Persentase Protein Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin

12 yang berbeda akan menghasilkan BM yang berbeda pula. Aramwit et al. 2010, ekstraksi dengan urea akan menghasilkan kisaran BM protein serisin antara 10- 250 kDa, ekstraksi dengan asam menghasilkan kisaran 50-150 kDa, ekstraksi dengan alkali menghasilkan kisaran 15-75 kDa, sedangkan ekstraksi dengan temperatur dan tekanan tinggi akan menghasilkan BM dengan kisaran 25-150 kDa. Takasu et al. 2010, kisaran BM protein serisin dibagi menjadi empat bagian yaitu, di atas 250 kDa pada Ser1, 250 kDa pada Ser3, 225-230 kDa pada Ser2-large dan di bawah 130 kDa pada Ser2-small. Wu et al. 2007 menyatakan bahwa bobot molekul serisin Bombyx mori berkisar 6 kDa dengan resolving gel 12,5 dan stacking gel 4. Salah satu metode yang sering digunakan dalam menentukan bobot molekul adalah metode elektroforesis dengan Sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis SDS –PAGE dan pewarnaan silver Laemmli 1970. Marker yang digunakan adalah standar protein dengan ukuran bobot molekul tertentu seperti phosphorylase B 97 kDa, bovine serum albumin 66 kDa, ovalbumin 43 kDa, carbonic anhydrase 31 kDa, soy trypsin inhibitor 22 kDa, dan lysozyme 14 kDa serta paket protein standar yang dikeluarkan suatu perusahaan.

c. Persentase Protein

Komposisi utama serisin Bombyx mori menurut Wu et al. 2007 adalah protein 91,6, abu 4,2 dan gula 0,93, sedangkan menurut Gulrajani et al. 2008 adalah protein 58-62 , nitrogen 9-10 , dan abu 22. Kedua komposisi serisin di atas berbeda karena metode yang digunakan berbeda. Wu et al. 2007 menggunakan pelarut organik dalam mendapatkan serisin murni, sedangkan Gulrajani et al. 2008 menggunakan membran filtrasi. Beberapa metode yang digunakan untuk pengukuran kadar protein adalah: - Kjeldahl Persentase nitrogen dalam serisin murni dapat digunakan untuk menduga persentase proteinnya, yaitu dengan mengalikan persentase nitrogen dengan faktor koreksi 6,25 Apriyantono et al. 1989. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui persentase nitrogen adalah dengan metode Kjeldahl yang terbagi tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. 13 - Lowry Apriyantono et al. 1989 Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret tetapi mempunyai sensitifitas 100 kali lebih baik dibandingkan dengan metode biuret. Prinsip kerjanya adalah terjadi reaksi antara Cu 2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungsat oleh tirosin dan triptofan merupakan residu protein akan menghasilkan warna biru. Warna yang terbentuk tergantung pada kadar tirosina dan triptofan dalam protein.

d. Analisis Asam Amino

High Performance Liquid Chromatography HPLC merupakan salah satu teknik yang banyak digunakan dalam memisahkan asam amino penyusun protein. HPLC menggunakan tekanan tinggi untuk merusak aktifitas biologis protein dibagian struktur tersiernya. Kerja HPLC dimulai dengan memasukkan sampel yang telah dipreparasi ke injektor. Sampel bersama fase bergerak akan masuk ke bagian kolom. Pergerakan sampel dalam kolom akan diperlambat oleh bahan kimia khusus sebagai fase diam di kolom. Kecepatan gerak sampel sangat tergantung dari sifat sampel dan komposisi fase diam dalam kolom. Waktu yang dibutuhkan sampel untuk keluar dari kolom disebut waktu tinggal retention time. Waktu retensi yang dihasilkan sampel merupakan identifikasi dari karakteristik sampel tersebut. Penggunaan ukuran kolom yang lebih kecil akan menciptakan back pressure yang lebih besar untuk menambah kecepatan linier komponen sampel. Hal ini akan meningkatkan resolusi dari kromatogram Cazes 2005. Bahan kimia khusus yang digunakan bersifat meningkatkan homogenitas larutan sampel, yang terdiri dari air dan bahan organik seperti metanol dan asetonnitril. Air yang digunakan bersifat sebagai buffer untuk membantu pemisahan komponen-komponen sampel. e. Surface tension Surface tension adalah tegangan permukaan dari fasa liquid cair. Banyak fenomena yang menggambarkan tentang surface tension, dan diantaranya yang memanfaatkan fenomena tersebut adalah surfaktan surface active agent dengan cara menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan mempunyai dua sisi ampifilik yaitu rantai polar dan non polar dengan komposisi seimbang Salanger 2002. 14 Tegangan permukaan yang kecil dapat dimanfaatkan untuk banyak hal. Suryani et al. 2008, penambahan alkil poliglikosida APG sebanyak 10 mgml dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 23,375 dynecm. APG adalah surfaktan berbahan pati sagu dan alkohol lemak kelapa dengan mengubah sumber patinya dari kentang menjadi pati sagu dan netralisasi dengan NaOH. APG dipergunakan sebagai bahan tambahan pada herbisida untuk meningkatkan penetrasi bahan aktif herbisida kedalam tanaman dan mengendalikan gulma jenis rumput-rumputan. Tegangan permukaan dari beberapa bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tegangan permukaan berbagai cairan Wikipedia 2012 Cairan Suhu o C Tegangan permukaan dynecm Asam asetat 20 27,6 Asam asetat 40,1 + air 30 40,65 Asam asetat 10 + air 30 54,56 Aseton 20 23,7 Dietil eter 20 17 Etanol 20 22,27 Etanol 40 + air 25 29,63 Etanol 11,1 + air 25 46,03 Gliserol 20 63 n- hesana 20 18,4 Asam hidroklorit 17,7 M 20 65,95 Isopropanol 20 21,7 Nitrogen cair -196 8,85 Merkuri 15 487 Metanol 20 22,6 n-oktana 20 21,8 Sodium klorit 6 M 20 82,5 Sukrosa 55 + air 20 76,45 Air 75,64 Air 25 71,97 Air 50 67,91 Air 100 58,85 Toluen 25 27,73 Response surface methodology RSM Metodologi respon permukaan Response Surface Methodology adalah suatu kumpulan teknik-teknik statistika dan matematika yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tentang variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas atau respon dengan tujuan untuk mengoptimasi respon Gasperz 1992. RSM dapat digunakan untuk mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon dan menentukan nilai-nilai dari variabel 15 bebas yang dapat mengoptimumkan respon. Hasil analisis RSM ditampilkan dalam bentuk kontur yang menghasilkan titik optimum berupa optimasi maksimum, minimum atau saddle point. Tahap yang paling penting dalam RSM adalah menentukan daerah optimum Myers 1971. Daerah optimum dapat diperoleh dari data percobaan sebelumnya tapi jika belum ada maka menggunakan steepest ascent methode Gasperz 1992 yang sering disebut dengan respon ordo pertama. Respon ordo pertama akan menghasilkan daerah optimum yang dipakai sebagai titik pusat dari respon ordo kedua. Desain respon ordo pertama dan kedua dapat dibantu dengan program software seperti Design Expert, JMP dan Statgraphics. Akan tetapi baru-baru ini ada program baru yang menyediakan semua menu penting untuk RSM seperti pilihan desain, rsm’s ccd.pick central composite design yang dapat didesain sendiri Lenth 2010. Program tersebut adalah R versi 2.11.1 dengan packages 1.40. 16 BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Sampel kokon dan larva Attacus atlas berasal dari Perkebunan Teh Walini Panglejar Purwakarta Jawa Barat. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Bagan alir penelitian. Ekstraksi Protein Serisin Pada penelitian ini protein serisin diekstraksi dari kelenjar sutera tengah dan kulit kokon. Kelenjar sutera tengah merupakan tempat sekresi protein serisin, sedangkan kulit kokon adalah produk ulat sutera yang mengandung protein serisin dan fibroin. Protein serisin merupakan perekat serat-serat fibroin pada kokon.

A. Ekstraksi Protein Serisin dari Kelenjar Sutera Tengah Attacus atlas KSA

KSA adalah tempat protein serisin disekresi, sehingga hasil ekstraksi protein serisin dari KSA digunakan sebagai standar protein serisin Attacus atlas. Protein serisin dari KSA digunakan sebagai pembanding dari crude protein serisin hasil ekstraksi dari kokon. Tahapan ekstraksi dari KSA sesuai Brasla Matei 1997 dan Invitrogen 2012 Lampiran 1. Hasil ekstraksi dianalisis bobot molekulnya dengan SDS PAGE Laemmli 1970. Protein serisin Ulat sutera liar Attacus atlas dari Perkebunan Teh Walini Purwakarta Larva instar 6 Pembedahan untuk mendapatkan kelenjar sutera tengah Kokon Ekstraksi protein serisin Crude protein serisin Karakterisasi: - Kadar protein - Asam amino - Tegangan permukaan - Bobot molekul Ekstraksi protein serisin Serat sutera fibroin Karakterisasi: - Analisis serat sutera fibroin 17

B. Ekstraksi Protein Serisin dari Kulit Kokon

B.1 Preparasi sampel kulit kokon Lampiran 2 sesuai dengan Solihin Fuah 2010 yang telah dimodifikasi. B.2 Ekstraksi protein serisin dari kulit kokon Proses ekstraksi protein serisin dari kulit kokon terdiri dari dua tahap, yaitu teknik degumming dan isolasi protein serisin. Degumming adalah proses penguraian serat sutera fibroin dari perekatnya gum atau serisin secara fisik yaitu dengan suhu dan tekanan tinggi Padamwar Pawar 2004, serta secara kimia dengan NaOH 0,1 N Suriana 2011. Tujuan degumming adalah menghasilkan serat sutera fibroin yang siap untuk dijadikan benang sutera dan mendapatkan serisin yang terlarut dalam larutan hasil degumming. Isolasi protein serisin adalah tahapan mendapatkan protein target serisin dari larutan hasil degumming, dan pada penelitian ini targetnya berupa crude protein serisin. Isolasi protein pada penelitian ini menggunakan teknik pengendapan dengan pelarut organik etanol 75 vv terhadap larutan hasil degumming Wu et al. 2007. Proses ekstraksi dilakukan secara bertahap untuk mengetahui pengaruh setiap kajian terhadap rendemen protein serisin yang dihasilkan. Setiap kajian sangat tergantung pada hasil kajian sebelumnya. Ada beberapa kajian yang dilakukan, yaitu: B.2.1 Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera terhadap Rendemen Protein Serisin Ekstraksi protein serisin melalui teknik degumming secara fisik dan kimia Padamwar Pawar 2004, Suriana 2011 yang telah dimodifikasi. Teknik degumming pada suhu 115 o C selama 40 menit dan tekanan 700 mbar, serta variasi rasio NaOH 0,1 N 50 dan 33,3 terhadap distiled waterDW. Isolasi protein dengan teknik pengendapan menggunakan etanol teknis 96 sebesar 75 vv terhadap larutan hasil degumming. Hasil isolasi berupa crude protein serisin dalam bentuk cairan kental. Tahapan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial RALF dengan dua faktor yaitu rasio NaOH 0,1 N R 18 dan spesies ulat sutera S yang masing-masing pada dua taraf perlakuan yang diulang dua kali Tabel 4. Model matematikanya adalah: Y ijk = µ + R i + S j + RS ij + ε ijk Keterangan : Y ijk = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i 1, 2 dan ke-j 1, 2 pada ulangan ke-k 1, 2 µ = Rataan umum R i = Pengaruh rasio NaOH 0,1 N ke-i 1, 2 S j = Pengaruh spesies ulat sutera ke-j 1, 2 ε ijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ke-j pada ulangan ke-k. Analisis RALF menggunakan program Minitab 14 Mattjik Sumertajaya 2002. Tabel 4 Tabulasi data kajian pengaruh rasio NaOH 0,1 N dan jenis spesies ulat sutera terhadap rendemen protein serisin Spesies Perlakuan Total perlakuan Rasio NaOH 50 R 1 Rasio NaOH 33,3 R 2 Attacus atlas S 1 Y 11 Y 21 Y .1 = Y .S1 Bombyx mori S 2 Y 12 Y 22 Y .2 = Y .S2 Total perlakuan Y 1. = Y R1. Y 2 = Y R2. Y… B.2.2 Kajian Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Rendemen Protein Serisin Ekstraksi protein serisin melalui degumming secara fisik dan kimia Lampiran 2 pada suhu 115 o C selama 40 menit dan tekanan 700 mbar, serta variasi konsentrasi NaOH 0,05 N; 0,1 N; 0,15 N; 0,20 N; 0,25 N dan 0,30 N pada rasio volume 33,3 terhadap DW. Isolasi protein dengan etanol teknis 96 pada perbandingan volume 75 vv terhadap larutan hasil degumming. Hasil isolasi protein berupa crude protein serisin. Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan acak lengkap RAL satu faktor konsentrasi NaOH dengan dua kali ulangan Tabel 5. Model matematikanya adalah: Y ij = µ + N i + ε ij 19 Keterangan: Y ij = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan ulangan ke-j 1, 2 µ = Rataan umum N i = Pengaruh konsentrasi NaOH ke-i 1, 2, 3, 4, 5, 6 ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut dengan Tukey. Analisis RAL dan Tukey menggunakan program Minitab 14 Mattjik Sumertajaya 2002. Tabel 5 Tabulasi data kajian pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas Ulangan Perlakuan Total NaOH 0,05 N N 1 NaOH 0,10 N N 2 NaOH 0,15 N N 3 NaOH 0,20 N N 4 NaOH 0,25 N N 5 NaOH 0,30 N N 6 1 Y 11 Y 21 Y 31 Y 41 Y 51 Y 61 2 Y 12 Y 22 Y 32 Y 42 Y 52 Y 62 Total Y 1 = N 1 Y 2 = N 2 Y 3 = N 3 Y 4 = N 4 Y 5 = N 5 Y 6 = N 6 Y N =N B.2.3 Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin Pada kajian ini menggunakan proses ekstraksi dengan teknik degumming secara fisik pada suhu 105 o C selama 30 menit, dan tekanan 200 mbar. Isolasi protein menggunakan teknik pengendapan dengan etanol absolut dan teknis 96 masing-masing perbandingan volume terhadap larutan hasil degumming sebesar 75 vv. Hasil akhir isolasi berupa crude protein serisin dalam bentuk cairan kental. Tahapan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Rancangan percobaan yang digunakan dalam kajian ini adalah rancangan acak lengkap RAL satu faktor kemurnian etanol dengan tiga kali ulangan Tabel 6. Model matematikanya adalah: Y ij = µ + E i + ε ij Keterangan : Y ij = Pengamatan berupa rendemen protein serisin pada perlakuan ke-i 1, 2 dan ulangan ke-j 1, 2, 3 20 µ = Rataan umum E i = Pengaruh kemurnian etanol ke-i ε ij = Pengaruh acak pada kemurnian etanol ke-i dan ulangan ke-j. Analisis RAL menggunakan program Minitab 14 Mattjik Sumertajaya 2002. Tabel 6 Tabulasi data kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas Ulangan Perlakuan Total Etanol absolut E 1 Etanol teknis 96 E 2 1 Y 11 Y 21 2 Y 12 Y 22 3 Y 13 Y 23 Total Y 1 = E 1 Y E2 = E 2 Y E = E B.2.4 Kajian Optimasi Rendemen Protein Serisin Kajian optimasi rendemen protein serisin perlu dilakukan untuk mengetahui rendemen protein serisin yang maksimal dari kokon Attacus atlas. Rendemen protein yang maksimal dapat disebabkan oleh teknik ekstraksi yang dilakukan atau kandungan protein serisin dalam kokon Attacus atlas. Ada tiga perlakuan ekstraksi protein serisin yang dikerjakan pada kajian optimasi ini, yaitu: - Optimasi 1 O 1 menggunakan teknik degumming fisik dan kimia pada kombinasi suhu dan waktu Tabel 7 serta 33,3 NaOH 0,25 N. Isolasi protein dengan etanol teknis 96. - Optimasi 2 O 2 menggunakan teknik degumming fisik dan kimia pada kombinasi suhu dan waktu Tabel 7 serta 33,3 NaOH 0,25 N. Isolasi protein tanpa menggunakan etanol. - Optimasi 3 O 3 menggunakan teknik degumming fisik pada kombinasi suhu dan waktu Tabel 7. Isolasi protein dengan etanol teknis 96. Analisis yang digunakan dalam optimasi rendemen protein serisin adalah Response Surface Methodology RSM yang diolah dengan Program-R 2.11.1 Lenth 2010. Hubungan antara respon dan variabel bebas adalah: Y = fX 1 , X 2 ,...., X k + ε 21 Keterangan: Y = Respon rendemen protein serisin X i = Variabel bebas i = 1, 2, 3,...., k ε = error. Daerah optimum ordo pertama ditentukan dari percobaan sebelumnya sehingga analisis ordo pertama tidak dilakukan lagi. Analisis ordo kedua titik optimum menggunakan model polinomial ordo kedua dengan fungsinya kuadratik:            j i j i ij k i ii k i i i X X X X Y i      1 2 1 Keterangan: Y = respon rendemen protein serisin β o = konstanta  i,  ii,  ij = koefesien dari variabel bebas X k = jumlah faktor yang digunakan. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Central Composite Design CCD seperti pada Tabel 7. Percobaan menggunakan dua faktor 2 k yaitu suhu X 1 dan waktu X 2 sehingga α = 1,414. Titik pusat yang digunakan adalah suhu 115 o C dan waktu 40 menit. Tabel 7 Desain rancangan percobaan dengan Central Composite Design CCD Variabel Kode Variabel Asli X 1 X 2 Suhu o C Waktu menit -1 -1 110 30 -1 1 110 50 1 -1 120 30 1 1 120 50 115 40 115 40 115 40 115 40 115 40 -1,414 107,93 40 1.414 122,07 40 -1,414 115 25,86 1.414 115 54,14 22 B.3 Analisis Protein Pada penelitian ini metode Lowry Apriyantono et al. 1989 digunakan untuk menganalisis crude protein serisin dan deteksi absorbansinya menggunakan spektrofotometer tipe Gene Quant 1300 pada panjang gelombang 750 nm. Crude protein serisin dihomogenisasi terlebih dahulu dengan stirrer sebelum dianalisis dengan Lowry. Hasil analisis berupa kadar protein serisin mgml digunakan untuk menghitung rendemen protein serisin. Rendemen protein serisin dihitung dengan rumus: Rendemen = [ Bobot protein dalam crude protein serisin ] x 100 [Bobot kulit kokon] Khusus untuk perhitungan rendemen protein serisin pada kajian optimasi, ada dua perhitungan yang dilakukan yaitu tanpa penambahan air dalam fibroin basah AFB dan dengan penambahan AFB. AFB adalah larutan hasil degumming yang terikut dalam fibroin karena proses pemisahan antara larutan dan fibroin belum sempurna. Penambahan AFB dalam perhitungan digunakan untuk meminimalkan larutan yang terbuang karena keterbatasan kemampuan alat pemisah. Tanpa penambahan AFB dinotasikan sebagai perlakuan 1, sedangkan dengan penambahan AFB dinotasikan sebagai perlakuan 2 sehingga masing-masing perlakuan optimasi terdiri dari dua perhitungan dengan notasi O 11 , O 12 , O 21 , O 22 , O 31 dan O 32 . AFB dihitung dengan analisis kadar air fibroin untuk menghitung volume larutan hasil degumming yang terikut dalam fibroin. Analisis kadar air menggunakan oven Selecta Digitheat pada suhu 115 o C selama 18 jam Apriyantono et al. 1989. Perhitungan kadar air fibroin hasil degumming adalah: AFB ml = [Bobot basah fibroin – Bobot kering fibroin x BJ larutan] Keterangan: Berat jenis BJ larutan = 0,9889. B.4 Analisis Fibroin Analisis fibroin dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstraksi terhadap penampang fibroin hasil degumming. Pengamatan fibroin menggunakan mikroskop Optika Micro Image Analysis Versi 1.0 dengan pembesaran 400 kali dan 1000 kali. 23

C. Karakterisasi Crude Protein Serisin

C.1 Analisis Bobot Molekul BM Analisis bobot molekul dengan Sodium Dodecyl Sulphate Polyachrylamide Gel Electrophoresis SDS PAGE merujuk pada Laemmli 1970 yang telah dimodifikasi. Buffer gel yang digunakan adalah 2 M Tris HCl pH 8,8 pada separating gel dan 1 M Tris HCl pH 6,8 pada stacking gel, sedangkan buffer elektrodanya dengan Tris glisin 25 mM Tris dan 192 mM glisin. Pada separating gel 12,5 dan stacking gel 4 dengan rasio perbandingan panjang sebesar 5:1 antara separating gel dan stacking gel. Analisis bobot molekul ini menggunakan pewarnaan silver silver staining. Elektroforesis menggunakan dual mini kit pada tegangan listrik konstan 60 volt dan kisaran arus listrik 24 ampere selama kurang lebih 4 jam. Marker yang digunakan adalah Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder kode SM1841 Tabel 8. Hasil analisis bobot molekul ditampilkan dalam bentuk fragmen atau pita protein dalam gel. Bobot molekul protein target terlihat sebagai pita protein dihitung berdasarkan kurva standar dari bobot molekul marker Lampiran 20. Tabel 8 Marker dari Fermentas Multicolor Broad Range Protein Ladder Bobot molekul marker kDa Warna 260 Jingga 140 Merah muda 100 Biru 70 Merah 50 Hijau 40 Merah 35 Biru 25 Biru 15 Biru 10 Hijau C.2 Analisis Asam Amino Analisis asam amino menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC berdasarkan protokol HPLC Laboratorium Terpadu IPB. Perangkat HPLC yang digunakan adalah Shimadzu HPLC dengan kolom Thermo S Ods-Hypersil laju aliran fase mobil 1 mlmenit. Analisis asam amino dilakukan dengan memanfaatkan reaksi pra-kolom gugus amino dengan pereaksi ortoftalaldehida OPA membentuk suatu senyawa berflouresensi. 24 Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi, sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan detektor flouresensi. Hasil analisis asam amino dengan HPLC ditampilkan dalam bentuk kromatogram. Konsentrasi asam amino dapat dihitung dengan rumus: Asam amino µmol = [ Luas puncak sampel x konsentrasi standar] [Luas puncak standar] Persentase asam amino dalam sampel dihitung dengan rumus: Asam amino = [ µmol asam amino x BM asam amino ] x 100 [µg sampel] C.3 Uji Tegangan Permukaan Surface Tension Struktur molekul surfaktan terdiri dari sisi hidrofilik pada bagian kepala dan hidrofobik pada bagian ekor. Protein serisin mempunyai sisi hidrofilik dan hidrofobik Wu et al. 2007 sehingga diduga mempunyai sifat sebagai surfaktan surface active agent. Surfaktan merupakan zat yang mempunyai kemampuan menurunkan tegangan permukaan suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya Salanger 2002. Uji tegangan permukaan pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan protein serisin dalam menurunkan tegangan permukaan. Uji tegangan permukaan surface tension dilakukan menggunakan tensiometer tipe Cole-Parmer Surface Tensiomat 21 dan tahapannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji tegangan permukaan sampel adalah rancangan acak lengkap RAL satu faktor kadar protein dengan tiga kali ulangan Tabel 9. Model matematikanya adalah: Y ij = µ + TP i + ε ij Keterangan: Y ij = Pengamatan berupa nilai tegangan permukaan crude protein serisin pada perlakuan ke-i 1, 2, 3 dan ulangan ke-j 1, 2, 3 µ = Rataan umum TP i = Pengaruh kadar protein ke-i ε ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. 25 Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut dengan Tukey. Analisis RAL dan Tukey menggunakan program Minitab 14 Mattjik Sumertajaya 2002. Tabel 9 Tabulasi data tegangan permukaan crude protein serisin Ulangan Perlakuan Total 1 2 3 1 TP 11 TP 21 TP 31 2 TP 12 TP 21 TP 31 3 TP 13 TP 21 TP 31 Total TP 1 TP 2 TP 3 TP 26 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Teknik Ekstraksi Protein Serisin

Hasil ekstraksi protein serisin dari kokon dipengaruhi oleh teknik degumming dan isolasi protein yang dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya kajian tentang teknik ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan respon rendemen protein yang maksimal. Ada beberapa kajian yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan teknik ekstraksi protein serisin. Padamwar Pawar 2004, menghasilkan protein serisin Bombyx mori terbaik dari teknik ekstraksi serisin melalui degumming dengan kombinasi suhu, waktu dan tekanan 105 o C, 30 menit dan 200 mbar. Wu et al. 2007, mengisolasi protein serisin Bombyx mori dengan teknik pengendapan menggunakan etanol absolut. Akan tetapi etanol absolut harganya cukup mahal sehingga kurang efisien untuk diterapkan dalam skala industri. Perlu ada kajian tentang alternatif lain sebagai pengganti etanol absolut. Kajian isolasi protein pada tingkat kemurnian etanol berbeda dilakukan di awal penelitian ini untuk memberikan informasi tersebut. Berbeda dengan isolasi protein, teknik degumming Attacus atlas pada awal penelitian ini masih merujuk pada Padamwar Pawar 2004, karena diduga kulit kokon Attacus atlas dan Bombyx mori mempunyai karakteristik yang sama.

a. Kajian Pengaruh Kemurnian Etanol terhadap Rendemen Protein Serisin

Attacus atlas Etanol digunakan sebagai pengendap dalam isolasi protein serisin. Wu et al. 2007 menggunakan etanol absolut dengan volume 75 vv untuk mengisolasi protein serisin Bombyx mori. Pada kajian ini digunakan etanol dengan kemurnian berbeda yaitu etanol absolut dan etanol teknis 96 dengan masing-masing perbandingan volume terhadap larutan hasil degumming sebesar 75 vv. Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil kajian pengaruh kemurnian etanol terhadap rendemen protein serisin Attacus atlas Perlakuan Rendemen protein serisin dalam kulit kokon E 1 1,03 ± 0,04 E 2 1,00 ± 0,16 E 1 = isolasi dengan etanol absolut, dan E 2 = isolasi dengan etanol teknis 96. 27 Hasil kajian menunjukkan bahwa E 1 etanol absolut dapat mengisolasi protein dengan rendemen sebesar 1,03 ± 0,04 , sedangkan E 2 etanol teknis 96 sebesar 1,00 ± 0,16 . Analisis ragam dari data pengaruh kemurnian etanol Lampiran 4 menunjukkan bahwa kemurnian etanol tidak berpengaruh nyata P0,05 terhadap rendemen protein serisin. Artinya tidak ada perlakuan yang berbeda nyata akibat perbedaan kemurnian etanol. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa etanol teknis dapat digunakan untuk isolasi pada tahap kajian selanjutnya. Teknik ekstraksi hanya dengan degumming secara fisik pada suhu 105 o C selama 30 menit belum menghasilkan rendemen protein serisin Tabel 10 yang maksimal, yaitu hanya sebesar 1,03 ± 0,04 dan 1,00 ± 0,16 saja. Rendemen protein serisin tersebut masih jauh dari informasi sebelumnya yang menyatakan bahwa rendemen protein serisin sebesar 20-30 dari bobot kulit kokon Masahiro et al. 2000. Hasil ekstraksi yang belum maksimal didukung oleh hasil analisis penampang fibroin dengan mikroskop Gambar 5. Kondisi fibroin terlihat masih utuh dengan warna coklat tua pada kedua perlakuan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa serisin belum terekstraksi maksimal. Gambar 5 Penampang fibroin Attacus atlas hasil ekstraksi pada suhu 105 o C selama 30 menit dengan, a isolasi etanol absolut dan b isolasi etanol teknis pada pembesaran 400 kali.

b. Kajian Pengaruh Rasio Volume NaOH 0,1 N dan Jenis Spesies Ulat Sutera