Reaksi Khas Protein Penentuan Kandungan Protein

mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan feritrin Winarno, 1986. 3. Pengatur pergerakan Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran Winarno, 1986. 4. Pertahanan tubuh atau imunitas Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain Winarno, 1986.

2.8 Reaksi Khas Protein

1. Reaksi Xantoprotein Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning bila dipanaskan Winarno, 1986. 2. Reaksi Hopkins-Cole Triptopan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa berwarna Winarno, 1986. 3. Reaksi Millon Pereaksi millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Larutan protein ditambahkan dengan pereaksi millon akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah merah bila dipanaskan Winarno, 1986. Universitas Sumatera Utara 4. Reaksi Nitroprussid Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas Winarno, 1986. 5. Reaksi Sakaguchi Protein yang mengandung asam amino dengan gugus guanidin dapat memberikan hasil yang positif berupa warna merah dengan pereaksi sakaguchi Winarno, 1986.

2.9 Penentuan Kandungan Protein

1. Metode Kjeldahl Penentuan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penentuan empiris tidak langsung yaitu melalui penentuan kandungan nitrogen yang ada dalam bahan. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jumlah nitrogen non protein yang dalam bahan biasanya sangat sedikit maka penentuan jumlah N-total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan dengan cara ini sering disebut penentuan jumlah N- total kasar crude protein Sudarmadji, 1996. Analisis dengan metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. a. Tahap destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga akan terurai. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2 dan H 2 O. sedangkan Universitas Sumatera Utara nitrogennya akan berubah menjadi NH 4 2 SO 4. Tahap destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna Sudarmadji, 1996. b. Tahap destilasi Pada tahap destilasi, amonium sulfat dipecah menjadi amonia NH 3 dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan bereaksi dengan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah larutan H 2 SO 4 dan telah diberi indikator Sudarmadji, 1996. c. Tahap titrasi Pada tahap titrasi, destilat yang dihasilkan dari proses destilasi, dititrasi dengan NaOH 0,1 N untuk mengetahui sisa dari H 2 SO 4 yang tidak bereaksi dengan amonia Sudarmadji, 1996. Dasar perhitungan penentuan protein menurut kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16. Untuk campuran senyawa-senyaea protein atau yang belum diketahui komposis unsur-unsur penyusunnya secara pasri, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai Sudarmadji, 1996. 2. Metode Dumas dan Van Slyke Selain cara Kjeldahl, penentuan N dapat pula dengan jalan mereaksikan protein atau asam amino dengan asam nitrit sehingga dibebaskan N. Gas nitrogen yang terjadi diukur banyaknya secara volumetris, cara ini dikenal dengan cara Van Slyke. Cara lain yang dianggap mirip dengan cara diatas adalah cara Dumas. Pada cara ini protein dibakar pirolisis sehingga dibebaskan nitorgen, dan diukur secara volumetris. Kandungan proteinnya dihitung dengan mengalikan dengan faktor konversi Sudarmadji, 1996. Universitas Sumatera Utara 3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic acid TCA, Kalium Ferri Cianida atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter Sudarmadji, 1996. 4. Metode Pengecatan Beberapa bahan pewarna misalnya orange G, orange 12 dan amino black dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan menggunakan kolorimeter, maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat Sudarmadji, 1996. 5. Penentuan Protein dengan Titrasi Formol Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein. Larutan protein dinetralkan dengan NaOH, kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethiol. Dengan terbentuknya dimethiol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadimerah muda yang tidak hilang dalam 30 detik Sudarmadji, 1996.

2.10 Lemak