3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2011 sampai April 2011. Pembutan kitosan dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian analisis Proksimat Kitosan dilakukan di Pusat
Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan nano kitosan dilakukan dengan gelasi ionik dan perlakuan pengecilan ukuran sizing dengan metode
magnetic stirer dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan nano kitosan menggunakan metode homogenizer
ultrasonik dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan
nano kitosan menggunakan metode sonikasi dilakukan di Laboratorium Biofisik, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian nano kitosan dengan SEM dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembagan Kehutanan, Bogor dan Laboratorium Geologi
Kuarter, Institut Teknologi Bandung. Pengujian FTIR Fourier Transform InfraRed
dilakukan di Laboratorium Terpadu, Universitas Islam Negeri, Tangerang.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang udang vannamei Litopenaeus vannamei, aquades, asam asetat 0,3, dan tripoliphospat
TPP 0,1 , dan surfaktan Tween 80 0,1 . Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, timbangan
digital, gelas ukur, kertas pH, kompor listrik, saringan, alat pengaduk, termometer, magnetic stirer
, homogenizer ultrasonik, Ultrasonics Processor Cole-Parmer 20 kHz 130 watt, pipet, spray dryer, alat uji SEM dan alat uji FTIR.
3.3 Tahap Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dimulai dari penelitian pendahuluan dengan membuat kitosan dan pengujian proksimat kitosaan.
Penelitian utama membuat nano kitosan dengan perlakuan perbedaan pengecilan ukuran menggunakan metode gelasi ionik, dan pengujian serta menganalisis
karakteristik nanopartikel. Adapun proses penelitian nano kitosan ini dapat dilihat sebagai berikut.
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri dari uji proksimat kitosan dari kulit udang meliputi uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar protein, dan kadar lemak. Diagram
alir pembuatan kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Proses pembuatan kitosan
Sumber : Suptijah et al. 1992
Cangkang udang
Demineralisasi HCl 1 N, 90 C, 1 h
Netralisasi
Deproteinasi NaOH 3 N, 90 C, 1 h
Netralisasi
Kitin
Deasetilasi NaOH 50 , 140
C, 1 h Kitosan
Perendaman HCl 1:7 selama 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam
Pembuatan kitosan diawali dengan perendaman kulit udang dalam larutan HCl 1 N dengan perlakuan waktu perendaman 0 jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam.
Setelah itu, dilakukan demineralisasi dengan HCl 1 N, pada suhu 90 °C selama 60 menit. Setelah 60 menit, dilakukan netralisasi menggunakan aquades sampai pH
netral. Kemudian dilakukan deproteinasi dengan NaOH 3 N, pada suhu 90 °C selama 60 menit, dan dilakukan kembali netralisasi sampai pH netral untuk
mendapatkan kitin. Setelah itu, dilakukan deasetilasi dengan NaOH 50 , pada suhu 140 selama 60 menit dan didapatkan kitosan.
3.3.2 Penelitian Utama
Perlakuan perendaman kulit udang yang menghasilkan rendemen kitosan tertinggi dilanjutkan dalam penelitian utama. Penelitian utama meliputi tahapan
pembentukan gel yang lunak berantai panjang lurus dari 0,2 gr kitosan 0,2 yang dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 0,3. Hal ini bertujuan agar dengan mudah
memutuskan polimer tersebut. Kemudian dilakukan pencampuran bahan-bahan dengan terlebih dahulu menentukan konsentrasi bahan kitosan, asam oleat, dan
TPP yang akan dibentuk menjadi emulsi cair.
3.3.2.1 Tahapan pembuatan nano kitosan dengan metode gelasi ionik
Kitosan yang telah dilarutkan dalam asam asetat, yang memiliki bentuk gel lunak berantai panjang lurus, diambil sebanyak 50 ml. Setelah itu, dilakukan
pembuatan nanopartikel kitosan dengan gelasi ionik dan perlakuan pengecilan ukuran sizing dengan metode magnetic stirer, metode homogenizer ultrasonik
dan metode sonikasi 60 menit. Kemudian ditambahkan 25 ml emulsifier Tween 80 0,2 yang dapat memisahkan gel antara gel satu dengan gel lainnya.
Surfaktan Tween 80 diberikan dengan cara tetes demi tetes ke dalam kitosan yang telah mengalami pemotongan, dan didiamkan memutar selama 30 menit.
Setelah itu, ditambahkan 10 ml tripoliphospat 0,1 yang bertujuan agar ukuran partikel yang dihasilkan tetap stabil. Kemudian didiamkan selama 30 menit.
3.3.2.2 Tahapan pengujian dan analisis sifat karakteristik nano kitosan
Sampai tahap ini kemudian dilakukan analisis karakterisasi nanopartikel yang dihasilkan dengan SEM untuk mengetahui karakteristik, ukturan dan morfologi
nanopartikel kitosan serta keadaan missel yang memiliki stabilitas yang konstan.
Diagram alir pengujian stabilitas nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir pengujian stabilitas nanopartikel kitosan dengan metode gelasi ionik
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat
Larutan kitosan dimixer selama 60 menit dengan 3 metode
Metode magnetic stirer
Ultrasonik
Ditambahkan emulsifier Tween 80 0,2 secara tetes demi tetes
Diamkan selama 30 menit Ditambahkan tripoliphospat 0,1
Didiamkan selama 30
Larutan Nano kitosan
Dikeringkan dengan spray dryer
Nano Kitosan yang stabil Uji SEM
Metode homogenizer
Uji FTIR
3.4 Analisis Fisik dan Kimia Sampel
Analisis yang dilakukan untuk kitosan pada penelitian ini antara lain yaitu analisis fisik dan kimia. Analisis fisik pada kitosan dilakukan perhitungan
rendemen kitosan dan nilai derajat deasetilasi. Analisis kimia yang dilakukan yaitu analisa proksimat meliputi analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan
karbohidrat by difference.
3.4.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat yang
dilakukan meliputi:
3.4.1.1 Analisis kadar air AOAC 1995
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan
tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya
ditimbang kembali.
Keterangan: B = berat sampel gram
B
1
B = berat sampel+cawan sebelum dikeringkan
2
3.4.1.2 Analisis kadar abu AOAC 1995
= berat sampel+cawan setelah dikeringkan
Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600
o
C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram
dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600
o
C selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar abu berat basah
3.4.1.3 Analisis kadar lemak AOAC 1995
Contoh seberat 5 gram W
1
dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang
telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya W
2
dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan
pelarut lemak n-heksana, kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak
menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan W
3
Perhitungan kadar lemak : Kadar lemak = .
Keterangan : W
1
W = Berat sampel gram
2
W = Berat labu lemak kosong gram
3
3.4.1.4 Analisis kadar protein AOAC 1995
= Berat labu lemak dengan lemak gram
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein
dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir
kjeltab dan 3 ml H
2
SO
4
pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410
o
C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin,
ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 , kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100
o
C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat
H
3
BO
3
2 dan 2 tetes indicator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna
hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan
dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
N =
Keterangan : Fp = Faktor pengenceran fk = 6,25
3.4.1.5 Analisis kadar karbohidrat AOAC 1995
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat
dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Karbohidrat = 100 - kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein
3.4.2 Rendemen Kitosan Cangkang Udang Vannamei Litopenaeus vannamei
Rendemen merupakan persentasi dari perbandingan serbuk kitosan terhadap bobot kulit udang sebelum mengalami perlakuan. Perhitungan persentase
rendemen dengan rumus sebagai berikut:
3.4.3 Derajat Deasetilasi Domsay 1985
Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan
dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR-
408 yang sudah dinyalakan dan stabil, Kemudian tombol pendeteksian ditekan, akan muncul histogram FTIR pada rekorder yang memunculkankan puncak-
puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya
analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh
spektrofotometer. Puncak tertinggi P dan puncak terendah P dicatat dan
diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus:
Keterangan: P
dengan panjang gelombang 1.655cm = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi
-1
atau 3.450 cm
-1
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang .
1.655cm
-1
atau 3.450 cm
-1
Perbandingan absorbansi pada 1.655cm .
-1
dengan absorbansi 3.450 cm
-1
digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan 1,33. Dengan mengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat
dihitung dengan rumus:
Keterangan: A
1.655
= Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm
-1
A .
3.450
= Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm
-1
1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna. .
Log P A=
P
A
1.655
1 N-deasetilasi = 1- X
A
3.450
1,33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang. Uji proksimat kulit udang yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penentuan
kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar abu. Berdasarkan uji proksimat, kulit udang vanamei memiliki kadar air yakni 15,04 bb. Kadar air cangkang
udang Penaeus notabilis berdasarkan penelitian Emmanuel et al. 2008 sebesar 13,3. Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh perbedaan jenis
udang dan tingkat kekeringan sampel yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan uji proksimat, kulit udang vanamei memiliki kadar lemak
sebesar 0,57 bb, hal ini menunjukan bahwa kadar lemak pada kulit udang tergolong rendah. Menurut literatur kadar lemak pada kulit udang yakni 9,8 bk
Ravichandran et al. 2009. Perbedaan kadar lemak dipengaruhi oleh jenis udang dan fase hidup udang saat panen. Udang pada fase molting mengandung
kadar lemak yang lebih tinggi Cuzon dan Guillaume 2001 dalam Rini 2010. Hasil analisis kadar protein dan kadar abu kulit udang vanamei menunjukkan
nilai yang relatif sama dengan hasil penelitian Ravichandran et al. 2009. Komposisi kimia kulit udang vanamei hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia kulit udang hasil uji proksimat Komposisi
Jumlah bb
Air 15,04
Abu 18,02
Protein 34,69
Lemak Karbohidrat
0,57 31,75
Keterangan: bb = berat basah Kadar protein kulit udang vanamei sebesar 34,69 bb. Menurut penelitain
yang dilakukan oleh Kim et al. 2011 kadar protein cangkang udang Litopenaeus vannamei
sebesar 40,35 bb. Kadar abu pada kulit udang vannamei sebesar 18,02 bk. Nilai kadar abu ini lebih rendah dibandingkan
kadar abu yang diteliti oleh Ravichandran et al. 2009 sebesar 21,5 bk. Perbedaan nilai kadar abu diduga dapat disebabkan oleh perbedaan hábitat dan
lingkungan hidup. Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference
menunjukkan bahwa cangkang udang vannamei mengandung karbohidrat sebesar 31,75. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference ini
merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai karbohidrat Winarno 2008.
4.2 Rendemen Kitosan