Lampiran 7. Grafik rendemen kitosan menurut waktu perendaman dengan HCl dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Grafik rendemen kitosan terhadap pengaruh waktu perendaman HCl Perlakuan perendaman dengan HCl 1 N yang berbeda memberikan pengaruh
terhadap rendemen kitosan. Mineral memiliki sifat larut asam, oleh karena itu perendaman cangkang udang dengan HCl 1 N menyebebkan mengembangnya
matrik cangkang udang sehingga memudahkan pelarut masuk ke dalaam matriks. Berdasarkan hal tersebut, waktu perendaman retention time kulit udang di dalam
larutan HCl 1 N akan mempengaruhi penurunan kadar mineral pada proses pembuatan kitin. Semakin lama waktu perendaman, maka akan menghasilkan
semakin banyak rendemen dari kitosan. Hal ini dikarenakan, perendaman menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang udang yang maksimal, sehingga
ruang-ruang yang terbentuk memudahkan dicapai oleh pengestrak HCl, dengan demikian mineral mudah terlepas atau terekstrak dengan optimum Suptijah 1992
dalam Ariesta 2008.
4.3 Mutu kitosan
Kitosan harus memiliki mutu yang baik, dan pengukurannya dapat dilihat dari ukuran partikel, warna larutan, kadar air, kadar abu, dan kadar nitrogen. Setelah
dilakukan proses pembuatan kitosan dengan pengaruh waktu perendaman HCl,
dihasilkan rendemen kitosan terbanyak dan mutu yang memenuhi persyaratan Protan Biopolimer Suptijah et al. 1992. Berdasarkan hasil analisa terhadap
rendemen kitosan tertinggi, didapatkan mutu kitosan yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Mutu kitosan dari rendemen hasil perendaman 72 jam HCl 1 N Parameter
Nilai Penelitian Protan Biopolimer
Suptijah et al. 1992 Ukuran partikel
Serpihan - serbuk Serpihan – serbuk
Warna larutan Jernih
Jernih
Kadar air 15
≤ 10 Kadar abu
0,11 ≤ 2 .
Kadar nitrogen 4,73
≤ 5 .
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa ukuran partikel pada kitosan dari kulit udang berupa serpihan – serbuk. Hal ini sesuai dengan Suptijah et al. 1992
yaitu ukuran partikel pada kitosan berupa serpihan – serbuk. Pada proses pembuatan kitosan dengan ektraksi bahan baku terlihat hancur. Warna larutan
kitosan tersebut jernih, yang berarti tidak ada zat pengotor yang menempel pada permukaan kitosan.
Kadar abu merupakan parameter untuk mengetahui mineral yang terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses demineralisasi yang
dilakukan. Kadar abu kitosan hasil penelitian ini yaitu 0,11. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu sesuai
ketentuan Protan Biopolimer, yakni sebesar ≤ 2 . Kadar abu ini dipengaruhi
proses pengadukan yang dilakukan selama proses pembuatan kitosan. Pada proses tersebut dilakukan pengadukan yang cukup kostan sehingga kadar abu dari kedua
kitosan tersebut cukup rendah. Kadar abu yang rendah menunjukan kandungan mineral yang rendah.
Semakin rendah kadar abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi. Selain itu proses pencucian yang baik dan
diperolehnya pH netral, juga berpengaruh terhadap kadar abu. Dengan pencucian ini, mineral yang telah terlepas dari bahan dan berikatan dengan pelarut dapat
terbuang dan larut bersama air Angka dan Suhartono 2000. Pencucian yang kurang sempurna akan mengakibatkan mineral yang sudah terlepas dapat melekat
kembali pada permukaan molekul kitin. Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk
menentukan mutu kitosan. Protan Biopolimer menetapkan standar mutu kadar air kitosan adalah
≤ 10 Bastaman 1989. Dari Tabel 5 diketahui bahwa kadar air kitosan sebesar 15 . Kitosan yang dihasilkan memiliki kadar air yang masih
cukup tinggi dan melebihi batas maksimum standar mutu kadar air kitosan yang telah ditetapkan. Kadar air yang terkandung pada kitosan dipengaruhi oleh proses
pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah kitosan yang dikeringkan dan luas tempat permukaan tempat kitosan yang dikeringkan Saleh et al. 1994.
Benjakula dan Sophanadora 1993 juga menyatakan bahwa kadar air kitosan tidak dipengaruhi oleh jumlah bahan, nisbah bahan, dan waktu proses tetapi
dipengaruhi oleh waktu pengeringan yang dilakukan terhadap kitosan. Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh kurang meratanya peletakan kitosan
pada tempat pengeringan, sehingga ada kitosan yang saling menggumpal dan akan mempersulit proses pengeringan. Instensitas sinar matahari yang tidak stabil
berubah-ubah juga akan menyebabkan proses pengeringan berlangsung kurang sempurna. Selain itu, kadar air kitosan sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, khususnya kelembaban relatif dari tempat kitosan tersebut disimpan. Pada umumnya kitosan disimpan di dalam ruangan. Hal yang harus diperhatikan
agar dihasilkan kitosan dengan kadar air yang memenuhi persyaratan adalah dengan cara pengeringan, cara pengemasan dan cara penyimpanan yang baik.
Penyimpanan yang baik dengan penutupan yang sempurna merupakan upaya untuk mempertahankan mutu kitosan, khususnya kadar airnya.
Kadar nitrogen merupakan salah satu parameter yang juga diukur untuk menentukan mutu kitosan. Kadar nitrogen menentukan sifat kitosan yang
berinteraksi dengan gugus lainnya. Keberadaan senyawa lain dalam kitosan yaitu bentuk gugus amin NH
2
menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang cukup tinggi, sehingga kitosan mampu mengikat air dan larut dalam asam asetat.
Menurut Protan Biopolimer standar mutu kadar nitrogen kitosan yang telah ditetapkan adalah
≤5 . Pada Tabel 5 di atas ditunjukkan bahwa kadar nitrogen
kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar yang ditetapkan yakni sebesar 4,73.
Pada penelitian ini dilakukan proses deasetilasi yang sesuai dengan penelitian Ariesta 2008, yaitu dengan konsentrasi NaOH 50 dan suhu proses deasetilasi
140 °C. Hasil analisis kadar nitrogen menunjukkan nilai yang relatif sama dengan hasil penelitian Ariesta 2008 yaitu
≤5 . Konsentrasi NaOH dan suhu deasetilasi yang semakin tinggi, menyebabkan kadar nitrogen cenderung semakin
kecil. Hal ini didukung oleh pernyataan Benjakula dan Sophanodora 1993 bahwa kadar total nitrogen berupa protein yang dapat dihilangkan
pada pembuatan kitin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH yang digunakan, waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Protein yang masih terikat setelah
proses deasetilasi dilakukan dengan suhu yang semakin meningkat dan konsentrasi NaOH yang tinggi. Proses pengadukan yang konstan juga merupakan
salah satu faktor yang mempermudah panghilangan protein dari kulit udang melalui reaksi antara larutan NaOH dengan bahan.
Menurut Saleh et al. 1994 kadar nitrogen dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan waktu proses deproteinasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang
digunakan dan semakin lama waktu deproteinasi yang digunkan maka reaksi antara protein dengan larutan pembentuk ester Na-proteinat akan semakin
sempurna, sehingga protein yang dihilangkan akan semakin banyak.
4.4 Penelitian Utama