I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan komoditas andalan dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil perikanan utama Indonesia. Pusat Data, Statistik dan Informasi
Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2008 menunjukkan ekspor udang Indonesia meningkat selama periode tahun 2003 – 2007 sebesar 4,15 yaitu dari
137.636 ton pada 2003 menjadi 160.797 ton pada tahun 2007. Peningkatan volume ekspor tersebut mendorong peningkatan nilai produksi udang, yaitu dari
US 850,222 juta pada 2003 menjadi US 1,048 miliar tahun 2007. Nilai ekspor udang ini mencapai hampir 50 dari nilai ekspor perikanan sebesar
US 2,3 miliar. Selain itu produksi udang juga meningkat sebesar 16,9 selama periode 2003 – 2007 yaitu dari 192.926 ton pada 2003 menjadi 352.220 ton pada
tahun 2007. Sekitar 80 – 90 ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa
kepala dan kulit sehingga menghasilkan limbah yang bobotnya mencapai 25 – 30 dari bobot udang utuh Sudibyo 1991 dalam Maulana 2009. Limbah
udang yang potensial ini mudah sekali rusak karena degradasi enzimatik mikroorganisme sehingga menimbulkan masalah misalnya pencemaran
lingkungan bagi indutri pengolah dan membahaykan kesehatan. Selain itu limbah ini sangat menyita ruang sehingga dibutuhkan tempat tertutup yang luas untuk
menampungnya. Disisi lain limbah ini dapat didayagunakan sebagai sumber bahan mentah penghasil kitin, kitosan dan turunan keduanya yang berdaya guna
dan serta bernilai tinggi. Kulit udang atau kepiting merupakan bahan baku penghasil kitin dan kitosan.
Kitosan adalah kitin yang telah diasetilasi. Kitosan merupakan polisakarida dengan struktur yang mirip dengan selulosa Savant et al. 2000 dalam
Kencana 2009. Terdapat 75 dari berat total udang merupakan bagian kulit dan kepala. Kulit udang mengandung 15-20 kitin dan kitosan sebesar 50 dari
kandungan kitin, kadar abu sebesar 20 serta kadar protein sebesar 35 pada basis kering Kelly et al. 2005 dalam Rini 2010. Studi terhadap kitosan telah
banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupaun gel.
Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern, misalnya farmasi, biokimia, kosmetika, industri pangan, dan industri tekstil
mendorong untuk terus dikembangkannya berbagai penelitian yang menggunakan kitosan, termasuk melakukan modifikasi kitosan secara kimia atau fisik.
Modifikasi kimia menghasilkan perbaikan stabilitas kitosan melalui fungsionalisasi gugus fungsi yang ada, perbaikan ukuran pori kitosan dengan
menggunakan senyawa porogen, dan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi kitosan apabila kitosan dipadukan dengan polimer lain. Modifikasi fisik pada kitosan
mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Oleh karena itu, perkembangan modifikasi fisik
mengarah ke bentuk nanopartikel Wahyono 2010. Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
komposisi material dan metode yang digunakan. Untuk nanopartikel kitosan, komposisi material yang digunakan adalah kitosan, TPP dan surfaktan asam
oleeat. Metode pembuatan nanopartikel merupakan faktor lain yang menentukan selain komposisi material. Banyak metode yang dikembangkan untuk
menghasilkan nanopartikel dan morfologi yang seragam Wahyono 2010. Sampai saat ini penelitian nanopartikel kitosan terus dikembangkan, baik dalam penentuan
komposisi maupun pencarian metode yang sesuai. Akan tetapi dalam pembuatan kitosan yang berstabilitas dan berkualitas tinggi, biasanya diperlukan metode yang
cukup sulit. Untuk itu, dilakukan teknik atau metode yang prosesnya lebih efisien dan sederhana untuk memudahkan dalam pembuatan nano kitosan.
Pengujian karakteristik nano kitosan dilakukan dengan proses gelasi ionik, serta perlakuan pengecilan ukuran sizing dilakukan dengan metode magnetic
stirer , metode homogenizer ultrasonik dan metode sonokimia. Metode ini
bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan nano kitosan yang terbaik diantara ketiga metode tersebut agar nano kitosan yang dihasilkan memiliki stabilitas
konstan, berukuran partikel terkecil, berkualitas baik, serta mendapatkan metode yang paling sederhana dalam pembuatannya, sehingga dapat meningkatkan skala
produksi.
1.2 Tujuan