21
Gambar 6. Sebaran salinitas psu pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Nilai yang cukup berbeda terihat di Stasiun 22 yaitu di muara Sungai Blencong dengan nilai 25 psu. Besarnya salinitas di stasiun ini dikarenakan air
laut yang masuk ke sungai akibat pengaruh pasang. Menurut Ilahude 1995 in LIPI 2009 pada Musim Peralihan Barat
– Timur Peralihan I kisaran salinitas di perairan Teluk Jakarta adalah 28,00
– 32,50 psu. Salinitas yang terukur tidak terlalu berbeda dengan salinitas yang diukur oleh LIPI 2009 di Teluk Jakarta
yaitu 30,59 – 31,70 psu. Begitu juga dengan pengukuran salinitas di Teluk
Jakarta yang dilakukan oleh BPLHD 2010 menunjukkan bahwa nilai kisaran salinitas adalah 5
– 32 psu.
4.2.4. Total Suspended Solid TSS
Hasil pengukuran TSS di setiap stasiun menunjukkan nilai yang sangat bervariasi. Nilai TSS yang diperoleh berkisar 6,80
– 106,60 mgl dengan nilai rata-rata 23,71 mgl. Nilai TSS maksimum berada di Muara Angke Stasiun 17
22 dan minimum berada di Stasiun 3. Sebaran TSS di perairan Teluk Jakarta
ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Sebaran Total Suspended Solid mgl pada Bulan April 2011
di Teluk Jakarta
Pola sebaran TSS umunya tinggi di wilayah sungai dan muara. Semakin ke arah laut nilai TSS akan semakin berkurang. Terlihat bahwa nilai TSS akan
semakin menurun kadarnya ke arah timur teluk. Nilai yang cukup besar ditemukan di wilayah barat dan tengah teluk terutama di bagian muara, yaitu
Sungai Angke Stasiun 17, Ancol Stasiun 21, dan Kali Baru Stasiun 26. Hal ini menunjukkan bahwa muara sungai di Teluk Jakarta banyak mengandung TSS.
Tingginya nilai TSS di sekitar muara sungai yang umumnya terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik ini diduga berasal dari erosi tanah yang terbawa
melalui aliran sungai. Sebaran nilai TSS ini sangat dipengaruhi oleh pergerakan arus pasang
surut yang terjadi di Teluk Jakarta. Arus yang bergerak ke arah barat
23 menyebabkan wilayah barat teluk memiliki kandungan TSS rata-rata yang lebih
besar dari pada di bagian tengah dan timur teluk. Diperkirakan pada bulan ini aliran sungai di wilayah timur teluk tidak terlalu besar, sehingga masukan TSS ke
teluk menjadi lebih rendah. Menurut Alabaster dan Lloyd 1982 in Effendi 2003 nilai TSS yang
berkisar 81 – 400 mgl tergolong kurang baik untuk perikanan. KMNLH 2004
menyatakan bahwa NAB TSS untuk karang dan lamun 20 mgl serta mangrove 80 mgl. Tingginya nilai TSS di bagian sungai dan muara yang berkisar 14,25
– 106,60 mgl menunjukkan bahwa wilayah ini kurang baik digunakan untuk
kepentingan perikanan dan sedikit berpengaruh terhadap ekosistem mangrove, lamun, dan karang.
4.3.
Sebaran Pb di Perairan di Teluk Jakarta 4.3.1. Sebaran Pb terlarut di perairan Teluk Jakarta
Hasil analisis Pb dalam air laut di wilayah pengamatan berkisar antara 0,0010 hingga 0,0037 ppm. Secara spasial menunjukkan bahwa semakin ke arah
laut kadar Pb terlarut semakin rendah. Nilai Pb terlarut di bagian sungai dan muara memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan di bagian laut.
Sebaran Pb terlarut di Teluk Jakarta ditunjukkan pada Gambar 8. Bagian tengah Teluk Jakarta menunjukkan nilai yang sedikit lebih tinggi daripada bagian
barat dan timur. Nilai di bagian tengah berkisar 0,0013 – 0,0037 ppm. Nilai Pb
terlarut di bagian barat yaitu 0,0013 – 0,0033 ppm dan di bagian timur 0,0010 –
0,0037 ppm.
24
Gambar 8. Sebaran Pb terlarut ppm pada Bulan April 2011 di Teluk Jakarta
Nilai Pb terlarut di bagian barat teluk paling tinggi ditemukan di Sungai Angke Stasiun 17 dan Sungai Dadap Stasiun 19. Besarnya nilai Pb di wilayah
tersebut diperkirakan berasal dari limbah kegiatan kapal yang sandar di wilayah tersebut.
Kadar logam berat Pb terlarut di perairan bagain tengah Teluk Jakarta yang cukup tinggi pada umumnya ditemukan di Dermaga Marina Ancol Stasiun 21,
Kali Koja Stasiun 24, dan Tanjung Priok Stasiun25. Wilayah tersebut merupakan area aktivitas sandar kapal
– kapal kecil yang berpotensi membuang bahan yang mengandung Pb. Disamping itu, masukan dari udara hasil
pembakaran bahan bakar kendaraan dalam bentuk debu jatuh ke perairan dan diperkirakan memiliki kandungan Pb.
Bagian timur teluk juga memiliki kadar Pb terlarut yang cukup tinggi, terutama di Kali Baru Stasiun 26, Terusan Sunter Stasiun 23, dan Sungai
Blencong Stasiun 22. Pb terlarut di kawasan ini diperkirakan berasal dari
25 limbah aktivitas penduduk dan industri yang dibuang ke perairan. Selain itu,
kawasan Kali Baru, Terusan Sunter, dan Sungai Blencong ini banyak terdapat kapal
– kapal yang bersandar dan bergerak keluar masuk. Menurut Rochyatun et al. 2006 limbah buangan air ballas dari kapal banyak mengandung minyak yang
umumnya mendapat zat tambahan tetraethyl yang menggunakan Pb untuk meningkatkan kualitasnya.
Adanya berbagai industri seperti pabrik cat dan tinta, seperti: PT Pacific Paint, PT Nipsea Paint and Chemical Co, PT Nippon Paint, dan PT GS Battery
produsen mobil dan motor baterai asam timbal yang diperkirakan membuang limbahnya ke sungai atau melalui asap pabrik yang mengandung Pb yang
kemudian jatuh ke perairan juga menyebabkan tingginya kadar Pb di perairan. Kadar Pb terlarut dari seluruh lokasi penelitian menunjukan nilai rata
– rata 0,0022 ppm dan menunjukan bahwa nilai Pb terlarut di Teluk Jakarta memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan kadar normal Pb di perairan. Menurut Waldichuck 1974 in Darmono 1995 kadar Pb terlarut normal berada di
perairan sebesar 0,03 ppb. Namun berdasarkan Nilai Ambang Batas NAB yang ditetapkan oleh KMNLH 2004 kadar Pb terlarut di perairan Teluk Jakarta belum
berbahaya untuk kehidupan biota laut. Menurut KMNLH 2004 NAB Pb untuk kepentingan biota adalah 0,008 ppm atau 8 ppb. Nilai Pb rata
– rata yang diperoleh tidak terlalu berbeda dengan rata
– rata Pb di Teluk Jakarta 2004, menurut Lestari dan Edward 2004 nilai rata
– rata Pb terlarut di perairan Teluk Jakarta yaitu 0,0027 ppm.
26
4.3.2. Sebaran Pb tersuspensi di periaran Teluk Jakarta