2.1.9. Stadium Infeksi
WHO Stadium I
Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.
Stadium II
Kehilangan berat badan, kurang dari 10; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa
mulut yang sering kambuh, radang pada sudut bibir; Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang, misalnya
sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas normal.
Stadium III
Penurunan berat badan lebih dari 10; Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya:
pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.
Stadium IV
• Kehilangan berat badan lebih dari 10 ditambah salah satu dari : diare kronik
yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.
• Pneumocystis carinii pneumonia PCP.
• Toksoplasmosis pada otak.
• Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
• Kriptokokosis di luar paru.
• Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.
• Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau
dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.
Universitas Sumatera Utara
• PMLprogressivemultifocalencephalopathy atau infeksi virus dalam otak.
• Setiap infeksi jamur yang menyeluruh,
misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis. •
Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru. •
Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh. •
Septikemia salmonela bukan tifoid. •
TB di luar paru. •
Limfoma. •
Kaposi’s sarkoma. •
Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC. Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan
terakhir WHO, 2006 .
Universitas Sumatera Utara
2.2. Infeksi Oportunistik 2.2.1. Pengertian Infeksi Oportunistik
Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman – bakteri, protozoa binatang bersel satu, jamur dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan
kuman ini. Tetapi bila system kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau beberapa obat, kuman ini mungkin tidak terkendali lagi dan menyebabkan
masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil kesempatan dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut “oportunistik”. Kata “infeksi oportunistik” sering
kali disingkat menjadi “IO” New Mexico AIDS Education and Training Center, 2009
.
2.2.1. Infeksi Oportunistik dan HIVAIDS
Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengembangkan IO jika sistem kekebalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker
menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat mengembangkan IO.
HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika kita terinfeksi HIV dan mengalami IO, kita mungkin AIDS. Di Indonesia, Depkes
bertanggung jawab untuk memutuskan siapa yang AIDS. Depkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang mana mendefinisikan
AIDS. Jika kita HIV, dan mengalami satu atau lebih IO “resmi” ini, maka kita AIDS New Mexico AIDS Education and Training Center, 2009
.
2.2.3. Infeksi Oportunistik Paling Umum
Pada tahun-tahun pertama epidemic AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun, setelah orang mulai memakai terapi antiretroviral
ART, lebih sedikit orang yang menimbulkan penyakit akibat IO. Tidak jelas berapa banyak orang dengan HIV akan jatuh sakit dengan IO tertentu. Pada
perempuan, penyakit pada vagina dapat menjadi tanda awal infeksi HIV. Masalah ini, antara lain, termasuk penyakit radang panggul dan vaginosis bakteri.
Universitas Sumatera Utara