Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

D. Keaslian Penulisan

Adapun skripsi yang berjudul “Status Negara Dalam Menerima Para Pencari Suaka Politik Dalam Kasus Edward Snowden Mantan Agen CIA CENTRAL INTELLIGENCE AGENCY” merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas mengenai masalah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Maka penulisan skripsi ini masih orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Hukum Diplomatik Hukum diplomatik adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antar negara dengan didasarkan atas permufakatan consensus bersama yang kemudian dituangkan dalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi kebiasaan internasional. 13 13 Sumaryo Suryokusumo, Teori dan Kasus Hukum Diplomatik, Alumni, Bandung, 2005, hlm 5 Pengertian “Hukum Diplomatik” masih belum banyak diungkapkan. Para sarjana hukum internasional masih belum banyak menuliskan secara khusus, karena pada hahikatnya hokum diplomatik merupakan bagian dari hukum internasional yang mempunyai sebagian sumber hukum yang sama seperti konvensi-konvensi internasional yang ada. Ada yang memberikan batasan bahwa hukum diplomatik merupakan cabang dari hukum kebiasaan internasional yang terdiri dari seperangkat aturan-aturan dan norma hukum yang menetapkan kedudukan dan fungsi para diplomat termasuk bentuk-bentuk organisasional dari dinas diplomatik. Banyak penulis hanya memberikan batasan dan arti “diplomasi” sendiri walaupun di antara mereka masih belum ada keseragaman. Adapula pemakaian perkataan “diplomasi” itu secara berbeda-beda menurut penggunaannya: 14 • Ada yang menyamakan kata itu dengan “politik luar negeri”, misalnya dikatakan “Diplomasi RI di Afrika perlu ditingkatkan” • Diplomasi dapat pula diartikan sebagai “perundingan” seperti sering dinyatakan bahwa “Masalah Timur Tengah hanya dapat diselesaikan melalui diplomasi”. Jadi perkataan diplomasi di sini merupakan satu-satunya mekanisme yaitu melaui perundingan. • Dapat pula diplomasi diartikan sebagai “dinas luar negeri” seperti dalam ungkapan “selama ini ia bekerja untuk diplomasi”. • Ada juga yang menggunakan secara kiasan seperti dalam “Ia pandai berdiplomasi” yang berarti “bersilat lidah”. Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negosiasi antara wakil-wakil yang sudah di akui. Untuk mengetahui pengertian “Hukum Diplomatik” memang tepat sekali jika membahas lebih lanjut mengenai pengertian “diplomasi” itu sendiri yang diberikan oleh Satow, Quency Wright dan Harold Nicholson. 2. Konvensi mengenai Hukum Diplomatik A. Konvensi wina 1961 mengenai hubungan diplomatik Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik Setelah berdirinya PBB pada tahun 1945, untuk pertama kalinya pengembangan kodifikasi hukum internasional termasuk 14 https:muhammadchoirulrosiqin.wordpress.com20140111resume-buku-hukum-diplomatik-teori-dan- kasus-prof-dr-sumaryo-suryokusumo diakses tanggal 22 januari 2014 hukum diplomatik telah dimulai pada tahun 1949 secara intensif oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai ketentuan-ketentuan yang menyangkut kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah digariskan secara rinci. Konvensi Wina 1961 ini terdiri dari 53 pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antar negara. Di samping itu, juga terdapat 2 protokol pilihan mengenai masalah kewarganegaraan dan keharusan untuk menyelesaikan sengketa yang masing-masing terdiri dari 8-10 pasal. Konvensi Wina 1961 itu beserta dengan dua protokolnya telah diberlakukan sejak tanggal 24 April 1964 hingga 31 Desember 1987. Ada total 151 negara yang menjadi para pihak dalam Konvensi tersebut dimana 42 di antaranya adalah pihak dalam protokol pilihan mengenai perolehan kewarganegaraan dan 52 negara telah menjadi pihak dalam protokol pilihan tentang keharusan untuk menyelesaikan sengketa. B. Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler Untuk pertama kalinya usaha guna mengadakan kodifikasi peraturan-peraturan tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam Konverensi negara-negara Amerika tahun 1928 di Havana, Kuba, di mana dalam tahun itu telah disetujui Convention on Consular Agents. C. Konvensi New York 1969 mengenai misi khusus Konvensi ini Wina tahun 1961 dan 1963 telah mengutamakan kodifikasi dari hukum kebiasaan yang ada, sementara konvensi ini bertujuan untuk memberi peraturan yang lebih mengatur mengenai misi-misi khusus yang memiliki tujuan terbatas yang berbeda dengan misi diplomatik yang sifatnya permanen. D. Konvensi Wina 1975 mengenai keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi internasional. Pentingnya perumusan konvensi ini sebenarnya didorong dengan adanya situasi dimana pertumbuhan organisasi internasional yang begitu cepatnya baik dalam jumlah maupun lingkup masalah hukumnya yang timbul akibat hubungan negara dengan organisasi internasional. Dalam perkembangannya lebih lanjut, ada permasalahan dalam persidangan tahun 1971 yang mengajukan tiga masalah, yaitu : 1. Dampak yang mungkin terjadi dalam keadaan yang luar biasa seperti tidak adanya pengakuan, tidak adanya putusan, hubungan diplomatik dan konsuler atau adanya pertikaian senjata di antara anggota-anggota organisasi internasional itu sendiri. 2. Perlu dimasukkannya ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian sengketa 3. Delegasi peninjau dari negara-negara ke berbagai badan dan konferensi. 3. Suaka Politik Suaka, yang dalam bahasa asing disebut asylum, pada dasarnya merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada warga negara lain yang terancam keselamatannya. Suaka politik merupakan gagasan yuridiksi di mana seseorang yang dianiaya untuk opini politik di negerinya sendiri dapat dilindungi oleh pemerintah berdaulat lain, negara asing, atau perlindungan gereja di Abad Pertengahan. Suaka politik merupakan salah satu hak asasi manusia, dan aturan hukum internasional. Seluruh negara yang menerima Konvensi Terkait Status Pengungsi PBB wajib mengizinkan orang yang benar-benar berkualifikasi datang ke negerinya. Orang-orang yang memenuhi syarat-syarat suaka politik adalah mereka yang diperlakukan buruk di negerinya karena masalah : A. Ras B. Kebangsaan C. Agama D. Opini politik E. Keanggotaan kelompok atau aktivitas sosial tertentu. 15 Orang-orang yang diberikan suaka politik disebut pengungsi. Mereka sering dikelirukan dengan pengungsi ekonomi, yang merupakan orang-orang yang pindah dari suatu negara miskin ke negara kaya agar dapat bekerja dan menerima uang yang dapat dikirimkan pada keluarga mereka di negeri asal. Pengungsi ekonomi sering menjadi sasaran empuk bagi sejumlah politikus dan media massa yang mengatakan bahwa para pengungsi tersebut merebut pekerjaan dari penduduk negeri setempat. Terhadap masalah suaka politik antara pengusiran dan pengasingan penjahat perlu dibedakan antara penjahat dari penduduk negeri. Perlu diketahui bahwa secara historis, istilah suaka asylum mulai timbul dan sering terjadi di negara-negara Amerika Latin sehingga kebiasaan-kebiasaan ini dapat digolongan pada kebiasaan internasional regional yakni kebiasaan internasional yang berasal dari daerah tertentu atau kawasan tertentu dalam hal ini yakni negara-negara Amerika Latin. Suaka berasal dari bahasa Yunani yakni “asylon” atau “asylum” dalam bahasa Latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar di mana seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah permintaan suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada beberapa tahun ini saja. Untuk waktu yang lama, suaka diberikan kepada pelarian pada umumnya, terlepas dari sifat perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh pencari suaka 15 http:id.wikipedia.orgwikiSuaka_politik diakses tanggal 22 januari 2015 yang menyebabkannya dikejar-kejar. Dalam waktu yang lama pelaku tindak pidana biasa pun, yang mendapat suaka di negara lain, tidak diekstradisikan. 16

F. Metode Penelitian