1 Pengadilan memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama dengan majelis hakim;
2 Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300 ayat 1, Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan
nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal.
3 Dalam menjalankan tugasnya, hakim Pengadilan dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita.
Permasalahan lain yang muncul berkaitan dengan penyelesaian perkara Kepailitan adalah tentang kewenangan Pengadilan antara Pengadilan Niaga dan
Pengadilan Negeri. Berdasarkan cetak biru Pengadilan Niaga, maka terungkap bahwa sebenarnya proses kepailitan di Pengadilan Niaga tidak efektif. Hal ini terjadi karena
sering kali ada perkara-perkara Kepailitan yang ternyata menimbulkan persinggungan antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Niaga.
62
62
Sunarmi, Op.cit, hlm.231.
Universitas Sumatera Utara
Persinggungan yang terjadi, misalnya saja ada perusahaan yang sudah dinyatakan Pailit dan seharusnya berdasarkan UUK-PKPU dikelola oleh kurator,
ternyata masih bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Hal ini dianggap aneh karena seharusnya, perkara tersebut menjadi kompetensi pengadilan Niaga dan bukan
Pengadilan Negeri.
63
Untuk mencegah terjadi persinggungan perlu ada mekanismenya. Pasalnya, selama ini bila ada perkara-perkara Kepailitan dan HAKI yang diajukan ke
Pengadilan Negeri tidak ada mekanisme pencegahannya, Karena berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada
dasar hukumnya. Selain menangani perkara kepailitan dan PKPU serta perkara-perkara di
bidang perniagaan lainnya, Pengadilan berwenang menangani perkara pernyataan permohonan Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula
Arbitrase. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 303 UUK-PKPU yang menentukan bahwa : Pengadilan berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan
Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU ini. Penjelasan Pasal 303 kembali menegaskan tentang kewenangan Pengadilan
Niaga terhadap perjanjian yang memuat klausula Arbitrase yaitu bahwa ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan Niaga
63
Ibid, hlm.231-232.
Universitas Sumatera Utara
tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka buat memuat klausula
Arbitrase. Pada tanggal 18 Agustus 1999, keluarlah Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang
Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri semarang.
Keppres No.97 Tahun 1999 dibuat bertujuan untuk : a. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 281 ayat 2 Undang-undang tentang
Kepailitan Staatsblad Tahun 1905 No. 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 No. 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No. 1 Tahun 1998, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang no. 4 Tahun 1998;
b. Untuk meningkatkan pemerataan dan mempermudah masyarakat baik secara perorangan atau badan usaha dalam menyelesaikan sengketa di bidang perniagaan
secara adil, cepat, terbuka dan efektif, dipandang perlu membentuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri di kota-kota besar pusat perdagangan;
64
Dengan didasari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Presiden RI tentang Pembentukan Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang;
64
Dapat dilihat dalam konsiderans Keppres No.97 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 2 Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan
Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang menentukan tentang wilayah hukum Pengadilan Niaga yang meliputi :
1 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. 2 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi
Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.
65
3 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur.
4 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan tentang sengketa yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga meliputi :
1 Sengketa di bidang Perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diperiksa tetapi belum diputus
65
Daerah Istimewa Aceh telah berganti nama menjadi Nangroe Aceh Darusalam.
Universitas Sumatera Utara
oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2 Sengketa di bidang perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat
Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diajukan tetapi belum diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dilimpahkan kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang sesuai
dengan daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Khusus untuk Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Pasal 5 menentukan tentang daerah hukumnya , yakni pada saat berlakunya Keputusan Presiden ini, maka daerah
hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung
dan Kalimantan Barat. Menurut Sutan Remy, pembentukan Pengadilan Niaga dalam mengadili
perkara-perkara Perniagaan, didasarkan pada pertimbangan kecepatan dan efektifitas, perkara-perkara Kepailitan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang
tidak puas terhadap putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Kepailitan adalah langsung Kasasi ke Mahkamah Agung tanpa upaya banding melalui Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
Tinggi. Dengan demikian, perkara Kepailitan akan berjalan lebih cepat bila dibanding dengan pemeriksaan biasa di Pengadilan Negeri.
66
Putusan perkara permohonan kepailitan akan lebih efektif oleh karena menurut Undang-undang kepailitan putusan perkara permohonan Kepailitan tersebut
bersifat serta merta artinya, kurator telah dapat menjual harta Pailit meskipun pernyataan putusan pernyataan Pailit tersebut belum mempunyai kekuatan hukum
tetap, karena terhadap putusan itu diajukan upaya hukum kasasi.
67
Dengan demikian, terbentuknya Pengadilan Niaga sebagai instrumen penunjang reformasi hukum Kepailitan merupakan langkah yang dapat dikatakan
fenomenal. Pembentukan Pengadilan Niaga tidak hanya memberikan Jalan bagi proses reformasi hukum Kepailitan itu sendiri, tetapi memiliki efek lebih jauh yaitu
melapangkan jalan bagi reformasi Peradilan dalam bidang perekonomian lainya
68
, tanpa mengesampingkan asas yang ada dalam Undang-Undang Tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang antara lain : 1.
Asas Keseimbangan Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang
66
Sutan Remy Syahdeny, Hukum Kepailitan; Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Jakarta: Grafity, 1992, hlm.149.
67
Elijana.S ,Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung:Penerbit Alumni,2001, hlm.15-16.
68
Bagus Irawan, Op.cit, hlm.75.
Universitas Sumatera Utara
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Bahwa ketentuan mengenai Kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan Kreditor
lainya. 4.
Asas Integrasi Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
C. Pemeriksaan Perkara
Kepailitan
Dalam hal ini dapat dilihat dari 2 sistem hukum yaitu Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Kepailitan. Terlebih dahulu akan dibahas :
1. Hukum Acara Perdata a. Sifat Hukum Acara Perdata