Hak-Hak Penerima Suaka Politik dalam Hukum Positif

2. Hak untuk mencari dan menikmati suaka tidak dapat dipanggil oleh setiap orang dengan hormat kepada siapa ada alasan serius untuk mempertimbangkan bahwa ia telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, sebagaimana didefinisikan dalam instrumen internasional yang dibuat untuk membuat ketentuan sehubungan kejahatan tersebut. 3. Diserahkan kepada Negara pemberian suaka untuk mengevaluasi alasan untuk pemberian suaka. Dapat disimpulkan, bahwa negara sebagai penerima suaka memiliki kewenangan penuh untuk memberikan suaka, mengevaluasi alasan pemberian suaka dan sebagainya. Negara yang tidak memberikan suaka dengan alasan yang kuat tidak dapat dipidanakan dan bukan termasuk tindakan pidana. Dengan demikian Negara memiliki kewenangan mutlak sehingga alasan pemberian suaka tidak harus disebut kepada publik.

B. Hak-Hak Penerima Suaka Politik dalam Hukum Positif

Di Indonesia, lembaga suaka diakui untuk pertama kali pada 1956 dengan dikeluarkannya Surat Edaran Perdana Menteri tentang ”Perlakuan Pelarian Politik” pada 7 September 1965 No. 11R.I.1956 yang berbunyi: ”Demikian pula, sebaliknya, pemberian suaka kepada pelaku kejahatan politik bukanlah merupakan kewajiban internasional dari Negara, melainkan merupakan hak dari negara untuk menentukan apakah akan memberikan atau tidak memberikan suaka kepada seseorang...”. 36 Pada 1998 pengakuan lembaga suaka ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Ketetapan no. XVIIMPR1998 13 Nopember 1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengakui hak seseorang guna ”mencari suaka untuk memperoleh 36 Iman Prihandono, Pemberian Suaka, diakses dari https:imanprihandono.files.wordpress.com200807pemberiansuaka.pdf perlindungan politik dari negara lain”. Setahun kemudian, prinsip lembaga suaka yang digariskan oleh MPR tersebut dikukuhkan sebagai ketentuan yuridis dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28. Dengan demikian, di tingkat nasional pun lembaga suaka telah memperoleh tumpuan yang kukuh, karena telah diinkorporasikan dalam undang-undang. 37 Pengakuan hak untuk mencari suaka dan kedaulatan pemberian suaka oleh Negara juga telah mendapatkan pengakuan dalam Hukum Nasional Indonesia, melalui 38 : a. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 G ayat 2 ”Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain” b. Undang-undang No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia Pasal 28 ”Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain, hak tersebut tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan non-politik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-bangsa” c. Undang-undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 25 ”Kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada di tangan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Menteri” Pasal 26 ”Pemberian suaka kepada orang asing dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta dengan memperhatikan hukum, kebiasaan dan praktek internasional” d. Undang-undang No. 1 tahun 1979 tentang Ekstradisi Pasal 5 ayat 1 ”Ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik”. 37 Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, diakses dari http:repo.unsrat.ac.id261LEMBAGA_SUAKA_DALAM_HUKUM_INTERNASIONAL.pdf 38 Ibid, Iman Dalam hukum positif Indonesia, penerima suaka politik mendapatkan hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia, mendapatkan perlindungan politik dan negara. Namun penerima suaka harus melalui prosedur yang telah ditentukan negara dan kewenangan mutlak milih pemerintah Indonesia untuk memberikan suaka.

C. Hak-Hak Penerima Suaka Politik Dalam Hukum Internasional